***Senja baru saja selesai mandi ketika sebuah notifikasi pesan chat masuk ke dalam ponselnya. Aplikasi berwarna hijau yang populer digunakan oleh banyak orang itu pun akhirnya menyita perhatian Senja.[Kata Tika kamu sudah nggak sabar mau bertemu denganku lagi, Senja]Setelah membaca barisan kata, Senja akhirnya tahu siapa pemilik nomor baru tersebut. “Mas Adit,” lirihnya.[Bukan begitu, Mas. Tapi, lebih cepat lebih baik karena aku membutuhkan uang secepatnya!]Segera Senja membalas.Tak lama kemudian panggilan vidio call dari Adit masuk ke dalam ponselnya. Senja pun mengangkatnya. “Halo Mas,” sapanya dengan suara yang agak serak, lantaran ia sudah mengantuk karena malam cukup larut.“Kamu menggodaku dengan suara serakmu, Nja?” Namun, berbeda dengan yang Senja rasakan, justru Adit menganggapnya lain. Senja menggeleng. “Aku mengantuk, Mas,” ucapnya menjelaskan.A
***Adit menjadi uring-uringan sejak Senja tak bisa dihubungi usai ia kembali ke Jakarta. Lelaki itu berkali-kali menelpon Senja, tapi Senja yang sibuk bekerja tak sempat mengangkat panggilannya.“Sialan! Ke mana perempuan itu?” Adit bertanya pada dirinya sendiri.Pada akhirnya Adit memutuskan untuk menelpon Tika. Dalam beberapa menit keduanya telah terhubung.“Ada apa, Mas?” tanya Tika.“Di mana Senja?” Tanpa basa basi Adit langsung mengungkapkan tujuannya yaitu mencari wanita simpanannya.“Loh bukannya kalian memiliki nomor telepon masing-masing?” Tika terdengar heran.Membuat Adit berdecak sebal karena bukan pertanyaan yang sekarang dia butuhkan. Melainkan jawaban. “Di mana Senja?” ulangnya.Dari jauh Tika ikut mendecakan lidahnya. “Jam segini biasanya Senja kerja di rumah makan, Mas,” jawabnya setelah melihat jam yang melingkari pergelangan tangannya ma
***Sebuah pesan masuk ke ponsel Senja. Isinya mengabarkan kalau Adit terus mencari keberadaannya. Pesan itu dari Tika.“Pantas saja banyak panggilan tak terjawab dari Mas Adit!” ujar Senja.Sekarang sudah pukul Empat sore. Dirinya pun sudah berada di rumah. Tak ingin membuat pelanggan semata wayangnya itu gelisah apalagi marah, Senja segera mengirim sebuah pesan.[Ada apa, Mas?]Sambil menunggu balasan dari Adit, Senja membereskan kontrakan. Sore ini rencananya ia akan ke rumah sakit untuk mengunjungi Andra. Mau menginap sekalian makanya ia siap-siap. Senja lupa kalau ada janji pada Adit.[Nanti malam aku ingin kita bertemu. Di mana aku bisa menjemputmu? Aku ingin kita berkencan,]Dua Puluh menit Senja menunggu balasan dari lelaki yang berani membayar mahal dirinya itu.“Nanti malam?” Senja membola. Apakah ia akan membiarkan Andra tidur sendirian lagi malam ini? Jujur Senja merasa iba. Ia ingin bersama
***Sepulang dari rumah sakit Senja langsung bergegas mandi. Sebentar lagi azan magrib berkumandang. Betapa wanita Dua Puluh Tujuh tahun itu bersyukur atas kesempatan yang Tuhan berikan untuk menyelamatkan Andra. Melalui dokter Kinan pengobatan Andra bisa dipercepat.Iya, meskipun berlumur dosa karena menjadi wanita simpanan, tapi Senja tak ingin benar-benar melupakan Tuhannya. Atas kehendak Yang Maha Kuasa pula Andra masih berada di sisinya hingga detik ini.Ketika keluar dari kamar mandi kontrakannya, azan magrib akhirnya berkumdang. Dengan cepat Senja mengenakan pakaian bersih. Kebetulan ia sudah mengambil wudhu sebelum masuk ke kamar.“Ya Allah ampuni hamba yang penuh dengan dosa ini. Ampuni segala yang telah hamba perbuat. Hamba tak memiliki pilihan untuk mendapatkan uang pengobatan Andra secepatnya. Namun, setelah Andra melakukan pengobatan dan dibantu oleh dokter Kinan, hamba akan bertaubat. Biarlah hamba bekerja serabutan untuk melunasi huta
***Makan malam mewah yang Adit siapkan untuk Senja telah selesai beberapa menit yang lalu. Namun, keduanya belum beranjak dari restoran itu.“Kamu kenapa diam saja Senja? Mentang-mentang aku mengaku nyaman, kamu jadi nggak berani bicara apapun lagi,”“Huh? Bukan begitu Mas, aku hanya bingung mau ngomong apa.”“Baiklah, ayo kita pergi dari sini dan bicara di atas ranjang!”Mendengar itu membuat pupil mata Senja melebar. Ia tahu malam ini akan berakhir di mana dirinya.“Kita sudahi saja kencan rahasia ini. Ayo pergi!” Adit menarik tangan Senja.Tenang saja, biaya reservasi sudah ia lunasi.“Mas!” Senja terseok. Kakinya yang sedang mengenakan hills 5cm sedikit membuatnya kesulitan mengimbangi langkah Adit. “Pelan-pelan, Mas. Nanti aku jatuh,” tegurnya.Namun, Adit tampak tidak peduli. Ia terus menarik tangan Senja hingga akhirnya mereka sampai di mobil
***Senja mengerti maksud gus Isam. Namun, ia tak bisa menerima kebaikan dari lelaki itu. Senja lalu menggelengkan kepalanya. “Nggak usah, terima kasih atas tawarannya. Saya nggak apa-apa,” ucapnya.Sorban yang gus Isam berikan ditatap lekat-lekat oleh Senja. Benaknya bertanya, haruskah menerima sorban tersebut atau mengembalikannya saja. Akhirnya Senja memilih menerima benda yang memiliki ciri khas tersebut.“Saya akan menerima ini,” Senja menutup bagian dadanya yang sedikit menonjol.Setelah itu gus Isam baru berani memalingkan wajah ke arahnya. Hanya sekali menatap saja, lalu mengalihkan pandangan lagi. “Biar saya obati dulu lukanya, Mbak,” ucapnya.“Anuuu gus sebaiknya kita langsung ke rumah sakit saja. Kyai sudah menelpon sejak tadi,” Pak Maman kembali masuk dalam percakapan Senja dan gus Isam.Abrisam menoleh padanya. Perjalanan mereka memang sedang menuju ke rumah sakit setelah pulang da
***Adit tersenyum lepas saat melihat wajah Senja memerah akibat ulahnya. Lelaki itu kini sudah kembali duduk di belakang stir. Siap untuk mengantar Senja pulang.“Kenapa, Mas?” tanya Senja yang merasa tak nyaman ditatap Adit dengan cara seperti itu.Adit mengedikan bahunya. “Kamu yang kenapa? Wajahmu sampai merah begitu,” ucapnya.Senja menyentuh pipinya menggunakan telapak tangannya. “Bagaimana nggak merah kalau Mas Adit menciumku di sembarang tempat! Secuirity pula yang menegur kita,” deliknya.Mengulang ingatan tentang kejadian tadi membuat Adit kembali tertawa. Iya, benar! Mereka memang digerbek oleh seorang secuirity lantaran bercumbu di tempat umum. Terpaksa Adit mengakui Senja sebagai istrinya lalu memberi secuirity tersebut uang agar tak banyak bicara.“Jangan lakukan itu lagi, Mas!” ujar Senja.“Makanya jangan membuatku ingin melakukannya, Nja,” balas Adit.S
***Adit melajukan mobilnya begitu siluet Senja tak lagi dapat ditangkap oleh pandangan matanya. Lelaki itu akan langsung pulang ke rumah karena mamanya akan khawatir kalau ia tak pulang-pulang. Ditambah Nayra sedang mendesah asyik bersama lelaki simpanan.Tck! Adit mendecakan lidah lantaran kesal melihat kelakuan istrinya.Mungkin ia harus bicara dengan perempuan itu lalu menceraikannya saja. Adit sudah tidak sabar.Namun, pertama-pertama yang harus diajak bicara adalah mamanya. Bagaimanapun juga wanita yang telah melahirkannya itu sangat menyayangi Nayra.Satu jam kemudian mobil yang Adit kendarai akhirnya sampai juga di rumah mewahnya. Adit turun dari mobil dengan wajah yang tegang. Jujur ia sangat bingung memulai pembicaraan dengan mamanya.“Mungkin mama sudah tidur!” ujar lelaki itu sebab tak melihat mamanya di mana pun.Wajar karena malam sudah cukup larut. “Lebih baik aku juga tidur,” ucapnya.Adi
Bab 43***“Itu! Mobil putih di depan yang aku lihat pergi dari depan gang kontrakan Senja!” ujar Tika setelah merasa yakin mobil berwarna putih yang bergerak tak lazim di depan sana.“Mbak yakin tidak salah menuduh?” tanya Abrisam memastikan.Tika menganggukkan kepalanya. Dia yakin sekali mobil itu lah yang tadi dirinya lihat meninggalkan kontrakan Senja setelah menyeret Senja ke dalamnya. “Benar! Aku nggak mungkin salah,” ucapnya.Abrisam kemudian meminta pak Parman untuk sedikit menaikan kecepatan. Tak usah ragu dengan keandalan Pak Parman dalam menyetir meskipun dia tidak muda lagi. Pria itu memiliki pengalaman yang dapat diandalkan.Mobil pun bergerak cepat memepet minibus merk Toyota berwarna putih tersebut. Namun, tak terlalu dekat agar tidak ketahuan.“Tetap hati-hati Pak,” pinta Abrisam. Bagaimanapun juga dia tak ingin membahayakan nyawa siapa-siapa dalam misi penyelamatan ini.Pak Parman mengangguk paham akan kekhawatiran gus Isam.Sementara Tika terlihat semakin gelisah. Ja
***Senja merasa jantungnya berdegup kencang setelah pintu kontrakannya tertutup rapat dari dalam, meninggalkan Adit yang masih terpaku di tempat yang sama. Senja menggeleng, mengabaikan keberadaan lelaki beristri itu adalah hal yang sudah seharusnya dirinya lakukan.Sementara di luar, akhirnya Adit menyerah. Adit meninggalkan kontrakan Senja dengan perasaan yang penuh beban. Sepenuhnya Adit sadar Senja menjauh, dan alasan wanita itu menjauh pun dapat Adit mengerti. Senja tak ingin merusak bahtera rumah tangga yang saat ini masih mengikatnya bersama Nayra.Setidaknya itu yang Aditya pikirkan.***Tika baru saja selesai dengan urusannya ketika jam di ponselnya menunjukkan pukul dua pagi. Wanita itu menghela napas dengan berat. Kadang dia lelah dengan pekerjaannya ini, tetapi ke mana dirinya harus pergi jika ingin berhenti. Dia hidup sebatang kara. Tak ada siapa-siapa yang bisa dirinya andalkan.Tika juga tak sekuat Senja yang sanggup hidup dalam kekurangan. Dia suka kemewahan meskipun
*** Tentu saja tidak ada siapa pun yang Adit temukan di kontrakan mungil Senja saat dia sampai di sana, karena Senja sedang berada di masjid. Adit pun tampak kesal. Dia bahkan tak segan mengumpat karena tak melihat keberadaan pujaan hatinya. Adit tidak tahu kalau Senja telah bertaubat. Wanita itu kini fokus dengan ibadahnya. Dia tak ingin mengecewakan Andra dan suaminya di alam lain sana. Di depan gang kontrakan Senja yang sempit, Adit menunggu Senja pulang meskipun dalam keadaan kesal. Sampai akhirnya sekitar pukul Sembilan malam Senja menampakan batang hidungnya. Betapa terkejutnya Senja melihat keberadaan Adit di depan gang kontrakannya. “Mas Adit ngapain di sini?” tanya wanita itu masih dengan intonasi suaranya yang biasa. Tak ada emosi di sana meskipun dia tak suka melihat keberadaan Aditya. Mendengar suara Senja, Adit yang tadinya sedang menunggu di dalam mobil sambil memejamkan mata pun tampak terkejut. Matanya terbuka lebar, lalu disusul tebukanya pintu mobil hingga dirin
***“Adit!”Setibanya di rumah, Adit melihat ibunya sudah menunggu di ruang tamu. Wanita yang pernah melahirkannya itu menunggunya menghampiri.Adit tahu apa yang ingin ibunya dengar. “Nayra baik-baik saja, Ma,” ucapnya tanpa menunggu tanya.Ada helaan napas lega yang Adit lihat dari mama.“Kamu nggak menemaninya di rumah sakit?”“Adit ada pekerjaan, Ma.”“Itu hanya alasan, kan?” tanya mama curiga.Sesungguhnya iya, itu hanya alasan Adit saja.“Jangan begitu. Nayra istrimu!” tegur mama tahu jawaban Adit tanpa harus menunggu jawaban.Adit mengembuskan napas dengan berat. “Nanti Adit balik ke sana lagi, Ma,” ucapnya terpaksa. Sebenarnya melihat Nayra untuk saat ini bukan keinginan Adit. Dia lebih memilih memperhatikan aktifitas Senja.Namun, karena tak ingin membuat mamanya cemas, Adit berjanji akan datang lagi nanti.“Mama ikut saja kalau begitu!”“Nggak usah Ma, mama istirahat saja,” ucap Adit.Namun, mama menggeleng tegas. Dia akan memastikan sendiri kondisi Nayra. Bagaimanapun juga
*** Nayra sudah tenang, kini Maya menyusul Bayu yang tadi pergi. Maya menyusuri kantin rumah sakit karena Bayu sempat mengatakan akan mencari kopi. “Pa?” Maya duduk tepat di depan Bayu begitu menemukannya. “Ada apa sebenarnya? Kenapa papa seakan sangat marah pada Nay?” tanyanya tanpa menunggu lama. Bayu yang memang sudah menantikan pertanyaan ini dari Maya pun akhirnya menceritakan apa yang tadi dia dan Adit bicarakan. Maya tampak syok. Dia tak menyangka Nayra akan berbuat seperti itu. “Mama yakin ini semua salah Adit! Nay pasti tidak puas pada Adit hingga berselingkuh!” ujar Maya tidak terima. “Tetap saja Nayra salah Ma.” “Adit juga bersalah. Kenapa dia membalas Nay dengan cara yang sama? Pantas saja Nay sakit, Adit selingkuh!” Maya benar-benar tampak kesal. Bayu hanya bisa mengembuskan napas dengan berat. Maya memang selalu mendahulukan emosi dibanding logika. “Pokoknya aku nggak terima Nayra diperlakukan seperti ini, Pa!” “Papa juga. Oleh karena itu ayo bujuk Nay untuk ber
*** Adit menghampiri papa Bayu yang memilih duduk di taman rumah sakit. Lelaki itu tak bertanya perihal apa yang ingin mertuanya bicarakan. Dia hanya menunggu sampai Bayu membuka mulutnya.Sementara itu, Bayu tampak sedang menimbang kata yang pantas agar tak terkesan ikut campur.“Adit jangan menganggap Papa ikut campur, tapi apakah rumah tangga kalian baik-baik saja?” tanya Bayu akhirnya. Dia tak bisa diam saja melihat Nayra yang sepertinya banyak sekali menanggung beban pikiran.“Papa curiga kalian sedang ada masalah sehingga Nayra sering kali tidur di rumah. Dugaan papa benar, kan?”Adit mengangguk. Dia tak akan menutupi apa pun dari papa Bayu. “Benar Pa, kami memang sedang memiliki masalah pelik,” ucapnya menjawab segala resah dalam hati Bayu.“Apa masalah kalian, Nak?”“Papa tidak akan percaya jika aku bilang Nayra main hati dengan lelaki lain.”Bayu tersentak mendengar pengakuan menantunya. Pikiran lelaki parubaya itu mendadak kacau. Benar, dia tidak percaya putri semata wayang
***“Apa?” pekik Adit saat mendengar penjelasan Tika soal Nayra yang mencoba membunuh Senja.Tika memutar bola matanya. “Nggak usah sok kaget gitu Mas, sekarang tolong urus isterimu! Jangan sampai mencelakai Senja. Dia sudah terlalu banyak menderita!” ujarnya tak suka.Sepulang dari kontrakan Senja tadi, Tika langsung meluncur ke tempatnya bekerja. Dia pun membuat janji temu dengan Aditya. Lelaki itu tak pernah menolak jika tentang Senja. Oleh karena itu sekarang keduanya sedang berada di ruangan yang sama.“Aku benar-benar terkejut, Tika!” geram Adit. Dia tak menyangka Nayra berani menyakiti Senja. Bahkan hampir saja membunuhnya. “Asal kamu tahu, sejak kamarin aku dan Nayra tidak bertemu. Entah di mana dia sekarang berada. Rupanya dia sembunyi karena hampir merenggut nyawa Senja,” ucapnya menahan amarah.Tika mendengus. Sungguh, dia tak tertarik mendengar soal Nayra yang hilang entah ke mana. Tujuannya meminta bertemu dengan Adit adalah untuk mengembalikan uang yang pernah lelaki itu
***Usai sholat magrib berjamaah, Senja benar-benar meminta izin untuk pulang. Bahkan wanita yang sebenarnya memiliki paras lembut itu tak sempat ikut makan. Dia beralasan kunci kontrakannya tertinggal di butik tempatnya bekerja, dan harus segera dijemput sebelum butik tutup. Padahal, sejak sore butik memang sudah tidak buka.“Mbak Senja bukannya pergi karena sikap Umi saya, kan?” Abrisam tampak tak nyaman melihat kepergian Senja. Dia tak ingin mencurigai apa pun terutama mencurigai sikap Uminya, namun sejak awal Umi memang tidak ramah kepada Senja.Senja tersenyum tipis sambil mengenakan kembali sepatu lusuhnya. Dia menggeleng meskipun tebakan gus Isam benar. Mana mungkin dirinya tetap berada di meja makan yang sama dengan orang-orang yang tidak menginginkan kehadirannya di sana. “Bukan Mas … ” Senja terdiam. Kepalanya yang tadi tertunduk kini mendongak menatap gus. “Maksud saya Gus. Maaf salah menyebut panggilan,” ucapnya merasa tidak enak. Entah kenapa mulutnya terus saja salah men
***Abi tampak tak suka mendengar ucapan Umi. “Jangan sembarangan kalau bicara, Umi. Jangan mendahului Allah,” komentar Abi. Umi sedikit terkejut, tetapi dia mengalah. Dalam hati membenarkan apa yang Abi ucapkan. Dia tak boleh terlalu berharap akan sosok Hafa untuk menjadi menantunya.Abi mengabaikannya. Abi menoleh sesaat kepada Senja. “Kalau boleh tahu siapa yang sedang bersamamu ini, ustadzah?” tanyanya kepada Hafa.Hafa yang tengah sibuk mengajak Umi bicara mengalihkan perhatiannya pada Senja. Namun, baru saja dia ingin membuka mulutnya, Abrisam sudah mendahului menjawab pertanyaan Abinya. Lelaki itu baru saja kembali dari kamarnya.“Namanya Senja, Bi,” ucap lelaki itu sambil mendudukkan diri.Sejenak dia melirik Senja yang ternyata tengah menatapnya. Secepat kilat keduanya berpaling.Senja bahkan merutuk dirinya karena terlalu lekat menatap gus Isam. Senja terpaku pada penampilan Abrisam ketika di rum