Share

Gus Isam

Author: Foverflows
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

***

Abrisam baru saja kembali dari pesantren saat menemukan sebuah amplop yang dijatuhkan seorang wanita. Niat hati ingin langsung menemui uminya, tapi terpaksa tertunda karena ingin mengembalikan amplop tersebut.

Tak disangka pemilik amplop tersebut adalah wanita yang sama dengan orang yang pernah menubruknya sehari sebelumnya.

Gus Isam tampak terkejut karena perempuan itu selalu saja menangis saat mereka bertemu. Sayang tak sempat ia bertanya, perempuan itu sudah pergi terlebih dulu.

“Apa yang kamu pikirkan, Abrisam?”

Sebuah suara mengintrupsi Isam dari lamunannya.

Gus muda tersebut tampak terkejut. “Umi? Sejak kapan Umi ada di sini?” tanyanya.

Umi Laila tersenyum karena anak sulungnya itu tak menjawab pertanyaannya. “Sudah sejak Lima menit yang lalu, Nak. Memangnya apa yang membuatmu melamun seperti itu?” tanyanya.

Isam salah tingkah. Astagfirullah. Tak seharusnya ia mengingat wanita yang bukan mahramnya.

“Apa yang mengganggumu, Isam? Cerita pada Umi,” ucap Nyai Laila.

Isam ragu, haruskah ia bercerita pada wanita yang telah melahirkannya itu atau memendam rasa penasarannya seorang diri.

Namun, melihat betapa banyak beban pikiran uminya saat ini, Isam memutuskan untuk tak menceritakannya. “Tidak ada apa-apa, Umi. Bagaimana keadaan Adnan? Apakah ada kemajuan?” tanyanya mengalihkan perhatian Umi Laila.

Nyai Laila mengembuskan napas dengan berat. “Dokter hanya meminta kita untuk bersiap-siap,” jawabnya lirih. Sungguh, Umi tahu semua makhluk ciptaan Tuhan akan kembali padaNya suatu hari nanti, tetapi betapa cepatnya waktu Adnan jika memang apa yang dokter katakan adalah kebenaran.

Namun, jika mengingat lagi penderitaan Adnan sejak mengalami kecelakaan hari itu, Umi lebih rela Adnan pergi untuk selamanya. Mungkin menghadap Allah lebih cepat bisa membuat putra bungsunya itu bahagia.

“Sabar Umi, ini semua yang terbaik untuk Adnan. Lagipula Allah tak akan menguji kita diluar batas kemampuan kita sebagai umatnya,”

“Kamu benar Isam. Kini Umi sudah ikhlas bila sewaktu-waktu Allah merenggut Adnan dari kita. Umi hanya berharap Adnan menjadi lebih damai setelah itu,” ucap Nyai Laila.

Adnan masih terbaring kaku dengan banyaknya selang di tubuhnya. Dokter mengatakan napasnya masih ada, tetapi sewaktu-waktu dapat pula lenyap dari raganya.

Hal itu pula yang mengharuskan Isam berada di rumah sakit beberapa waktu belakangan ini. Bergantian dengan Abinya, Kyai Ahmad, Isam menemani sang Umi yang tetap tinggal di rumah sakit menemani Adnan.

“Umi, Isam ingin pamit pada Umi. Untuk sementara waktu Isam belum bisa menemani Umi menjaga Adnan. Beberapa waktu lalu Isam diminta untuk mengisi pengajian di beberapa masjid mengingat sebentar lagi kita memasuki bulan ramadhan. Umi tak apa-apa kan sendirian?”

Nyai Laila tersenyum mendengar ucapan anaknya. Tentu ia tak akan pernah keberatan saat Isam ingin melakukan kebaikan. “Pergilah, Nak. Umi tidak apa-apa, ada Allah yang akan menjaga Umi di mana pun Umi berada, lagipula Abimu juga akan lebih sering berkunjung ke sini. Dia tidak akan membiarkan Umi bersedih sendirian,” ucapnya.

“Ahh, ustadzah Hafa juga berjanji untuk sering menemani Umi!” ujar Nyai melanjutkan.

Gus Isam tersenyum tipis, tahu betul maksud kenapa Umi Laila menyebut nama ustadzah Hafa sambil meliriknya. Umi sejak dulu memang berusaha untuk menjodohkannya dengan ustadzah bertutur lembut itu.

“Alhamdulillah kalau begitu. Setidaknya Umi memiliki teman selama aku tidak ada di sini,”

“Iya Alhamdulillah. Tapi, kamu harus mengucapkan terima kasih pada ustadzah Hafa secara langsung ya. Umi belum sempat berterima kasih waktu itu,” ucap Umi.

“Tak baik Umi bila Isam menemui ustadzah Hafa secara pribadi. Sebaiknya Umi saja yang melakukannya,” balas Isam berusaha menghindari percakapan tentang ustadzah Hafa.

“Baiklah.” Nyai Laila tahu Isam belum siap untuk dijodohkan secara terang-terangan dengan Hafa. Itulah kenapa Isam selalu saja menghindar kala ia menyebut nama ustadzah cantik yang telah mencuri hatinya tersebut.

Isam mengembuskan napas dengan berat. Ia meraih tangan Uminya. Dirinya tahu sang Umi kecewa. “Maafkan Isam ya Umi, untuk sementara waktu Isam hanya ingin Umi fokus pada Adnan. Jangan memikirkan tentang Isam dulu,” ucapnya dengan lembut.

“Apakah itu artinya kamu setuju dijodohkan dengan ustadzah Hafa suatu hari nanti, Isam?”

“Aku tidak bisa berjanji, Umi, tapi apapun itu asal bisa membuat Umi dan Abi bahagia, maka aku siap melakukannya,”

Mendengar itu membuat Nyai Laila mengembuskan napas dengan lega. “Terima kasih, Anakku,” ucapnya.

Isam mengangguk. “Sekarang kita lantunkan ayat-ayat suci alquran untuk Adnan ya Umi, agar Adnan tenang,” ajaknya.

Nyai Laila setuju. Lantas mereka berdua pun mulai melantunkan ayat alquran untuk Adnan yang masih koma.

***

“Umi, aku kembali ke pesantren dulu. Nanti Abi akan datang,” ucap Isam saat jam menunjukan pukul Empat sore. Tadi ia sudah sholat bergantian dengan Umi Laila.

“Hati-hati dijalan anakku. Beritahu Umi saat kamu sudah sampai di pesantren,”

“Baik Umi.” Isam membalas.

Setelah itu, ia keluar dari ruang rawat Adnan. Tak disangka dalam perjalan gus muda itu berpas-pasan dengan ustadzah Hafa. Sebab saling mengenal, keduanya pun saling menyapa.

“Assalamu’alaikum Gus Isam,” Tak salah bila Nyai Laila sangat menyukai ustadzah Hafa. Selain memiliki wajah yang cantik, ustadzah Hafa juga sangat santun. Bahkan saat menyapa gus Isam saja ia menundukan pandangannya.

“Wa’alaikumsalam,” Gus Isam menyahuti. “Apakah ustadzah Hafa bermaksud menjenguk Adnan?” tanyanya.

Sejenak ustadzah Hafa mengangkat pandangannya, lalu mengangguk. “Betul. Aku sudah berjanji pada Umi Laila, gus,” jawabnya.

“Terima kasih, ustadzah Hafa. Saya sangat bersyukur karena kamu bersedia menemani Umi,”

Ustadzah Hafa menggelengkan kepalanya, merasa tindakannya bukan apa-apa. Ia ikhlas menemani Nyai Laila yang begitu baik padanya itu. “Ini sungguh tidak seberapa, gus,” ucapnya.

“Tidak seberapa bagimu, tapi bagi Umi sangat bermakna. Beliau sangat senang kamu datang berkunjung,”

“Kalau gus sendiri bagaimana? Apakah gus tidak keberatan melihat saya ada di sini?” Ustadzah Hafa memberanikan diri untuk bertanya. Tak ada maksud menggoda dalam tutur katanya. Ia hanya ingin memastikan perasaan gus muda yang telah lama dirinya kagumi itu.

“Tentu saya tidak keberatan. Saya justru sangat berterima kasih, terlebih untuk beberapa hari ini saya belum bisa menemani Umi,”

“Memangnya gus mau ke mana?” Sebab penasaran Hafa pun bertanya. Ia juga memberanikan diri menatap sebentar wajah gus Isam.

Gus Isam mengalihkan pandangan karena tak ingin berbagi tatap terlalu lama dengan lawan jenisnya. “Saya ada pengajian di beberapa masjid,” jawabnya.

Embusan napas lega lalu terdengar dari ustadzah Hafa. “Gus tenang saja, biar Hafa yang menggantikan gus Isam menemani Umi Laila selama gus Isam tidak bisa,” ucapnya.

“Iya, sekali lagi terima kasih. Kalau begitu saya permisi duluan.” Abrisam berucap untuk pamit. “Assalamu’alaikum,” lanjutnya.

“Wa’alaikumsalam.” Ustadzah Hafa membalas kemudian.

Isam melanjutkan langkah kakinya yang sempat terhenti karena kehadiran ustadzah Hafa. Sementara itu, Hafa sempat memutar butuhnya hanya sekadar untuk memandangi punggung gus Isam yang semakin menjauh. “Kapan kiranya gus Isam bisa melihat perasaanku yang tulus ini?” lirihnya dengan mata sendu.

Iya, sejak pertama kali mengenal gus Isam, Hafa tak pernah berhenti berharap kepada Tuhan agar Isam menjadi jodohnya. Namun, hingga detik ini sang gus muda tak pernah menunjukan ketertarikan terhadapnya. Justru lebih sering menghindar kala bertemu.

Hafa ingin menyerah, akan tetapi sebuah angina segar seolah menyapa saat Umi tertarik untuk menjadikannya menantu. Harapan Hafa melambung lagi.

Entah apakah mungkin ustadzah berparas cantik berhati soleha seperti Hafa bisa mendapatkan gus Isam sebagai imamnya suatu hari nanti. Semua rahasia tentang jodoh hanya milik Tuhan semata. Ustadzah Hafa hanya bisa berdoa.

.

.

Bersambung.

Related chapters

  • Wanita Simpanan Suami Orang   Bertemu Lagi

    ***Senja baru saja tiba di rumah makan tempatnya bekerja kala jarum jam pendek menunjukan pukul Sepuluh pagi. Ia tahu akan mendapat masalah sebab terlambat Dua jam dari yang seharusnya.“Dari mana kamu Senja? Masih niat kerja di sini?” Begitu Senja menghadap bosnya, pertanyaan sarkas yang didengar.“Maafkan saya, Bu. Saya kesiangan,” ucap Senja meminta maaf. Tak ingin wanita itu membawa nama Andra sebagai alasan keterlambatannya.Bu Sinta, si pemilik warung makan mendengus sebal. “Enak betul jawabanmu didengnar oleh telingaku, Nja,” sindirnya.“Mulai besok tidak usah bekerja di sini lagi. Banyak yang ingin menggantikan posisimu sebagai pelayan!”Mendengar itu membuat Senja bereaksi dengan cepat. “ Saya mohon jangan pecat saya, Bu. Saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi,” pintanya dengan mata yang berkaca-kaca.Gaji dari rumah makan memang tidak seberapa, tetapi cukup untuk membayar kontrakan. Jika dipecat, Senja tak tahu harus berbuat apa. Ia merasa rugi jika kehilangan pekerjaa

  • Wanita Simpanan Suami Orang   Honor Pertama

    ***Jam Sembilan malam Senja sudah berada di sebuah café & bar tempat Tika membuat janji dengannya. Wanita itu masih terlihat mengenakan pakaian lusuh yang sama dengan yang dikenakannya saat bekerja tadi.“Tck! Nja, bisa kali kamu pakai baju yang agak bagusan dikit kalau mau masuk ke sini. Untung diizinkan masuk karena aku!” ujar Tika mengomentari pakaian Senja yang memang tak layak untuk dibawa masuk ke dalam sebuah bar.Senja memperhatikan penampilannya, tapi ia tampak tak peduli dengan hal itu. “Tik malam semaki larut. Ada apa kamu memanggilku ke sini?” tanyanya.“Sabar!”“Ini honor pertama untukmu karena berkencan dengan Mas Adit! Setelah ini, kamu akan langsung dibayar olehnya tanpa prantara dariku. Kalian sudah sepakat kan untuk berkencan diam-diam?” tanya Tika.Senja tampak terkejut. “Tapi aku sudah mendapatkan uang dari Mas Adit, Tik,” ucapnya dengan jujur.“Nggak apa-apa itu hakmu. Ini untuk kesepakatan kit. Lima Belas juta!”“Lima Belas juta? Kenapa banyak sekali?”Tika meng

  • Wanita Simpanan Suami Orang   Nayra

    ***Senja baru saja selesai mandi ketika sebuah notifikasi pesan chat masuk ke dalam ponselnya. Aplikasi berwarna hijau yang populer digunakan oleh banyak orang itu pun akhirnya menyita perhatian Senja.[Kata Tika kamu sudah nggak sabar mau bertemu denganku lagi, Senja]Setelah membaca barisan kata, Senja akhirnya tahu siapa pemilik nomor baru tersebut. “Mas Adit,” lirihnya.[Bukan begitu, Mas. Tapi, lebih cepat lebih baik karena aku membutuhkan uang secepatnya!]Segera Senja membalas.Tak lama kemudian panggilan vidio call dari Adit masuk ke dalam ponselnya. Senja pun mengangkatnya. “Halo Mas,” sapanya dengan suara yang agak serak, lantaran ia sudah mengantuk karena malam cukup larut.“Kamu menggodaku dengan suara serakmu, Nja?” Namun, berbeda dengan yang Senja rasakan, justru Adit menganggapnya lain. Senja menggeleng. “Aku mengantuk, Mas,” ucapnya menjelaskan.A

  • Wanita Simpanan Suami Orang   Kelakuan

    ***Adit menjadi uring-uringan sejak Senja tak bisa dihubungi usai ia kembali ke Jakarta. Lelaki itu berkali-kali menelpon Senja, tapi Senja yang sibuk bekerja tak sempat mengangkat panggilannya.“Sialan! Ke mana perempuan itu?” Adit bertanya pada dirinya sendiri.Pada akhirnya Adit memutuskan untuk menelpon Tika. Dalam beberapa menit keduanya telah terhubung.“Ada apa, Mas?” tanya Tika.“Di mana Senja?” Tanpa basa basi Adit langsung mengungkapkan tujuannya yaitu mencari wanita simpanannya.“Loh bukannya kalian memiliki nomor telepon masing-masing?” Tika terdengar heran.Membuat Adit berdecak sebal karena bukan pertanyaan yang sekarang dia butuhkan. Melainkan jawaban. “Di mana Senja?” ulangnya.Dari jauh Tika ikut mendecakan lidahnya. “Jam segini biasanya Senja kerja di rumah makan, Mas,” jawabnya setelah melihat jam yang melingkari pergelangan tangannya ma

  • Wanita Simpanan Suami Orang   Kebaikan Dokter Kinan

    ***Sebuah pesan masuk ke ponsel Senja. Isinya mengabarkan kalau Adit terus mencari keberadaannya. Pesan itu dari Tika.“Pantas saja banyak panggilan tak terjawab dari Mas Adit!” ujar Senja.Sekarang sudah pukul Empat sore. Dirinya pun sudah berada di rumah. Tak ingin membuat pelanggan semata wayangnya itu gelisah apalagi marah, Senja segera mengirim sebuah pesan.[Ada apa, Mas?]Sambil menunggu balasan dari Adit, Senja membereskan kontrakan. Sore ini rencananya ia akan ke rumah sakit untuk mengunjungi Andra. Mau menginap sekalian makanya ia siap-siap. Senja lupa kalau ada janji pada Adit.[Nanti malam aku ingin kita bertemu. Di mana aku bisa menjemputmu? Aku ingin kita berkencan,]Dua Puluh menit Senja menunggu balasan dari lelaki yang berani membayar mahal dirinya itu.“Nanti malam?” Senja membola. Apakah ia akan membiarkan Andra tidur sendirian lagi malam ini? Jujur Senja merasa iba. Ia ingin bersama

  • Wanita Simpanan Suami Orang   Kencan Rahasia

    ***Sepulang dari rumah sakit Senja langsung bergegas mandi. Sebentar lagi azan magrib berkumandang. Betapa wanita Dua Puluh Tujuh tahun itu bersyukur atas kesempatan yang Tuhan berikan untuk menyelamatkan Andra. Melalui dokter Kinan pengobatan Andra bisa dipercepat.Iya, meskipun berlumur dosa karena menjadi wanita simpanan, tapi Senja tak ingin benar-benar melupakan Tuhannya. Atas kehendak Yang Maha Kuasa pula Andra masih berada di sisinya hingga detik ini.Ketika keluar dari kamar mandi kontrakannya, azan magrib akhirnya berkumdang. Dengan cepat Senja mengenakan pakaian bersih. Kebetulan ia sudah mengambil wudhu sebelum masuk ke kamar.“Ya Allah ampuni hamba yang penuh dengan dosa ini. Ampuni segala yang telah hamba perbuat. Hamba tak memiliki pilihan untuk mendapatkan uang pengobatan Andra secepatnya. Namun, setelah Andra melakukan pengobatan dan dibantu oleh dokter Kinan, hamba akan bertaubat. Biarlah hamba bekerja serabutan untuk melunasi huta

  • Wanita Simpanan Suami Orang   Kepergok

    ***Makan malam mewah yang Adit siapkan untuk Senja telah selesai beberapa menit yang lalu. Namun, keduanya belum beranjak dari restoran itu.“Kamu kenapa diam saja Senja? Mentang-mentang aku mengaku nyaman, kamu jadi nggak berani bicara apapun lagi,”“Huh? Bukan begitu Mas, aku hanya bingung mau ngomong apa.”“Baiklah, ayo kita pergi dari sini dan bicara di atas ranjang!”Mendengar itu membuat pupil mata Senja melebar. Ia tahu malam ini akan berakhir di mana dirinya.“Kita sudahi saja kencan rahasia ini. Ayo pergi!” Adit menarik tangan Senja.Tenang saja, biaya reservasi sudah ia lunasi.“Mas!” Senja terseok. Kakinya yang sedang mengenakan hills 5cm sedikit membuatnya kesulitan mengimbangi langkah Adit. “Pelan-pelan, Mas. Nanti aku jatuh,” tegurnya.Namun, Adit tampak tidak peduli. Ia terus menarik tangan Senja hingga akhirnya mereka sampai di mobil

  • Wanita Simpanan Suami Orang   Nyaman

    ***Senja mengerti maksud gus Isam. Namun, ia tak bisa menerima kebaikan dari lelaki itu. Senja lalu menggelengkan kepalanya. “Nggak usah, terima kasih atas tawarannya. Saya nggak apa-apa,” ucapnya.Sorban yang gus Isam berikan ditatap lekat-lekat oleh Senja. Benaknya bertanya, haruskah menerima sorban tersebut atau mengembalikannya saja. Akhirnya Senja memilih menerima benda yang memiliki ciri khas tersebut.“Saya akan menerima ini,” Senja menutup bagian dadanya yang sedikit menonjol.Setelah itu gus Isam baru berani memalingkan wajah ke arahnya. Hanya sekali menatap saja, lalu mengalihkan pandangan lagi. “Biar saya obati dulu lukanya, Mbak,” ucapnya.“Anuuu gus sebaiknya kita langsung ke rumah sakit saja. Kyai sudah menelpon sejak tadi,” Pak Maman kembali masuk dalam percakapan Senja dan gus Isam.Abrisam menoleh padanya. Perjalanan mereka memang sedang menuju ke rumah sakit setelah pulang da

Latest chapter

  • Wanita Simpanan Suami Orang   Bab 43

    Bab 43***“Itu! Mobil putih di depan yang aku lihat pergi dari depan gang kontrakan Senja!” ujar Tika setelah merasa yakin mobil berwarna putih yang bergerak tak lazim di depan sana.“Mbak yakin tidak salah menuduh?” tanya Abrisam memastikan.Tika menganggukkan kepalanya. Dia yakin sekali mobil itu lah yang tadi dirinya lihat meninggalkan kontrakan Senja setelah menyeret Senja ke dalamnya. “Benar! Aku nggak mungkin salah,” ucapnya.Abrisam kemudian meminta pak Parman untuk sedikit menaikan kecepatan. Tak usah ragu dengan keandalan Pak Parman dalam menyetir meskipun dia tidak muda lagi. Pria itu memiliki pengalaman yang dapat diandalkan.Mobil pun bergerak cepat memepet minibus merk Toyota berwarna putih tersebut. Namun, tak terlalu dekat agar tidak ketahuan.“Tetap hati-hati Pak,” pinta Abrisam. Bagaimanapun juga dia tak ingin membahayakan nyawa siapa-siapa dalam misi penyelamatan ini.Pak Parman mengangguk paham akan kekhawatiran gus Isam.Sementara Tika terlihat semakin gelisah. Ja

  • Wanita Simpanan Suami Orang   Bab 42

    ***Senja merasa jantungnya berdegup kencang setelah pintu kontrakannya tertutup rapat dari dalam, meninggalkan Adit yang masih terpaku di tempat yang sama. Senja menggeleng, mengabaikan keberadaan lelaki beristri itu adalah hal yang sudah seharusnya dirinya lakukan.Sementara di luar, akhirnya Adit menyerah. Adit meninggalkan kontrakan Senja dengan perasaan yang penuh beban. Sepenuhnya Adit sadar Senja menjauh, dan alasan wanita itu menjauh pun dapat Adit mengerti. Senja tak ingin merusak bahtera rumah tangga yang saat ini masih mengikatnya bersama Nayra.Setidaknya itu yang Aditya pikirkan.***Tika baru saja selesai dengan urusannya ketika jam di ponselnya menunjukkan pukul dua pagi. Wanita itu menghela napas dengan berat. Kadang dia lelah dengan pekerjaannya ini, tetapi ke mana dirinya harus pergi jika ingin berhenti. Dia hidup sebatang kara. Tak ada siapa-siapa yang bisa dirinya andalkan.Tika juga tak sekuat Senja yang sanggup hidup dalam kekurangan. Dia suka kemewahan meskipun

  • Wanita Simpanan Suami Orang   Bab 41 

    *** Tentu saja tidak ada siapa pun yang Adit temukan di kontrakan mungil Senja saat dia sampai di sana, karena Senja sedang berada di masjid. Adit pun tampak kesal. Dia bahkan tak segan mengumpat karena tak melihat keberadaan pujaan hatinya. Adit tidak tahu kalau Senja telah bertaubat. Wanita itu kini fokus dengan ibadahnya. Dia tak ingin mengecewakan Andra dan suaminya di alam lain sana. Di depan gang kontrakan Senja yang sempit, Adit menunggu Senja pulang meskipun dalam keadaan kesal. Sampai akhirnya sekitar pukul Sembilan malam Senja menampakan batang hidungnya. Betapa terkejutnya Senja melihat keberadaan Adit di depan gang kontrakannya. “Mas Adit ngapain di sini?” tanya wanita itu masih dengan intonasi suaranya yang biasa. Tak ada emosi di sana meskipun dia tak suka melihat keberadaan Aditya. Mendengar suara Senja, Adit yang tadinya sedang menunggu di dalam mobil sambil memejamkan mata pun tampak terkejut. Matanya terbuka lebar, lalu disusul tebukanya pintu mobil hingga dirin

  • Wanita Simpanan Suami Orang   Bab 40

    ***“Adit!”Setibanya di rumah, Adit melihat ibunya sudah menunggu di ruang tamu. Wanita yang pernah melahirkannya itu menunggunya menghampiri.Adit tahu apa yang ingin ibunya dengar. “Nayra baik-baik saja, Ma,” ucapnya tanpa menunggu tanya.Ada helaan napas lega yang Adit lihat dari mama.“Kamu nggak menemaninya di rumah sakit?”“Adit ada pekerjaan, Ma.”“Itu hanya alasan, kan?” tanya mama curiga.Sesungguhnya iya, itu hanya alasan Adit saja.“Jangan begitu. Nayra istrimu!” tegur mama tahu jawaban Adit tanpa harus menunggu jawaban.Adit mengembuskan napas dengan berat. “Nanti Adit balik ke sana lagi, Ma,” ucapnya terpaksa. Sebenarnya melihat Nayra untuk saat ini bukan keinginan Adit. Dia lebih memilih memperhatikan aktifitas Senja.Namun, karena tak ingin membuat mamanya cemas, Adit berjanji akan datang lagi nanti.“Mama ikut saja kalau begitu!”“Nggak usah Ma, mama istirahat saja,” ucap Adit.Namun, mama menggeleng tegas. Dia akan memastikan sendiri kondisi Nayra. Bagaimanapun juga

  • Wanita Simpanan Suami Orang   Bab 39

    *** Nayra sudah tenang, kini Maya menyusul Bayu yang tadi pergi. Maya menyusuri kantin rumah sakit karena Bayu sempat mengatakan akan mencari kopi. “Pa?” Maya duduk tepat di depan Bayu begitu menemukannya. “Ada apa sebenarnya? Kenapa papa seakan sangat marah pada Nay?” tanyanya tanpa menunggu lama. Bayu yang memang sudah menantikan pertanyaan ini dari Maya pun akhirnya menceritakan apa yang tadi dia dan Adit bicarakan. Maya tampak syok. Dia tak menyangka Nayra akan berbuat seperti itu. “Mama yakin ini semua salah Adit! Nay pasti tidak puas pada Adit hingga berselingkuh!” ujar Maya tidak terima. “Tetap saja Nayra salah Ma.” “Adit juga bersalah. Kenapa dia membalas Nay dengan cara yang sama? Pantas saja Nay sakit, Adit selingkuh!” Maya benar-benar tampak kesal. Bayu hanya bisa mengembuskan napas dengan berat. Maya memang selalu mendahulukan emosi dibanding logika. “Pokoknya aku nggak terima Nayra diperlakukan seperti ini, Pa!” “Papa juga. Oleh karena itu ayo bujuk Nay untuk ber

  • Wanita Simpanan Suami Orang   Bab 38

    *** Adit menghampiri papa Bayu yang memilih duduk di taman rumah sakit. Lelaki itu tak bertanya perihal apa yang ingin mertuanya bicarakan. Dia hanya menunggu sampai Bayu membuka mulutnya.Sementara itu, Bayu tampak sedang menimbang kata yang pantas agar tak terkesan ikut campur.“Adit jangan menganggap Papa ikut campur, tapi apakah rumah tangga kalian baik-baik saja?” tanya Bayu akhirnya. Dia tak bisa diam saja melihat Nayra yang sepertinya banyak sekali menanggung beban pikiran.“Papa curiga kalian sedang ada masalah sehingga Nayra sering kali tidur di rumah. Dugaan papa benar, kan?”Adit mengangguk. Dia tak akan menutupi apa pun dari papa Bayu. “Benar Pa, kami memang sedang memiliki masalah pelik,” ucapnya menjawab segala resah dalam hati Bayu.“Apa masalah kalian, Nak?”“Papa tidak akan percaya jika aku bilang Nayra main hati dengan lelaki lain.”Bayu tersentak mendengar pengakuan menantunya. Pikiran lelaki parubaya itu mendadak kacau. Benar, dia tidak percaya putri semata wayang

  • Wanita Simpanan Suami Orang   Bab 37

    ***“Apa?” pekik Adit saat mendengar penjelasan Tika soal Nayra yang mencoba membunuh Senja.Tika memutar bola matanya. “Nggak usah sok kaget gitu Mas, sekarang tolong urus isterimu! Jangan sampai mencelakai Senja. Dia sudah terlalu banyak menderita!” ujarnya tak suka.Sepulang dari kontrakan Senja tadi, Tika langsung meluncur ke tempatnya bekerja. Dia pun membuat janji temu dengan Aditya. Lelaki itu tak pernah menolak jika tentang Senja. Oleh karena itu sekarang keduanya sedang berada di ruangan yang sama.“Aku benar-benar terkejut, Tika!” geram Adit. Dia tak menyangka Nayra berani menyakiti Senja. Bahkan hampir saja membunuhnya. “Asal kamu tahu, sejak kamarin aku dan Nayra tidak bertemu. Entah di mana dia sekarang berada. Rupanya dia sembunyi karena hampir merenggut nyawa Senja,” ucapnya menahan amarah.Tika mendengus. Sungguh, dia tak tertarik mendengar soal Nayra yang hilang entah ke mana. Tujuannya meminta bertemu dengan Adit adalah untuk mengembalikan uang yang pernah lelaki itu

  • Wanita Simpanan Suami Orang   Bab 36

    ***Usai sholat magrib berjamaah, Senja benar-benar meminta izin untuk pulang. Bahkan wanita yang sebenarnya memiliki paras lembut itu tak sempat ikut makan. Dia beralasan kunci kontrakannya tertinggal di butik tempatnya bekerja, dan harus segera dijemput sebelum butik tutup. Padahal, sejak sore butik memang sudah tidak buka.“Mbak Senja bukannya pergi karena sikap Umi saya, kan?” Abrisam tampak tak nyaman melihat kepergian Senja. Dia tak ingin mencurigai apa pun terutama mencurigai sikap Uminya, namun sejak awal Umi memang tidak ramah kepada Senja.Senja tersenyum tipis sambil mengenakan kembali sepatu lusuhnya. Dia menggeleng meskipun tebakan gus Isam benar. Mana mungkin dirinya tetap berada di meja makan yang sama dengan orang-orang yang tidak menginginkan kehadirannya di sana. “Bukan Mas … ” Senja terdiam. Kepalanya yang tadi tertunduk kini mendongak menatap gus. “Maksud saya Gus. Maaf salah menyebut panggilan,” ucapnya merasa tidak enak. Entah kenapa mulutnya terus saja salah men

  • Wanita Simpanan Suami Orang   Maunya Umi?

    ***Abi tampak tak suka mendengar ucapan Umi. “Jangan sembarangan kalau bicara, Umi. Jangan mendahului Allah,” komentar Abi. Umi sedikit terkejut, tetapi dia mengalah. Dalam hati membenarkan apa yang Abi ucapkan. Dia tak boleh terlalu berharap akan sosok Hafa untuk menjadi menantunya.Abi mengabaikannya. Abi menoleh sesaat kepada Senja. “Kalau boleh tahu siapa yang sedang bersamamu ini, ustadzah?” tanyanya kepada Hafa.Hafa yang tengah sibuk mengajak Umi bicara mengalihkan perhatiannya pada Senja. Namun, baru saja dia ingin membuka mulutnya, Abrisam sudah mendahului menjawab pertanyaan Abinya. Lelaki itu baru saja kembali dari kamarnya.“Namanya Senja, Bi,” ucap lelaki itu sambil mendudukkan diri.Sejenak dia melirik Senja yang ternyata tengah menatapnya. Secepat kilat keduanya berpaling.Senja bahkan merutuk dirinya karena terlalu lekat menatap gus Isam. Senja terpaku pada penampilan Abrisam ketika di rum

DMCA.com Protection Status