Share

Bab 16

last update Last Updated: 2023-05-26 20:34:06

"Maaf, mengganggu." Spontan Rahman melepaskan genggamannya, bersamaan dengan masuknya pria bersneli putih ke ruangan ini.

"Oh, nggak pa-pa. Silahkan masuk, Dokter?" Sapa Rahman ramah, meski sedikit tergagap.

Dokter itu mengangguk sopan, lalu melangkah mendekat ke ranjang di mana Adinda terbaring.

"Permisi, Pak, Bu." Aku dan Rahman kompak menepi, memberi ruangan untuk dokter muda itu memeriksa anakku.

Ada yang aneh menurutku, biasanya dokter kalau visit selalu ditemani perawat, tapi Dokter Rey, kok, sendiri? Ada yang nggak beres ini.

"Kondisi pasien sudah stabil ini, tinggal masa pemulihan. Tadi pasien ada mengeluh apa gitu?" Tanya Rey, matanya menatap ke arahku.

Karena aku baru datang, jelas aku tidak tahu kondisi Dinda saat bangun tadi.

"Tidak ada Dokter, tadi anak saya hanya mengeluh haus dan lapar, tapi baru tiga sendok dia bilang sudah kenyang."

Anakku? Sejak kapan Dinda jadi anaknya Rahman. Ngaco banget.

"Obatnya sudah diminumkan?" Tanya Rey lagi.

"Sudah Dokter, sudah
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Wanita Penjaja Cinta   Bab 17

    "Aku tahu, kamu membenciku. Tapi kamu harus tahu, sampai saat ini aku masih mencintaimu." Kali ini ku beranikan diri menatap langsung ke dalam matanya. Mencari jawaban apakah ucapan Rey jujur atau hanya kebohongan untuk menjeratku kembali. Sayangnya di sana hanya ada tatapan melas penuh harap. "Ijinkan aku menebus kesalahanku, Mey."Menebus kesalahan? Menebus yang bagaimana? "Ini di rumah sakit, saya harap anda bisa menjaga sikap Dokter Reynaldi," ucapku formal. "Mey, kumohon....""Anda bisa mendapat masalah atau bahkan mungkin sanksi, karena telah mengganggu ketenangan keluarga pasien.""Mey ....""Ingat perjuangan Anda untuk sampai pada posisi ini! Jangan sampai semua sia-sia karena anda mendapat teguran dari atasan." Setelah berkata aku meninggalkan Rey, yang aku tidak tahu bagaimana ekspresinya. Aku mengangkat sebelah tanganku, pertanda aku tidak ingin diganggu, ketika Rey kembali memanggil. * * * * * * * * * * *"Nggak bisa, Mi. Kan, aku sudah ngomong sama Mami kemarin," jaw

    Last Updated : 2023-05-27
  • Wanita Penjaja Cinta   Bab 18

    Akhirnya Dinda diijinkan pulang hari ini, setelah menjalani perawatan selama seminggu. Lega rasanya bisa kembali menjalani aktivitas seperti biasa, tinggal di rumah sakit membuatku tersiksa. Capek ngurus Dinda yang rewel dan manjanya berkali-kali lipat sejak dirawat, belum lagi harus menghadapi Rey yang tak bosan mengajakku balikan. "Aku sudah menikah, Rey. Nggak mungkin aku balikan sama kamu, apalagi sampai menikah." Sengaja aku berbohong, agar laki-laki yang menitipkan Dinda di rahim ku itu berhenti mengejarku. "Dia bukan suamimu, aku tahu itu. Di KTPmu tertulis kamu masih lajang, itu artinya kamu belum pernah menikah dengan siapapun. Betul begitu, kan, Mey?" Ah, aku lupa. Kalau Rey ini punya otak yang cerdasnya di atas rata-rata. Jelas dia dengan mudah mengetahui statusku, dia bisa minta datanya pada administrasi rumah sakit ini, kan? "Kami hanya menikah siri." Meski sudah ketahuan bohong, aku tidak mau menyerah begitu saja. "Aku kenal kamu, Mey. Dari bahasa tubuh kalian bisa

    Last Updated : 2023-05-27
  • Wanita Penjaja Cinta   Bab 19

    "Kamu punya hubungan apa dengan dokter itu sebelumnya, Mey?" Tanya Rahman ketika kami dalam perjalanan pulang. Akhirnya aku memilih diantar Rahman, daripada Rey. Selain merasa tak enak kalau menolak, aku merasa lebih nyaman bersama Rahman. Meski sempat terjadi sedikit ketegangan tadi, akhirnya Rey mengalah dan membiarkan kami pulang bersama Rahman. "Kenapa kamu nanya begitu?" Terdengar Rahman menghela nafas panjang. "Aku laki-laki, Mey. Aku tahu arti tatapannya padamu. Lagipula mana ada dokter yang ngotot pengen nganter pasiennya, kalau nggak ada apa-apanya. Jujur, Mey! Punya hubungan apa kalian di masa lalu?"Aku terdiam, tak tahu harus menjawab apa. "Mey? Apa kalian punya hubungan di masa lalu?" Desaknya. Kembali aku terdiam, bukan ingin menutupi fakta yang sebenarnya. Membicarakan Rey sama dengan membuka luka lama. Mati-matian aku berusaha melupakan Rey, males aku kalau harus membahasnya lagi. "Apa dia ayah biologis, Dinda?" Sontak menoleh ke arah Rahman. "Man, please .... A

    Last Updated : 2023-05-28
  • Wanita Penjaja Cinta   Bab 20

    Melihat uminya sudah menunggu, Rahman memintaku segera turun, tak lupa dia membangunkan Dinda yang tertidur. Begitu turun, Rahman langsung menghampiri sang Umi meraih tangannya dan menciumnya takzim. Tapi ketika aku yang mendekat dan hendak melakukan hal yang sama, Umi Farida langsung menghindar. "Mi." Rahman hendak mengajukan protes atas sikap uminya, tapi wanita itu keburu memotongnya. "Pulang!" Tegasnya tanpa ekspresi. Wanita berkerudung lebar itu menatap dingin pada Rahman. Seolah menegaskan kalau dia sedang tidak ingin dibantah atau didebat. "Iya, Mi. Sebentar, aku bantu Mey menurunkan barang-barangnya dulu." Rahman nampak begitu patuh pada sang Ibu. "Umi tunggu di rumah!" Wanita itu berlalu begitu saja tanpa melihatku sama sekali, seolah aku ini mahluk tak kasat mata. Atau aku ini hanya seonggok sampah yang tak berharga di matanya? Hingga untuk sekedar dilihat pun dia merasa tak perlu, apa lagi menyapa layaknya manusia. Aku tersenyum getir melihat sikap ibunya Rahman pada

    Last Updated : 2023-05-28
  • Wanita Penjaja Cinta   Bab 21

    "Tahun depan aku lulus, Mey. Aku resmi jadi dokter spesialis anak. Lega rasanya, setelah bertahun-tahun berjuang akhirnya bisa mewujudkan semua mimpiku." Rey berkata sambil meletakkan cangkir teh, yang baru saja dia sesap isinya. Kubiarkan ayah biologis Dinda ini, menceritakan suka dukanya selama menekuni dunia kedokteran. Biasanya kalau dia datang, aku lebih memilih menghindar, sibuk dengan kegiatanku sendiri. Sementara dia asik menghabiskan waktu dengan Dinda, entah menemani Dinda belajar, main, atau sekedar ngobrol. Aku memang membiarkan dia dekat dengan Dinda, meski belum mengijinkan dia mengatakan siapa dirinya sebenarnya. Hampir setiap hari, Rey datang ke rumahku untuk menemui anaknya sebulan terakhir ini, sejak Dinda pulang dari rumah sakit dulu. Karena aku memutuskan hanya menerima job di siang hari, demi bisa menemani Dinda, maka setiap kesini Rey sering bertemu denganku. Pasti dalam benak kalian bertanya, kenapa aku masih mela*cur? Padahal aku sudah berjanji pada Rahman

    Last Updated : 2023-05-29
  • Wanita Penjaja Cinta   Bab 22

    "Karma itu nyata, aku sudah membuktikannya." Suara Rey terdengar serak. "Maksudmu apa?" Jelas aku penasaran dengan ucapan Rey, karena dia tiba-tiba diam dan justru terisak. "Kamu tahu, keluargaku berantakan sejak Papa dan Mama bercerai. Sesuai kesepakatan mereka berdua, aku ikut Mama sementara Shela ikut Papa." Ya, aku ingat Rey pernah cerita kalau orang tuanya sudah bercerai dan dia tinggal bersama mamanya. Itulah yang menjadi alasan kenapa Rey jadi anak bengal, bersikap seenaknya, suka bolos suka tawuran. Itu bentuk protes dia kepada kedua orang tuanya, karena memilih berpisah tanpa memikirkan nasib anak-anaknya. Rey lebih banyak di luar daripada pulang ke rumah. Dia bilang, "Pulang juga percuma, Mama nggak di rumah. Dia pasti sibuk kerja, mana sempat ngurusin anaknya ini.""Setelah tahu aku menghamilimu, Mama kena serangan jantung dan meninggal. Mungkin Mama merasa sudah gagal menjadi Ibu, sudah gagal mendidikku. Papa sangat murka karena mempermalukan orang tua, dengan kelakuank

    Last Updated : 2023-05-29
  • Wanita Penjaja Cinta   Bab 23

    "Apa harus berpindah keyakinan, demi bisa menikah denganmu?" Aku terhenyak mendengar ucapan, Rey. Dia rela pindah agama demi menikahiku? Atas dasar apa? Cinta yang begitu besar, atau ingin menebus rasa bersalah? Ucapan Rey memang terdengar indah, seolah aku adalah wanita yang sangat dia cintai hingga rela melakukan apa saja, bahkan kalau harus mengganti keyakinan. Sayangnya semua itu tak cukup membuatku luluh kemudian menerima tawaran Rey. Luka yang Rey tinggalkan, masih membekas hingga sekarang. "Nggak perlu, Rey. Kamu nggak perlu melakukan apapun, apalagi sampai pindah agama. Kita jalani hidup kita masing-masing, tak perlu menjadi suami istri kalau hanya untuk menjadi orang tua Dinda."Keputusanku sudah bulat, untuk meninggalkan kota ini dengan segala kehidupan yang sudah kujalani. Aku hidup dengan suasana baru, dengan orang-orang baru. Aku ingin melupakan semua masa lalu kelam yang pernah kulalui. Rey adalah bagian dari masa lalu, aku tidak ingin membawanya dalam rencanaku. Cuku

    Last Updated : 2023-05-30
  • Wanita Penjaja Cinta   Bab 24

    "Pondok Pesantren Daruttauhid" Begitu yang tertulis di papan berukuran besar, di depan pintu gerbang sebuah bangunan tiga tingkat di depanku. Bangunan ini tak banyak berubah, dari terakhir aku berkunjung ke tempat ini bersama Umi dan Abah, menyambangi Abizar dua belas tahun yang lalu. Hanya ada sedikit perubahan di pintu gerbangnya, dan catnya yang terlihat baru saja diperbarui. Ya, aku sengaja datang ke tempat ini, tempat di mana Abizar dulu menuntut ilmu. Aku berharap bisa bertemu dengan adik kandungku itu, setelah delapan tahun terpisah. Semoga dia masih di sini, kalau pun tidak. Semoga aku bisa mendapat informasi tentang Abizar, semoga. Alasanku menjadikan Jombang sebagai tempat tinggal baru, selain bertemu Abizar, alku ingin mendalami ilmu agama. Aku ingin kembali ke jalan yang benar, aku ingin bertaubat. Dinda sudah semakin besar, aku tak mau dia menanggung malu, apalagi sampai membenciku karena profesiku. Jombang kota yang tepat, karena suasana religius terasa begitu kental d

    Last Updated : 2023-05-30

Latest chapter

  • Wanita Penjaja Cinta   Bab 99

    "Gantengnya cucu Eyang ...." Umi berkata sambil menimang putraku, yang baru kulahirkan beberapa jam yang lalu itu. Cucu pertamanya, cucu yang sudah dia nanti bertahun-tahun lamanya. "Wes, diborong Rahman semua ini, Mey. Kamu nggak kebagian apa-apa. Plek ketiplek bapaknya waktu masih bayi," lanjut Umi, tanpa mengalihkan pandangannya pada bayiku. Meski ada iri menelusup di hati, karena wajah anakku yang ternyata sangat mirip bapaknya. Tapi juga bahagia sekaligus bangga, bisa memberi anak pada suami, dan cucu untuk mertuaku, dengan wajah yang identik dengan wajah mereka. "Kalian sudah siap nama, kan?""Sudah, Mi," jawabku singkat. Aku belum berani banyak bicara, luka bekas operasi masih begitu nyeri, kalau aku bergerak sedikit saja. Bahkan aku belum berani bicara banyak, karena takut. "Siapa?""Alfarisqi Rahman, Mi. Panggilannya Alfa." Umi baru datang setelah operasi selesai. Karena tak mau ambil resiko, karena kesehatan Umi sering bermasalah. Kami berangkat ke rumah sakit sendiri.

  • Wanita Penjaja Cinta   Bab 98

    Mas Rahman menautkan jemari kami dan sesekali meremasnya lembut, seolah berkata, "Jangan takut, ada aku disini." Namun begitu aku tetap tak bisa mengendalikan perasaanku, gugup dan takut menguasai. Apalagi saat melihat wajah-wajah kaku majelis hakim, membuatku gentar dan ingin mundur saja. Masih ditambah tatapan dingin dan membunuh dari Adi Guntoro, yang duduk di samping pengacaranyaIni pertama kalinya aku menghadiri persidangan, dan jadi saksi. Jadi wajar, kalau perasaanku tak karu-karuan. Apalagi saat tak sengaja mata ini sekali lagi berserobok dengan mata Adi Guntoro yang duduk di samping pengacaranya. tatapannya begitu dingin seolah ingin menghabisiku saat itu juga. Membuatku ingin balik arah, dan berlari meninggalkan ruang sidang. Seolah tak ihlas suamiku melepas genggaman tangannya, ketika namaku dipanggil untuk duduk di kursi saksi. "Jangan takut, Mey. Ada aku," bisik Mas Rahman di telingaku. Bibirku tak henti merapal doa agar diberi kelancaran saat bersaksi nanti. Ternyata

  • Wanita Penjaja Cinta   Bab 97

    Mas Rahman menautkan jemari kami dan sesekali meremasnya lembut, seolah berkata, "Jangan takut, ada aku disini." Namun begitu aku tetap tak bisa mengendalikan perasaanku, gugup dan takut menguasai. Apalagi saat melihat wajah-wajah kaku majelis hakim, membuatku gentar dan ingin mundur saja. Masih ditambah tatapan dingin dan membunuh dari Adi Guntoro, yang duduk di samping pengacaranyaIni pertama kalinya aku menghadiri persidangan, dan jadi saksi. Jadi wajar, kalau perasaanku tak karu-karuan. Apalagi saat tak sengaja mata ini sekali lagi berserobok dengan mata Adi Guntoro yang duduk di samping pengacaranya. tatapannya begitu dingin seolah ingin menghabisiku saat itu juga. Membuatku ingin balik arah, dan berlari meninggalkan ruang sidang. Seolah tak ihlas suamiku melepas genggaman tangannya, ketika namaku dipanggil untuk duduk di kursi saksi. "Jangan takut, Mey. Ada aku," bisik Mas Rahman di telingaku. Bibirku tak henti merapal doa agar diberi kelancaran saat bersaksi nanti. Ternyata

  • Wanita Penjaja Cinta   Bab 96

    Tiga bulan berlalu, perutku mulai terlihat membuncit. Meski tak separah di Tri semester pertama, aku masih merasakan mual di pagi hari. Sebenarnya aku ingin beraktivitas, biar kehamilan ini tidak terlalu manja ini kehamilan kedua, harusnya aku kuat dan lebih siap, kan. Lagi pula aku juga sudah bosan kalau harus bad rest terus. Tapi Mas Rahman melarang. Katanya, "aku tidak mau anakku kenapa-napa, jangan ambil resiko!" Kalau aku ngeyel. "Dengan beraktivitas janin akan lebih sehat, Mas. Aku juga nggak stress dikurung terus." Tapi apa jawabnya? "Dah, nurut aja! Nggak usah banyak protes! Ini semua demi anak kita. Berkorban sedikit apa susahnya, sih?" Ternyata, perlakuan manis Mas Rahman hamil bukan untukku, tapi untuk anaknya. Dasar laki-laki, mau enaknya sendiri! Untung sayang. "Mas, capek. Pijitin!" Kuletakkan kedua kakiku di atas pangkuan Mas Rahman, yang sedang sibuk dengan laptopnya, memeriksa laporan keuangan show room. Tanpa bicara, Mas Rahman menutup laptopnya dan meletakkan di

  • Wanita Penjaja Cinta   Bab 95

    "Dibilang males, ngeyel!" Mas Rahman terkekeh. "Mas Rahman menyembunyikan sesuatu, ya?" Todongku. Aku sudah nggak betah menahan rasa penasaran, dari tadi sikap Mas Rahman mencurigakan. "Mau tahu aja, apa mau tahu banget?" Selorohnya. Aku mencebik kesal, tawa Mas Rahman makin menjadi. "Sus, tadi sudah dikasih tahu belum?" Mas Rahman bertanya pada Suster Lusi. "Belum, Pak. Nggak berani saya." Sebenarnya rahasia apa yang mereka sembunyikan, sih? Aku benar-benar kepo! "Sekarang aja, Sus!" Usai Mas Rahman berkata, Suster Lusi berjalan ke arah pintu. Aku menatap bingung suamiku, tapi dia hanya senyum penuh arti, membuat rasa penasaran di hati makin menjadi. Kami masih saling tatap ketik dari terdengar suara riuh dari arah pintu. "Surprise....! Selamat ulang tahun ...." Sontak aku menoleh ke sumber suara. Di sana ada Umi dan Dinda, mereka datang membawa buket bunga. Sementara Suster Lusi membawa kue tart yang di atasnya terdapat lilin angka, yang sudah menyala. Speechless, itu ya

  • Wanita Penjaja Cinta   Bab 94

    Pertama kali membuka mata, ruangan serba putih menyapa indera penglihatanku. Tanpa perlu dijelaskan, aku tahu sedang berada di ruang perawatan. Bau obat dan selang infus yang menancap di punggung tanganku, jawabannya. Apa ada masalah dengan lukaku? Infeksi? Atau kenapa? Pertanyaan itu memenuhi kepalaku, tapi aku tidak merasakan apa-apa di area itu. Pertanyaan-pertanyaan itu masih berputar-putar di kepalaku, hingga pintu terbuka dan menampilkan sosok wanita berseragam serba hijau menghampiriku. "Alhamdulillah .... Bu Rahman sudah siuman. Apa yang dirasakan, Bu? Masih pusing?" Tanya wanita bertag name Lusi itu, ramah. "Sedikit, Sus. Suami saya mana, ya? Kok nggak keliahatan?" Aku tak menemukan Mas Rahman ketika sadar tadi, dan sampai sekarang pun laki-laki itu kunjung muncul. Tak biasanya dia meninggalkan aku sendiri kalau sedang sakit, apalagi ini di rumah sakit. "Pak Rahman ijin pulang sebentar, Bu. Mengambil baju ganti katanya, dan beliau menitipkan Ibu pada saya," jelas wanita

  • Wanita Penjaja Cinta   Bab 93

    Umi menyambut antusias kedatangan kami, tapi Dinda justru bersikap sebaliknya Dia menampakkan wajah cemberut, tak bersemangat dan malas-malasan membantu membawa barang-barangku. "Yang punya hajat itu suadaramu yang mana sih, Mey? Kok kamu nggak pernah cerita? Pakai ngelarang aku nyusul pula, kan nggak enak sebagai besan nggak ikut hadir di acara mereka," cerca Umi begitu aku masuk rumah. Saat aku mengabari tak bisa pulang, dengan alasan ada suadara umiku yang punya hajat, Umi memaksa datang. Katanya demi menjaga tali silaturahim, tapi aku melarangnya. Alasannya rumahnya jauh dan pelosok, nanti Umi nyasar. Padahal nggak ada saudaraku yang punya hajat, itu semua hanya kebohongan demi menutupi fakta yang sebenarnya terjadi. Mana ada saudara Umi yang ingat aku? Di mata mereka aku ini hanya aib. "Sepupu jauh Umi saya, Mi. Mereka tinggal di pelosok, Mi. Aku sudah memberi amplop mereka, dan mengatakan itu dari Umi, " bohongku. Pepatah yang mengatakan sekali orang berbohong, maka akan ter

  • Wanita Penjaja Cinta   Bab 92

    Setelah tiga hari di rawat di rumah sakit Solo, akhirnya kami diijinkan pulang. Meski melalui drama pulang paksa, karena menurut dokter lukaku belum pulih benar. Tapi kami memaksa pulang, toh ini hanya luka luar bukan luka dalam yang mengkhawatirkan. Aku tak mungkin berlama-lama di Solo, sementara di rumah Umi cemas menanti kami. Ada Dinda yang butuh kami. Juga kasihan Mas Rahman yang harus bolak-balik Solo-Semarang, Semarang- Solo. Mas Rahman tak mungkin meninggalkan pekerjaannya. Oh ya, kami terpaksa menyembunyikan keadaan yang sebenarnya dari Umi, karena tak mau wanita jelang enam puluh tahun itu khawatir dan kepikiran. Mas Rahman terpaksa berbohong, mengatakan ada keluargaku yang punya hajat dan memaksaku nginep di sana. Padahal keluargaku yang di Solo sudah lama tak menganggapku ada. Sementara pada Dinda, aku mengatakan kalau masih ada urusan di Solo. Selama dirawat di Solo, ibunya Bu Naya dua kali menjengukku. Beliau berkali-kali minta maaf atas kesalahan anaknya, tapi anehnya

  • Wanita Penjaja Cinta   Bab 91

    Rupanya kesabarannya sudah habis untuk menghadapiku, kini dia mulai main kasar. Tak ada lagi sikap anggun dan kemayu yang selama ini melekat dalam dirinya. Bu Naya sama sekali berubah. "Uang apa? Bu Naya bilang butuh uang untuk melunasi biaya pengobatan, kenapa sekarang malah menolak? Bahkan melarang saya ketemu Reza. Sekarang saya jadi curiga, jangan-jangan Bu Naya .... " Ucapanku terhenti, karena aku merasa ada benda runcing yang dingin menempel di pinggangku. Tubuhku kaku seketika, otakku memberi sinyal bahaya. Aku ingin teriak dan minta tolong, tapi sayangnya rasa perih dan nyeri luar biasa tiba-tiba menyergap, membuat otakku buntu seketika. "Mey!" Samar kudengar namaku diteriakkan, setelah itu semua menjadi gelap. * * * * * * * * *Bau obat menyengat menyapa indera penciuman, memaksaku membuka mata demi mengetahui dimana aku berada sekarang. Ruangan serba putih menjadi pemandangan pertamaku, hingga akhirnya mataku terbuka sempurna. Lamat-lamat kuingat kejadian sebelum akhirn

DMCA.com Protection Status