Home / Romansa / Wanita Penjual Bunga / Dipertemukan Lagi

Share

Dipertemukan Lagi

Author: Ariyatna_R
last update Last Updated: 2022-01-06 15:30:29

"Hey! Sstt, diam!" 

"Tidak. Mohon lepaskan aku, aku ingin pulang!"

Metha terus memberontak. Kedua pundaknya dicekal kuat oleh Robert dan diseret untuk masuk ke dalam rumah. 

"Kenapa kau memaksaku!" teriak Metha menatap Robert yang berada di dekatnya dengan nyalang.

"Saya tidak akan memaksamu jika kau menurut!"

Bruk!

"Aws," Metha meringis mengusap pinggangnya yang terasa sakit akibat Robert mendorong tubuhnya pada kursi dengan kasar.

"Dasar gadis pembangkang!" desis Robert. Ia menatap Metha dengan senyuman miringnya.

Metha menggelengkan kepalanya kuat saat tangan kekar Robert akan menyentuh dagunya. Ia berusaha berdiri dari duduknya. Namun, sangat susah. Robert kembali menekan pundaknya.

"Lepaskan aku! Dasar pria tua!" bentak Metha. Ia terus mencoba untuk berdiri.

"Ouh, ternyata kau sudah mulai berani membentakku, gadis kecil!" Robert memperlihatkan wajah kagumnya. Ia tidak percaya jika Metha si gadis polos nan lugu berani membentaknya barusan.

Sepertinya ia harus mengapresiasikan ini. Ia memberikan dua jempol untuk keberanian Metha.

"Lepaskan aku!" teriak Metha lagi. Sangat tidak peduli dengan ucapan Robert barusan. Untuk sekarang ia harus mementingkan keselamatan dirinya. Jangan sampai ada sesuatu buruk yang akan terjadi di sini, ia tidak mau.

"Akh," Metha berteriak sakit. Kedua pundaknya benar-benar ditekan kuat oleh Robert.

Robert menyeringai melihat ekspresi yang ditunjukkan Metha. Ia memperkikis jarak di antara keduanya.

"Mulai malam ini kau akan menjadi milikku, Sayang," bisik Robert tepat di telinga Metha.

Metha menggelengkan kepalanya. Otaknya terus saja berputar, mencari cara agar ia bisa terlepas dari pria pedofil ini.

"Kenapa kau diam, huh? Apakah kau sudah berpasrah?" bisik Robert lagi. Lebih tepatnya mengejek, ia terkikik kesenangan.

Metha masih saja diam. Ia menatap sekelilingnya berharap ada sebuah barang yang dapat ia gunakan sebagai penyelamat dirinya. Hingga tatapannya tertuju pada satu titik. Dalam hati ia tersenyum kecil, ternyata Dewi keberuntungan sedang berpihak padanya.

Robert menarik tangannya dari pundak Metha. Sedari tadi bibirnya tidak berhenti untuk tersenyum. Bukan senyuman manis melainkan senyuman devil.

Dengan perlahan tangan kekarnya bergerak ke atas untuk membelai leher Metha yang sudah basah akibat keringat dingin.

"Bagus, sekarang kau sudah jin-"

Bugh!

"Aarrgghh!"

Bruk!

Tanpa menyia-nyiakan waktu Metha berdiri dari duduknya dengan cepat. Menatap Robert yang sudah tergeletak pingsan di atas karpet dengan memegang tengkuknya. Apakah ia terlalu jahat telah membuat orang tua pingsan? 

Metha melemparkan botol bekas alkohol ke atas kursi yang berhasil telah membuat Robert seperti itu.

Sebelum Robert kembali sadar Metha berlari ke luar dengan tergesa. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Ia sangat berharap Robert tidak mengingat dengan kejadian ini. Meski itu tidak benar-benar yakin.

Metha terus berlari menyusuri sepanjang trotoar. Beruntung, tidak ada orang di jalan ini membuat ia sedikit tenang.

Setelah dirasa cukup jauh dengan kediaman Robert ia memelankan pergerakan kakinya. Berhenti sejenak menatap ke depan yang melenggang kosong, memegang kedua lututnya dengan napas ngos-ngosan. Ia mengatur napas terlebih dahulu agar sedikit tenang sebelum kembali melanjutkan langkahnya.

Metha merasa jika hari ini benar-benar hari kesialan bagi dirinya.

Berawal di pertemukan dengan pria sok berkuasa nan arogan. Hingga kini hampir akan diperlakukan buruk oleh pria tua yang sama halnya penuh arogan.

Kenapa ia harus dipertemukan dengan mereka?

Metha kembali menegakan badannya. Ia tidak tahu sekarang sudah jam berapa, semoga saja belum sampai jam sembilan malam.

Kaki kanannya mulai ia langkahkan kembali. Kesunyian malam hari mengelilingi dirinya. Angin malam membelai lembut kulitnya membuat ia merinding kedinginan, apalagi ia hanya memakai kaos kebesaran itu pun bahannya tidak terlalu tebal.

Suara-suara serangga yang memenuhi indera pendengarannya membuat Metha merasa tidak terlalu kesepian. Tidak ada satu pun angkot yang melaju membuat ia melangkah sedikit tergesa agar cepat-cepat sampai ke rumah. Biar saja bahan dagangannya ia ambil besok pagi, ia tidak ingin Luxe bertanya-tanya tentang Robert dan apa yang telah terjadi dengan dirinya.

Byur!

"Akh," Metha terpekik kala ada sesuatu yang mengguyur badannya. Ia menatap ke bawah dengan mulut yang ternganga lebar, ia benar-benar kaget.

Basah dan kotor! Itulah kondisi pakaian yang ia kenakan sekarang.

Metha menoleh ke samping dengan cepat untuk melihat sang pelaku. Di sana terdapat sebuah mobil sport yang berhenti. 

Ia mengerutkan keningnya, sepertinya ia mengenal mobil sport itu.

"Mohon maaf, Nona. Apakah kau baik-baik saja?" tanya Philip menghampiri Metha dengan wajah yang merasa bersalah.

Ya, pelakunya adalah Philip dan pemilik mobil mewah itu adalah Peter.

Di satu sisi Metha ingin marah-marah karena pakaiannya jadi kotor dan basah. Tapi, melihat wajah Philip yang seperti itu membuat ia mengurungkan rasa amarahnya.

"Nona, apakah kau baik-baik saja?" tanya Philip lagi ketika Metha tidak kunjung membuka suara.

Metha tersenyum kecil menanggapinya. Ia merasa baru pertama kali ada seorang pria yang perhatian terhadap dirinya.  "Kau tenang saja aku tidak apa-apa. Namun ...." Ia menundukkan kepalanya.

Philip sangat paham apa yang dimaksud Metha. Karena ini memang salah satu penyebabnya membuat ia merasa bersalah.

"Sekali lagi saya mengucapkan mohon maaf. Tadi saya tidak sadar jika ada genangan air di tengah jalan dan akhirnya Nona lah yang menjadi korbannya. Tapi, sebagai permintaan maaf izinkan saya membawa Nona pergi ke salon untuk mengganti pakaian Nona yang sudah basah dan kotor seperti ini," tawar Philip.

Metha tertegun dengan tawaran Philip barusan. Jika pria lain yang menjadi pelakunya sudah pasti ia akan diolok-olok bahkan sampai merekamnya dan dibagikan ke sosial media, ia sudah mengalami kejadian ini waktu dulu.

Akan tetapi, sangat berbeda dengan Philip. Dia sama sekali tidak mengolok dirinya. Akh, sepertinya Philip merupakan keturunan para dewa, begitu sangat baik.

"Bagaimana, Nona?" tanya Philip memastikan.

"Eum ...."

"Tidak!"

Metha dan Philip mengalihkan pandangannya kala sebuah suara menyela ucapan Metha.

"Aku tidak mengizinkan itu!" ucap Peter tegas. Melangkah mendekati Philip dengan penuh arogan. Ia membenarkan letak maskernya yang kemudian menautkan kedua tangannya di belakang pinggang.

Philip yang menyadari dengan kehadiran Peter buru-buru ia membungkukan badannya dan berdiri di samping belakang Peter.

Sedangkan Metha memutar bola matanya malas. Lagi-lagi ia harus dipertemukan dengan pria sok berkuasa ini.

"Kau sudah pantas seperti itu. Sangat terlihat seperti seekor luntung yang sedang mencari makanan," Peter tersenyum mengejek. Entahlah ia sangat suka menghina wanita lusuh yang berada di depannya.

"Mohon maaf, Tuan. Kasihan Nona ini jika kita tidak segera membawanya ke salon, dia pasti akan kedinginan," jelas Philip berharap Peter mengeluarkan rasa empatinya.

"Aku tidak peduli."

"Tapi-"

"Sudahlah, kalian tidak perlu bertanggungjawab dengan membawaku ke salon. Aku bisa mengganti pakaianku di rumah," jelas Metha menyela ucapan Philip yang akan berprotes kembali.

Tanpa menunggu jawaban, Metha melangkahkan kakinya menjauhi mereka sebelum ia benar-benar kedinginan.

Tidak mempedulikan Philip yang terus saja berucap. Ia mengusap-usap kedua tangannya bermaksud untuk memberikan kehangatan walau hanya sedikit.

"Berhenti melangkah!"

Related chapters

  • Wanita Penjual Bunga   Salon

    Langkah Metha langsung terhenti kala mendengar perintah yang dilontarkan Peter. Ia hanya menghentikan langkahnya saja. Namun, tidak dengan membalikan badannya, seakan menunggu Peter untuk melanjutkan ucapannya."Ganti pakaianmu terlebih dahulu!" Peter berucap dengan nada begitu datarnya.Metha memutar kedua bola matanya malas. Tadi saja Peter mengolok-olok dirinya dan sekarang ... dia malah menyuruh dirinya untuk berganti baju seperti apa yang ditawarkan Philip tadi.Metha kembali membalikan badannya. Menatap Peter yang ternyata sedang menatap dirinya juga, ia memberikan tatapan tak kalah datar. "Tidak sudi!" balasnya terkesan sangat sarkas. Biar saja, Metha sudah sangat kesal dengan sikap Peter terhadap dirinya."Nunduk ke bawah!" titah Peter tegas.Metha mengernyit. Awalnya ia tidak mau, apa-apaan menuruti perintah tak berguna dari Peter itu. Namun, entah dorongan dari mana ia malah menundukan kepalanya. Tiba-tiba kedua mata yang semula dib

    Last Updated : 2022-02-13
  • Wanita Penjual Bunga   Pria Angkuh

    “Terima kasih, Bu. Semoga suka sama bunganya,” ucap Metha dengan penuh ceria. Ya, meski ucapan tanda terima kasihnya tidak pernah dibalas oleh para pembeli. Namun, itu semua tidak membuat semangatnya runtuh, ia sudah terbiasa seperti ini.Ibu yang disebut sebagai pembeli tadi sudah melenggang pergi dari hadapan Metha dengan raut wajah yang seperti tidak puas dengan barangnya. Bukannya apa, ia membeli bunga pada Metha karena toko langganannya sedang tutup. Sehingga ia terpaksa beralih pada si anak lusuh penjual bunga keliling.Senyuman tipis masih terukir di bibir pucat Metha, ia membereskan barang dagangannya yang sempat berantakan akibat pembeli tadi mengacaknya untuk memilih bunga yang diinginkan. Setelah selesai, kaki kanannya mulai merangkak naik pada kayuhan sepeda yang separuh penginjakannya sudah patah.“Hiks … hiks, ibu!”Metha langsung menghentikan pergerakan kakinya. Ia terdiam, menajamkan kedua telinganya un

    Last Updated : 2022-01-06
  • Wanita Penjual Bunga   Pulang Lebih Awal

    Philip meneguk ludahnya kasar. Baru saja ia memotong perkataan Peter tanpa sengaja, ini benar-benar terasa spontan.Peter melirik Philip yang berada di samping kanan sedikit ke belakang dengan tatapan nyalang.Philip yang menyadari tatapan itu langsung membungkukkan badannya. "Mohon maaf tuan muda. Saya benar-benar tidak sengaja memotong ucapan Anda," jelasnya berusaha menutupi rasa takut terhadap tuannya.Peter sama sekali tidak menjawab, tatapannya kini kembali tertuju pada si wanita sok pahlawan yang masih menantang angkuh di depannya.Kedua mata hazel itu menelisik beberapa kali pada ujung kaki sampai ujung rambut Metha yang sama sekali tidak ada bagusnya. Semuanya terlihat menjijikkan dalam pandangannya."Ini yang dinamakan pahlawan kesiangan?" tanya Peter pada diri sendiri. Namun, suaranya terdengar oleh yang lain. Bahkan, dari nadanya pun terdengar sangat meremehkan.Dagu yang semula di angkat tinggi-tinggi itu kini terjatuh tanpa di

    Last Updated : 2022-01-06
  • Wanita Penjual Bunga   Mengantarkan Pesanan

    "Ada apa kau memanggilku, Dad?"Sosok pria tua yang usianya hampir berkepala enam berbalik. Ia menatap datar sang putra semata wayangnya, berjalan mendekat dengan gaya penuh wibawa."Satu bulan lagi kau sudah menginjak usia ke dua puluh tujuh tahun!""Lalu?" tanya Peter menatap ayahnya tidak kalah datar. Pembicaraan tentang hal ini lah yang membuat ia benci.George, ayah dari Peter melipatkan kedua tangannya di depan dada. "Apa kau lupa atau pura-pura lupa?"Peter tidak menjawab, ia masih menatap George datar. Membiarkan George untuk berbicara lebih lanjut, meski ia sudah tahu apa yang akan pria tua itu bicarakan.Peter benar-benar sudah enggan untuk bersikap santun pada sang ayah. Ia sudah besar layaknya macan, tidak seharusnya George mengatur dirinya bagaikan kucing kecil yang masih penurut."Seharusnya kau sudah mempunyai calon istri sejak satu tahun yang lalu! Atau bahkan sekarang seharusnya kau sudah menikah!" jelas George terkes

    Last Updated : 2022-01-06
  • Wanita Penjual Bunga   Hampir Dilecehkan

    "Sagara?" panggil Metha dengan mengerutkan keningnya heran. Ia menarik kembali kakinya yang sudah berpijak pada tangga untuk masuk ke dalam mobil. Seorang pria yang dipanggil Sagara mendekat ke arah Metha dengan senyuman lebar yang tercetak jelas di wajah manisnya. "Apakah kau mau mengantarkan pesanan?" tanya Sagara setelah berdiri di hadapan Metha. Metha tersenyum canggung. "Iya," jawabnya singkat. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi. Sagara merupakan salah satu rekan kerjanya di toko bunga. Badannya tidak terlalu tinggi, rambut yang bergelombang dan kulit yang berwarna sawo matang. Ia selalu saja berusaha mendekati Metha, meski Metha membalasnya dengan singkat atau bahkan tidak merespon. Bukannya Metha sok jual mahal tidak ingin didekati oleh pria berambut gelombang itu. Namun, wajahnya yang terlihat licik membuat ia harus waspada. "Kebetulan banget aku juga ingin mengantarkan pesanan, bagaimana jika kita bareng-bareng?" ajak Sagara

    Last Updated : 2022-01-06

Latest chapter

  • Wanita Penjual Bunga   Salon

    Langkah Metha langsung terhenti kala mendengar perintah yang dilontarkan Peter. Ia hanya menghentikan langkahnya saja. Namun, tidak dengan membalikan badannya, seakan menunggu Peter untuk melanjutkan ucapannya."Ganti pakaianmu terlebih dahulu!" Peter berucap dengan nada begitu datarnya.Metha memutar kedua bola matanya malas. Tadi saja Peter mengolok-olok dirinya dan sekarang ... dia malah menyuruh dirinya untuk berganti baju seperti apa yang ditawarkan Philip tadi.Metha kembali membalikan badannya. Menatap Peter yang ternyata sedang menatap dirinya juga, ia memberikan tatapan tak kalah datar. "Tidak sudi!" balasnya terkesan sangat sarkas. Biar saja, Metha sudah sangat kesal dengan sikap Peter terhadap dirinya."Nunduk ke bawah!" titah Peter tegas.Metha mengernyit. Awalnya ia tidak mau, apa-apaan menuruti perintah tak berguna dari Peter itu. Namun, entah dorongan dari mana ia malah menundukan kepalanya. Tiba-tiba kedua mata yang semula dib

  • Wanita Penjual Bunga   Dipertemukan Lagi

    "Hey! Sstt, diam!""Tidak. Mohon lepaskan aku, aku ingin pulang!"Metha terus memberontak. Kedua pundaknya dicekal kuat oleh Robert dan diseret untuk masuk ke dalam rumah."Kenapa kau memaksaku!" teriak Metha menatap Robert yang berada di dekatnya dengan nyalang."Saya tidak akan memaksamu jika kau menurut!"Bruk!"Aws," Metha meringis mengusap pinggangnya yang terasa sakit akibat Robert mendorong tubuhnya pada kursi dengan kasar."Dasar gadis pembangkang!" desis Robert. Ia menatap Metha dengan senyuman miringnya.Metha menggelengkan kepalanya kuat saat tangan kekar Robert akan menyentuh dagunya. Ia berusaha berdiri dari duduknya. Namun, sangat susah. Robert kembali menekan pundaknya."Lepaskan aku! Dasar pria tua!" bentak Metha. Ia terus mencoba untuk berdiri."Ouh, ternyata kau sudah mulai berani membentakku, gadis kecil!" Robert memperlihatkan wajah kagumnya. Ia tidak percaya jika Metha si gadis pol

  • Wanita Penjual Bunga   Hampir Dilecehkan

    "Sagara?" panggil Metha dengan mengerutkan keningnya heran. Ia menarik kembali kakinya yang sudah berpijak pada tangga untuk masuk ke dalam mobil. Seorang pria yang dipanggil Sagara mendekat ke arah Metha dengan senyuman lebar yang tercetak jelas di wajah manisnya. "Apakah kau mau mengantarkan pesanan?" tanya Sagara setelah berdiri di hadapan Metha. Metha tersenyum canggung. "Iya," jawabnya singkat. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi. Sagara merupakan salah satu rekan kerjanya di toko bunga. Badannya tidak terlalu tinggi, rambut yang bergelombang dan kulit yang berwarna sawo matang. Ia selalu saja berusaha mendekati Metha, meski Metha membalasnya dengan singkat atau bahkan tidak merespon. Bukannya Metha sok jual mahal tidak ingin didekati oleh pria berambut gelombang itu. Namun, wajahnya yang terlihat licik membuat ia harus waspada. "Kebetulan banget aku juga ingin mengantarkan pesanan, bagaimana jika kita bareng-bareng?" ajak Sagara

  • Wanita Penjual Bunga   Mengantarkan Pesanan

    "Ada apa kau memanggilku, Dad?"Sosok pria tua yang usianya hampir berkepala enam berbalik. Ia menatap datar sang putra semata wayangnya, berjalan mendekat dengan gaya penuh wibawa."Satu bulan lagi kau sudah menginjak usia ke dua puluh tujuh tahun!""Lalu?" tanya Peter menatap ayahnya tidak kalah datar. Pembicaraan tentang hal ini lah yang membuat ia benci.George, ayah dari Peter melipatkan kedua tangannya di depan dada. "Apa kau lupa atau pura-pura lupa?"Peter tidak menjawab, ia masih menatap George datar. Membiarkan George untuk berbicara lebih lanjut, meski ia sudah tahu apa yang akan pria tua itu bicarakan.Peter benar-benar sudah enggan untuk bersikap santun pada sang ayah. Ia sudah besar layaknya macan, tidak seharusnya George mengatur dirinya bagaikan kucing kecil yang masih penurut."Seharusnya kau sudah mempunyai calon istri sejak satu tahun yang lalu! Atau bahkan sekarang seharusnya kau sudah menikah!" jelas George terkes

  • Wanita Penjual Bunga   Pulang Lebih Awal

    Philip meneguk ludahnya kasar. Baru saja ia memotong perkataan Peter tanpa sengaja, ini benar-benar terasa spontan.Peter melirik Philip yang berada di samping kanan sedikit ke belakang dengan tatapan nyalang.Philip yang menyadari tatapan itu langsung membungkukkan badannya. "Mohon maaf tuan muda. Saya benar-benar tidak sengaja memotong ucapan Anda," jelasnya berusaha menutupi rasa takut terhadap tuannya.Peter sama sekali tidak menjawab, tatapannya kini kembali tertuju pada si wanita sok pahlawan yang masih menantang angkuh di depannya.Kedua mata hazel itu menelisik beberapa kali pada ujung kaki sampai ujung rambut Metha yang sama sekali tidak ada bagusnya. Semuanya terlihat menjijikkan dalam pandangannya."Ini yang dinamakan pahlawan kesiangan?" tanya Peter pada diri sendiri. Namun, suaranya terdengar oleh yang lain. Bahkan, dari nadanya pun terdengar sangat meremehkan.Dagu yang semula di angkat tinggi-tinggi itu kini terjatuh tanpa di

  • Wanita Penjual Bunga   Pria Angkuh

    “Terima kasih, Bu. Semoga suka sama bunganya,” ucap Metha dengan penuh ceria. Ya, meski ucapan tanda terima kasihnya tidak pernah dibalas oleh para pembeli. Namun, itu semua tidak membuat semangatnya runtuh, ia sudah terbiasa seperti ini.Ibu yang disebut sebagai pembeli tadi sudah melenggang pergi dari hadapan Metha dengan raut wajah yang seperti tidak puas dengan barangnya. Bukannya apa, ia membeli bunga pada Metha karena toko langganannya sedang tutup. Sehingga ia terpaksa beralih pada si anak lusuh penjual bunga keliling.Senyuman tipis masih terukir di bibir pucat Metha, ia membereskan barang dagangannya yang sempat berantakan akibat pembeli tadi mengacaknya untuk memilih bunga yang diinginkan. Setelah selesai, kaki kanannya mulai merangkak naik pada kayuhan sepeda yang separuh penginjakannya sudah patah.“Hiks … hiks, ibu!”Metha langsung menghentikan pergerakan kakinya. Ia terdiam, menajamkan kedua telinganya un

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status