Share

5. Suasana Baru

Author: Ajeng padmi
last update Last Updated: 2025-01-30 10:32:39

“Anda tak perlu khawatir saya tidak akan menuntut apapun dari anda, silahkan nikmati hidup anda.”

Luna tak peduli dengan kata-kata kasar yang dia ucapkan, bahkan beberapa orang juga ikut menatapnya antara takjub dan juga mencemooh. Mungkin seumur hidup Laksa belum ada orang yang berani terang-terangan mendebatnya di depan umum seperti Luna.

Luna memang sosok yang ceria dan manja, tapi dia juga didik dengan keras oleh ayahnya untuk tidak mudah patah oleh cobaan hidup yang menerjangnya.

Dan mulai hari ini pasti akan ada banyak cemoohan dan hinaan untuknya, Luna mempercepat langkahnya, matanya sudah mulai berembun, dia tidak akan sudi terlihat lemah di hadapan orang-orang itu.

Luna menarik napas lega saat dia sudah menginjakkan kakinya di halaman hotel, masih ramai orang lalu lalang memang tapi setidaknya di sini tidak ada yang memandangnya dengan hina seperti di dalam.

Untuk terakhir kalinya Luna menatap bangunan megah hotel milik keluarga Sanjaya ini dengan tatapan hampa, tempat inilah yang selama tiga tahun terakhir ini dia datangi setiap hari dan sekarang dia tak akan mungkin di sini lagi.

Ada rasa sedih yang menyelip di hatinya tapi dengan tangkas Luna menepisnya, ayahnya selalu mengajarkan untuk tidak mudah menyerah pada pahitnya kenyataan, Luna yakin dia akan menemukan tempat kerja di lain tempat, atau mungkin dia bisa mulai membuka usaha sendiri.

Dengan cepat Luna menghapus air mata yang begitu nakal mengalir dipipinya, gadis itu berusaha tersenyum riang saat sang ayah masih menunggunya di depan mobil tua mereka.

“Sudah selesai, Yah, kita pulang.” Dia menggandeng lengan sang ayah lalu masuk dalam mobil.

“Kamu baik-baik saja, Nak?”

“Luna baik-baik saja, Yah, tapi sekarang Luna pengangguran, jadi Luna minta jatah uang jajan lagi,” katanya berusaha membuat nada suaranya seceria mungkin.

Perlu usaha yang keras bagi Luna untuk membohongi ayahnya, laki-laki yang selama ini selalu ada di sisinya. Tapi dengan bijak sang ayah tersenyum dan mengikuti permainan Luna.

“Ayah cukup kerepotan menghabiskan uang gaji sendiri, senang sekali kalau kamu mau bantu ayah menghabiskannya.”

Luna tertawa mendengar jawaban ayahnya, setidaknya ditengah badai yang telah menerpanya, ada ayahnya yang bisa membuat perasaannya selalu lebih baik.

Mobil tua itu melaju membelah jalanan yang mulai padat oleh orang-orang yang akan melakukan aktivitasnya hari ini. melaju pelan menuju stasiun kereta yang akan mengantar Luna ke rumah neneknya. Sejenak saja Luna ingin melupakan semua, mengganggap semua kejadian malam itu tak pernah ada.

“Setelah ayah tidak terlalu sibuk di sekolah ayah akan menjengukmu.”

Luna memandang mata teduh itu dengan hampa, andai saja kejadian malam itu tak pernah terjadi dia akan tetap di sini menemani ayahnya yang sudah tidak muda lagi. sebagai anak Luna sangat merasa berdosa dia bahakn belum bisa membalas semua jasa ayahnya dan sekarang malah melemparkan kotoran ke muka ayahnya.

Tapi Luna tahu, kata maaf saja tak cukup untuk mengembalikan senyum ayahnya, Luna harus buktikan pada ayahnya kalau kejadian malam itu tak bisa menghancurkan hidupnya.

Luna akan bertahan.

***

Nenek menyambut Luna di depan rumahnya, rumah kuno dengan arsitekture jawa yang kental dan halaman yang luas.

“Masuk dulu, Nduk, ayahmu sudah menceritakan semuanya tadi.”

“Maaf, Nek Luna merepotkan nenek di sini.”

“Wong didatangi cucunya kok repot, Nenek malah senang.”

“Tapi Luna...”

Luna tak sanggup untuk mengatakannya tanpa menangis, tapi sang nenek dengan bijak segera menggiring cucunya itu masuk ke dalam rumah.

“Kamu ingat Vira teman SD kamu dulu?” tanya sang nenek yang sedapat mungkin mengalihkan perhatian Luna dari masalah yang sedang dia hadapi.

“Ehm... Vira anaknya Pak Adnan?” tanya Luna mengingat sahabat dekatnya dulu waktu masih tinggal di sini.

“Iya siapa lagi.”

Luna mengangguk, tentu saja dia ingat, bahkan sampai sekarang mereka masih sering berkirim kabar, meski tinggal berjauhan tak mengikis pertemanan mereka.

“Iya, Nek Luna masih sering bicara dengannya di telepon.”

“Apa kabar anak itu?”

“Dia sekarang sudah punya sanggar sendiri, dia pasti senang kalau tahu kamu akan tinggal di sini.”

Benarkah? Mungkin beberapa hari yang lalu Vira akan senang dengan kedatangannya, tapi sekarang Luna orang yang berbeda, bisa jadi Vira akan ikut membenci Luna.

Luna ingat sekali pengalaman Vira dengan mantan pacarnya yang dijebak oleh temannya.

“Kalau kamu belum nyaman keluar, ya wis ndak papa di rumah saja bantu nenek menyiapkan makanan,” kata sang nenek dengan aksen jawa yang sangat kental.

Dan seperti itulah hari Luna di rumah neneknya, pagi hari dia kan membantu neneknya menyiapkan masakan yang akan dijual neneknya nanti.

Meski bukan penjual gudeg ternama, tapi gudeg buatan neneknya cukup terkenal dikalangan para pengunjung pasar. Tidak heran kalau usaha ini masih terus bertahan dari puluhan tahun yang lalu. Luna bahkan berpikir mungkin nanti dia bisa melanjutkan usaha neneknya saja berjualan gudeg, dia tak perlu mencari kerja kesana kemari.

Yah seperti perkiraannya sebelum datang kemari, dia bisa membuka usaha. Masakannya cukup enak kok, tak kalah dengan gudeg buatan nenek. Kata ayahnya sih.

“Sudah semua ini, Nek?” tanya Luna yang ikut membantu sang nenek mengangkat hasil masakan yang akan di jual ke gerobak dibantu Bu Salamah yang biasa membantu di sini.

“Sudah semua, Nduk, tinggal tunggu Bejo bawa ke pasar saja.”

Pak Bejo dan Bu Salamah adalah pasangan suami istri yang selama ini membantu neneknya untuk berjualan. Jangan tanyakan kemana anak-anak neneknya yang berjumlah sembilan orang itu, tentu saja mereka semua sudah punya kehidupan sendiri menyebar di berbagai kota dan hanya pada hari-hari tertentu saja mereka akan berkunjung.

Dan kedatangan Luna, meski dengan membawa beban masalah yang tidak ringan, tentu disambut baik oleh sang nenek.

Neneknya bukan orang yang kolot yang akan menghakimi tanpa mendengarkan dulu penjelasan seseorang dan Luna sangat bersyukur saat nenek menerimannya dengan baik.

“Nenek percaya kalau kamu sudah besar dan bisa bertanggung jawab dengan keputusanmu sendiri, ayah dan ibumu sudah mendidikmu dengan sangat baik,” kata neneknya kala Luna menanyakan apa sang nenek tak keberatan Luna tinggal di sini dengan segala konsekuensi dan aib yang akan beliau terima.

Paling tidak diantara semua orang yang membencinya dan menuduhnya melakukan perbuatan hina itu, ada keluarganya yang mendukungnya. Dan Luna rasa itu cukup sebagai bekalnya untuk terus melanjutkan hidup.

Kegiatan itu sudah berlagsung seminggu sampai suatu sore sang ayah menghubunginya melalui telepon, agenda wajib yang dilakukan ayahnya selama Luna tinggal dengan sang nenek di sini. Tapi kali ini sang ayah berbicara dengan tegang yang membuat Luna langsung merasa cemas.

“Keluarga Sanjaya kemari dan mereka mencarimu, ayah harap kamu bisa pulang untuk bertemu mereka, ayah rasa kamu sudah cukup dewasa untuk mengambil keputusan sendiri, ayah selalu mendukungmu.”

Bahkan sampai telepon ditutup sang ayah tak mau menjelaskan lebih lanjut.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Wanita Yang Kau Pilih   6. Pekat

    Luna masih memandang ponselnya yang menggelap, ayahnya adalah orang yang sangat mendukungnya selama ini, Bahkan saat Luna ingin melarikan diri ke rumah neneknya, ayahnya tidak mengatakan keberatan sedikitpun. Tapi kenapa sekarang sang ayah tiba-tiba memintanya pulang. Luna mengacak rambutnya sebal, apa keluarga itu mengancam ayahnya? Bukankah mereka tidak dirugikan sama sekali, seharusnya di sini Lunalah yang berhak marah pada mereka. Luna diperkosa, tapi dialah yang dituduh menjadi dalang dari semua itu belum puas Laksa melakukan hal itu dia juga menghina Luna dan ayahnya, dan laki-laki itu juga tak mau bertanggung jawab atas perbuatannya, kurang apalagi, tidakkah mereka terlalu serakah dan belum puas juga menghancurkannya.Sebenarnya apa salah Luna di sini? Dia hanya mencintai seseorang dan kebetulan orang tua mereka menjodohkan, Luna dan ayahnya juga tidak memaksa jika Laksa tak mau, bagaimanapun Luna masih punya harga diri. Luna selalu merasa malu dengan dirinya sendiri kenapa

    Last Updated : 2025-02-12
  • Wanita Yang Kau Pilih   7. Devano

    Luna bangun karena dering ponselnya yang sangat mengganggu, sejenak dia mengumpulkan nyawanya yang masih melayang di awang-awang, lalu mengucek mata yang masih seperti ketumpahan lem super. Dilihatnya jam di nakas masih menunjukkan pukul setengah lima pagi, rajin sekali peneleponnya ini, barulah dia meraih ponselnya yang dari tadi terus menjerit.  “Ayah,” gumamnya pelan. “Kata nenek kamu jadi pulang hari ini? apa perlu ayah jemput?” ayahnya ini bagaimana kemarin suruh pulang buru-buru sekarang malah harus suruh tunggu dia menjemput. “Luna pulang sendiri saja, Yah.” “Kamu baik-baik saja kan, Nak, ayah minta maaf kemarin ponsel ayah habis baterai.” Huftt ternyata tebakan neneknya benar hati Luna sedikit lega,  bayangannya ala sinetron trailer kemarin tak terjadi. “Seharusnya Luna yang bertanya begitu,” jawab Luna sedikit merajuk. Luna bisa membayangkan sang ayah yang akan tersenyum lembut mendengar protesnya. “Ayah minta maaf ya, Nak, sudah membuat p

    Last Updated : 2025-02-12
  • Wanita Yang Kau Pilih   8. Tak Terlihat

    Luna meninggalkan Vano yang masih mengoceh di belakang, teman seperjalannya itu terasa sangat menyebalkan, meski Luna akuiVano begitu baik dan sabar menerima sikap ketus dan juteknya yang terlanjur malu dan kesal karena ulah ajaib kakak beradik itu. Mereka sudah sampai di stasiun Malang kota baru, sialnya lagi Luna lupa mencharge ponselnya di kereta. Tadi di rumah nenek dia sibuk mengupas bawang dan melupakan sejenak eksistensi ponselnya, sekarang dikereta dia terlalu pusing degan omonganVano jadi lupa lagi. Dengan memanggung tas ransel yang tidak terlalu berat mata Luna jelalatan mencari dimana kira-kira dia bisa mengisi daya ponselnya. “Kamu kehilangan dompet?” tanyaVano yang tiba-tiba sudah berdiri dengan manis di sampingnya. “Kak Vano tidak langsung pergi?” “Aku menunggu jemputan temanku, kamu sudah di jemput atau bareng aku saja, lumayankan hemat ongkos.” Ayahnya pasti akan marah kalau tahu lebih memilih naik ojek dari pada menghubunginya. “Aku me

    Last Updated : 2025-02-12
  • Wanita Yang Kau Pilih   9. Sebuah Permintaan

    Rumah sakit. Kata itu memberikan trauma tersendiri untuk Luna, dia tak pernah berkawan baik dengan bangunan megah tempat orang sakit itu. Dia sangat ingat hari-hari yang dilaluinya penuh dengan kekhawatiran saat sang ibu masih di rawat di sana dan akhirnya harus menyerah dan meninggalkan Luna untuk selama-lamanya. Apa ayahnya sakit?Sebuah kesadaran itu membuat tubuh Luna bergetar hebat, dia tak mau kehilangan lagi, hanya ayah yang dia punya saat ini. “Apa ayah sakit? Apa parah?” katanya dengan terbata. “Kamu itu ngomong apa, Lun, bukan ayah yang sakit, tapi kita kesana untuk menjenguk seseorang.”“Syukurlah kalau begitu Luna sudah takut sekali. Jadi kita akan menjenguk siapa?” tanya Luna dengan penasaran karena sang ayah tidak menjelaskan apapun. “Teman ayah.” Perjalanan ke rumah sakit mereka lalui dalam diam entah kenapa menurut Luna sang ayah lebih banyak diam, tak ada lagi pertanyaan tentang kegiatan sehari-hari Luna, atau sekedar godaa

    Last Updated : 2025-02-12
  • Wanita Yang Kau Pilih   10. Dilema

    “Nikahi Luna, Nak.” Baik Luna maupun Laksa terbelalak mendengar permintaan itu, sejak awal memang mereka sudah menduga tapi tak menyangka permintaan akan sefrontal itu. “Ma, jangan pikirkan itu dulu, yang penting mama sembuh,” Laksa berkata lembut berusaha menutupi amarah yang siap meledak di dadanya. Bukan pada sang mama tentu saja, tapi pada gadis sok polos di sampingnya yang telah berhasil mengacaukan semua impiannya untuk bersanding dengan wanita pujaannya. “Mama tahu penyakit ini sudah tak dapat lagi disembuhkan, dan sebelum mama pergi mama ingin melihatmu menikah, dan Luna adalah pilihan terbaik untukmu.” Laksa memejamkan matanya. “Bicaralah, Nak.” “Sebentar, Ma, Laksa ingin merangkai kata dulu, supaya tidak ada yang terluka dengan kalimat Laksa.” Laksa tahu itu kata yang sangat kasar untuk mamanya, apalagi wanita yang sangat disayanginya itu sedang terbaring sakit. “Mama ingatkan kalau dia sudah menjebak Laksa, supaya tidur dengannya.”

    Last Updated : 2025-02-12
  • Wanita Yang Kau Pilih   11. Bukan Pengecut

    Pak Erwin memandang putrinya yang langsung terdiam dengan kedatangan pemuda di depannya  ini. Tak dapat dipungkiri ingin rasanya dia memukuli Laksa hingga babak belur, sebagai seorang ayah tentu saja dia tak terima putrinya diperlakukan seperti itu. “Silahkan bicara,” kata Pak Erwin tenang.Laksa terlihat tak suka. “Maaf om saya ingin bicara berdua dengannya.”“Luna... nanya Luna bagaimana kamu ingin bicara dengannya, kalau namanya saja kamu tak tahu.” Laksa tahu dia tak dapat mencapai keinginannya kalau keras kepala. “Maaf Om iya saya ingin bicara dengan Luna sebentar.” “Untuk apa, saya ayahnya tentu saja saya tak akan mengijinkan dia disakiti siapapun, apalagi dituduh yang tak jelas hanya untuk menyelamatkan ego seseorang.” “Dia-““Kami permisi.” “Apa karena permintaan mama kalian bersikap seolah-olah sok dibutuhkan,” kata Laksa dengan jengkel. Tapi baik Luna maupun ayahnya sudah biasa menebalkan telinganya menghadapi gunjingan semua orang

    Last Updated : 2025-02-13
  • Wanita Yang Kau Pilih   12. Ancaman Laksa

    Luna menatap Laksa dengan tak mengerti, orang ini apa sudah amnesia siapa kemarin yang bilang kalau dijebak dan tak mau lagi ketemu dengannya. “Pak Laksa tidak ingat kata-kata bapak sendiri, kalau tidak mau bertemu dengan saya, dan saya sudah terima itu, saya juga tidak mau menikah dengan orang yang tidak menginginkan saya.” Laksa memandang gadis di depannya dengan tajam. Posisi Laksa yang masih berdiri di depan pintu dan Luna yang memegang daun pintu dengan kuat, seolah takut sewaktu-waktu Laksa akan masuk ke dalam rumahnya. Dan itu memang yang diinginkan Laksa membuat Luna tahu siapa dirinya. “Kamu kira aku dengan sukarela mau menikahimu, jika bukan karena kamu yang menjebakku-“ “Saya tidak menjebak bapak.” Kata Luna cepat.Laksa memandang Luna dengan sorot mata tajam terlihat sekali kalau dia tak terima dengan perkataan Luna.“Kita akan menikah-““Lho ada tamu rupanya.” Ucapan Laksa langsung terhenti saat mendengar suara di belkangnya, seora

    Last Updated : 2025-02-13
  • Wanita Yang Kau Pilih   13. Sudah Dewasa

    Luna cepat-cepat mengunci pintu, begitu terdengar mobil Laksa menjauh dari rumahnya. Tubuhnya merosot bersandar pada pintu yang telah tertutup, kakinya seolah tak kuat menompang bobot tubuhnya. Dia ingin menangis dan menjerit. Sungguh rasa itu masih ada, bersemayam dalam hatinya. Dia memang bisa berkoar pada semua orang kalau dia baik-baik saja, tapi Luna tahu dia rapuh. Bertemu Laksa tanpa ayahnya ternyata membuatnya takut. Takut karena dia masih mengharapkan laki-laki itu bahkan setelah semua yang terjadi, juga takut kalau Laksa akan melaksanakan ancamannya memberitahukan apa yang terjadi pada para tetangganya di sini.Bukan Luna takut akan digunjing oleh tetangga, dia tidak akan perduli dengan hal itu, dia hanya takut nama baik ayahnyalah yang akan rusak. Ayahnya yang baik itu harus setiap hari digunjingkan orang karena dirinya, tak sanggup dibayangkan oleh Luna, apalagi kalau semua itu terjadi. Tapi untuk menerima Laksa sebagai suaminya Luna juga sangat takut

    Last Updated : 2025-02-13

Latest chapter

  • Wanita Yang Kau Pilih   169. Mantan?

    "Aku Raya, kamu pasti sudah tahu siapa aku. Bisakah kita bertemu sebentar?" Luna membaca pesan di ponselnya dengan perasaan tak menentu, ternyata rasa pecaya diri mantan pacar suaminya ini sangat tinggi, mungkin itu juga yang membuatnya bisa menjadi model terkenal seperti sekarang. Laksa juga pernah bercerita kalau mantannya itu wanita yang sangat sibuk dengan berbagai kegiatan, jadi pertemuan mereka dulu memang tidak setiap hari. Akan tetapi wanita ini sepertinya mempunyai waktu luang yang lumayan banyak sekarang sampai dia bisa merecoki hubungannya dan Laksa. Bukan LUna ingin berburuk sangka pada wanita masa lalu suaminya, tapi tidakan yang dilakukan wanita itu membuatnya tak bisa berpikir positif. SEkarang untuk apa dia menghubunginya dan meminta bertemu. SElain pelaku yang telah menjebak Luna, tidak ada lagi urusan di anatara mereka dan Raya sepertinya bukan tipe orang yang akan meminta maaf untuk perbuatan salahnya  waktu itu. 

  • Wanita Yang Kau Pilih   168. Dia Tanpa Aku 2

    Bahagia itu sederhana bisa berjalan bergandengan tangan dengan suami seperti ini saja Luna merasa hari ini akan indah. "Mau bagaimana lagi namanya juga lagi hamil. Kalau jalan sampai taman aku pasti kuat, lagipula kata dokter disarankan untuk banyak olahraga ringan." Tawa renyah Laksa langsung terdengar mendengar perkataan Luna. "Tapi aku nggak mau ya kalau harus gendong kamu pulangnya nanti." "Memang aku segendut itu sampai kakak nggak kuat gendong aku," gerutu Luna. "Bukan masalah gendut tapi aku harus menggendong dua orang mana kuat." "Dasar lemah," ejek Luna. "Sudah berani ya ngejek suami." Luna berusaha menghindari gelitikan tangan suaminya yang semakin mendekat, tawa mereka membahana menyambut datangnya matahari yang baru saja bangun dari peraduannya. Pagi yang sangat indah dengan birunya langit yang seolah ikut tersenyum melihat kebersamaan kedua insan itu. 

  • Wanita Yang Kau Pilih   167. Dia Tanpa Aku

    Pagi ini LUna bangun dnegan perasaan senang. Malam tadi Laksa pulang dengan banyak makanan kesukaannya. Kalau dipikir-pikir dia sangat murahan, hanya karena makanan saja perasan kesalnya langsung hilang, tapi mau bagaimana lagi mungkin ini efek tak pernah dekat dengan laki-laki manapun. Apalagi Laksa juga memanjakannya dengan memijit tubuhnya yang memang gampang merasa pegal setelah kehamilannya bertambah besar. Bukannya LUna tak tahu kalau semua ini hanya sogokan supaya dia tidak marah dengan pertemuan sang suami dengan mantan kekasihnya, apalagi Laksa bilang kalau tadi pagi Raya datang mendatanginya di kantor tadi pagi. Luna hanya berusaha percaya pada sang suami yang tidak akan tergoda lagi oleh mantan kekasihnya itu. Dipandangnya wajah Laksa yang sedang tidur terlelap di sampingnya, begitu damai seperti tanpa beban. Luna kembali menelusupkan kepalanya dalam pelukan hangat Laksa, rasanya dia  tidak akan re

  • Wanita Yang Kau Pilih   166. Kemarahan Raya 2

    Aku tahu. maafakan aku. Penyaki ini seperti karma untukku, karena mengkhianatimu. Andai kamu tahu bagaiman sedihnya aku saat kamu memutuskan hubungan kita." Raya menghela napas berat, dia menatap Laksa yang hanya diam saja hanya menatapnya dengan datar. "Aku depresi dan mengurung diri di dalam kamar, aku pingsan di kamar tanpa seorangpun tahu, untung salah satu temanku kebetulan datang ke kamarku dan menemukanku, dialah yang membawaku ke rumah sakit," lanjut wanita itu lagi. Bahkan setelah Raya selesai bicara, Laksa hanya diam dan seolah tak peduli membuat wanita itu kecewa, tapi dia bukan orang yang mudah putus asa. "Dokter bilang aku menderita magh parah dan juga anemia." "Kenapa tidak makan?" Raya langsung tersenyum mendengar pertanyaan Laksa, laki-laki itu pasti khawatir padanya, dia menatap dengan binar penuh harap laki-laki yang masih sangat dia cintai itu. "Karena aku memi

  • Wanita Yang Kau Pilih   165. Kemarahan Raya

    Gelisah dan marah itu yang Laksa rasakan sekarang. Perasaan itu tak dapat Laksa hindari, menerjang kuat selayaknya ombak yang setiap saat menghantam pasir di tepi pantai. Entah bagaimana caranya untuk menghapus semua rasa itu, otaknya bahkan sudah penuh dengan berbagai hal saat ini, persoalan pekerjaan, persoalan hubungannya dengan sang istri dan keluarga besarnya. Semua persoala itu seperti berlomba untuk mendatanginya, bagai tamu yang datang tanpa diundana meski Laksa sudah mati-matian untuk menolaknya. Laksa pantas gelisah dengan munculnya Raya secara tiba-tiba dikantornya, mungkin dulu itu hal yang biasa saj saat mereka masih pacaran, tapi sekarang dia sudah menikah dan sebentar lagi akan menjadi ayah, semua orang tahu itu dan juga kehadiran Dirga yang akan memperkerus suasana yang membuatnya semakin terjepit dan itu membuatnya marah. Akan tetapi Raya bukan orang yang mudah, menghadapi Rayaa dia harus tenang. "Apa yang kamu inginkan?" tanya Laksa langsung. Raya ters

  • Wanita Yang Kau Pilih   164. Datang Lagi

    Laksa menjabat tangan laki-laki paruh baya itu dengan senyum lebar tersungging di bibirnya. Akhirnya setelah dia pontang-panting melobi sana sini, event besar itu baru bisa dia dapatkan, dan hanya hotelnya yang akan menjadi tempat acara, restoran miliknya juga akan menjadi penyuplai utama untuk sarapan dan makan siang, acara itu akan diadakan satu bulan dengan tamu orang-orang terkenal dan tentu saja banyak wartawan yang akan datang. Jam masih menunjukkan pukul delapan pagi, waktu kerja resmi memang masih satu jam lagi, tapi Laksa sudah begitu sibuk sepagi ini. "Wih, untung besar ini, makan-makan dong." "Kamu seperti kekurangan uang saja, makan-makan nunggu ada momen besar." "Aku tidak sesultan dirimu, jadi ya maklum saja kalau aku lebih suka gratisan, apalagi kalau makanan mewah," kata Dirga menyebalkan.Dirga memang berhak menuntut semua itu, dia sudah banyak sekali membantu Laksa dalam memenangkan tender ini. "Jadi kamu datang kemari sengaja untu

  • Wanita Yang Kau Pilih   163. Pillow Talk

    Luna mematut dirinya di cermin panjang yang ada di kamar mereka. Perutnya sudah membesar dan bobot tubuhnya naik dengan drastis, akibat makannya yang gila-gilaan, tiap menit bahkan detik harus ada saja makanan yang harus dia kunyah di mulutnya sampai mulut Luna pegal sendiri, pernah dia mengeluhkan hal itu pada Laksa tapi jawaban suaminya sungguh membuatnya gondok. “Aku tidak keberatan mengunyahkan untukmu nanti aku bisa suapkan langsung dari mulut ke mulut pasti rasanya lebih manis.” Memang Laksa kira Luna anak bayi, dasar suaminya agak sinting. Dulu Luna sangat penasaran, bagaimana rasanya hamil, dan dia sering bertanya pada sepupunya yang hobi sekali hamil saat itu, tapi sang sepupu hanya tertawa dan mengatakan semua akan terbayar sudah saat melihat wajah mungil menggemaskan yang akan memanggilnya ibu. Karena itu Luna sangat tidak sabar menanti buah hatinya lahir, selain untuk membuktikan teori sepupunya, dia jug

  • Wanita Yang Kau Pilih   162. Pikiran Mengerikan

    "Dia yang tadi pagi telepon ke ponsel kakak, apa kalian janjian bertemu di sini?" tanya Luna saat Laksa sudah menggandeng tangannya keluar dari butik.Laksa seketika menghentikan langkahnya, dan memandang Luna dengan gugup.Luna memang sudah menceritakan telepon yang masuk tadi pagi dan Luna mengangkatnya. Sejak hubungan mereka membaik memang tak jarang Laksa memperbolehkan Luna untuk menjawab panggilan yang masuk ke ponselnya demikian juga sebaliknya, karena itu Laksa langsung memblokir dan menghapus pesan dari Raya, bukan ingin merahasiakan semua ini dari Luna, tapi hanya tak ingin sang istri merasa terbebani, apalagi kondisi Luna yang tidak boleh terlalu banyak beban pikiran. Laksa memang sudah menduga kalau penelepon nyolot tadi pagi yang dimaksud Luna adalah Raya meski dia hanya mengatakan tak tahu dan nanti akan menelepon balik, tapi jawaban itu ternyata berbuntut panjang.Tentu saja dia tak menelepon kembali, tapi semesta mungkin sedang bercanda denganny

  • Wanita Yang Kau Pilih   161. Keyakinan Raya

    Luna selalu bertanya-tanya kenapa banyak orang terutama wanita suka sekali berbelanja dan bisa kalap hingga sampai jutaan? Ternyata memang berbelanja barang berkualitas tinggi memang sangat menyenangkan seperti ini. Matanya berkeliling mengawasi deretan baju bayi yang dipajang di dalam etalase, baju-baju mungil itu terlihat luar biasa menggemaskan di mata Luna. Berkali-kali dia mengusap perutnya yang mulai membesar, kandungannya memang sudah berusia enam bulan dan tiga bulan lagi dia akan bertemu dengan anaknya, anak yang bermula dari kecelakaan, tapi bagaimanapun proses pembuatan anak ini Luna sangat sayang padanya sekarang, dia sudah tak sabar untuk melihat sang anak lahir ke dunia. Luna teringat saat dia bersama Laksa pergi ke dokter kandungan, dan saat dokter menawarkan untuk melihat jenis kelamin sang bayi, kedua calon orang tua itu mengangguk mengiyakan. “Jagoan ternyata,” seru Laksa kala itu saat dokter menunjukkan menara yang ada di antara kedua kaki bay

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status