Bab 43***“Itu! Mobil putih di depan yang aku lihat pergi dari depan gang kontrakan Senja!” ujar Tika setelah merasa yakin mobil berwarna putih yang bergerak tak lazim di depan sana.“Mbak yakin tidak salah menuduh?” tanya Abrisam memastikan.Tika menganggukkan kepalanya. Dia yakin sekali mobil itu lah yang tadi dirinya lihat meninggalkan kontrakan Senja setelah menyeret Senja ke dalamnya. “Benar! Aku nggak mungkin salah,” ucapnya.Abrisam kemudian meminta pak Parman untuk sedikit menaikan kecepatan. Tak usah ragu dengan keandalan Pak Parman dalam menyetir meskipun dia tidak muda lagi. Pria itu memiliki pengalaman yang dapat diandalkan.Mobil pun bergerak cepat memepet minibus merk Toyota berwarna putih tersebut. Namun, tak terlalu dekat agar tidak ketahuan.“Tetap hati-hati Pak,” pinta Abrisam. Bagaimanapun juga dia tak ingin membahayakan nyawa siapa-siapa dalam misi penyelamatan ini.Pak Parman mengangguk paham akan kekhawatiran gus Isam.Sementara Tika terlihat semakin gelisah. Ja
***Senja berlari tergesa menuju pintu utama rumah sakit Pelita Hati setelah turun dari ojek yang mengantarnya ke sana. "Maaf!" ujarnya saat tak sengaja menabrak tubuh seorang lelaki hingga dirinya terduduk ke lantai. Airmata mengalir di pipi wanita Dua Puluh Tujuh tahun itu, membuat lelaki yang bertabrakan dengannya merasa khawatir. "Kamu tidak apa-apa?" tanyanya dengan tangan yang mengantung mendekati bahu Senja. Lelaki itu tak bermaksud menyentuhnya. Senja mendongak, bola matanya yang dipenuhi dengan airmata bertatapan dengan lelaki itu. Namun, tak lama sebab si lelaki segera berpaling. Melihat pakaian yang dikenakan lelaki itu, Senja sadar yang tak sengaja tubuhnya tabrak adalah seorang gus muda. Dengan cepat Senja bediri lalu menangkupkan kedua tangannya. "Sekali lagi saya minta maaf. Saya nggak apa-apa. Assalamu'alaikum." Kemudian berlalu begitu saja. Meninggalkan kebingungan di kening sang gus muda. Senja berlari lagi. "Andra," lirihnya. Tak lama setelah itu, ia bertemu den
***"Silakan masuk!" tutur Adit kepada Senja saat mereka akhirnya sampai di sebuah hotel bintang Lima yang memiliki privasi. Senja menelan ludahnya dengan susah payah. Jantungnya berdegup kencang karena menduga-duga apa yang akan terjadi selanjutnya. "Kamu tuli?" Adit bertanya sinis. Sekarang Senja tahu Adit bukan lelaki yang suka basa-basi. Adit bukan pula lelaki yang sabaran. "Enggak, Mas. Ini saya mau masuk," ucap Senja. Tanpa sudi menunggu lama, pemilik nama lengkap Aditya Praja Wirata itu langsung menarik tangan Senja hingga tubuh Senja sepenuhnya masuk ke dalam kamar.Senja terkesiap. "Mas," tegurnya dengan suara yang sangat kecil. "Apa? Kamu berubah pikiran?" tanya Adit tak suka. Sejak tadi ia sudah sangat ingin melampiaskan semua perasaannya. Tak hanya soal hasrat, tapi juga kekesalan. Senja menggeleng. "Bukan begitu, tapi bisakah kita hanya mengobrol malam ini?" tanyanya. "Tidak bisa! Aku membayarmu bukan untuk mengobrol saja," Sejak mendengar itu, Senja tahu ia tak a
***Adit memandang Senja yang pagi ini masih bergelung di dalam selimut. Sementara dia sendiri sudah siap dengan setelan yang semalam ia kenakan. “Dua Puluh Juta untukmu sebagai tambahan karena semalam kita bercinta sekali lagi!” ujarnya sembari melempar segepok uang kepada Senja.Dengan hati yang penuh sesak Senja menerimanya.“Ingat jangan lupa minum pil kontrasepsi. Aku tak ingin kamu tiba-tiba menuntut pertanggung jawaban padaku karena hamil!”Kali ini Senja mengangguk. “Iya Mas,” ucapnya.Adit mendengus, lalu pergi begitu saja dari hadapan Senja. Dalam kamar yang kini hening Senja menangis. Airmata tak terbendung saat melihat sejumlah uang di dalam genggamannya. Uang yang ia dapatkan karena menjadi wanita simpanan seorang Aditya Prada Wirata.“Ampuni aku Tuhan, tapi aku sungguh nggak punya pilihan,” ratapnya.Dalam kesedihan itu, Senja tetap bersyukur karena dengan begini ia bisa mengumpulkan uang pengobatan untuk Andra lebih cepat. Buah hatinya harus diselamatkan.Di saat Senja
***Abrisam baru saja kembali dari pesantren saat menemukan sebuah amplop yang dijatuhkan seorang wanita. Niat hati ingin langsung menemui uminya, tapi terpaksa tertunda karena ingin mengembalikan amplop tersebut.Tak disangka pemilik amplop tersebut adalah wanita yang sama dengan orang yang pernah menubruknya sehari sebelumnya.Gus Isam tampak terkejut karena perempuan itu selalu saja menangis saat mereka bertemu. Sayang tak sempat ia bertanya, perempuan itu sudah pergi terlebih dulu.“Apa yang kamu pikirkan, Abrisam?”Sebuah suara mengintrupsi Isam dari lamunannya.Gus muda tersebut tampak terkejut. “Umi? Sejak kapan Umi ada di sini?” tanyanya.Umi Laila tersenyum karena anak sulungnya itu tak menjawab pertanyaannya. “Sudah sejak Lima menit yang lalu, Nak. Memangnya apa yang membuatmu melamun seperti itu?” tanyanya.Isam salah tingkah. Astagfirullah. Tak seharusnya ia mengingat wanita yang bukan mahramnya.“Apa yang mengganggumu, Isam? Cerita pada Umi,” ucap Nyai Laila.Isam ragu, h
***Senja baru saja tiba di rumah makan tempatnya bekerja kala jarum jam pendek menunjukan pukul Sepuluh pagi. Ia tahu akan mendapat masalah sebab terlambat Dua jam dari yang seharusnya.“Dari mana kamu Senja? Masih niat kerja di sini?” Begitu Senja menghadap bosnya, pertanyaan sarkas yang didengar.“Maafkan saya, Bu. Saya kesiangan,” ucap Senja meminta maaf. Tak ingin wanita itu membawa nama Andra sebagai alasan keterlambatannya.Bu Sinta, si pemilik warung makan mendengus sebal. “Enak betul jawabanmu didengnar oleh telingaku, Nja,” sindirnya.“Mulai besok tidak usah bekerja di sini lagi. Banyak yang ingin menggantikan posisimu sebagai pelayan!”Mendengar itu membuat Senja bereaksi dengan cepat. “ Saya mohon jangan pecat saya, Bu. Saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi,” pintanya dengan mata yang berkaca-kaca.Gaji dari rumah makan memang tidak seberapa, tetapi cukup untuk membayar kontrakan. Jika dipecat, Senja tak tahu harus berbuat apa. Ia merasa rugi jika kehilangan pekerjaa
***Jam Sembilan malam Senja sudah berada di sebuah café & bar tempat Tika membuat janji dengannya. Wanita itu masih terlihat mengenakan pakaian lusuh yang sama dengan yang dikenakannya saat bekerja tadi.“Tck! Nja, bisa kali kamu pakai baju yang agak bagusan dikit kalau mau masuk ke sini. Untung diizinkan masuk karena aku!” ujar Tika mengomentari pakaian Senja yang memang tak layak untuk dibawa masuk ke dalam sebuah bar.Senja memperhatikan penampilannya, tapi ia tampak tak peduli dengan hal itu. “Tik malam semaki larut. Ada apa kamu memanggilku ke sini?” tanyanya.“Sabar!”“Ini honor pertama untukmu karena berkencan dengan Mas Adit! Setelah ini, kamu akan langsung dibayar olehnya tanpa prantara dariku. Kalian sudah sepakat kan untuk berkencan diam-diam?” tanya Tika.Senja tampak terkejut. “Tapi aku sudah mendapatkan uang dari Mas Adit, Tik,” ucapnya dengan jujur.“Nggak apa-apa itu hakmu. Ini untuk kesepakatan kit. Lima Belas juta!”“Lima Belas juta? Kenapa banyak sekali?”Tika meng
***Senja baru saja selesai mandi ketika sebuah notifikasi pesan chat masuk ke dalam ponselnya. Aplikasi berwarna hijau yang populer digunakan oleh banyak orang itu pun akhirnya menyita perhatian Senja.[Kata Tika kamu sudah nggak sabar mau bertemu denganku lagi, Senja]Setelah membaca barisan kata, Senja akhirnya tahu siapa pemilik nomor baru tersebut. “Mas Adit,” lirihnya.[Bukan begitu, Mas. Tapi, lebih cepat lebih baik karena aku membutuhkan uang secepatnya!]Segera Senja membalas.Tak lama kemudian panggilan vidio call dari Adit masuk ke dalam ponselnya. Senja pun mengangkatnya. “Halo Mas,” sapanya dengan suara yang agak serak, lantaran ia sudah mengantuk karena malam cukup larut.“Kamu menggodaku dengan suara serakmu, Nja?” Namun, berbeda dengan yang Senja rasakan, justru Adit menganggapnya lain. Senja menggeleng. “Aku mengantuk, Mas,” ucapnya menjelaskan.A
Bab 43***“Itu! Mobil putih di depan yang aku lihat pergi dari depan gang kontrakan Senja!” ujar Tika setelah merasa yakin mobil berwarna putih yang bergerak tak lazim di depan sana.“Mbak yakin tidak salah menuduh?” tanya Abrisam memastikan.Tika menganggukkan kepalanya. Dia yakin sekali mobil itu lah yang tadi dirinya lihat meninggalkan kontrakan Senja setelah menyeret Senja ke dalamnya. “Benar! Aku nggak mungkin salah,” ucapnya.Abrisam kemudian meminta pak Parman untuk sedikit menaikan kecepatan. Tak usah ragu dengan keandalan Pak Parman dalam menyetir meskipun dia tidak muda lagi. Pria itu memiliki pengalaman yang dapat diandalkan.Mobil pun bergerak cepat memepet minibus merk Toyota berwarna putih tersebut. Namun, tak terlalu dekat agar tidak ketahuan.“Tetap hati-hati Pak,” pinta Abrisam. Bagaimanapun juga dia tak ingin membahayakan nyawa siapa-siapa dalam misi penyelamatan ini.Pak Parman mengangguk paham akan kekhawatiran gus Isam.Sementara Tika terlihat semakin gelisah. Ja
***Senja merasa jantungnya berdegup kencang setelah pintu kontrakannya tertutup rapat dari dalam, meninggalkan Adit yang masih terpaku di tempat yang sama. Senja menggeleng, mengabaikan keberadaan lelaki beristri itu adalah hal yang sudah seharusnya dirinya lakukan.Sementara di luar, akhirnya Adit menyerah. Adit meninggalkan kontrakan Senja dengan perasaan yang penuh beban. Sepenuhnya Adit sadar Senja menjauh, dan alasan wanita itu menjauh pun dapat Adit mengerti. Senja tak ingin merusak bahtera rumah tangga yang saat ini masih mengikatnya bersama Nayra.Setidaknya itu yang Aditya pikirkan.***Tika baru saja selesai dengan urusannya ketika jam di ponselnya menunjukkan pukul dua pagi. Wanita itu menghela napas dengan berat. Kadang dia lelah dengan pekerjaannya ini, tetapi ke mana dirinya harus pergi jika ingin berhenti. Dia hidup sebatang kara. Tak ada siapa-siapa yang bisa dirinya andalkan.Tika juga tak sekuat Senja yang sanggup hidup dalam kekurangan. Dia suka kemewahan meskipun
*** Tentu saja tidak ada siapa pun yang Adit temukan di kontrakan mungil Senja saat dia sampai di sana, karena Senja sedang berada di masjid. Adit pun tampak kesal. Dia bahkan tak segan mengumpat karena tak melihat keberadaan pujaan hatinya. Adit tidak tahu kalau Senja telah bertaubat. Wanita itu kini fokus dengan ibadahnya. Dia tak ingin mengecewakan Andra dan suaminya di alam lain sana. Di depan gang kontrakan Senja yang sempit, Adit menunggu Senja pulang meskipun dalam keadaan kesal. Sampai akhirnya sekitar pukul Sembilan malam Senja menampakan batang hidungnya. Betapa terkejutnya Senja melihat keberadaan Adit di depan gang kontrakannya. “Mas Adit ngapain di sini?” tanya wanita itu masih dengan intonasi suaranya yang biasa. Tak ada emosi di sana meskipun dia tak suka melihat keberadaan Aditya. Mendengar suara Senja, Adit yang tadinya sedang menunggu di dalam mobil sambil memejamkan mata pun tampak terkejut. Matanya terbuka lebar, lalu disusul tebukanya pintu mobil hingga dirin
***“Adit!”Setibanya di rumah, Adit melihat ibunya sudah menunggu di ruang tamu. Wanita yang pernah melahirkannya itu menunggunya menghampiri.Adit tahu apa yang ingin ibunya dengar. “Nayra baik-baik saja, Ma,” ucapnya tanpa menunggu tanya.Ada helaan napas lega yang Adit lihat dari mama.“Kamu nggak menemaninya di rumah sakit?”“Adit ada pekerjaan, Ma.”“Itu hanya alasan, kan?” tanya mama curiga.Sesungguhnya iya, itu hanya alasan Adit saja.“Jangan begitu. Nayra istrimu!” tegur mama tahu jawaban Adit tanpa harus menunggu jawaban.Adit mengembuskan napas dengan berat. “Nanti Adit balik ke sana lagi, Ma,” ucapnya terpaksa. Sebenarnya melihat Nayra untuk saat ini bukan keinginan Adit. Dia lebih memilih memperhatikan aktifitas Senja.Namun, karena tak ingin membuat mamanya cemas, Adit berjanji akan datang lagi nanti.“Mama ikut saja kalau begitu!”“Nggak usah Ma, mama istirahat saja,” ucap Adit.Namun, mama menggeleng tegas. Dia akan memastikan sendiri kondisi Nayra. Bagaimanapun juga
*** Nayra sudah tenang, kini Maya menyusul Bayu yang tadi pergi. Maya menyusuri kantin rumah sakit karena Bayu sempat mengatakan akan mencari kopi. “Pa?” Maya duduk tepat di depan Bayu begitu menemukannya. “Ada apa sebenarnya? Kenapa papa seakan sangat marah pada Nay?” tanyanya tanpa menunggu lama. Bayu yang memang sudah menantikan pertanyaan ini dari Maya pun akhirnya menceritakan apa yang tadi dia dan Adit bicarakan. Maya tampak syok. Dia tak menyangka Nayra akan berbuat seperti itu. “Mama yakin ini semua salah Adit! Nay pasti tidak puas pada Adit hingga berselingkuh!” ujar Maya tidak terima. “Tetap saja Nayra salah Ma.” “Adit juga bersalah. Kenapa dia membalas Nay dengan cara yang sama? Pantas saja Nay sakit, Adit selingkuh!” Maya benar-benar tampak kesal. Bayu hanya bisa mengembuskan napas dengan berat. Maya memang selalu mendahulukan emosi dibanding logika. “Pokoknya aku nggak terima Nayra diperlakukan seperti ini, Pa!” “Papa juga. Oleh karena itu ayo bujuk Nay untuk ber
*** Adit menghampiri papa Bayu yang memilih duduk di taman rumah sakit. Lelaki itu tak bertanya perihal apa yang ingin mertuanya bicarakan. Dia hanya menunggu sampai Bayu membuka mulutnya.Sementara itu, Bayu tampak sedang menimbang kata yang pantas agar tak terkesan ikut campur.“Adit jangan menganggap Papa ikut campur, tapi apakah rumah tangga kalian baik-baik saja?” tanya Bayu akhirnya. Dia tak bisa diam saja melihat Nayra yang sepertinya banyak sekali menanggung beban pikiran.“Papa curiga kalian sedang ada masalah sehingga Nayra sering kali tidur di rumah. Dugaan papa benar, kan?”Adit mengangguk. Dia tak akan menutupi apa pun dari papa Bayu. “Benar Pa, kami memang sedang memiliki masalah pelik,” ucapnya menjawab segala resah dalam hati Bayu.“Apa masalah kalian, Nak?”“Papa tidak akan percaya jika aku bilang Nayra main hati dengan lelaki lain.”Bayu tersentak mendengar pengakuan menantunya. Pikiran lelaki parubaya itu mendadak kacau. Benar, dia tidak percaya putri semata wayang
***“Apa?” pekik Adit saat mendengar penjelasan Tika soal Nayra yang mencoba membunuh Senja.Tika memutar bola matanya. “Nggak usah sok kaget gitu Mas, sekarang tolong urus isterimu! Jangan sampai mencelakai Senja. Dia sudah terlalu banyak menderita!” ujarnya tak suka.Sepulang dari kontrakan Senja tadi, Tika langsung meluncur ke tempatnya bekerja. Dia pun membuat janji temu dengan Aditya. Lelaki itu tak pernah menolak jika tentang Senja. Oleh karena itu sekarang keduanya sedang berada di ruangan yang sama.“Aku benar-benar terkejut, Tika!” geram Adit. Dia tak menyangka Nayra berani menyakiti Senja. Bahkan hampir saja membunuhnya. “Asal kamu tahu, sejak kamarin aku dan Nayra tidak bertemu. Entah di mana dia sekarang berada. Rupanya dia sembunyi karena hampir merenggut nyawa Senja,” ucapnya menahan amarah.Tika mendengus. Sungguh, dia tak tertarik mendengar soal Nayra yang hilang entah ke mana. Tujuannya meminta bertemu dengan Adit adalah untuk mengembalikan uang yang pernah lelaki itu
***Usai sholat magrib berjamaah, Senja benar-benar meminta izin untuk pulang. Bahkan wanita yang sebenarnya memiliki paras lembut itu tak sempat ikut makan. Dia beralasan kunci kontrakannya tertinggal di butik tempatnya bekerja, dan harus segera dijemput sebelum butik tutup. Padahal, sejak sore butik memang sudah tidak buka.“Mbak Senja bukannya pergi karena sikap Umi saya, kan?” Abrisam tampak tak nyaman melihat kepergian Senja. Dia tak ingin mencurigai apa pun terutama mencurigai sikap Uminya, namun sejak awal Umi memang tidak ramah kepada Senja.Senja tersenyum tipis sambil mengenakan kembali sepatu lusuhnya. Dia menggeleng meskipun tebakan gus Isam benar. Mana mungkin dirinya tetap berada di meja makan yang sama dengan orang-orang yang tidak menginginkan kehadirannya di sana. “Bukan Mas … ” Senja terdiam. Kepalanya yang tadi tertunduk kini mendongak menatap gus. “Maksud saya Gus. Maaf salah menyebut panggilan,” ucapnya merasa tidak enak. Entah kenapa mulutnya terus saja salah men
***Abi tampak tak suka mendengar ucapan Umi. “Jangan sembarangan kalau bicara, Umi. Jangan mendahului Allah,” komentar Abi. Umi sedikit terkejut, tetapi dia mengalah. Dalam hati membenarkan apa yang Abi ucapkan. Dia tak boleh terlalu berharap akan sosok Hafa untuk menjadi menantunya.Abi mengabaikannya. Abi menoleh sesaat kepada Senja. “Kalau boleh tahu siapa yang sedang bersamamu ini, ustadzah?” tanyanya kepada Hafa.Hafa yang tengah sibuk mengajak Umi bicara mengalihkan perhatiannya pada Senja. Namun, baru saja dia ingin membuka mulutnya, Abrisam sudah mendahului menjawab pertanyaan Abinya. Lelaki itu baru saja kembali dari kamarnya.“Namanya Senja, Bi,” ucap lelaki itu sambil mendudukkan diri.Sejenak dia melirik Senja yang ternyata tengah menatapnya. Secepat kilat keduanya berpaling.Senja bahkan merutuk dirinya karena terlalu lekat menatap gus Isam. Senja terpaku pada penampilan Abrisam ketika di rum