Share

2. Jebakan

Author: Ajeng padmi
last update Huling Na-update: 2025-01-30 10:30:57

"Wanita murahan! Rendahan! Apa yang kamu lakukan padaku!" Luna hanya bisa menatap wajah laki-laki yang dikaguminya itu dengan mata terbelalak.

Laksa baru saja terbangun dari tidurnya, dan memandang Luna penuh kebencian saat melihat kondisi mereka berdua.

Luna tak tahu apa yang sedang terjadi, Laksa yang memperkosanya, dan sekarang laki-laki itu malah meneriakinya seolah Luna hanya seekor anjing yang tak punya perasaan.

Tapi Luna terlalu takut untuk membuka suara, seumur hidup dia belum pernah mendapatkan bentakan sekasar itu.

Luna bergeming, tubuhnya menggigil oleh semua rasa yang hinggap dalam tubuhnya, dia bahkan berharap saat ini Tuhan mencabut nyawanya saja.

Dengan memegang erat selimut yang menyelubungi tubuh polosnya, dia duduk meringkuk dipojokan dengan menyedihkan.

Sedangkan laki-laki di depannya masih meneriakkan sumpah serapah. Luna terlonjak saat suara bantingan pintu memenuhi ruangan.

Sungguh Luna tak mengerti apa yang terjadi bukankah seharusnya dia yang marah, dia yang mencaci maki laki-laki itu bukan sebaliknya.

Luna memang hanya anak seorang guru saja, yang gajinya tak seberapa tapi sang ayah menerapkan pendidikan moral yang sangat baik untuk Luna.

Mungkin bagi sebagian orang kehilangan keperawaan di luar nikah bukan hal yang perlu dirisaukan, tapi bagi Luna itu dosa besar yang harus dia tanggung seumur hidup.

Tubuhnya yang serasa remuk redam, tak bisa mengalahkan rasa sakit di dalam hatinya, Luka tergugu, apalagi saat membayangkan wajah ayahnya yang sudah pasti akan kecewa padanya.

Lagi-lagi bantingan pintu mengagetkan Luna, Laksa keluar kamar mandi rambutnya terlihat basah.

Laki-laki itu terlihat menawan dengan kaos oblong dan celana jins panjang, kaosnya yang tidak terlalu tebal memperlihatkan bentuk tubuhnya yang menawan, pantas saja banyak wanita yang tergila-gila padanya apalagi dia juga seorang Ceo di hotel milik keluarganya.

Luna yang biasanya tak terlalu peduli dengan tampilan laki-laki kali ini juga tidak imun dengan penampilan Laksa.

Tapi tatapan Laksa yang langsung menghujam bola matanya membuat Luna merinding.

"Kupikir kamu wanita baik-baik, tapi kamu sama saja dengan wanita lain yang menghalalkan segala cara," katanya dingin.

"Apa kamu pikir cara ini bisa membuatmu mengikatku, mimpimu terlalu tinggi." Laksa menatap sinis Luna yang masih duduk meringkuk dengan menyedihkan tak ada rasa iba sedikitpun pada gadis yang baru saja dia ambil keperawanannya itu.

Laksa terlalu jijik melihat gadis-gadis bertampang polos yang munafik, dan sialnya kali ini dia masuk dalam jebakan gadis ini.

"Apa maksudmu, kamu yang memperkosaku!" entah keberanian dari mana Luna menjerit histeris dan tak terima.

"Menjijikkan bahkan kamu masih saja sok polos," kata Laksa dengan kernyitan jijik yang tidak dia tutup-tutupi.

"Apa maksudmu? Aku korban di sini, masa depanku hancur karena kamu."

Laksa berdecih melihat Luna yang menangis. "Kamu memilih cara rendahan dengan memberikan obat perangsang dalam minumanku, apa itu yang kamu maksud sebagai korban?"

"Minuman... Minuman ap- maksudmu gelas yang aku berikan padamu, mana mungkin, aku tidak memasukkan apapun ke dalamnya."

Luna bahkan tidak habis pikir bagaimana mungkin Laksa berpikir kalau dia yang memasukkan sesuatu dalam minuman itu, itu minuman yang akan dia berikan pada ayahnya, bukan untuk Laksa.

"Sudah ingat, atau kamu akan tetap pura lupa," ejeknya sinis.

Laksa memandang baju gadis itu yang bertebaran di lantai dengan kilatan mata marah, bagaimana mungkin dia melakukan hal sebrutal itu.

Gadis ini benar-benar sangat murahan andai saja dia laki-laki Laksa pasti tak akan ragu untuk menempelengnya.

"Pakai baju ini dan pergi dari kamarku, aku tidak sudi bertemu lagi denganmu."

Dengan kasar Laksa melemparkan kaos yang tadi diambilnya dari almari, dia memang marah tapi otaknya masih bekerja dengan baik.

Dia tak mungkin membiarkan gadis ini keluar kamarnya hanya dengan selimutnya atau baju yang sudah koyak dibeberapa tempat.

Andai saja di luar tidak sedang banyak orang tentu Laksa akan dengan senang hati menyeretnya keluar.

Tapi belum juga Luna beranjak dari duduknya pintu kamar yang kali ini dibuka dengan kasar.

Beberapa orang berdiri di sana menyatap mereka berdua dengan pandangan beragam.

Pandangan Luna langsung bersitatap dengan laki-laki paruh baya yang sangat dia sayangi. Ayahnya pahlawan dalam hidupnya memandangnya dengan kekecewaan di matanya.

Bahkan Luna bisa melihat mata sang ayah berkaca-kaca. Orang tua Laksa juga ada di sana memandang keduanya dengan kecewa.

"Ini tidak seperti yang mama pikir, Laksa dijebak dengan obat perangsang," Laksa meraih tangan mamanya dan berlutut di hadapan wanita yang sudah melahirkannya.

"Mama harus percaya sama aku, aku tidak mungkin melakukan perbuatan terkutuk itu, dia memberiku minuman dengan obat perangsang di dalamnya." tunjuk Laksa pada Luna.

Luna tak tahu harus bagaimana, dia tak bisa membela dirinya, lidahnya seolah kelu dan kaku tak bisa untuk berkata, pandangan kecewa ayahnya cukup membuatnya mati rasa.

Luna bahkan tak peduli kalau semua orang tak mempercayainya, asalkan ayahnya tidak. Luna tak sanggup kalau ayahnya juga tak percaya padanya.

"Ma, Pa, tolong percaya pada Laksa."

Terdengar lagi suara Laksa yang berusaha menjelaskan pada orang tuanya.

Laksa berdiri dan menatap mamanya dengan memohon, tapi wanita itu hanya menangis sambil memegangi dadanya lalu terkulai lemah dalam pelukan suaminya.

Laksa langsung panik dan berniat menggendong mamanya tapi tatapan tajam sang papa menghentikannya.

"Selesaikan masalahmu." hanya itu kata yang dia keluarkan lalu tanpa mempedulikan apapun menggendong sang istri.

Semua orang masih membeku ditempatnya.

Laksa memandang Luna dan juga ayah wanita itu secara bergantian dengan pandangan marah.

"Saya tidak tahu kalau putri, om, akan melakukan hal serendah ini untuk menjebak saya dalam perjodohan gila kalian," seru Laksa marah.

Perjodohan mereka memang permintaan kakeknya dan ayah gadis itu.

"Putriku tidak mungkin berbuat seperti itu," jawabnya tak terima.

Luna putrinya yang manis dan manja tak mungkin berbuat senekad itu, dia tahu dari reaksi Luna kalau dia mencintai laki-laki di depannya.

Dan mereka sudah dijodohkan jadi tak mungkin Luna berbuat begitu.

"Tanyakan saja pada anak om, kenapa dia memberiku obat itu, perlu om tahu saya sudah bicara padanya baik-baik kalau saya punya wanita lain yang ingin saya nikahi, tapi ternyata gadis yang diceritakan kakek tak sebaik itu, atau mungkin om juga terlibat."

"Cukup!" Luna berteriak keras tak terima ayahnya disalahkan. "Aku tidak memasukkan apapun pada minuman itu, dari tadi kamu menyalahkan aku, seolah hanya kamu orang suci yang tidak berdosa."

Luna lalu berdiri menyambar gaunnya yang sudah sangat menyedihkan dan kaos yang tadi dilempar Laksa ke mukanya, dia harus berganti baju dan pergi dari sini.

Luna tak terima ayahnya dihina, meski oleh laki-laki yang dia kagumi.

Dia tak peduli lagi dengan semua kemarahan membuatnya begitu muak berada satu tempat dengan Laksa.

Dadanya berdebar kencang, bukan karena berdekatan dengan Laksa tapi karena kemarahan yang menenggelamkannya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Hairiyah Cahya
sayang wanita baik jadi korban lelaki jahat
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

  • Wanita Yang Kau Pilih   3. Ayah Percaya?

    Luna keluar dari kamar mandi dengan memakai kaos Laksa dan gaunya yang sudah sobek dibeberapa bagian, dia tak punya pilihan lain selain menerima sedikit kebaikan laki-laki itu. Ayahnya masih setia menunggunya dengan wajah menunduk. Duduk di atas ranjang. Sejanak Luna ragu untuk menghampiri ayahnya. Tapi sang ayah segera menoleh padanya membuat Luna tak punya pilihan lain selain mendekat. “Kita pulang.” Luna hanya bisa mengikuti langkah kaki ayahnya, percuma juga mengatakan kebenarannya sekarang, ayahnya sudah terlanjur kecewa. Pesta sudah berakhir beberapa jam yang lalu meninggalkan kekacauan di sana-sini termasuk pada Luna. Beberapa orang sedang sibuk membereskan semuanya, tapi kesibukan itu berhenti oleh teriakan seorang laki-laki yang membahana. Luna hanya bisa mengeratkan genggaman tangannya satu sama lain, dia terlalu malu untuk menggandeng ayahnya setelah apa yang terjadi. “Siapkan mobil cepat!” teriak suara itu entah ditujukan pada siapa. Tapi tak lama keluar Ayah Laksa y

    Huling Na-update : 2025-01-30
  • Wanita Yang Kau Pilih   4. Memilih Mundur

    Pagi harinya Luna bangun dengan badan yang seperti remuk, setelah pembicaraan penuh emosi dengan sang ayah, Luna memilih mengistirahatkan dirinya, meski matanya berkhianat tak mau terpejam, sampai menjelang subuh. Praktis dia hanya bisa tidur sekitar dua jam saja. Kepalanya terasa berat tapi di pagi hari banyak hal yang harus dia lakukan, hidup berdua saja dengan sang ayah tanpa ibu membuat Luna terbiasa mengambil semua pekerjaan rumah. Luna menatap ke arah cermin, wajahnya begitu pucat dan matanya sembab efek dari menangis tadi malam. Sekarang dia bukan lagi Luna yang sama seperti kemarin, seorang gadis perawan dengan aktifitas monoton antara rumah, sanggar dan kantor saja. Luna memang pernah mengeluhkan kemonotonan hidupnya, tapi sepertinya sekarang Tuhan terlalu cepat mengabulkan semua keinginannya. Hidupnya yang tenang berubah seratus delapan puluh derajat, bahkan mungkin lebih seru dari sinetron yang sering ditonton ibu-ibu tetangganya. Kadang Tuhan memang punya cara sendiri

    Huling Na-update : 2025-01-30
  • Wanita Yang Kau Pilih   5. Suasana Baru

    “Anda tak perlu khawatir saya tidak akan menuntut apapun dari anda, silahkan nikmati hidup anda.” Luna tak peduli dengan kata-kata kasar yang dia ucapkan, bahkan beberapa orang juga ikut menatapnya antara takjub dan juga mencemooh. Mungkin seumur hidup Laksa belum ada orang yang berani terang-terangan mendebatnya di depan umum seperti Luna. Luna memang sosok yang ceria dan manja, tapi dia juga didik dengan keras oleh ayahnya untuk tidak mudah patah oleh cobaan hidup yang menerjangnya. Dan mulai hari ini pasti akan ada banyak cemoohan dan hinaan untuknya, Luna mempercepat langkahnya, matanya sudah mulai berembun, dia tidak akan sudi terlihat lemah di hadapan orang-orang itu. Luna menarik napas lega saat dia sudah menginjakkan kakinya di halaman hotel, masih ramai orang lalu lalang memang tapi setidaknya di sini tidak ada yang memandangnya dengan hina seperti di dalam. Untuk terakhir kalinya Luna menatap bangunan megah hotel milik keluarga Sanjaya ini dengan tatapan hampa, tempat i

    Huling Na-update : 2025-01-30
  • Wanita Yang Kau Pilih   6. Pekat

    Luna masih memandang ponselnya yang menggelap, ayahnya adalah orang yang sangat mendukungnya selama ini, Bahkan saat Luna ingin melarikan diri ke rumah neneknya, ayahnya tidak mengatakan keberatan sedikitpun. Tapi kenapa sekarang sang ayah tiba-tiba memintanya pulang. Luna mengacak rambutnya sebal, apa keluarga itu mengancam ayahnya? Bukankah mereka tidak dirugikan sama sekali, seharusnya di sini Lunalah yang berhak marah pada mereka. Luna diperkosa, tapi dialah yang dituduh menjadi dalang dari semua itu belum puas Laksa melakukan hal itu dia juga menghina Luna dan ayahnya, dan laki-laki itu juga tak mau bertanggung jawab atas perbuatannya, kurang apalagi, tidakkah mereka terlalu serakah dan belum puas juga menghancurkannya.Sebenarnya apa salah Luna di sini? Dia hanya mencintai seseorang dan kebetulan orang tua mereka menjodohkan, Luna dan ayahnya juga tidak memaksa jika Laksa tak mau, bagaimanapun Luna masih punya harga diri. Luna selalu merasa malu dengan dirinya sendiri kenapa

    Huling Na-update : 2025-02-12
  • Wanita Yang Kau Pilih   7. Devano

    Luna bangun karena dering ponselnya yang sangat mengganggu, sejenak dia mengumpulkan nyawanya yang masih melayang di awang-awang, lalu mengucek mata yang masih seperti ketumpahan lem super. Dilihatnya jam di nakas masih menunjukkan pukul setengah lima pagi, rajin sekali peneleponnya ini, barulah dia meraih ponselnya yang dari tadi terus menjerit.  “Ayah,” gumamnya pelan. “Kata nenek kamu jadi pulang hari ini? apa perlu ayah jemput?” ayahnya ini bagaimana kemarin suruh pulang buru-buru sekarang malah harus suruh tunggu dia menjemput. “Luna pulang sendiri saja, Yah.” “Kamu baik-baik saja kan, Nak, ayah minta maaf kemarin ponsel ayah habis baterai.” Huftt ternyata tebakan neneknya benar hati Luna sedikit lega,  bayangannya ala sinetron trailer kemarin tak terjadi. “Seharusnya Luna yang bertanya begitu,” jawab Luna sedikit merajuk. Luna bisa membayangkan sang ayah yang akan tersenyum lembut mendengar protesnya. “Ayah minta maaf ya, Nak, sudah membuat p

    Huling Na-update : 2025-02-12
  • Wanita Yang Kau Pilih   8. Tak Terlihat

    Luna meninggalkan Vano yang masih mengoceh di belakang, teman seperjalannya itu terasa sangat menyebalkan, meski Luna akuiVano begitu baik dan sabar menerima sikap ketus dan juteknya yang terlanjur malu dan kesal karena ulah ajaib kakak beradik itu. Mereka sudah sampai di stasiun Malang kota baru, sialnya lagi Luna lupa mencharge ponselnya di kereta. Tadi di rumah nenek dia sibuk mengupas bawang dan melupakan sejenak eksistensi ponselnya, sekarang dikereta dia terlalu pusing degan omonganVano jadi lupa lagi. Dengan memanggung tas ransel yang tidak terlalu berat mata Luna jelalatan mencari dimana kira-kira dia bisa mengisi daya ponselnya. “Kamu kehilangan dompet?” tanyaVano yang tiba-tiba sudah berdiri dengan manis di sampingnya. “Kak Vano tidak langsung pergi?” “Aku menunggu jemputan temanku, kamu sudah di jemput atau bareng aku saja, lumayankan hemat ongkos.” Ayahnya pasti akan marah kalau tahu lebih memilih naik ojek dari pada menghubunginya. “Aku me

    Huling Na-update : 2025-02-12
  • Wanita Yang Kau Pilih   9. Sebuah Permintaan

    Rumah sakit. Kata itu memberikan trauma tersendiri untuk Luna, dia tak pernah berkawan baik dengan bangunan megah tempat orang sakit itu. Dia sangat ingat hari-hari yang dilaluinya penuh dengan kekhawatiran saat sang ibu masih di rawat di sana dan akhirnya harus menyerah dan meninggalkan Luna untuk selama-lamanya. Apa ayahnya sakit?Sebuah kesadaran itu membuat tubuh Luna bergetar hebat, dia tak mau kehilangan lagi, hanya ayah yang dia punya saat ini. “Apa ayah sakit? Apa parah?” katanya dengan terbata. “Kamu itu ngomong apa, Lun, bukan ayah yang sakit, tapi kita kesana untuk menjenguk seseorang.”“Syukurlah kalau begitu Luna sudah takut sekali. Jadi kita akan menjenguk siapa?” tanya Luna dengan penasaran karena sang ayah tidak menjelaskan apapun. “Teman ayah.” Perjalanan ke rumah sakit mereka lalui dalam diam entah kenapa menurut Luna sang ayah lebih banyak diam, tak ada lagi pertanyaan tentang kegiatan sehari-hari Luna, atau sekedar godaa

    Huling Na-update : 2025-02-12
  • Wanita Yang Kau Pilih   10. Dilema

    “Nikahi Luna, Nak.” Baik Luna maupun Laksa terbelalak mendengar permintaan itu, sejak awal memang mereka sudah menduga tapi tak menyangka permintaan akan sefrontal itu. “Ma, jangan pikirkan itu dulu, yang penting mama sembuh,” Laksa berkata lembut berusaha menutupi amarah yang siap meledak di dadanya. Bukan pada sang mama tentu saja, tapi pada gadis sok polos di sampingnya yang telah berhasil mengacaukan semua impiannya untuk bersanding dengan wanita pujaannya. “Mama tahu penyakit ini sudah tak dapat lagi disembuhkan, dan sebelum mama pergi mama ingin melihatmu menikah, dan Luna adalah pilihan terbaik untukmu.” Laksa memejamkan matanya. “Bicaralah, Nak.” “Sebentar, Ma, Laksa ingin merangkai kata dulu, supaya tidak ada yang terluka dengan kalimat Laksa.” Laksa tahu itu kata yang sangat kasar untuk mamanya, apalagi wanita yang sangat disayanginya itu sedang terbaring sakit. “Mama ingatkan kalau dia sudah menjebak Laksa, supaya tidur dengannya.”

    Huling Na-update : 2025-02-12

Pinakabagong kabanata

  • Wanita Yang Kau Pilih   169. Mantan?

    "Aku Raya, kamu pasti sudah tahu siapa aku. Bisakah kita bertemu sebentar?" Luna membaca pesan di ponselnya dengan perasaan tak menentu, ternyata rasa pecaya diri mantan pacar suaminya ini sangat tinggi, mungkin itu juga yang membuatnya bisa menjadi model terkenal seperti sekarang. Laksa juga pernah bercerita kalau mantannya itu wanita yang sangat sibuk dengan berbagai kegiatan, jadi pertemuan mereka dulu memang tidak setiap hari. Akan tetapi wanita ini sepertinya mempunyai waktu luang yang lumayan banyak sekarang sampai dia bisa merecoki hubungannya dan Laksa. Bukan LUna ingin berburuk sangka pada wanita masa lalu suaminya, tapi tidakan yang dilakukan wanita itu membuatnya tak bisa berpikir positif. SEkarang untuk apa dia menghubunginya dan meminta bertemu. SElain pelaku yang telah menjebak Luna, tidak ada lagi urusan di anatara mereka dan Raya sepertinya bukan tipe orang yang akan meminta maaf untuk perbuatan salahnya  waktu itu. 

  • Wanita Yang Kau Pilih   168. Dia Tanpa Aku 2

    Bahagia itu sederhana bisa berjalan bergandengan tangan dengan suami seperti ini saja Luna merasa hari ini akan indah. "Mau bagaimana lagi namanya juga lagi hamil. Kalau jalan sampai taman aku pasti kuat, lagipula kata dokter disarankan untuk banyak olahraga ringan." Tawa renyah Laksa langsung terdengar mendengar perkataan Luna. "Tapi aku nggak mau ya kalau harus gendong kamu pulangnya nanti." "Memang aku segendut itu sampai kakak nggak kuat gendong aku," gerutu Luna. "Bukan masalah gendut tapi aku harus menggendong dua orang mana kuat." "Dasar lemah," ejek Luna. "Sudah berani ya ngejek suami." Luna berusaha menghindari gelitikan tangan suaminya yang semakin mendekat, tawa mereka membahana menyambut datangnya matahari yang baru saja bangun dari peraduannya. Pagi yang sangat indah dengan birunya langit yang seolah ikut tersenyum melihat kebersamaan kedua insan itu. 

  • Wanita Yang Kau Pilih   167. Dia Tanpa Aku

    Pagi ini LUna bangun dnegan perasaan senang. Malam tadi Laksa pulang dengan banyak makanan kesukaannya. Kalau dipikir-pikir dia sangat murahan, hanya karena makanan saja perasan kesalnya langsung hilang, tapi mau bagaimana lagi mungkin ini efek tak pernah dekat dengan laki-laki manapun. Apalagi Laksa juga memanjakannya dengan memijit tubuhnya yang memang gampang merasa pegal setelah kehamilannya bertambah besar. Bukannya LUna tak tahu kalau semua ini hanya sogokan supaya dia tidak marah dengan pertemuan sang suami dengan mantan kekasihnya, apalagi Laksa bilang kalau tadi pagi Raya datang mendatanginya di kantor tadi pagi. Luna hanya berusaha percaya pada sang suami yang tidak akan tergoda lagi oleh mantan kekasihnya itu. Dipandangnya wajah Laksa yang sedang tidur terlelap di sampingnya, begitu damai seperti tanpa beban. Luna kembali menelusupkan kepalanya dalam pelukan hangat Laksa, rasanya dia  tidak akan re

  • Wanita Yang Kau Pilih   166. Kemarahan Raya 2

    Aku tahu. maafakan aku. Penyaki ini seperti karma untukku, karena mengkhianatimu. Andai kamu tahu bagaiman sedihnya aku saat kamu memutuskan hubungan kita." Raya menghela napas berat, dia menatap Laksa yang hanya diam saja hanya menatapnya dengan datar. "Aku depresi dan mengurung diri di dalam kamar, aku pingsan di kamar tanpa seorangpun tahu, untung salah satu temanku kebetulan datang ke kamarku dan menemukanku, dialah yang membawaku ke rumah sakit," lanjut wanita itu lagi. Bahkan setelah Raya selesai bicara, Laksa hanya diam dan seolah tak peduli membuat wanita itu kecewa, tapi dia bukan orang yang mudah putus asa. "Dokter bilang aku menderita magh parah dan juga anemia." "Kenapa tidak makan?" Raya langsung tersenyum mendengar pertanyaan Laksa, laki-laki itu pasti khawatir padanya, dia menatap dengan binar penuh harap laki-laki yang masih sangat dia cintai itu. "Karena aku memi

  • Wanita Yang Kau Pilih   165. Kemarahan Raya

    Gelisah dan marah itu yang Laksa rasakan sekarang. Perasaan itu tak dapat Laksa hindari, menerjang kuat selayaknya ombak yang setiap saat menghantam pasir di tepi pantai. Entah bagaimana caranya untuk menghapus semua rasa itu, otaknya bahkan sudah penuh dengan berbagai hal saat ini, persoalan pekerjaan, persoalan hubungannya dengan sang istri dan keluarga besarnya. Semua persoala itu seperti berlomba untuk mendatanginya, bagai tamu yang datang tanpa diundana meski Laksa sudah mati-matian untuk menolaknya. Laksa pantas gelisah dengan munculnya Raya secara tiba-tiba dikantornya, mungkin dulu itu hal yang biasa saj saat mereka masih pacaran, tapi sekarang dia sudah menikah dan sebentar lagi akan menjadi ayah, semua orang tahu itu dan juga kehadiran Dirga yang akan memperkerus suasana yang membuatnya semakin terjepit dan itu membuatnya marah. Akan tetapi Raya bukan orang yang mudah, menghadapi Rayaa dia harus tenang. "Apa yang kamu inginkan?" tanya Laksa langsung. Raya ters

  • Wanita Yang Kau Pilih   164. Datang Lagi

    Laksa menjabat tangan laki-laki paruh baya itu dengan senyum lebar tersungging di bibirnya. Akhirnya setelah dia pontang-panting melobi sana sini, event besar itu baru bisa dia dapatkan, dan hanya hotelnya yang akan menjadi tempat acara, restoran miliknya juga akan menjadi penyuplai utama untuk sarapan dan makan siang, acara itu akan diadakan satu bulan dengan tamu orang-orang terkenal dan tentu saja banyak wartawan yang akan datang. Jam masih menunjukkan pukul delapan pagi, waktu kerja resmi memang masih satu jam lagi, tapi Laksa sudah begitu sibuk sepagi ini. "Wih, untung besar ini, makan-makan dong." "Kamu seperti kekurangan uang saja, makan-makan nunggu ada momen besar." "Aku tidak sesultan dirimu, jadi ya maklum saja kalau aku lebih suka gratisan, apalagi kalau makanan mewah," kata Dirga menyebalkan.Dirga memang berhak menuntut semua itu, dia sudah banyak sekali membantu Laksa dalam memenangkan tender ini. "Jadi kamu datang kemari sengaja untu

  • Wanita Yang Kau Pilih   163. Pillow Talk

    Luna mematut dirinya di cermin panjang yang ada di kamar mereka. Perutnya sudah membesar dan bobot tubuhnya naik dengan drastis, akibat makannya yang gila-gilaan, tiap menit bahkan detik harus ada saja makanan yang harus dia kunyah di mulutnya sampai mulut Luna pegal sendiri, pernah dia mengeluhkan hal itu pada Laksa tapi jawaban suaminya sungguh membuatnya gondok. “Aku tidak keberatan mengunyahkan untukmu nanti aku bisa suapkan langsung dari mulut ke mulut pasti rasanya lebih manis.” Memang Laksa kira Luna anak bayi, dasar suaminya agak sinting. Dulu Luna sangat penasaran, bagaimana rasanya hamil, dan dia sering bertanya pada sepupunya yang hobi sekali hamil saat itu, tapi sang sepupu hanya tertawa dan mengatakan semua akan terbayar sudah saat melihat wajah mungil menggemaskan yang akan memanggilnya ibu. Karena itu Luna sangat tidak sabar menanti buah hatinya lahir, selain untuk membuktikan teori sepupunya, dia jug

  • Wanita Yang Kau Pilih   162. Pikiran Mengerikan

    "Dia yang tadi pagi telepon ke ponsel kakak, apa kalian janjian bertemu di sini?" tanya Luna saat Laksa sudah menggandeng tangannya keluar dari butik.Laksa seketika menghentikan langkahnya, dan memandang Luna dengan gugup.Luna memang sudah menceritakan telepon yang masuk tadi pagi dan Luna mengangkatnya. Sejak hubungan mereka membaik memang tak jarang Laksa memperbolehkan Luna untuk menjawab panggilan yang masuk ke ponselnya demikian juga sebaliknya, karena itu Laksa langsung memblokir dan menghapus pesan dari Raya, bukan ingin merahasiakan semua ini dari Luna, tapi hanya tak ingin sang istri merasa terbebani, apalagi kondisi Luna yang tidak boleh terlalu banyak beban pikiran. Laksa memang sudah menduga kalau penelepon nyolot tadi pagi yang dimaksud Luna adalah Raya meski dia hanya mengatakan tak tahu dan nanti akan menelepon balik, tapi jawaban itu ternyata berbuntut panjang.Tentu saja dia tak menelepon kembali, tapi semesta mungkin sedang bercanda denganny

  • Wanita Yang Kau Pilih   161. Keyakinan Raya

    Luna selalu bertanya-tanya kenapa banyak orang terutama wanita suka sekali berbelanja dan bisa kalap hingga sampai jutaan? Ternyata memang berbelanja barang berkualitas tinggi memang sangat menyenangkan seperti ini. Matanya berkeliling mengawasi deretan baju bayi yang dipajang di dalam etalase, baju-baju mungil itu terlihat luar biasa menggemaskan di mata Luna. Berkali-kali dia mengusap perutnya yang mulai membesar, kandungannya memang sudah berusia enam bulan dan tiga bulan lagi dia akan bertemu dengan anaknya, anak yang bermula dari kecelakaan, tapi bagaimanapun proses pembuatan anak ini Luna sangat sayang padanya sekarang, dia sudah tak sabar untuk melihat sang anak lahir ke dunia. Luna teringat saat dia bersama Laksa pergi ke dokter kandungan, dan saat dokter menawarkan untuk melihat jenis kelamin sang bayi, kedua calon orang tua itu mengangguk mengiyakan. “Jagoan ternyata,” seru Laksa kala itu saat dokter menunjukkan menara yang ada di antara kedua kaki bay

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status