***Senja berlari tergesa menuju pintu utama rumah sakit Pelita Hati setelah turun dari ojek yang mengantarnya ke sana. "Maaf!" ujarnya saat tak sengaja menabrak tubuh seorang lelaki hingga dirinya terduduk ke lantai. Airmata mengalir di pipi wanita Dua Puluh Tujuh tahun itu, membuat lelaki yang bertabrakan dengannya merasa khawatir. "Kamu tidak apa-apa?" tanyanya dengan tangan yang mengantung mendekati bahu Senja. Lelaki itu tak bermaksud menyentuhnya. Senja mendongak, bola matanya yang dipenuhi dengan airmata bertatapan dengan lelaki itu. Namun, tak lama sebab si lelaki segera berpaling. Melihat pakaian yang dikenakan lelaki itu, Senja sadar yang tak sengaja tubuhnya tabrak adalah seorang gus muda. Dengan cepat Senja bediri lalu menangkupkan kedua tangannya. "Sekali lagi saya minta maaf. Saya nggak apa-apa. Assalamu'alaikum." Kemudian berlalu begitu saja. Meninggalkan kebingungan di kening sang gus muda. Senja berlari lagi. "Andra," lirihnya. Tak lama setelah itu, ia bertemu den
***"Silakan masuk!" tutur Adit kepada Senja saat mereka akhirnya sampai di sebuah hotel bintang Lima yang memiliki privasi. Senja menelan ludahnya dengan susah payah. Jantungnya berdegup kencang karena menduga-duga apa yang akan terjadi selanjutnya. "Kamu tuli?" Adit bertanya sinis. Sekarang Senja tahu Adit bukan lelaki yang suka basa-basi. Adit bukan pula lelaki yang sabaran. "Enggak, Mas. Ini saya mau masuk," ucap Senja. Tanpa sudi menunggu lama, pemilik nama lengkap Aditya Praja Wirata itu langsung menarik tangan Senja hingga tubuh Senja sepenuhnya masuk ke dalam kamar.Senja terkesiap. "Mas," tegurnya dengan suara yang sangat kecil. "Apa? Kamu berubah pikiran?" tanya Adit tak suka. Sejak tadi ia sudah sangat ingin melampiaskan semua perasaannya. Tak hanya soal hasrat, tapi juga kekesalan. Senja menggeleng. "Bukan begitu, tapi bisakah kita hanya mengobrol malam ini?" tanyanya. "Tidak bisa! Aku membayarmu bukan untuk mengobrol saja," Sejak mendengar itu, Senja tahu ia tak a
***Adit memandang Senja yang pagi ini masih bergelung di dalam selimut. Sementara dia sendiri sudah siap dengan setelan yang semalam ia kenakan. “Dua Puluh Juta untukmu sebagai tambahan karena semalam kita bercinta sekali lagi!” ujarnya sembari melempar segepok uang kepada Senja.Dengan hati yang penuh sesak Senja menerimanya.“Ingat jangan lupa minum pil kontrasepsi. Aku tak ingin kamu tiba-tiba menuntut pertanggung jawaban padaku karena hamil!”Kali ini Senja mengangguk. “Iya Mas,” ucapnya.Adit mendengus, lalu pergi begitu saja dari hadapan Senja. Dalam kamar yang kini hening Senja menangis. Airmata tak terbendung saat melihat sejumlah uang di dalam genggamannya. Uang yang ia dapatkan karena menjadi wanita simpanan seorang Aditya Prada Wirata.“Ampuni aku Tuhan, tapi aku sungguh nggak punya pilihan,” ratapnya.Dalam kesedihan itu, Senja tetap bersyukur karena dengan begini ia bisa mengumpulkan uang pengobatan untuk Andra lebih cepat. Buah hatinya harus diselamatkan.Di saat Senja
***Abrisam baru saja kembali dari pesantren saat menemukan sebuah amplop yang dijatuhkan seorang wanita. Niat hati ingin langsung menemui uminya, tapi terpaksa tertunda karena ingin mengembalikan amplop tersebut.Tak disangka pemilik amplop tersebut adalah wanita yang sama dengan orang yang pernah menubruknya sehari sebelumnya.Gus Isam tampak terkejut karena perempuan itu selalu saja menangis saat mereka bertemu. Sayang tak sempat ia bertanya, perempuan itu sudah pergi terlebih dulu.“Apa yang kamu pikirkan, Abrisam?”Sebuah suara mengintrupsi Isam dari lamunannya.Gus muda tersebut tampak terkejut. “Umi? Sejak kapan Umi ada di sini?” tanyanya.Umi Laila tersenyum karena anak sulungnya itu tak menjawab pertanyaannya. “Sudah sejak Lima menit yang lalu, Nak. Memangnya apa yang membuatmu melamun seperti itu?” tanyanya.Isam salah tingkah. Astagfirullah. Tak seharusnya ia mengingat wanita yang bukan mahramnya.“Apa yang mengganggumu, Isam? Cerita pada Umi,” ucap Nyai Laila.Isam ragu, h
***Senja baru saja tiba di rumah makan tempatnya bekerja kala jarum jam pendek menunjukan pukul Sepuluh pagi. Ia tahu akan mendapat masalah sebab terlambat Dua jam dari yang seharusnya.“Dari mana kamu Senja? Masih niat kerja di sini?” Begitu Senja menghadap bosnya, pertanyaan sarkas yang didengar.“Maafkan saya, Bu. Saya kesiangan,” ucap Senja meminta maaf. Tak ingin wanita itu membawa nama Andra sebagai alasan keterlambatannya.Bu Sinta, si pemilik warung makan mendengus sebal. “Enak betul jawabanmu didengnar oleh telingaku, Nja,” sindirnya.“Mulai besok tidak usah bekerja di sini lagi. Banyak yang ingin menggantikan posisimu sebagai pelayan!”Mendengar itu membuat Senja bereaksi dengan cepat. “ Saya mohon jangan pecat saya, Bu. Saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi,” pintanya dengan mata yang berkaca-kaca.Gaji dari rumah makan memang tidak seberapa, tetapi cukup untuk membayar kontrakan. Jika dipecat, Senja tak tahu harus berbuat apa. Ia merasa rugi jika kehilangan pekerjaa
***Jam Sembilan malam Senja sudah berada di sebuah café & bar tempat Tika membuat janji dengannya. Wanita itu masih terlihat mengenakan pakaian lusuh yang sama dengan yang dikenakannya saat bekerja tadi.“Tck! Nja, bisa kali kamu pakai baju yang agak bagusan dikit kalau mau masuk ke sini. Untung diizinkan masuk karena aku!” ujar Tika mengomentari pakaian Senja yang memang tak layak untuk dibawa masuk ke dalam sebuah bar.Senja memperhatikan penampilannya, tapi ia tampak tak peduli dengan hal itu. “Tik malam semaki larut. Ada apa kamu memanggilku ke sini?” tanyanya.“Sabar!”“Ini honor pertama untukmu karena berkencan dengan Mas Adit! Setelah ini, kamu akan langsung dibayar olehnya tanpa prantara dariku. Kalian sudah sepakat kan untuk berkencan diam-diam?” tanya Tika.Senja tampak terkejut. “Tapi aku sudah mendapatkan uang dari Mas Adit, Tik,” ucapnya dengan jujur.“Nggak apa-apa itu hakmu. Ini untuk kesepakatan kit. Lima Belas juta!”“Lima Belas juta? Kenapa banyak sekali?”Tika meng
***Senja baru saja selesai mandi ketika sebuah notifikasi pesan chat masuk ke dalam ponselnya. Aplikasi berwarna hijau yang populer digunakan oleh banyak orang itu pun akhirnya menyita perhatian Senja.[Kata Tika kamu sudah nggak sabar mau bertemu denganku lagi, Senja]Setelah membaca barisan kata, Senja akhirnya tahu siapa pemilik nomor baru tersebut. “Mas Adit,” lirihnya.[Bukan begitu, Mas. Tapi, lebih cepat lebih baik karena aku membutuhkan uang secepatnya!]Segera Senja membalas.Tak lama kemudian panggilan vidio call dari Adit masuk ke dalam ponselnya. Senja pun mengangkatnya. “Halo Mas,” sapanya dengan suara yang agak serak, lantaran ia sudah mengantuk karena malam cukup larut.“Kamu menggodaku dengan suara serakmu, Nja?” Namun, berbeda dengan yang Senja rasakan, justru Adit menganggapnya lain. Senja menggeleng. “Aku mengantuk, Mas,” ucapnya menjelaskan.A
***Adit menjadi uring-uringan sejak Senja tak bisa dihubungi usai ia kembali ke Jakarta. Lelaki itu berkali-kali menelpon Senja, tapi Senja yang sibuk bekerja tak sempat mengangkat panggilannya.“Sialan! Ke mana perempuan itu?” Adit bertanya pada dirinya sendiri.Pada akhirnya Adit memutuskan untuk menelpon Tika. Dalam beberapa menit keduanya telah terhubung.“Ada apa, Mas?” tanya Tika.“Di mana Senja?” Tanpa basa basi Adit langsung mengungkapkan tujuannya yaitu mencari wanita simpanannya.“Loh bukannya kalian memiliki nomor telepon masing-masing?” Tika terdengar heran.Membuat Adit berdecak sebal karena bukan pertanyaan yang sekarang dia butuhkan. Melainkan jawaban. “Di mana Senja?” ulangnya.Dari jauh Tika ikut mendecakan lidahnya. “Jam segini biasanya Senja kerja di rumah makan, Mas,” jawabnya setelah melihat jam yang melingkari pergelangan tangannya ma