"Bella!"
Wajah Anggra terlihat menggelap karena gusar melihat istrinya yang turun dari belakang panggung dan hendak berlari keluar melewati pintu samping. Beberapa pengawal yang melihat gelagat salah satu 'barang lelang' mereka yang sepertinya hendak melarikan diri, sontak berlari ke arah Bella dan segera memegang tangan wanita itu erat-erat. "Lepaskan aku!! Aaak!!" Bella meronta-ronta dan menjerit ketika salah satu pengawal itu membopongnya serta menyampirkan tubuh Bella di atas bahunya. "Kamu mau kemana, hah?!" Bentak Anggra gusar seraya mencengkram pergelangan tangan Bella, ketika wanita itu telah dibawa kembali ke hadapannya. PLAAAKKK!! Dengan kemarahan yang sudah berada di ubun-ubun, Bella menampar suaminya dengan satu tangannya yang bebas. "Kamu benar-benar keterlaluan, Mas!!" Bella menjerit histeris dan memukuli dada Anggra dengan membabi-buta. "Kamu bohong!! Kamu kira aku bisa percaya begitu saja kalau Regan Bradwell itu hanya ingin makan malam denganku, hah??! Mana mungkin seseorang sekaya apa pun dia, mau mengeluarkan 3 juta dollar hanya untuk makan malam??!" "BELLA! BERHENTI!" Anggra memeluk istrinya hingga wanita itu pun tak bisa berkutik. Air mata mulai menetes di pipi keemasan yang mulus itu. "Apa ini kemauanmu, Mas? Kamu menjual istrimu sendiri demi suntikan dana untuk bisnismu?" Lirihnya sesenggrukan. Anggra mengelus punggung istrinya dengan lembut. "Aku tidak akan pernah menjualmu, Sayang. Kamu cuma menemani Tuan Regan Bradwell makan malam. Hanya itu, Bella. Tolong percaya padaku ya?" Bella yang sedikit demi sedikit mulai percaya karena bujukan lembut Anggra, masih sesenggrukan di dada suaminya. "Ba-Bagaimana jika Tuan Regan meminta lebih? Bagaimana jika... dia ingin tidur denganku?" Anggra tertawa kecil. "Apa kamu lupa kalau dia juga punya istri? Mana mungkin dia berani mengajakmu tidur sementara istrinya juga ikut makan malam denganmu?" Kepala Bella pun sontak mendongak menatap suaminya dengan netra jernih coklat yang membelalak lebar . "Ja-jadi Nyonya Patricia akan ikut dalam makan malam itu?!" "Memangnya kamu kira aku akan membiarkan istriku hanya makan malam berdua dengan lelaki lain?" Timpal Anggra sembari mengelus rambut Bella. "Mana mungkin, Bella." Bella pun termangu. Ternyata ini sungguh tidak seperti yang ia kira sebelumnya! "Maafkan aku, Mas. Aku sudah mukul kamu. Aku kira tadi... ah, sudahlah! Maaf ya..." Bella mengelus pipi Anggra yang tadi ia tampar. "Sakit ya?" Anggra meringis dan kembali menyodorkan pipinya yang sedikit memerah. "Kalau dikecup pasti sakitnya hilang," godanya dengan kilat nakal di matanya. Bella tersipu malu dan mencubit lengan Anggra yang tergelak gemas dengan wajah merona istrinya. "Sayang, sekarang Tuan dan Nyonya Bradwell sudah menunggumu untuk makan malam bersama. Kamu mau kan?" Bella mengangguk ragu. "Mas Anggra kenapa nggak ikut juga?" "Aku harus mengurus berkas-berkas tanda tangan untuk penerimaan dana dari Tuan Bradwell. Nggak apa-apa kan, kalau aku tidak bisa menemani kamu?" Bella pun cemberut. Sebenarnya ia lebih suka jika suaminya ikut makan malam bersama, karena Anggra adalah tipe orang yang pintar mencairkan suasana. Tidak seperti dirinya yang pendiam dan canggung. Namun Anggra terus meyakinkan dirinya bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan sama sekali dan Bella hanya perlu menjadi diri sendiri di hadapan mereka. Maka dengan satu tarikan napas berat, Bella pun melangkahkan kaki mengikuti seorang pengawal menuju ke suatu tempat di dalam rumah bak istana ini. Bella terkagum-kagum ketika melintasi lorong-lorong panjang yang berkelok-kelok seakan tak berujung ini. Luar biasa sekali. Apa Tuan Bradwell terinspirasi dari kastil jaman dulu? Bangunannya berdesain seperti jaman dulu, namun tetap cantik dan artistik. "Sebelah sini, Nyonya Arabella." Lamunan Bella buyar ketika pengawal menegurnya. Lelaki itu telah berdiri di depan sebuah pintu ganda superbesar dengan ukiran-ukiran yang rumit. "Silahkan masuk, Nyonya. Kehadiran Anda sudah ditunggu." Si pengawal mengangguk kepadanya sebelum menghilang berbelok di lorong. Bella menghembuskan napas berat. "Ayo, Bella. Kamu pasti bisa! Mas Anggra bilang ini cuma makan malam biasa, kok!" Serunya memberi semangat kepada diri sendiri. Sejenak ia ragu apakah harus mengetuk pintu terlebih dahulu, ataukah langsung masuk saja? Ah, tapi bukankah dia sudah ditunggu? Jadi sepertinya ia langsung masuk saja. Bella meraih handle pintu dengan perasaan yang tak menentu, dan ketika ia membukanya, sekarang ia pun tahu tak ada kesempatan lagi untuk mundur. "Selamat malam Tuan dan Nyonya B--ah! Maaf!!" Bella cepat-cepat membuang pandangannya dengan perasaan rikuh. "Se-seharusnya tadi saya mengetuk pintu dulu." Suara tawa merdu mengalun dari bibir Patricia yang sedang berada di atas pangkuan Regan. Barusan Bella memergoki mereka sedang berpagut bibir mesra. "Tidak apa-apa, Arabella. Ayo, masuk dan duduklah di sini," ajak Patricia ramah. Wanita itu turun dari pangkuan suaminya lalu duduk tepat di kursi sebelah Regan. Bella menggigit bibirnya kikuk. Ah, bodohnya dirinya! Tapi tak pelak wanita itu sedikit lega karena melihat istri dari Tuan Regan yang ternyata ikut makan malam bersama mereka. Rupanya Mas Anggra telah berkata jujur. Bella memutuskan untuk duduk di kursi tepat di seberang Patricia, namun sebuah suara berat membuat gerakannya membeku. "Duduklah di hadapanku." Bella menatap Tuan Regan dan refleks mengerjapkan matanya dua kali, lalu menatap Patricia yang mengangguk dengan senyum yang masih saja terukir di bibirnya. Tanpa menjawab dengan kata-kata, Bella pun memutuskan untuk menuruti permintaan Tuan Regan yang lebih mirip sebuah perintah itu. Bella sadar bahwa netra biru lelaki itu pasti saat ini sedang tertuju kepadanya, maka wanita itu pun memilih menunduk alih-alih membalas tatapan tajam yang seakan mampu mengulitinya. Sebagai tuan rumah, Patricia mengajak Bella memulai makan malam sembari bercakap-cakap. Tidak seperti yang ia cemaskan sebelumnya, ternyata Patricia cukup mampu membuatnya rileks sepanjang mereka menghabiskan makan malam mereka. Perbincangan memang didominasi oleh Patricia, namun Bella sama sekali tidak keberatan. "Ah, tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam!" Ucap Patricia ketika netranya melirik jam di dinding. "Sebaiknya aku menemui para tamu dulu, mereka pasti bingung karena tuan rumah mereka tak kunjung terlihat!" Bella tersenyum kecil. Ia sudah terlihat lebih rileks berkat kehadiran Patricia yang mampu mencairkan suasana. "Kalau begitu, saya ucapkan terima kasih atas makan malam yang menyenangkan ini, Tuan dan Nyonya Bradwell. Dan juga terima kasih atas kemurahan hati Anda untuk suntikan dana kepada suami saya, Tuan." Patricia terkekeh pelan melihat Bella yang sepertinya ingin cepat-cepat keluar dari sini. "Kamu mau kemana, Arabella? Tunggulah di sini dan temani suamiku. Masih ada makan pencuci mulut yang sangat lezat dan aku ingin kamu mencobanya." Bella menelan ludah dan mengerjap dua kali. Apa?? Dia akan ditinggalkan berdua bersama Tuan Regan Bradwell?? "Ta-tapi..." "Habiskan dulu dessertnya." Lagi-lagi, hanya sebuah kalimat perintah yang terus keluar dari bibir lelaki itu. Kalimat yang entah kenapa selalu menimbulkan perasaan merinding bagi Bella. Patricia berdiri dari kursinya, lalu menundukkan wajahnya untuk mengecup pipi suaminya. "Jangan terlalu galak sama Arabella ya?" Ucapnya sambil terkekeh pelan dan mengedipkan sebelah matanya kepada Bella, sebelum melangkah keluar dari ruang makan ini. Regan menaruh sikunya di atas meja dan menjalin jemarinya. Netra biru safir miliknya terlihat berkilau terkena bias cahaya dari chandelier kristal superbesar yang berada tepat di atas mereka. Rasanya Bella ingin sekali menundukkan tatapannya, namun entah kenapa ia seperti terhipnotis. Sorot biru misterius itu memaku pandangangannya hingga ia tak mampu bahkan untuk sekedar berpaling. Dua orang maid yang datang untuk mengantarkan dessert bahkan seakan dianggap tak ada oleh mereka. Manik coklat Bella yang beradu dengan Regan terus saling menatap, seolah ingin saling menyelami palung penuh misteri di hati masing-masing. "Jangan menatapku terus, Arabella. Ayo, makan dulu dessertnya." Bella mengejap cepat setelah sadar bahwa Regan telah menyindirnya. Ah, kenapa ia selalu saja melakukan hal yang memalukan? Dasar Bella bodoh! Wanita itu pun hanya bisa memberikan senyum kikuk dan meraih garpu kecil untuk menyantap sesuatu yang mirip dengan puding strawberry yang rasanya lebih lembut, namun sesungguhnya itu adalah Blancmange on a glass platter. "Kamu suka dessertnya?" Bella menelan suapan ketiganya sebelum kembali menatap Tuan Regan dan mengangguk pelan. "Saya suka Blancmange." Regan tersenyum diam-diam. "Dessert ini memang khusus disesuaikan dengan kesukaanmu, Arabella." Sontak Bella pun mengernyit mendengarnya. Tunggu, dari mana Tuan Regan tahu kalau ia menyukai Blancmange? Regan tersenyum tipis dan meraih gelas bertangkai berisi cairan merah pekat, lalu menghirup isinya dalam beberapa teguk serta menyisakan sedikit di dasar gelas sebelum menaruhnya kembali. "Apa kau tidak merasakan sesuatu yang aneh dengan tubuhmu? Jantung yang berdebar, napas yang memburu, atau sesuatu yang berada di bawah sana mulai terasa basah?" Tanya Regan dengan seringai yang mulai muncul menghiasi wajah tampannya. ***"Tuan Regan, stoop..." kalimat larangan itu berbanding terbalik dengan rintihan lembut yang terus lolos dari bibir Bella. Saat ini dirinya telah duduk di atas pangkuan lelaki yang sejak tadi sibuk menikmati dirinya dengan rakus.Gaun seksi berwarna perak yang semula membalut ketat tubuhnya, kini telah berantakan tak berbentuk. Bagian depannya telah terekspos jelas, menampakkan dua bulatan penuh yang sempurna dan membuat Regan tak henti-henti mengagumi melalui sikapnya yang mendamba.Bagian bawah gaun Bella telah terangkat hingga terlihat mengumpul kusut di pinggangnya. Jika mulut Regan sibuk bergerilya menyesap dan menyapu pucuk bukit merah muda Bella dengan lidahnya, maka tangannya pun ikut sibuk menjelajah di bagian inti surgawi yang telah basah, menyelinap memasuki pakaian dalam berenda hitam."Uuh..."Regan menyeringai mendengar guman lirih Bella yang sangat sen sual dan mampu memancing gairahnya hingga serasa terbang tinggi bersama awan putih yang berarak lembut di langit.Efek '
"Haah... yaaa... teruuss, Arabella... ahh... kamu pintar sekali melakukannya... " Regan meracau dan mengerang ketika Bella sedang menikmati miliknya. Gerakan wanita itu bersemangat namun masih canggung, sangat tidak berpengalaman, tapi entah kenapa hal itu justru membuat Regan semakin terbang. Ia sudah terbiasa bersama istri-istri koleganya yang liar dan sangat mahir dalam permainan ranjang. Mereka memang sangat panas dan menantang. Dan Arabella... dia ternyata polos sekali. Mungkin jika Regan tidak memberinya obat, wanita ini pastilah akan menolak untuk tidur dengannya. Wanita itu menyentuhnya dengan ragu namun sangat ingin tahu. Aarrghhh!! Kenapa hal itu terlihat sangat seksi dimatanya?! "Stop." Sambil menggeram menahan gejolak, Regan menangkap pergelangan tangan Bella yang menggenggam miliknya. Bella pun berhenti menyesap benda keperkasaan Regan dan menatap lelaki itu dengan mata coklatnya yang sayu namun penuh tanda tanya. "Ada apa, Tuan? Apakah saya menyakiti Tuan? Maaf, s
Racauan demi racauan terus mewarnai peraduan dua insan yang sama-sama saling memberikan kepuasan itu."Lebih cepat, Anggraa...!! Ah...!!!" Jeritan penuh nikmat lolos dari bibir tipis Patricia di antara erangan dan rintihan sensual yang mengiringi aktivitas panas mereka. Anggra terus bercintahģ dengan wanita selain istrinya itu secara membabi-buta. Menjemput kenikmatan yang tak sepatutnya ia dapatkan.Anggra tidak bisa berbohong jika Nyonya Patricia Bradwell ini sangat cantik dan seksi. Caranya bermain di ranjang pun sangat pro dan berpengalaman, membuat rasa rindunya kepada Bella sedikit terobati.Sebagai seorang suami, Anggra tak bisa berbohong bahwa tentu saja ada perasaan tak rela saat ia harus menyerahkan istri sendiri menjadi wanita penghangat ranjang untuk Regan Bradwell.Tapi perjanjian adalah perjanjian. Ia sudah menyetujui pertukaran itu, dan tak ada yang bisa ia lakukan selain menuruti peraturan yang ada.Meskipun ada saat-saat ia ingin sekali mundur dari terutama ketika me
“Mau kemana?”Anggra baru terbangun dari tidurnya, ketika menyadari Patricia sudah tidak berada lagi di sampingnya. Wanita itu terlihat sudah segar seperti habis mandi dan sedang berdandan di depan meja rias.Patricia memamerkan senyum manisnya lewat cermin yang memantulkan bayangan Anggra yang sedang duduk di ranjang memandangnya. Patricia pun bangkit dan berjalan menuju ranjang untuk mengecup bibir Anggra.Ia suka sekali dengan wajah tampan pribumi lelaki ini. Apalagi dalam kondisi bangun tidur sehabis bercinta habis-habisan dengannya, Anggra terlihat semakin menggairahkan. Ah! Seandainya ia tidak perlu cepat pulang, pasti Patricia akan menghabiskan waktunya untuk bercinta dengan lelaki ini."Aku mau pulang," sahut Patricia. "Waktu kita hanya semalam, Anggra.""Semalam?" Ulang Anggra heran. "Apa suamimu tidak memberitahu, Nyonya? Tuan Regan meminta Bella istriku untuk menemaninya bukan untuk semalam, melainkan seminggu," tutur Anggra. "Dan bukankah itu artinya Nyonya juga akan bersa
Bella benar-benar tidak ingat apa yang terjadi. Ingatan terakhirnya adalah saat Tuan Regan yang terus menyetubuhinya tanpa henti semalam, lalu tiba-tiba saja ia terbangun dalam kondisi dijambak dan diseret dari atas ranjang oleh Nyonya Patricia.Bella bahkan kaget sekali ketika melihat lingerie merah menyala yang melekat pas dengan sensual di tubuhnya. Siapa yang memakaikan kain berenda tembus pandang itu?Ia sungguh tidak mengingat apa pun."Regan!" Tanpa sadar Patricia membentak suaminya. Apa yang barusan terucap dari bibir Regan adalah sesuatu yang membuat wanita itu benar-benar murka. "Apa maksudmu DIA menjadi wanitamu untuk selamanya, hah?! Apa kau sudah gila?!" Serunya sambil memelototi Bella yang meringkuk ketakutan dan bersembunyi di bawah selimut.Wajah Patricia terlihat sangat menakutkan jika sedang emosi seperti itu. Mengingatkan Bella pada Medusa, wanita berparas cantik yang dikutuk memiliki rambut yang menyerupai ular."Jika kau tidak bisa bersikap baik kepada Bella, mak
Jika saja waktu bisa diputar kembali, mungkin Bella akan mengubah semua yang membuatnya menjadi seperti ini.Ia akan menolak lamaran Mas Anggra, orang yang telah menjerumuskannya ke dalam lembah kegelapan ini. Suami yang sampai hati menjual tubuh istrinya demi 3 juta dollar.Bella akan memilih untuk mengejar passion-nya di bidang desain perhiasan, dan menerima tawaran pekerjaan dari beberapa butik jewelry yang telah meminangnya untuk bekerja di sana.Mungkin ia akan hidup bahagia saat ini, memiliki karir yang cemerlang dan bersenang-senang menikmati masa muda yang takkan pernah kembali lagi.Tapi itu semua hanya akan menjadi angan-angan semata, karena kenyataan yang ia hadapi saat ini begitu pahit dan menyakitkan.Dirinya tak lebih dari wanita pemuas nafsu seorang milyarder yang keji."Apa kau mendengarku, Arabella? Buka lingerie-mu sekarang!"Suara berat itu membuyarkan lamunan Bella yang sejenak terbang mengembara. Wajah cantiknya yang sendu semakin luruh tenggelam dalam kesedihan,
Bella menguap lebar. Tubuhnya lelah dan sangat mengantuk akibat setengah harian kemarin terus ditunggangi Regan nyaris tanpa jeda. Ditambah lagi saat ini ia hanya duduk di sofa di dalam ruang kerja hanya membaca-baca majalah sambil menunggui Regan yang sedang meeting. Membosankan sekali. Jika saja Regan menyerahkan ponsel Bella yang ia simpan, mungkin wanita itu tidak akan sebosan ini. Atau juga... seandainya ia boleh ke cafe untuk mengobrol bersama Renata. Bella mengira saudara kembar Regan itu akan membencinya karena telah merasa ia telah merebut Regan dari istri sahnya. Namun siapa yang menyangka jika Renata justru terlihat menyukai Bella dan bersikap manis padanya. Yah, semoga saja itu bukan pura-pura. Hembusan pendingin ruangan dan empuknya material sofa yang ia duduki membuat Bella semakin merasa tak kuat menahan kantuk. Hanya dalam hitungan beberapa menit, akhirnya wanita itu pun tertidur sambil duduk di sofa. Tak berapa lama, pintu ruang kerja CEO itu pun terbuka. Dua sos
"Pulanglah, Patrice. Aku masih banyak pekerjaan." Regan membuang wajahnya ke arah berkas-berkas di depannya, mengabaikan Patricia yang terdiam di tempatnya."Baik, aku akan pergi," sahutnya setelah hening beberapa saat. "Tapi aku masih dan akan selalu menjadi istrimu, Regan! Tidak akan pernah kubiarkan jalangmu itu merebut posisiku!" Ucapnya emosi.Namun tiba-tiba saja Patricia menjerit kencang ketika Regan berdiri dan mencengkram dagunya dengan keras. Jepitan jemari Regan yang kuat serasa mampu mematahkan tulang dagunya.Regan menyeringai miring. "Jangan takut, Sayang. Kau akan selalu menjadi istriku," cetusnya dalam tawa pelan yang sinis. "Kau kan tahu betapa sayangnya Chelsea kepadamu." Lelaki itu melepaskan cengkeramannya di dagu Patricia. Kedua tangannya kini bersidekap dengan netra biru safirnya yang menusuk.Jantung Patricia serasa mencelos mendengarnya. Ia tahu kalau alasan Regan masih menjadikannya istri dan tidak menceraikannya salah satunya adalah karena Chelsea, ibu kandun