Reyhan dan Rara menunggu Raymond yang masih belum sadarkan diri, meski semua sudah normal tapi entah mengapa pria itu masih setia memejamkan matanya."Kamu istirahat lah, biar aku yang menjaga Tuan Raymond."Setelah apa yang terjadi tak membuat Reyhan membenci Raymond, dia justru merawat pria yang pernah jadi Tuannya tersebut.Reyhan meminta Rara untuk istirahat, tapi wanita itu menolak hingga datanglah David dengan membawa berbagai makanan.Sambil makan, mereka bertiga mengobrol mengenai rencana mereka selanjutnya, jelas Reyhan akan segera kembali ke Selandia baru, begitu pula dengan Rara yang harus kuliah."Saya harus kuliah lagi mengingat sebentar lagi ada ujian." Saat itulah terdengar suara dari belakang mereka, "Siapa yang mengijinkan kamu kembali."Segera Reyhan berdiri, sebagai seorang Dokter dia harus memastikan keadaan Raymond yang baru sadar."Apa yang anda rasakan Tuan?" tanya Reyhan."Sakit hati." Jawabnya."Yang seharusnya sakit hati itu adalah saya karena anda telah mer
"Pak Rey." Dalam keadaan gelap, Rara menunggu Reyhan yang kembali pulang larut. Semenjak pulang dari benua putih beberapa waktu yang lalu, Reyhan memang menghindari wanita yang dicintainya tersebut. "Kamu belum tidur?" tanyanya yang mengurungkan niat naik ke atas. Reyhan menyalakan lampu lalu dia duduk di samping Rara yang sedari tadi menunggunya. "Belum." Wanita itu menggelengkan kepala. Dengan mata berkaca Rara menatap Reyhan yang menatap dinding, nampak sekali jika pria itu tidak mau menatapnya. "Kenapa setiap hari anda berangkat pagi sekali dan pulang larut Pak Rey?" Kalimat retoris mulai Rara lontarkan, dia sudah tau jawabannya tapi dia masih ingin mendengar jawaban itu dari mulut Reyhan. Reyhan tersenyum mendengar pertanyaan Rara barusan, apa yang bisa dia lakukan selain hal itu? haruskah dia bersikap seperti semula? tentu sulit dilakukan mengingat hatinya benar-benar patah hati. Masih dengan pandangan ke arah dinding Reyhan menjawab pertanyaan Rara. "Apa yang bisa aku lak
Sesaat pintu dibuka, wanita itu tersenyum lebar. Rasa rindu yang dia tahan akhirnya memudar sudah. Melihat sang kekasih, pria itu segera mempersilahkan masuk, setelah pintu ditutup tubuh besarnya menarik tubuh wanita kecil itu dalam pelukannya. "I miss you so much." "Saya enggak." sahutnya lalu melepas pelukan sang Tuan. Wanita itu tertawa melihat ekspresi Raymond yang melongo, drama melepas rindu yang epik harus berantakan gara-gara keisengan Rara. "Awas kamu ya." Senyuman licik tersungging di bibir tipis pria blesteran itu, tanpa aba-aba dia segera membawa sang kekasih ke tempat kebanggaan mereka. Malam hari datang dengan cepat, seusai bersua dengan sang kekasih, Rara pamit untuk pulang dia takut jika Reyhan sudah pulang terlebih dahulu. "Sayang Reyhan sudah tahu semua, untuk apa kamu khawatir." Nampak pria itu tidak suka jika kekasihnya mengkhawatirkan Reyhan. "Bukan begitu Tuan cuma saya tidak enak saja jika bersama anda." Mendapati tanggapan sang kekasih membuat Raymond
Tiga bulan telah berlalu Rara mendapatkan prakteknya di salah satu rumah sakit milik Raymond yang kebetulan di bawah kepemimpinan Reyhan, meski dibilang dokter Junior tapi Rara tak kalah pandai dengan Dokter yang sudah senior bahkan banyak juga dari pasiennya lebih memilih berobat kepada Rara. "Hari ini aku ada operasi tapi aku harus keluar untuk mengurusi operasi yang lain. Aku perintahkan dirimu menggantikan aku Ra." Kedua bola mata Rara membulat sempurna, bagaimana bisa Reyhan menyuruhnya menghadle sebuah operasi yang belum pernah dia pegang sama sekali. "Tapi Pak Re saya tidak bisa." Wanita itu mengungkapkan ketidakmampuannya. Rehan tersenyum kemudian menepuk pundak Rara, dia sangat yakin pada Rara, yakin akan kemampuan Rara, yakin jika Rara pasti bisa. "Aku yakin kamu bisa Ra." Pria itu memberikan semangatnya. "Saya takut Pak Rey." Sekali lagi Rara mencoba menghindar. Reyhan tidak menerima alasan apapun dia berharap Rara percaya akan kemampuannya. Sudah waktunya bagi Rara un
Tengah malam Reyhan buru-buru keluar apartemennya, dia melajukan mobilnya keluar dari basemen dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Pria itu berkali-kali melihat benda kecil yang melingkar di tangannya, "Shit! bagaimana aku bisa ketiduran." Dia terus mengumpat. Beberapa waktu kemudian, mobilnya telah tiba di Bandara internasional, dia berlari menuju pintu keluar sambil mencari-cari seseorang. "Tessa." Akhirnya pandangannya jatuh pada seorang wanita yang duduk di sebuah kursi tunggu. Dengan langkah cepat dia mendatangi wanita itu. "Dokter Tessa." Reyhan memanggil Tessa yang memejamkan matanya. Perlahan Tessa membuka matanya, melihat Reyhan, wanita itu menyunggingkan senyuman manisnya. "Dokter." Reflek wanita itu segera memeluk Reyhan, meski hampir tiga jam menunggu tapi dia tidak marah sama sekali pada Reyhan. "Maafkan aku karena telat menjemput kamu Dokter Tessa." Dia hanya menggangguk tanpa ingin melepas pelukannya. "Tidak apa-apa Dok, maaf telah merepotkan anda." Merasa
Dok sarapannya sudah siap." Seperti kemarin Tessa membuatkan Reyhan sarapan."Kamu tak harus melayani aku Dokter Tessa," sahut Reyhan yang merasa tidak enak.Merasa canggung karena terus dipanggil Dokter oleh Reyhan, Tessa meminta Reyhan agar memanggil nama langsung tanpa kata Dokter."Panggil Tessa saja Dok." Reyhan mengangguk, dia juga meminta Tessa untuk memanggilnya dengan Reyhan tanpa ada kata Dokter."Kita sepakat panggil nama ya." Tak ingin telat Reyhan segera memakan sarapan yang sudah disiapkan oleh Tessa. "Oh ya Tessa kamu ikut aku apa nggak?""Aku menyusul saya Rey," jawab Tessa."Baiklah, kamu hati-hati ya."Hari semakin siang, Reyhan memutuskan untuk segera berangkat ke kantor.Selepas Reyhan berangkat, Tessa membuka ponselnya, dia mulai mencari resep masakan khas tanah air, rencananya siang ini Dokter cantik itu akan membawakan bekal makan siang untuk Reyhan."Aku buat nasi goreng saja." Pilihannya jatuh pada nasi goreng ayam khas tanah air.Wanita itu segera membuka k
Jam istirahat sudah habis waktunya bagi dokter tampan itu untuk bekerja kembali. Tepat pukul dua Reyhan harus buka prakteknya. "Aku harus ke poli penyakit dalam." Tessa mengangguk dan mempersilahkan mantan partner kerjanya keluar. Awalnya Tessa ingin menunggu Reyhan sampai selesai namun wanita itu memilih kembali ke apartemen karena dia harus bersiap untuk jalan-jalan. Saat di lorong dia kembali berpapasan dengan Rara dan kali ini Tessa memutuskan untuk berbicara mengenai Reyhan dengan Rara. "Ada apa Dokter Tessa?" tanya Rara. "Aku ingin bertanya mengenai Reyhan," jawab Tessa. Rara mengurutkan alisnya, kenapa Tessa tidak langsung bertanya pada yang bersangkutan? "Kenapa anda tidak bertanya langsung dengan yang bersangkutan?" tanya Rara balik. "Aku tidak enak, selama ini kamu kan hidup bersama Reyhan, aku yakin kamu tau banyak tentangnya." Akhirnya Rara mempersilahkan Tessa untuk bertanya apapun mengenai Reyhan padanya. "Begini, kamu kan wanita yang dicintai oleh Reyhan, sed
Keputusan Tessa sudah bulat untuk kembali ke Selandia Baru secepatnya.Keesokan harinya Tessa booking tiket pesawat baru namun tiket pesawat untuk pemberangkatan ke Selandia baru seminggu ke depan sudah terjual habis sehingga Tessa harus menunggu minggu depannya lagi."Jika minggu depannya lagi untuk apa aku booking, aku sudah memilikinya," gumam wanita itu.Tessa terus melamun apa yang seharusnya dia lakukan, tetap tinggal bersama Reyhan atau mencari hotel untuk sementara waktu sambil menunggu kepulangannya ke Selandia Baru."Ah sudahlah." Dia bingung harus bagaimana.Hari ini dia sengaja tidak ikut Reyhan ke rumah sakit atau menyusul Reyhan dengan membawakan bekal makanan, Tessa lebih memilih di apartemen daripada sakit hati lagi.Merasa bosan Tessa memutuskan keluar dari kamar, saat melewati depan kamar Reyhan, dia melihat baju-baju kotor Reyhan yang berada dalam kantong plastik, hatinya tergerak untuk melakukan sesuatu terhadap baju-baju kotor tersebut.Namanya juga seorang bujang
Pernikahan Reyhan dan Tessa sudah ditentukan, mereka rencananya akan menggelar pernikahan mereka di salah Hotel milik Raymond. Awalnya mereka akan menggelar pernikahan di salah satu tempat ibadah tapi Rara mendesak mereka untuk menggelar pernikahan di hotel suaminya. "Semua gratis Pak Rey, aku yang akan mengatur semuanya." "Bukan masalah gratis apa nggak Ra, tapi aku tidak mau merepotkan kamu dan Tuan Raymond." Rara tetap bersikeras dengan keputusannya, semua dia lakukan itung-itung balas budi atas pengorbanan Reyhan dulu, itu pun tidak sebanding dengan pengorbanan Reyhan terhadapnya. "Baiklah Ra, tapi hanya hotelnya saja untuk biaya lainnya biar aku yang menanganinya." Rara menggeleng keras, dia hanya ingin Reyhan dan Tessa terima beres. Dokter itu hanya bisa pasrah menerima keputusan dari mantan juniornya meski dia sangat tidak enak. Rara sangat bahagia melihat Reyhan dan Tessa akan menikah, oleh karenanya dia ingin turut andil mengurus pernikahan pria itu, dia melakukan in
Melihat Rara yang bisa tersenyum kembali membuatnya Nyonya Richard bahagia, dia berharap rumah tangga anaknya tidak lagi diterpa masalah, seorang ibu mana yang tega melihat anaknya menitikkan air mata."Aku titipkan anakku kepadamu bukan untuk disakiti Raymond tapi untuk dibahagiakan."Ucapan Nyonya Richard membuat Raymond mengangguk, dia paham jika kesalahannya begitu besar."Semampu dan sebisaku aku akan membahagiakan Rara, Ma," sahutnya.Tak terasa seminggu sudah berlalu, Raymond tetap tinggal di negara Jerman sedangkan David sudah harus kembali terlebih dahulu mengingat perusahaan tidak ada yang menghindle.Berbicara lah Raymond kepada Rara terkait keinginannya untuk segera kembali ke tanah air dia tidak bisa terlalu lama meninggalkan perusahaannya."Sayang bolehkah aku kembali ke tanah air? perusahaan sudah lama terlalu lama aku tinggal." Raymond sedikit takut meminta hal itu kepada sang istri, dia takut jika Rara marah.Bukannya marah Rara malah tersenyum sembari menatap suaminy
"Ma malam ini kami tidur bersama mama dan Papa ya."Permintaan bocah kecil itu membuat Rara sedikit terkejut, mengingat dirinya dan Raymond untuk sementara waktu tidur di kamar yang terpisah.Shane juga ikut-ikutan sama seperti Kania, dia merengek supaya mamanya mengijinkan mereka untuk tidur bersama."Baiklah." Rara pun pasrah.Raymond tersenyum setidaknya malam ini dia bisa tidur satu kamar dengan sang istri.Semalaman Raymond dibuat sibuk oleh kedua buah hatinya kedua anak itu terus ingin ditemenin Raymond bermain.Mereka main tebak-tebakan nama buah dan juga nama hewan, Shane yang masih belum paham tentang nama-nama binatang dan buah sedikit membuatnya selalu kalah dan sebagai hukumannya dia harus mencium Kakak dan Papanya.Melihat keseruan suami dan anaknya Rara hanya bisa menggelengkan kepala, sebenarnya dia juga ingin turut bergabung namun egonya masih tinggi.Setelah bermain kedua bocah kecil itu terkapar tak berdaya, Rara yang sudah mengantuk segera menyusul ke tempat tidur.
Beberapa episode terakhirRaymond mengirimkan laporan pembatalan kerja sama dengan Fera kepada Rara, dia ingin istrinya percaya kalau dia dan Fera benar-benar tidak ada hubungan apa-apa.Setelah foto bukti pembatalan itu dikirim Rara tak kunjung melihat pesan yang dia kirim, hal ini membuat Raymond nampak gusar dia ingin menghubungi istrinya tapi takut jika sang istri marah.Pria itu hanya bisa mengusap rambutnya dengan kasar tak tahu harus bagaimana lagi untuk merayu sang istri.Di sisi lain Rara sudah melihat foto itu, dia pun tersenyum tapi dia masih belum mau memaafkan suaminya, hal yang dilakukan Raymond kali ini masih belum cukup untuk menebus kesalahannya selama ini."Sayang kenapa tidak dibalas?" Akhirnya Raymond mengirim pesan lagi kepada sang istri.Kali ini Rara hanya membaca pesannya tanpa mau menjawab pesan yang dia kirim."Masih belum bisakah kamu memaafkanku aku sayang?" Raymond mengirim pesan kembali.Rara hanya menulis satu kata yaitu belum hal ini membuat Raymond ke
Nyonya Richard terus memantau Fera, dia sangat murka setelah tahu Fera merencanakan hal buruk kepada Raymond.Menantunya yang saat ini tidak tenang karena masalahnya dengan Rara jadi kurang fokus. Dia tidak menyadari jika Fera tengah merencanakan hal untuk menjebak Raymond."Kelihatannya dia cukup meresahkan." Nyonya Richard ingin anak buahnya segera bertindak."Kita jebak balik saja Nyonya," sahut asistennya.Senyuman tersungging di bibir wanita itu, wanita yang ingin menghancurkan anaknya harus mendapatkan balasan yang setimpal.Fera malam itu meminta Raymond untuk bertemu di rumahnya, dia berbohong jika dirinya kurang enak badan.Awalnya Raymond enggan tapi Fera bilang jika urusan dengan mantan kliennya harus segera diselesaikan agar dia bisa mendapatkan klien yang lain.Fera meminta pelayan untuk menyiapkan minuman, di dalam minuman itu dia memasukkan obat tidur."Malam ini kamu akan menjadi milikku Ray, dan foto-foto kamu bersamaku akan aku kirim pada istri kamu yang bodoh itu!"
"Aku pulang sayang." Raymond berpamitan pada Rara.Melihat suaminya hendak kembali ke tanah air membuat Rara sedih tapi dia tidak ingin terlihat lemah di hadapan Raymond.Melihat ekspresi Rara yang nampak biasa membuat Raymond sedih. "Sayang apa kamu masih marah?"Rara tidak menjawab pertanyaan sang suami, tatapan yang tajam membuat Raymond yakin jika istrinya masih belum mau memaafkannya."Sayang aku mohon." Pria itu terus memohon."Aku ingin melihat kesungguhan kamu Mas! karena jika aku dengan mudah memaafkan kamu maka kamu akan mengulanginya lagi."Pria yang biasanya berkuasa kini menunduk lemah di hadapan istrinya. "Baiklah Sayang." Dia pasrah.Ketika semua berkumpul untuk mengantar kepulangan Raymond dan David di depan, Rara berpura-pura jika tidak ada apa-apa, dia senyum semanis mungkin bahkan dia mencium tangan sang suami."Hati-hati ya Mas, cepat kesini lagi," katanya.Raymond melongo menatap sang istri, andai ini tidak sandiwara pasti dia akan senang."Tuan David titip Mas Ra
Beberapa saat kemudian Raymond datang dengan David, Nyonya Richard yang kebetulan di ruang depan pergi menyambut sang menantu."Rara mana Ma?" Dia begitu cemas takut jika sang Mama melarangnya untuk bertemu sang istri."Berani sekali kamu membiarkan anakku ke sini sendiri!" Sang Mama protes karena menantunya membiarkan sang anak datang ke Jerman sendirian."Saya mau minta maaf Ma, saya tidak bermaksud membiarkan Rara datang ke Jerman sendirian." "Aneh!" kerutan mulai bermunculan.Karena belum tahu masalah anaknya Nyonya Richard menyuruh Raymond untuk pergi ke kamar. "Pergilah ke kamar mungkin dia tengah istirahat."Dengan buru-buru Raymond pergi ke kamar dan meninggalkan David di ruang tamu bersama Nyonya Richard.Begitu melihat Rara, Raymond segera memeluk istrinya, dia meminta penjelasan kenapa tiba-tiba pulang ke Jerman."Apa salahku sayang, kenapa kamu tiba-tiba pulang ke Jerman sendirian?" Rara menatap suaminya dengan tatapan tajam, "Pura-pura nggak tahu kamu Mas." Katanya deng
Raymond menggeleng sekali lagi dia menjelaskan jika dia dan fera tidak ada hubungan apa-apa, memang dia mengakui satu kamar dengan fera tapi mereka tidak melakukan apa-apa.Tujuannya ke Pulau Bali karena ingin membuka Resort di sana, kebetulan fera memiliki tanah yang sangat luas di wilayah yang strategis oleh karena itu Raymond pun diajak kerjasama untuk membangun Resort tersebut."Itulah alasan kenapa aku akhir-akhir ini pulang malam dan pergi ke Pulau dewata." "Kamu juga tidak mengejarku Mas!" Alasannya dia tidak segera mengejar karena dia ingin Rara tenang, terlebih dahulu, berbicara ketika emosi akan semakin membuat sakit hati.Rara terdiam mendengar penjelasan dari Raymond, hatinya sulit percaya dengan ucapan sang suami. Sikap Raymond selama ini sudah cukup menyakiti hatinya dan ditambah kejadian kemarin dirinya benar-benar kecewa dan sakit hati.Pria itu berbeda dengan sebelumnya, raut wajahnya begitu sedih, bahkan dia meminta Rara agar tidak meninggalkannya.Begitulah pria,
Raymond sangat shock melihat Rara yang menjadi pelayan, wajahnya memucat ketika Rara menatapnya tajam dengan air mata yang terus mengalir."Jadi ini mas tujuan kamu datang ke pulau ini." meski menangis tapi Rara mencoba untuk tersenyum.Sangat terlihat hati wanita itu begitu terluka melihat suaminya satu kamar dengan wanita lain."Kamu mengikuti aku!""Kalau tidak begini mana mungkin aku tau kecurangan kamu Mas," jawab Rara.Wanita itu menangis sambil terisak, dulu dia telah memberi kesempatan kedua dan berharap Raymond tidak akan menyakitinya, namun untuk sekian kalinya sang suami terus menyakitinya."Yang telah aku lakukan selama ini apa sedikit saja tidak bearti bagimu Mas!"Rara menatap Fera yang terdiam, dia memarahi Fera yang tega menggoda suaminya."Aku tidak menggodanya." Tentu Rara tidak percaya, bahkan saat makan Fera telah berani menyuapi sang suami.Tak ingin berdebat, Rara memutuskan keluar. Perasaannya tak menentu, hatinya benar-benar hancur karena sang suami.Raymond