Share

BAB 76

Penulis: Deana Astari
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-06 08:47:05

Savi :

Aku membelikanmu makan siang, di mall depan rumah sakit, ini sudah hampir siap.

Wanita itu mengirim pesan, membubuhkan potret dirinya yang sedang menunggu makanan. Jam makan siang kantor terasa lebih cepat datang, Aksa sama sekali tak sadar dia sudah setengah perjalanan menjalani hari yang panjang di penghujung pekan.

Me :

Mau bawa ke ruanganku?

Savi :

Yakin? Takut ada yang marah.

Aksa melepas tawanya sendirian, membaca baitan pesan Savira di dalam ruangan yang sepi. Amarahnya sudah mereda, laki-laki itu kembali berkutat dengan pekerjaan sebelum jam istirahat makan siang.

Me :

Sekalian aja bikin gaduh, biar semakin panas.

Aksa meletakan ponsel di meja, setelah menerima balasan Savira yang hanya mengirim emoticon tawa. Ia kembali melanjutkan pekerjaan, sampai sosok wanita itu muncul.

"Kamu harus berterima kasih sama aku," ucap wanita itu pertama kali. Savira mendekat, meletakan makanan yang ia bawa di meja. "Yakin nih, nggak apa-apa dibikin panas?"

"Terka
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 77

    Keesokan harinya, Aksa memutuskan kembali mengganggu Lara di hari Sabtu yang tenang. Persetan dengan kemarahan wanita itu, karena setiap hari, Aksa berjanji akan selalu merecoki kehidupan Lara. "Apa yang dokter lakukan di sini?" See? Bahkan hanya mendengar suara kesal wanita itu Aksa sudah merasa cukup. Aksa mengamati penampilan Lara, tanpa kemeja formal dan make up di wajah, wanita itu berdiri hanya dalam balutan daster rumahan yang berlubang di bahu sebelah kanan. Kesederhanaan Lara yang selama ini justru mampu membuat Aksa tertarik lebih dalam, lalu tanpa sadar, wanita itu sudah menjadi poros dunia. "Main, ini hari Sabtu, hari libur." "Saya tidak bisa, saya sudah ada rencana." "Aku memaksa." "Dok—." "Aku tunggu di mobil, aku nggak akan pergi sebelum kamu ikut pergi menemaniku." Aksa mengancam, menyunggingkan senyum tipis saat menemukan raut wajah Lara yang kesal. Tanpa mengucap satu patah kata lagi, Aksa berjalan meninggalkan kamar Lara, kembali ke dalam mobil,

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-07
  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 78

    Satu lembar kertas yang merubah takdir manusia begitu cepat. Bola mata Lara menatap kosong ke tengah meja, tempat di mana Bagas menyerahkan hasil pemeriksaan yang beberapa hari lalu sempat ia jalani. Nyalinya menciut, keberanian yang sudah ia pupuk sedemikian besar sebelum datang ke tempat ini tiba-tiba menguap hilang. "Silahkan dibaca," perintah Bagas, kembali mendorong kertas itu semakin dekat ke ujung. "Apa hasilnya baik?" Mata Lara menatap penuh harap, ke manik mata hitam dengan iris yang tajam. Saat menemukan bola mata itu melarikan diri, Lara sadar, ada sesuatu yang tidak baik terjadi di dalam tubuhnya. Satu air mata mengalir pelan, disela isakan yang coba Lara tahan sedemikian kuat. "Masih ada harapan, Laraa." Bagas mendekat, mencari bola mata Lara yang kini terpejam. "Aku pasti memberikan terbaik dari apa yang aku miliki." Lara masih terisak, tangannya menghapus bekas air mata di sekitar wajah. Senyum tipis tak bisa menutupi kesedihan yang ia rasakan, justru bibir be

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-24
  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 79

    Bagas menangkap sesuatu yang tidak baik, dan laki-laki itu hanya bisa mendesah pelan ketika menemukan bola mata Lara yang menatapnya penuh harap. Dia tidak bisa menolak keinginan wanita itu. "Apapun rencana di otakmu, aku tekankan, suatu saat Aksa pasti tau dengan kondisimu. Hal yang justru semakin menyakiti laki-laki itu." Tidak ada yang mudah dari setiap pilihan hidup yang diambil. Lara sadar, hidupnya terlalu rumit untuk menarik orang lain masuk ke dalam derita. "Saya akan bertanggung jawab penuh dalam keputusan yang saya ambil." Lara menguatkan hati. Perjalanan panjang kehidupan Lara menghadapkan begitu banyak cerita dan rasa. Lara sadar, dirinya terlalu kerdil disandingkan dengan takdir. Ia hanya bisa menjalani jalan cerita yang sudah tertulis sebaik yang ia mampu. Karena terkadang, manusia bisa menemukan makna hidup dari cerita orang lain. Hari yang berat terpaksa dilewati, Lara baru saja menghadap bagian SDM untuk memperjelas status pengunduran dirinya. Seperti yang i

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-24
  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 80

    Ada satu hal yang tak bisa ditolak saat kamu meminta bantuan, yaitu; kamu harus siap dituntut untuk membalas bantuan yang diberikan. Ini kedua kalinya Lara menolak, tetapi Bagas kembali mengungkit bantuan yang ia berikan, dan kembali memaksa Lara mengikuti kemauan laki-laki itu. "Hanya datang menemaniku ke pesta, Lara. Aku rasa itu tidak terlalu sulit, di sana banyak makanan enak, anggap saja healing," tuntut Bagas melalui panggilan telepon. Lara tidak pernah datang ke pesta, apalagi bersama laki-laki. Satu-satunya laki-laki di luar keluarga dalam hidupnya selain Aksa hanyalah Joko, itupun keduanya sama-sama cupu, ke luar kos hanya sekedar untuk makan di pinggir jalan, atau warung makan sederhana. "Foto yang kamu minta itu sangat berarti. Kamu bisa pakai foto itu untuk mengelabui orang-orang yang mengenalku, lalu memanfaatkan demi keuntungan pribadi." Bagas terlalu berlebihan, semua yang ia tuduhkan sama sekali tidak pernah terbersit di otak Lara. Wanita itu hanya menggunakan

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-25
  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 81

    Tidak ada kata damai saat bersama Bagas, sepanjang jalan yang tak pernah sepi, karena laki-laki itu masih saja terus menggoda Lara, sampai mobil mereka berhenti di basement hotel. Tempat luas yang sepi, hanya berisi sederet mobil mewah berjejer rapi. Tentu saja sepi, karena tidak semua manusia penghuni Jakarta bisa makan di tempat ini. "Pasti semua yang datang orang kaya ya, dok?" tanya Lara, berjalan di samping Bagas dengan rasa ingin tahu yang besar. Matanya menikmati ornamen-ornamen antik di sepanjang lorong masuk lobi, ada motor-motor antik dan kursi-kursi kayu aestetik. Beberapa lukisan di dinding juga cukup menarik perhatian. "Iya, tapi jangan berfikir untuk jual diri, karena kalau kamu butuh uang, aku saja yang beli kamu pakai mahar." Lara memukul bahu Bagas, laki-laki itu mengaduh padahal pukulan Lara sama sekali tidak terasa sakit. Keduanya masuk ke dalam lift, menekan tombol angka sepuluh, tempat di mana acara pesta digelar. "By the way, ini acara pesta apa?" Lar

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-25
  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 82

    Savira pun tak berani mengganggu, sepanjang acara yang seharusnya menyenangkan justru berubah menjadi menegangkan. Aksa diam, hanya sesekali membalas sapaan beberapa orang yang mengenalnya. "Kita pulang aja yuk," pinta Aksa. Wanita di sampingnya menolak mentah-mentah ajakan Aksa. "Aku masih mau nunggu sampai DJ-nya perform, Sa. Udah terlanjur keluar malam, sekalian aja, belum tentu besok bisa lagi." Jadwal padat keduanya cukup sulit untuk mencari waktu seperti sekarang. Aksa dengan pekerjaannya yang padat, dan Savira dengan rutinitas sebagai dokter dan juga dosen. Mendengar permintaan Savira, Aksa tak bisa menolak. Ia masih ingat alasan wanita itu memaksa Aksa menemaninya datang ke tempat ini, yaitu; karena hiburan salah satunya adalah DJ yang wanita itu suka. Aksa menahan keinginan untuk pulang, meskipun sepanjang pesta laki-laki itu menekan derita. Aksa sama sekali tidak beranjak dari sofa, ia menghindari sudut belakang di mana Lara berada. Malam semakin larut, acara pun

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-26
  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 83

    Dinginnya malam, mencekat jiwa-jiwa perindu. Hujan baru saja mengguyur kota Jakarta, membekas tanah basah di mana-mana. Langit gelap masih tetap menjanjikan hujan deras, meskipun air belum juga surut diserap tanah. Dua manusia bertahan saling mendiamkan, di dalam mobil yang berhenti di pinggir taman. Tempat yang biasanya ramai, malam ini terlihat sepi, menyisakan pemandangan air mancur yang tak beroperasi. Tidak ada yang bersuara, membiarkan suara rintik air hujan mendominasi. Setelah pengakuan Lara, Aksa membawa wanita itu melarikan diri dari acara, memaksa masuk ke dalam mobil yang entah ia tujukan ke mana. Dan di sini-lah keduanya berakhir, di sebuah tempat yang tak ada dalam rencana. "Kamu berbohong tentang hubunganmu dan Bagas," tuduh Aksa. Kalimat itu menyudut langsung, tanpa berniat membiarkan keraguan datang. Sepi sudah terurai, menegaskan dingin yang semakin mencekam. "Benar atau salah-nya, itu bukan urusan dr. Aksa." "Kamu masih mau mengelak dengan perasaanmu?"

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-26
  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 84

    Aksa menyatukan bibir keduanya, mengabaikan keterkejutan Lara. Ia menyesap langsung hingga ke dalam, seperti manusia kehausan, meneguk dahaga dari satu-satunya sumber mata air yang ia inginkan. Bibir tebalnya mengulum penuh tekanan, menunjukan pada Lara bahwa dia menginginkan wanita itu sebegitu besarnya. Kepasrahan Lara semakin memacu sisi dominan Aksa, laki-laki itu membawa tubuhnya bertumpu lutut, menjulang besar menghimpit tubuh Lara yang kurus. Tangannya menahan wajah Lara, sementara bibirnya tak berhenti bergerilya. Aksa semakin masuk mencari kehangatan, ketika sambutan amatir wanitanya terasa lembut membelai. "Dok—." Lara kewalahan, wanita itu mencoba melepaskan bibir tebal Aksa, tetapi tangan besar itu justru turun menyusur dan berhenti di leher, melingkar di sana membatasi pergerakan. Aksa menekan tanpa menyakiti. Ia belum selesai, tak ingin mengurai secepat itu. Tubuh Lara menikmati rasa hangat yang tiba-tiba membuai lembut. "D—dok." Lara tak mampu membendung gejol

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-29

Bab terbaru

  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 100 - ENDING

    Mata Aksa terpejam mendengar kalimat Lara, menyusup ngilu yang pelan-pelan menjalar dari dada ke ujung syaraf nadi di seluruh tubuhnya. Rasa yang berusaha ditekan, justru kembali diungkit di bawah langit jingga sore yang seharusnya romantis. "Dok ..." panggil Lara sekali lagi. "Permintaanmu terlalu sulit, Lara." "Cuma satu." "Tapi itu adalah hal tersulit untuk kukabulkan." Wajah Aksa memias, sudut matanya berkerut menahan sesak. Laki-laki itu memalingkan muka, mengalihkan perhatian dari Lara, ketika saat ini wanita itu berubah menjadi sosok yang menyakiti. "Aku tidak bisa." "Dan dokter baru saja berjanji untuk mengabulkan permintaanku." Aksa mengisi kekosongan dada dengan oksigen sebanyak mungkin, mengurai gelisah, menekan rasa sedih yang datang. Adalah hal yang paling ia takuti, kehilangan istrinya. Seorang wanita yang arti kehadirannya terlalu besar, bahkan hanya sekedar membayangkan kehidupannya tanpa Lara pun Aksa tak bisa. "Aku akan selalu mencintaimu," ucapnya li

  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 99

    Two years later Seorang wanita dan laki-laki duduk memandang hamparan laut berwarna biru, di bawah langit yang indah, di bibir pantai. Kedua tangan mereka saling menggenggam, si wanita duduk di atas kursi roda, sedang si laki-laki duduk beralaskan pasir pantai yang putih. Tubuh si laki-laki basah, bertelanjang dada dengan pasir yang menempel di beberapa bagian tubuh laki-laki itu. Senyum terpatri di kedua wajah yang tidak menatap ke arah sama, pandangan si wanita mengunci ke arah laki-laki di sampingnya, sedang laki-laki itu justru mematri netranya ke arah ombak kecil-kecil yang menggulung di bibir pantai. "Aku menemukan dua pemandangan terindahku sore ini," sela si wanita, menarik perhatian laki-laki di sebelahnya. Tersenyum tipis, Aksa mengalihkan perhatian dari pantai ke istrinya yang sedang menatap ke arahnya. "Apa itu? Aku ingin tau." "Pantai dan kamu." Rayuan amatir yang terdengar basi, tetapi sukses membuat laki-lakinya melengkungkan bibir, tersenyum malu-malu. Laki

  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 98

    Dua hari setelah menikah, Lara diperbolehkan pulang. Bagas yang baru saja mengecek kondisi Lara sudah cukup yakin wanita itu layak dipulangkan, dengan beberapa terapi terjadwal yang nantinya harus dipatuhi wanita itu. "By the way, selamat atas pernikahan kalian berdua," ucap Bagas ditengah kunjungannya. "Thank's." "Kalian berdua—, terlihat serasi bersama," tambah laki-laki itu lagi, kalimat yang justru terdengar janggal diucapkan seorang Bagas Ganendra. "Gue cabut dulu, masih ada beberapa pasien yang butuh divisit." Bagas langsung meninggalkan ruang rawat inap Lara, tetapi Aksa mengejar lalu menahan laki-laki itu di depan pintu luar ruang rawat inap. "Kenapa?" tanya Bagas, menemukan Aksa yang tiba-tiba menghentikan langkahnya. "Ada yang mau gue tanyain." "Lara sudah baik, bisa beraktivitas seperti biasa," jawab Bagas, bahkan saat Aksa belum menyampaikan pertanyaannya. "Aktivitas seperti biasa, kalau—, buat 'itu' boleh kan, Gas?" tanya Aksa ragu, jujur saja dia khawatir

  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 97

    Lara kembali mengeratkan pelukan, menggelengkan kepala berkali-kali menolak kalimat yang terucap dari bibir laki-laki itu. Ayah tidak menjaga Lara, karena fokus dengan penyembuhan ibu, dan Lara sebagai anak perempuan memang harus bisa menggantikan posisi ayahnya menjaga Lira. "Maafkan, Lara ya, Pak. Lara justru jauh, ndak bisa jaga Bapak yang sudah sepuh. Membebankan masa muda Lira untuk ikut menjaga ibu." Tak lagi ada yang bisa menahan, tangis keduanya lepas di tengah malam diantara sepi yang menyengat. Ayah dan anak tengah berjuang melawan kesedihan masing-masing. Keesokan pagi, Lara bangun dengan suasana yang berbeda. Beberapa kursi tambahan sudah disiapkan, ada hiasan bunga asli yang terpajang menghiasi ruang rawat inap Lara. "Hey, kamu tidurnya lelap banget, Yank. Aku nggak tega mau bangunin," sapa Aksa, di sela usaha Lara mendudukan tubuh. Wanita itu masih bingung menatap sekitar, ada beberapa orang yang ia kenal sedang berkumpul di ruang rawat inapnya. "Nggak usah d

  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 96

    "Kenapa Bapak—, melihat Lara seperti itu?" tanya Lara pelan. Matanya yang hendak terpejam kembali terbuka lebar. Lara yang terbangun di sela tidur lelapnya menemukan ayah-nya yang masih terjaga, duduk di kursi penunggu di samping ranjang, menatap Lara tanpa sedikitpun kantuk datang. "Pak ..." "Anak Bapak ayu," puji Pak Darmo. Lara berdecak, tersenyum tipis sambil mengalihkan perhatian. "Anak Bapak ayu, luwes, dan ... apa lagi ya? Bingung Bapak." Laki-laki paruh baya itu tersenyum hambar, bibirnya terangkat naik tetapi berbanding terbalik dengan matanya yang justru meloloskan air mata. "Bapak bangga—, punya anak seperti Lara." "Yaa, namanya anak sendiri, pasti selalu dipuji kan, Pak?" Lara pun sama, matanya membasah, padahal topik utama pembahasan keduanya malam ini sama sekali bukan tentang kesedihan. Sore tadi, ayah Lara sampai di Jakarta dan langsung ke rumah sakit. Laki-laki itu ke datang bersama Lira dan Pakdhe Ratno yang akan menjadi saksi pernikahan. Menemukan Lara

  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 95

    Malam semakin larut, Aksa juga butuh istirahat agar esok tenaganya kembali utuh. Sebelum beranjak pergi, Aksa sempat merasakan gerak tangan Lara yang tiba-tiba. Laki-laki itu menahan langkah, memusatkan perhatiannya ke arah jari Lara yang kali ini masih tak berubah posisi. Cukup lama Aksa diam berdiri kaku, lalu menyerah saat merasa bahwa apa yang baru saja ia lihat hanyalah ilusi. "Aku butuh tidur," gumam Aksa. Laki-laki itu terlampau lelah, dan terlalu berharap banyak Lara segera sadar. Aksa sering bermimpi wanita itu kembali berada di sisinya, mengerucut sebal ke arahnya. Demi Tuhan, menemukan wajah cemberut Lara lebih indah daripada melihat wanita itu yang terbujur lemas tak sadarkan diri. Di ruang suite rawat inap, ada satu ranjang penunggu yang setiap hari Aksa gunakan untuk tidur. Laki-laki itu baru saja menyiapkan selimut sebelum tiba-tiba suara lirih kembali menarik perhatian laki-laki itu ke tengah ruangan. "Bu ..." Suara lirih Lara memanggil ibunya. Aksa berjal

  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 94

    Aku menciptakan objek yang bisa kubenci, kujadikan tempat untuk meluapkan keputusasaan. Aku butuh tempat untuk melepas semua kekecewaanku pada takdir, tetapi tanpa sadar, justru dia-lah tempatku menemukan kehidupan. Seandainya penyesalan bisa mengembalikan waktu, aku pasti banyak-banyak merayu Tuhan untuk kembali membawaku di pertemuan pertama. Tetapi sayang, penyesalan ini sama sekali tidak berarti. Aku menyerah, di penghujung waktu yang sudah berbatas. *** "Bagaimana kabar, Lara?" Seorang wanita paruh baya berdiri di belakang Aksa. "Lara baik, Lara kuat, Ma." Satu tangan wanita itu terulur ke bahu Aksa, menyalurkan kehangatan memberi kekuatan. Wanita itu sadar, apa yang sedang dialami anak laki-lakinya saat ini tidak-lah mudah. Jatuh cinta, lalu kembali diuji setelah bersama. "Mama selalu berdoa yang terbaik untuk Lara." Aksa tersenyum masam, senyum yang digunakan hanya sebatas untuk menjaga kesopanan. Senyum yang tidak benar-benar ada, karena perasaannya sudah dipenuh

  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 93

    "Lo bohong kan, Gas? Katakan kalau apa yang lo ucapin itu cuma omong kosong," mohon Aksa, tapi Bagas hanya diam. "Lebih baik, gue tau lo deket sama Lara sebagai seorang laki-laki dan perempuan, ketimbang tau kalian dekat karena Lara sebagai pasien dan lo sebagai dokter-nya." Kalimat itu diucapkan dengan bibir bergetar, ada ketakutan yang kentara di setiap kalimat yang keluar dari bibir Aksa. "Sorry, Sa. Gue mengatakan apa yang benar-benar terjadi," tambah laki-laki itu pasti. Dada Aksa sesak, tubuhnya yang kuat sama sekali tak bisa menopang dirinya sendiri. Laki-laki itu kembali mendudukan tubuhnya di kursi penunggu, membelakangi Bagas yang masih terpaku. Cukup lama mata laki-laki itu terpejam kuat, disaat kesedihan terlalu sulit ditekan. Selama ini, Aksa merasa dia-lah satu-satunya laki-laki yang paling mengenal Lara, nyatanya tidak. Dia sama sekali tidak mengenal wanita itu, atau mungkin? Dia adalah satu-satunya orang yang tidak dilibatkan dalam masalah yang sedang Lara hada

  • Wanita Rahasia Dokter Arogan   BAB 92

    Tiga hal yang paling ditakuti dalam hidup; rasa sakit, kematian dan kehilangan. Namun, tiga hal itu yang paling banyak ditemui dalam lembaran cerita manusia, tentang rasa sakit dan saling menyakiti, tentang lahir lalu mati, dan— tentang menemukan lalu kehilangan. Tidak ada cara untuk menghindar, kapanpun dan dengan cara bagaimana. Semua berporos pada takdir Tuhan yang terikat di setiap manusia yang lahir dan bernafas di dunia. Di sebuah ruangan putih luas dengan properti mewah yang sama sekali tidak mengurangi ketegangan di dalamnya. Kesedihan teramat mendominasi, dibalut dalam gelapnya malam yang semakin menyengat sepi. Aksa masih bertahan, duduk di kursi penunggu samping bed perawatan Lara, sudah lebih dari dua puluh empat jam wanita itu tidak sadarkan diri, sudah dua kolf transfusi darah yang masuk ke dalam tubuh wanita itu, tetapi Lara tak kunjung membuka mata, masih setia beristirahat dalam tidurnya yang lelap. Selama satu hari yang sama, Aksa tidak meninggalkan kamar rawa

DMCA.com Protection Status