Keringat dingin mulai membasahi telapak tangan Selena Tan, ia tidak menampik bahwa ancaman dari bos muda itu membuat nyalinya menciut. ‘Aku sudah banyak mengalami kesulitan hidup dan tahu betul bahwa di dunia ini akan sangat mudah bagi orang yang punya uang apalagi kekuasaan. Jika aku terus bersikeras melawan dia, melihat sifat kerasnya begitu, rasanya percuma saja aku memberontak. Dia akan tetap dengan mudah menyingkirkanku. Sudahlah, aku tak perlu berkeras lagi membantah. Akan kucoba ikuti permainannya.’ Selena Tan menimbang dalam hatinya, ia bahkan sudah didera rasa lelah karena sudah berulang kali membuktikan bahwa gertakkan Nicole Saputra memang bukan isapan jempol semata.
“Hah, sudahlah, aku capek berdebat. Langsung katakan saja apa maumu?” Ujar Selena Tan seraya mengibaskan satu tangannya, ingin terlihat acuh namun jatuhnya malah seperti sedang menunjukkan kelelahan batinnya.
Nicole Saputra menunjukkan senyum penuh kemenanga
Pak Fei mendatangi sebuah rumah kontrakan sesuai dengan alamat yang diberikan kepadanya. Urusan di luar pekerjaan kantor yang harus ia selesaikan hari ini juga, resiko menjadi tangan kanan bos muda yang tampaknya kini sedang dimabuk asmara sehingga begitu royal menggelontorkan uang dalam jumlah yang cukup besar hanya untuk kepentingan mendapatkan seorang wanita. Setelah mengetuk pintu kayu itu berulang kali, akhirnya ada respon suara dari dalam yang mempertanyakan siapa dirinya.“Saya utusan dari tuan muda Saputra, nona.”“Oh, tunggu sebentar.”Barulah si pemilik rumah itu merespon dengan membukakan pintu. Ini kali pertama bagi pak Fei bertemu dengan sosok wanita yang masih muda dan agak sederhana penampilannya. Ia disambut dengan senyum sumringah, terlihat jelas dari sepasang matanya berbinar bahwa saat ini si wanita muda itu begitu antusias.“Ma-masuklah, tapi rumahku agak berantakan. Aku belum sempat merapika
“Nyonya besar, apa yang membawa anda tiba-tiba mengunjungi rumah ini? Maafkan saya yang tidak mengetahuinya lebih dulu sehingga tidak menyambut anda. Silahkan masuk nyonya besar.” Mbok Mina sedikit gelagapan menghadapi kunjungan tamu agung yang tak terduga. Bahkan tuan mudanya pun mungkin tak menyadari akan ada inspeksi dadakan dari wanita tua yang penuh kuasa itu. Meskipun rumah ini sepenuhnya milik Nicole Saputra, namun siapa yang berani mengabaikan status Lucia? Ibu dari tuan muda yang patut dihormati itu tak boleh sampai salah berucap yang berpotensi menyinggung dia.“Ya tentu saja datang untuk menyingkirkan parasit di rumah ini. Mana dia? Kalian sembunyikan wanita jalang itu?” Ujar Alice yang menyerobot pembicaraan, padahal bukan dirinya yang sedang diajak bicara. Tapi tingkahnya seakan dia adalah juru bicara sah nyonya Lucia.Mbok Mina mengerutkan dahinya, sebenarnya ia tahu siapa yang dimaksud oleh Alice namun hanya memasang tampang polos
“Hei nona! Kamu tahu apa kesalahanmu!?” Suara angkuh dari seorang pria yang menatap tajam ke arah wanita muda yang merasa tertekan rasa bersalah. Semakin ia melihat ekspresi takut pada wajah manis wanita itu, semakin besar ketertarikannya menekan si wanita lemah itu.“Ya saya tahu, saya telah mengotori sepatu anda. Saya akan bertanggung jawab membersihkannya, sebentar tuan.” Jawab wanita yang dikira lemah itu, nyatanya suaranya cukup lantang, seperti tidak tertekan rasa bersalah karena telah mengotori sepatu pria itu dengan tumpahan wine yang tak sengaja ia lakukan.Pria muda itu menaikkan satu alisnya, menatap penuh sorot remeh pada wanita itu. Senyum seringai terlihat dari lekuk bibir si pria muda yang duduk bersandar dengan menyilangkan kaki. Semakin menunjukkan bagian yang telah dikotori oleh wanita pelayan itu. “Bertanggung jawab, hmm? Kamu pikir dengan membersihkannya saja sudah menyelesaikan masalah?”“Sehar
“Hei, apa yang mau kamu lakukan!? Lepaskan aku!”“Kamu tidak bisa diam, jangan salahkan aku jika harus melepaskan sepatumu. Biar aku lap sampai warnanya luntur.” Geram Selena Tan, ia masih bersikeras mempertahankan sepatu yang ada dalam pegangannya.“Yak! Lepaskan aku! Konyol sekali kamu!” Bentak si bos muda tak kalah keras kepalanya dengan Selena Tan, mereka saling beradu kekuatan untuk memperebutkan sebuah sepatu. Hingga akhirnya si bos muda mengeluarkan tenaga penuh dan membuat tubuh Selena Tan terdorong ke belakang.“Tuan, anda tidak apa-apa?” Pria pengawal itu tak tahan untuk terus berdiam diri menyaksikan tuannya terlibat ketegangan bersama seorang wanita. Namun di saat ia hendak membantu, tuan muda itu menepis bantuannya. Ia pun tak bisa menolak, membiarkan tuan muda itu mempertahankan gengsinya.Selena Tan berupaya sendiri untuk bangun dan berdiri tegak lagi setelah diruntuhkan dengan satu kali doron
Tuan Saputra itu menaikkan satu alis, memamerkan senyum smirk yang beraura mematikan bagi Selena Tan yang sudah menyinggungnya. “Kamu lihat sendiri kan, bagaimana keras kepalanya dia yang tidak merasa bersalah sama sekali padahal dia di posisi bersalah. Pak manager, hukuman apa yang pantas diberikan kepada pegawai yang terlalu percaya diri merasa dirinya tak bersalah ini?” Tuan Saputra menggulirkan bola panas lagi kepada pria manager untuk menertibkan Selana Tan. Ia merasa tontonan kali ini sungguh menarik dan sayang jika melewatkan ekspresi wajah Selena Tan sekarang.“Tuan Saputra, apakah anda ingin saya memecat dia sekarang juga? Anda adalah pelanggan VIP bar kami, tentu anda berhak mendapatkan pelayanan istimewa di sini. Saya sudah mempertimbangkannya, ini akan menjadi contoh bagi pelayan lainnya agar tidak semena-mena terhadap pelanggan. Saya akan memecat Selena Tan saat ini juga.” Tegas manager muda itu terdengar mantap.Selena Tan merasa l
“Bermimpi? Bagaimana aku bisa bermimpi jika tidur saja tidak? Justru aku sedang mengajakmu berbagi kehangatan dalam tidur malam ini.” Tuan Saputra masih belum berhenti menanggapi negosiasi alotnya dengan Selena Tan. Ekspresi wajah Selena yang menahan marah terlihat begitu imut di matanya, bagaimana ia bisa mengalihkan pandangan darinya jika wanita itu membuat adrenalinnya kian terpacu untuk menakhlukkan gunung es yang ada dalam diri si wanita.Selena Tan merasa nyaris meledak mendengar pria sok berkuasa itu meremehkan dirinya. “Tuan yang terhormat, sekalipun uang anda setinggi gunung, aku tidak akan menaruh respek kepada orang yang meremehkan wanita. Harga diriku tidak bisa ditukar dengan sepatumu.” Tegas Selena Tan, tak peduli dengan siapa ia berurusan saat ini, mempertahankan harga dirinya hingga titik darah penghabisan adalah kewajiban mutlak. Tak ada alasan untuk gentar pada ancaman, sekalipun lawannya berupaya menundukkannya habis-habisan.
“Aku tidak berpura-pura! Aku sungguh tak sadarkan diri tadi. Anda menakuti aku, sama seperti sekarang, aku benar-benar takut. Tuan, aku mengakui kesalahanku, aku bersedia melakukan apapun namun jangan seperti ini. Kumohon biarkan aku pergi.” Selena Tan memberanikan diri untuk bicara berhadapan langsung dengan pria tampan itu. Jarak tubuh mereka kian dekat lantaran pria itu terus melangkah menghampirinya. Selena Tan grogi, ia terus mundur hingga mentok pada sisi ranjang.Pria itu tersenyum seringai saat melihat ketidak-berdayaan Selena Tan, tak punya tempat berlari lagi. Wanita itu sepenuhnya ada dalam genggaman kekuasannya. Ia duduk di pinggir ranjang, walaupun gairahnya memuncah, namun ia masih punya hati nurani untuk mengasihani seseorang. “Aku sebenarnya bisa melakukannya tanpa menunggu kamu sadar. Tetapi itu sama sekali tidak menyenangkan, hanya bermain sepihak dan memanfaatkan sisi lengah lawan. Itu sama sekali tidak menarik bagiku.”Selena
Di saat si empu tengah menikmati malam panjang yang penuh keringat dan kenikmatan, seorang pria yang merasa punya tanggung jawab besar untuk menjaga keamanan di luar sampai tuan mudanya keluar. Ia menunggu dari kejauhan, namun sepasang matanya tetap awas pada ruangan yang masih tertutup itu. Bukan kali pertama ia mengetahui tuannya menghabiskan malam bersama seorang wanita, namun baru sekarang pak Fei mencemaskan tuannya. Wanita yang menjadi rekan seranjangnya itu tampak tidak baik-baik saja ketika ikut masuk ke dalam kamar. Meskipun sudah ada kesepakatan, namun tetap saja wanita muda itu melakukannya karena terpaksa.Bruk! Pintu yang diawasi oleh pak Fei rupanya sudah terbuka, begitu ia menoleh dan mengira orang pertama yang keluar adalah tuan mudanya, tebakan itu dipatahkan seketika begitu tahu yang berlari tergesa dari sana adalah wanita muda yang sudah mengusik pikirannya sejak tadi.“Nona Selena, apa anda baik-baik saja?” Pak Fei bertanya ketika berpap