Home / Romansa / Wanita Yang Kau Pilih / 4. Memilih Mundur

Share

4. Memilih Mundur

Author: Ajeng padmi
last update Huling Na-update: 2025-01-30 10:32:04

Pagi harinya Luna bangun dengan badan yang seperti remuk, setelah pembicaraan penuh emosi dengan sang ayah, Luna memilih mengistirahatkan dirinya, meski matanya berkhianat tak mau terpejam, sampai menjelang subuh. Praktis dia hanya bisa tidur sekitar dua jam saja.

Kepalanya terasa berat tapi di pagi hari banyak hal yang harus dia lakukan, hidup berdua saja dengan sang ayah tanpa ibu membuat Luna terbiasa mengambil semua pekerjaan rumah.

Luna menatap ke arah cermin, wajahnya begitu pucat dan matanya sembab efek dari menangis tadi malam. Sekarang dia bukan lagi Luna yang sama seperti kemarin, seorang gadis perawan dengan aktifitas monoton antara rumah, sanggar dan kantor saja.

Luna memang pernah mengeluhkan kemonotonan hidupnya, tapi sepertinya sekarang Tuhan terlalu cepat mengabulkan semua keinginannya. Hidupnya yang tenang berubah seratus delapan puluh derajat, bahkan mungkin lebih seru dari sinetron yang sering ditonton ibu-ibu tetangganya.

Kadang Tuhan memang punya cara sendiri untuk bercanda.

“Kamu akan tetap pergi kerja hari ini?” tanya sang ayah yang sudah siap di meja makan dengan koran paginya.

Luna meletakkan sepiring nasi goreng yang baru saja dibuatnya di depan sang ayah. “Luna akan mengundurkan diri dari sana... Luna tidak mau bertemu dia lagi.”

Sang ayah tidak perlu bertanya lagi siapa dia yang dimaksud putrinya.

“Apa kamu mau ayah membantumu memberikan surat pengunduran diri ke sana?” tanya sang ayah iba.

“Tidak ayah, aku akan menghadapi semuanya, aku tidak salah dan tidak akan terus bersembunyi seperti pengecut,” katanya berapi-api. “Tapi apa ayah tidak keberatan punya anak penggangguran?” tanya Luna hati-hati, mereka bukan berasal dari keluarga kaya, keluar dari tempat kerja tentu memberikan dampak yang cukup besar untuk Luna.

“Ayah masih mampu memberi makan putri ayah bahkan cucu ayah juga.”

Suasana langsung hening dengan ucapan itu, mungkin Luna lupa atau tak pernah terpikirkan kalau perbuatan mereka malam itu mungkin saja menghasilkan janin yang nantinya akan tumbuh di rahimnya.

“Maafkan ayah jika mengatakan ini langsung, tapi kamu harus tahu konsekuensi itu.” Ayahnya benar, jika dia tidak ingin bahkan melihat Laksa, tentu dia harus menanggung resiko itu sendirian.

“Kenapa ayah tidak marah? Kenapa ayah tidak menampar Luna? Luna tidak bisa menjaga diri, kalau ayah marah dan memukul Luna, Luna pasti akan menerimanya.”

Luna kembali menangis tergugu, dia tak tahu takdir apa yang akan menyapa masa depannya nanti. Dia merasa hidupnya sudah berakhir tadi malam, tapi saat ingat sang ayah yang akan sangat sedih dia tinggalkan maka Luna berusaha tegar, tapi saat membicarakan konsekuensi kejadian semalam, Luna tak dapat lagi menahan perih di hatinya.

“Ayah di sini ada untukmu, Lun, suatu saat kebenaran pasti akan terungkap.”

***

Dengan mobil tua sang ayah Luna berangkat ke tempat kerjanya. Sebuah hotel berbintang yang menawarkan kemewahan untuk pengunjungnya, Luna bekerja sebagai tenaga accounting di sana.

“Ayah akan menunggu di sini.”

“Tidak perlu Luna bisa naik ojek pulang, lagi pula ayah harus mengajar.”

Sang ayah tersenyum teduh. “Murid-murid ayah yang baik itu pasti mengerti kalau gurunya ada urusan sebentar. Pergilah, Nak, ayah di sini.”

Luna terharu dengan dukungan ayahnya disaat dia jatuh seperti ini, dipeluknya sang ayah erat.

“Luna sayang ayah,” lirihnya.

“Ayah tahu, ayah juga sayang Luna, sekarang pergilah, lakukan apa yang ingin kamu lakukan.”

Luna mengangguk dan berjalan keluar mobil. Sepanjang lobi, Luna bisa menatap pandangan jijik semua orang yang lewat, apakah ini perasaannya saja yang sedang sensitif ataukah memang semua orang sudah tahu kejadian semalam.

Betapa cepatnya kalau begitu, padahal belum sehari.

Luna kembali berjalan, tak mempedulikan semua orang yang menatapnya. Ruangan HRD sudah terlihat dan Luna langsung mengetuk pintu dan seorang laki-laki pertengahan empat puluhan mempersilahkannya masuk.

“Sa... saya mau menyerahkan ini, Pak,” katanya denga gugup.

“Kamu yakin akan mengundurkan diri?” tanya bapak itu.

“Iya, Pak,” jawab Luna dengan mantap, dia ingin segera pergi dari sini dan menyembuhkan luka hatinya.

Untuk lari dari kenyataan. Teriak batin Luna.

“Di sini alasanmu, karena ingin tinggal dengan nenekmu yang sudah tua.”

Demi Tuhan kenapa juga mengundurkan diri harus diinterogasi seperti pencuri. “Benar, Pak beliau sudah tua dan mulai sakit-sakitan.”

Luna hanya bisa berdoa pada Tuhan kalau omongannya tak akan jadi kenyataan, neneknya bahkan masih mampu mengangkat sebakul besar nasi yang akan dijual.

“Baiklah jika itu maumu.”

Luna bersyukur sesi interogasi ini akhirnya berakhir dengan baik. Tapi seperti si bapak niat sekali membuat kejutan.

“Apa bukan karena kamu akan menikah dengan pak Laksa?” mungkin bagi laki-laki itu hanya pertanyaan biasa tapi bagi Luna itu seperti bom yang dijatuhkan tepat di depan mukanya.

Jadi benar kejadian semalam memang sudah terdengar sampai kantor, memang ada beberapa orang yang masih ada di pesta malam itu. Tapi Luna sama sekali tak menyangka kecepatan lidah mereka.

“Saya hanya pegawai biasa, tidak mungkin menikah dengan Pak Laksa.” Dan Luna buru-buru permisi sebelum si bapak bertanya lebih lanjut, sudah cukup buruk penderitaannya semalam, Luna tidak perlu lagi hakim dadakan yang mengevaluasi hidupnya.

Secara resmi Laksa memang menjabat sebagai CEO di hotel keluarganya. Tapi seperti yang dikatakan Laksa pada pertemuan mereka tadi malam, laki-laki itu sama sekali tidak mengenalinya. Karena memang tidak penting, dia mungkin hanya tahu Luna dari data saja.

“Tidak tahu malu! Jadi benar kamu menjebak pak Laksa hingga tidur denganmu, kupikir kamu gadis polos ternyata ular berbisa.”

Luna memandang wanita yang hanya beberapa tahun lebih tua darinya itu dengan pandangan tak terbaca, padahal selama ini mereka cukup dekat, tapi semua orang sepertinya sepakat untuk mempercayai mentah-mentah ucapan Laksa dan mengorbankan dirinya.

Luna berlalu tanpa menjawab sepatah katapun, beberapa teman yang dikenalnya ada yang memandangnya iba juga tapi tak sedikit yang terlihat jijik padanya.

Sepertinya aku berubah menjadi ulat bulu, Luna mencoba melucu di saat yang tidak lucu ini.

Yang ingin dia lakukan saat ini adalah pergi jauh dari sini.

“Ternyata kamu benar-benar kerja di sini.” Luna mengangkat wajahnya dan terbelalak melihat siapa yang berdiri di depannya dengan wajah dingin.

Laksa.

Laki-laki itu masih setampan yang Luna ingat, detak itu masih ada, apalagi saat berdiri berhadapan seperti ini. Hatinya memang bandel, tak bisa diatur, padahal karena laki-laki inilah hidupnya hancur dalam semalam.

“Mulai hari ini tidak lagi, saya sudah resign.”

“Kamu mengharapkan aku menanggung hidupmu,” ejek Laksa.

Luna menatap laki-laki itu dengan kemarahan yang berkobar, entah hilang kemana detak jantung untuk orang ini. Yang ada sekarang hanya kemarahan.

Luna bukan pengemis, dan dia tak butuh belas kasihan orang lain.

“Anda tidak perlu khawatir saya tidak akan menuntut apapun, silahkan nikmati hidup anda.”

Luna kembali melangkah meninggalkan Laksa yang terperangah ditempatnya berdiri.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
makanya jadi cewek jgn gampangan dan terlalu murahan hatimu itu.
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

  • Wanita Yang Kau Pilih   5. Suasana Baru

    “Anda tak perlu khawatir saya tidak akan menuntut apapun dari anda, silahkan nikmati hidup anda.” Luna tak peduli dengan kata-kata kasar yang dia ucapkan, bahkan beberapa orang juga ikut menatapnya antara takjub dan juga mencemooh. Mungkin seumur hidup Laksa belum ada orang yang berani terang-terangan mendebatnya di depan umum seperti Luna. Luna memang sosok yang ceria dan manja, tapi dia juga didik dengan keras oleh ayahnya untuk tidak mudah patah oleh cobaan hidup yang menerjangnya. Dan mulai hari ini pasti akan ada banyak cemoohan dan hinaan untuknya, Luna mempercepat langkahnya, matanya sudah mulai berembun, dia tidak akan sudi terlihat lemah di hadapan orang-orang itu. Luna menarik napas lega saat dia sudah menginjakkan kakinya di halaman hotel, masih ramai orang lalu lalang memang tapi setidaknya di sini tidak ada yang memandangnya dengan hina seperti di dalam. Untuk terakhir kalinya Luna menatap bangunan megah hotel milik keluarga Sanjaya ini dengan tatapan hampa, tempat i

    Huling Na-update : 2025-01-30
  • Wanita Yang Kau Pilih   6. Pekat

    Luna masih memandang ponselnya yang menggelap, ayahnya adalah orang yang sangat mendukungnya selama ini, Bahkan saat Luna ingin melarikan diri ke rumah neneknya, ayahnya tidak mengatakan keberatan sedikitpun. Tapi kenapa sekarang sang ayah tiba-tiba memintanya pulang. Luna mengacak rambutnya sebal, apa keluarga itu mengancam ayahnya? Bukankah mereka tidak dirugikan sama sekali, seharusnya di sini Lunalah yang berhak marah pada mereka. Luna diperkosa, tapi dialah yang dituduh menjadi dalang dari semua itu belum puas Laksa melakukan hal itu dia juga menghina Luna dan ayahnya, dan laki-laki itu juga tak mau bertanggung jawab atas perbuatannya, kurang apalagi, tidakkah mereka terlalu serakah dan belum puas juga menghancurkannya.Sebenarnya apa salah Luna di sini? Dia hanya mencintai seseorang dan kebetulan orang tua mereka menjodohkan, Luna dan ayahnya juga tidak memaksa jika Laksa tak mau, bagaimanapun Luna masih punya harga diri. Luna selalu merasa malu dengan dirinya sendiri kenapa

    Huling Na-update : 2025-02-12
  • Wanita Yang Kau Pilih   7. Devano

    Luna bangun karena dering ponselnya yang sangat mengganggu, sejenak dia mengumpulkan nyawanya yang masih melayang di awang-awang, lalu mengucek mata yang masih seperti ketumpahan lem super. Dilihatnya jam di nakas masih menunjukkan pukul setengah lima pagi, rajin sekali peneleponnya ini, barulah dia meraih ponselnya yang dari tadi terus menjerit.  “Ayah,” gumamnya pelan. “Kata nenek kamu jadi pulang hari ini? apa perlu ayah jemput?” ayahnya ini bagaimana kemarin suruh pulang buru-buru sekarang malah harus suruh tunggu dia menjemput. “Luna pulang sendiri saja, Yah.” “Kamu baik-baik saja kan, Nak, ayah minta maaf kemarin ponsel ayah habis baterai.” Huftt ternyata tebakan neneknya benar hati Luna sedikit lega,  bayangannya ala sinetron trailer kemarin tak terjadi. “Seharusnya Luna yang bertanya begitu,” jawab Luna sedikit merajuk. Luna bisa membayangkan sang ayah yang akan tersenyum lembut mendengar protesnya. “Ayah minta maaf ya, Nak, sudah membuat p

    Huling Na-update : 2025-02-12
  • Wanita Yang Kau Pilih   8. Tak Terlihat

    Luna meninggalkan Vano yang masih mengoceh di belakang, teman seperjalannya itu terasa sangat menyebalkan, meski Luna akuiVano begitu baik dan sabar menerima sikap ketus dan juteknya yang terlanjur malu dan kesal karena ulah ajaib kakak beradik itu. Mereka sudah sampai di stasiun Malang kota baru, sialnya lagi Luna lupa mencharge ponselnya di kereta. Tadi di rumah nenek dia sibuk mengupas bawang dan melupakan sejenak eksistensi ponselnya, sekarang dikereta dia terlalu pusing degan omonganVano jadi lupa lagi. Dengan memanggung tas ransel yang tidak terlalu berat mata Luna jelalatan mencari dimana kira-kira dia bisa mengisi daya ponselnya. “Kamu kehilangan dompet?” tanyaVano yang tiba-tiba sudah berdiri dengan manis di sampingnya. “Kak Vano tidak langsung pergi?” “Aku menunggu jemputan temanku, kamu sudah di jemput atau bareng aku saja, lumayankan hemat ongkos.” Ayahnya pasti akan marah kalau tahu lebih memilih naik ojek dari pada menghubunginya. “Aku me

    Huling Na-update : 2025-02-12
  • Wanita Yang Kau Pilih   9. Sebuah Permintaan

    Rumah sakit. Kata itu memberikan trauma tersendiri untuk Luna, dia tak pernah berkawan baik dengan bangunan megah tempat orang sakit itu. Dia sangat ingat hari-hari yang dilaluinya penuh dengan kekhawatiran saat sang ibu masih di rawat di sana dan akhirnya harus menyerah dan meninggalkan Luna untuk selama-lamanya. Apa ayahnya sakit?Sebuah kesadaran itu membuat tubuh Luna bergetar hebat, dia tak mau kehilangan lagi, hanya ayah yang dia punya saat ini. “Apa ayah sakit? Apa parah?” katanya dengan terbata. “Kamu itu ngomong apa, Lun, bukan ayah yang sakit, tapi kita kesana untuk menjenguk seseorang.”“Syukurlah kalau begitu Luna sudah takut sekali. Jadi kita akan menjenguk siapa?” tanya Luna dengan penasaran karena sang ayah tidak menjelaskan apapun. “Teman ayah.” Perjalanan ke rumah sakit mereka lalui dalam diam entah kenapa menurut Luna sang ayah lebih banyak diam, tak ada lagi pertanyaan tentang kegiatan sehari-hari Luna, atau sekedar godaa

    Huling Na-update : 2025-02-12
  • Wanita Yang Kau Pilih   10. Dilema

    “Nikahi Luna, Nak.” Baik Luna maupun Laksa terbelalak mendengar permintaan itu, sejak awal memang mereka sudah menduga tapi tak menyangka permintaan akan sefrontal itu. “Ma, jangan pikirkan itu dulu, yang penting mama sembuh,” Laksa berkata lembut berusaha menutupi amarah yang siap meledak di dadanya. Bukan pada sang mama tentu saja, tapi pada gadis sok polos di sampingnya yang telah berhasil mengacaukan semua impiannya untuk bersanding dengan wanita pujaannya. “Mama tahu penyakit ini sudah tak dapat lagi disembuhkan, dan sebelum mama pergi mama ingin melihatmu menikah, dan Luna adalah pilihan terbaik untukmu.” Laksa memejamkan matanya. “Bicaralah, Nak.” “Sebentar, Ma, Laksa ingin merangkai kata dulu, supaya tidak ada yang terluka dengan kalimat Laksa.” Laksa tahu itu kata yang sangat kasar untuk mamanya, apalagi wanita yang sangat disayanginya itu sedang terbaring sakit. “Mama ingatkan kalau dia sudah menjebak Laksa, supaya tidur dengannya.”

    Huling Na-update : 2025-02-12
  • Wanita Yang Kau Pilih   11. Bukan Pengecut

    Pak Erwin memandang putrinya yang langsung terdiam dengan kedatangan pemuda di depannya  ini. Tak dapat dipungkiri ingin rasanya dia memukuli Laksa hingga babak belur, sebagai seorang ayah tentu saja dia tak terima putrinya diperlakukan seperti itu. “Silahkan bicara,” kata Pak Erwin tenang.Laksa terlihat tak suka. “Maaf om saya ingin bicara berdua dengannya.”“Luna... nanya Luna bagaimana kamu ingin bicara dengannya, kalau namanya saja kamu tak tahu.” Laksa tahu dia tak dapat mencapai keinginannya kalau keras kepala. “Maaf Om iya saya ingin bicara dengan Luna sebentar.” “Untuk apa, saya ayahnya tentu saja saya tak akan mengijinkan dia disakiti siapapun, apalagi dituduh yang tak jelas hanya untuk menyelamatkan ego seseorang.” “Dia-““Kami permisi.” “Apa karena permintaan mama kalian bersikap seolah-olah sok dibutuhkan,” kata Laksa dengan jengkel. Tapi baik Luna maupun ayahnya sudah biasa menebalkan telinganya menghadapi gunjingan semua orang

    Huling Na-update : 2025-02-13
  • Wanita Yang Kau Pilih   12. Ancaman Laksa

    Luna menatap Laksa dengan tak mengerti, orang ini apa sudah amnesia siapa kemarin yang bilang kalau dijebak dan tak mau lagi ketemu dengannya. “Pak Laksa tidak ingat kata-kata bapak sendiri, kalau tidak mau bertemu dengan saya, dan saya sudah terima itu, saya juga tidak mau menikah dengan orang yang tidak menginginkan saya.” Laksa memandang gadis di depannya dengan tajam. Posisi Laksa yang masih berdiri di depan pintu dan Luna yang memegang daun pintu dengan kuat, seolah takut sewaktu-waktu Laksa akan masuk ke dalam rumahnya. Dan itu memang yang diinginkan Laksa membuat Luna tahu siapa dirinya. “Kamu kira aku dengan sukarela mau menikahimu, jika bukan karena kamu yang menjebakku-“ “Saya tidak menjebak bapak.” Kata Luna cepat.Laksa memandang Luna dengan sorot mata tajam terlihat sekali kalau dia tak terima dengan perkataan Luna.“Kita akan menikah-““Lho ada tamu rupanya.” Ucapan Laksa langsung terhenti saat mendengar suara di belkangnya, seora

    Huling Na-update : 2025-02-13

Pinakabagong kabanata

  • Wanita Yang Kau Pilih   169. Mantan?

    "Aku Raya, kamu pasti sudah tahu siapa aku. Bisakah kita bertemu sebentar?" Luna membaca pesan di ponselnya dengan perasaan tak menentu, ternyata rasa pecaya diri mantan pacar suaminya ini sangat tinggi, mungkin itu juga yang membuatnya bisa menjadi model terkenal seperti sekarang. Laksa juga pernah bercerita kalau mantannya itu wanita yang sangat sibuk dengan berbagai kegiatan, jadi pertemuan mereka dulu memang tidak setiap hari. Akan tetapi wanita ini sepertinya mempunyai waktu luang yang lumayan banyak sekarang sampai dia bisa merecoki hubungannya dan Laksa. Bukan LUna ingin berburuk sangka pada wanita masa lalu suaminya, tapi tidakan yang dilakukan wanita itu membuatnya tak bisa berpikir positif. SEkarang untuk apa dia menghubunginya dan meminta bertemu. SElain pelaku yang telah menjebak Luna, tidak ada lagi urusan di anatara mereka dan Raya sepertinya bukan tipe orang yang akan meminta maaf untuk perbuatan salahnya  waktu itu. 

  • Wanita Yang Kau Pilih   168. Dia Tanpa Aku 2

    Bahagia itu sederhana bisa berjalan bergandengan tangan dengan suami seperti ini saja Luna merasa hari ini akan indah. "Mau bagaimana lagi namanya juga lagi hamil. Kalau jalan sampai taman aku pasti kuat, lagipula kata dokter disarankan untuk banyak olahraga ringan." Tawa renyah Laksa langsung terdengar mendengar perkataan Luna. "Tapi aku nggak mau ya kalau harus gendong kamu pulangnya nanti." "Memang aku segendut itu sampai kakak nggak kuat gendong aku," gerutu Luna. "Bukan masalah gendut tapi aku harus menggendong dua orang mana kuat." "Dasar lemah," ejek Luna. "Sudah berani ya ngejek suami." Luna berusaha menghindari gelitikan tangan suaminya yang semakin mendekat, tawa mereka membahana menyambut datangnya matahari yang baru saja bangun dari peraduannya. Pagi yang sangat indah dengan birunya langit yang seolah ikut tersenyum melihat kebersamaan kedua insan itu. 

  • Wanita Yang Kau Pilih   167. Dia Tanpa Aku

    Pagi ini LUna bangun dnegan perasaan senang. Malam tadi Laksa pulang dengan banyak makanan kesukaannya. Kalau dipikir-pikir dia sangat murahan, hanya karena makanan saja perasan kesalnya langsung hilang, tapi mau bagaimana lagi mungkin ini efek tak pernah dekat dengan laki-laki manapun. Apalagi Laksa juga memanjakannya dengan memijit tubuhnya yang memang gampang merasa pegal setelah kehamilannya bertambah besar. Bukannya LUna tak tahu kalau semua ini hanya sogokan supaya dia tidak marah dengan pertemuan sang suami dengan mantan kekasihnya, apalagi Laksa bilang kalau tadi pagi Raya datang mendatanginya di kantor tadi pagi. Luna hanya berusaha percaya pada sang suami yang tidak akan tergoda lagi oleh mantan kekasihnya itu. Dipandangnya wajah Laksa yang sedang tidur terlelap di sampingnya, begitu damai seperti tanpa beban. Luna kembali menelusupkan kepalanya dalam pelukan hangat Laksa, rasanya dia  tidak akan re

  • Wanita Yang Kau Pilih   166. Kemarahan Raya 2

    Aku tahu. maafakan aku. Penyaki ini seperti karma untukku, karena mengkhianatimu. Andai kamu tahu bagaiman sedihnya aku saat kamu memutuskan hubungan kita." Raya menghela napas berat, dia menatap Laksa yang hanya diam saja hanya menatapnya dengan datar. "Aku depresi dan mengurung diri di dalam kamar, aku pingsan di kamar tanpa seorangpun tahu, untung salah satu temanku kebetulan datang ke kamarku dan menemukanku, dialah yang membawaku ke rumah sakit," lanjut wanita itu lagi. Bahkan setelah Raya selesai bicara, Laksa hanya diam dan seolah tak peduli membuat wanita itu kecewa, tapi dia bukan orang yang mudah putus asa. "Dokter bilang aku menderita magh parah dan juga anemia." "Kenapa tidak makan?" Raya langsung tersenyum mendengar pertanyaan Laksa, laki-laki itu pasti khawatir padanya, dia menatap dengan binar penuh harap laki-laki yang masih sangat dia cintai itu. "Karena aku memi

  • Wanita Yang Kau Pilih   165. Kemarahan Raya

    Gelisah dan marah itu yang Laksa rasakan sekarang. Perasaan itu tak dapat Laksa hindari, menerjang kuat selayaknya ombak yang setiap saat menghantam pasir di tepi pantai. Entah bagaimana caranya untuk menghapus semua rasa itu, otaknya bahkan sudah penuh dengan berbagai hal saat ini, persoalan pekerjaan, persoalan hubungannya dengan sang istri dan keluarga besarnya. Semua persoala itu seperti berlomba untuk mendatanginya, bagai tamu yang datang tanpa diundana meski Laksa sudah mati-matian untuk menolaknya. Laksa pantas gelisah dengan munculnya Raya secara tiba-tiba dikantornya, mungkin dulu itu hal yang biasa saj saat mereka masih pacaran, tapi sekarang dia sudah menikah dan sebentar lagi akan menjadi ayah, semua orang tahu itu dan juga kehadiran Dirga yang akan memperkerus suasana yang membuatnya semakin terjepit dan itu membuatnya marah. Akan tetapi Raya bukan orang yang mudah, menghadapi Rayaa dia harus tenang. "Apa yang kamu inginkan?" tanya Laksa langsung. Raya ters

  • Wanita Yang Kau Pilih   164. Datang Lagi

    Laksa menjabat tangan laki-laki paruh baya itu dengan senyum lebar tersungging di bibirnya. Akhirnya setelah dia pontang-panting melobi sana sini, event besar itu baru bisa dia dapatkan, dan hanya hotelnya yang akan menjadi tempat acara, restoran miliknya juga akan menjadi penyuplai utama untuk sarapan dan makan siang, acara itu akan diadakan satu bulan dengan tamu orang-orang terkenal dan tentu saja banyak wartawan yang akan datang. Jam masih menunjukkan pukul delapan pagi, waktu kerja resmi memang masih satu jam lagi, tapi Laksa sudah begitu sibuk sepagi ini. "Wih, untung besar ini, makan-makan dong." "Kamu seperti kekurangan uang saja, makan-makan nunggu ada momen besar." "Aku tidak sesultan dirimu, jadi ya maklum saja kalau aku lebih suka gratisan, apalagi kalau makanan mewah," kata Dirga menyebalkan.Dirga memang berhak menuntut semua itu, dia sudah banyak sekali membantu Laksa dalam memenangkan tender ini. "Jadi kamu datang kemari sengaja untu

  • Wanita Yang Kau Pilih   163. Pillow Talk

    Luna mematut dirinya di cermin panjang yang ada di kamar mereka. Perutnya sudah membesar dan bobot tubuhnya naik dengan drastis, akibat makannya yang gila-gilaan, tiap menit bahkan detik harus ada saja makanan yang harus dia kunyah di mulutnya sampai mulut Luna pegal sendiri, pernah dia mengeluhkan hal itu pada Laksa tapi jawaban suaminya sungguh membuatnya gondok. “Aku tidak keberatan mengunyahkan untukmu nanti aku bisa suapkan langsung dari mulut ke mulut pasti rasanya lebih manis.” Memang Laksa kira Luna anak bayi, dasar suaminya agak sinting. Dulu Luna sangat penasaran, bagaimana rasanya hamil, dan dia sering bertanya pada sepupunya yang hobi sekali hamil saat itu, tapi sang sepupu hanya tertawa dan mengatakan semua akan terbayar sudah saat melihat wajah mungil menggemaskan yang akan memanggilnya ibu. Karena itu Luna sangat tidak sabar menanti buah hatinya lahir, selain untuk membuktikan teori sepupunya, dia jug

  • Wanita Yang Kau Pilih   162. Pikiran Mengerikan

    "Dia yang tadi pagi telepon ke ponsel kakak, apa kalian janjian bertemu di sini?" tanya Luna saat Laksa sudah menggandeng tangannya keluar dari butik.Laksa seketika menghentikan langkahnya, dan memandang Luna dengan gugup.Luna memang sudah menceritakan telepon yang masuk tadi pagi dan Luna mengangkatnya. Sejak hubungan mereka membaik memang tak jarang Laksa memperbolehkan Luna untuk menjawab panggilan yang masuk ke ponselnya demikian juga sebaliknya, karena itu Laksa langsung memblokir dan menghapus pesan dari Raya, bukan ingin merahasiakan semua ini dari Luna, tapi hanya tak ingin sang istri merasa terbebani, apalagi kondisi Luna yang tidak boleh terlalu banyak beban pikiran. Laksa memang sudah menduga kalau penelepon nyolot tadi pagi yang dimaksud Luna adalah Raya meski dia hanya mengatakan tak tahu dan nanti akan menelepon balik, tapi jawaban itu ternyata berbuntut panjang.Tentu saja dia tak menelepon kembali, tapi semesta mungkin sedang bercanda denganny

  • Wanita Yang Kau Pilih   161. Keyakinan Raya

    Luna selalu bertanya-tanya kenapa banyak orang terutama wanita suka sekali berbelanja dan bisa kalap hingga sampai jutaan? Ternyata memang berbelanja barang berkualitas tinggi memang sangat menyenangkan seperti ini. Matanya berkeliling mengawasi deretan baju bayi yang dipajang di dalam etalase, baju-baju mungil itu terlihat luar biasa menggemaskan di mata Luna. Berkali-kali dia mengusap perutnya yang mulai membesar, kandungannya memang sudah berusia enam bulan dan tiga bulan lagi dia akan bertemu dengan anaknya, anak yang bermula dari kecelakaan, tapi bagaimanapun proses pembuatan anak ini Luna sangat sayang padanya sekarang, dia sudah tak sabar untuk melihat sang anak lahir ke dunia. Luna teringat saat dia bersama Laksa pergi ke dokter kandungan, dan saat dokter menawarkan untuk melihat jenis kelamin sang bayi, kedua calon orang tua itu mengangguk mengiyakan. “Jagoan ternyata,” seru Laksa kala itu saat dokter menunjukkan menara yang ada di antara kedua kaki bay

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status