Tuan Saputra itu menaikkan satu alis, memamerkan senyum smirk yang beraura mematikan bagi Selena Tan yang sudah menyinggungnya. “Kamu lihat sendiri kan, bagaimana keras kepalanya dia yang tidak merasa bersalah sama sekali padahal dia di posisi bersalah. Pak manager, hukuman apa yang pantas diberikan kepada pegawai yang terlalu percaya diri merasa dirinya tak bersalah ini?” Tuan Saputra menggulirkan bola panas lagi kepada pria manager untuk menertibkan Selana Tan. Ia merasa tontonan kali ini sungguh menarik dan sayang jika melewatkan ekspresi wajah Selena Tan sekarang.
“Tuan Saputra, apakah anda ingin saya memecat dia sekarang juga? Anda adalah pelanggan VIP bar kami, tentu anda berhak mendapatkan pelayanan istimewa di sini. Saya sudah mempertimbangkannya, ini akan menjadi contoh bagi pelayan lainnya agar tidak semena-mena terhadap pelanggan. Saya akan memecat Selena Tan saat ini juga.” Tegas manager muda itu terdengar mantap.
Selena Tan merasa lututnya bergetar, ia baru sadar ternyata nyalinya tidak sebesar itu untuk mendengar pemecatan langsung di hari pertama ia bekerja. Bahkan seragai pelayan yang ia kenakan baru terhitung beberapa jam, dan ia harus menanggalkannya lagi untuk dikembalikan.
“Tidak perlu pecat dia! Aku hanya ingin dia mendapatkan sanksi tegas saja. Dia telah menyinggung perasaanku, dan aku ingin dia menyelesaikan masalah secara pribadi denganku. Apa kamu tidak keberatan jika aku yang mengambil alih penertiban pelayanmu?” Ujar tuan Saputra yang membuat dua pasang mata tercengang menatapnya. Yang satu dari manager muda itu yang merasa cukup bingung mengimbangi kemauan orang kaya sok berkuasa itu, dan sisanya adalah tatapan terkejut Selena Tan yang mendadak merinding saat mendengar dirinya akan dioper kepada tuan angkuh itu. Tiba-tiba Selena Tan berharap manager itu tidak menyetujui permintaan itu dan tetap pada pendirian untuk memecatnya saja.
“Saya tidak keberatan, tuan. Jika anda ingin menyelesaikannya dengan jalur pribadi, maka saya menyerahkan sepenuhnya dia kepada anda.”
Selena Tan ternganga lebar saking kagetnya, ia tidak tahu apa yang dimaksud manager itu sebagai penyerahan sepenuhnya, namun firasatnya masih bisa diandalkan, dan itu adalah firasat buruk. “Tidak tuan, pecat saja saya! Daripada saya harus berurusan dengan dia ....”
“Oh, jadi saking pengecutnya kamu sehingga memilih kabur begitu saja, nona keras kepala? Kamu sudah terlanjur memulainya dan aku tidak bisa melepaskan kamu begitu saja. Pertanggung jawabkan perbuatanmu sampai aku merasa ikhlas memaafkan kamu.” Tegas tuan Saputra yang sengaja memotong pembicaraan Selena Tan yang belum usai.
Selena Tan menggertakkan gigi, ia melihat managernya yang ijin pamit dari hadapan pria angkuh itu. Ia benar-benar ditinggalkan sekarang, manager itu tak mau tahu lagi apa yang akan pria angkuh itu lakukan kepadanya. ‘Apa aku pergi saja? Tidak! Ini bukan jalan keluar, pria itu pasti tidak akan membiarkan aku tenang, sekalipun aku bisa kabur dari sini.’ Ujar Selena Tan yang sedang berdebat dengan pikirannya.
“Nona Selena Tan, sekarang anda harus menjelaskan bagaimana anda ingin melakukan pembayarannya? Saya akan menyiapkan tagihan pembayaran jika anda memilih menyicilnya.” Pak Fei kembali mengambil alih situasi yang belum kondusif bagi Selena Tan itu. Terpaksa wanita itu menoleh lagi ke arahnya demi memperjelas masalah yang makin pelik itu.
“Saya tidak punya uang sebanyak itu, percuma anda memaksa saya untuk membayarnya. Lebih baik jebloskan saja saya ke dalam penjara karena tidak sanggup membayar anda.” Ujar Selena Tan, masih menyisakan nada angkuhnya padahal ia disudutkan dalam posisi yang tidak menguntungkan.
Tuan Saputra tersenyum seringai, keberanian Selena Tan sungguh membuat ia semakin penasaran. “Oh ... Kamu sungguh ingin dipenjara? Kamu tidak memikirkan dampaknya terhadap keluarga yang kamu hidupi? Sungguh egois!”
Selena Tan mendadak ciut, pria angkuh itu mengingatkan ia tentang seseorang yang menjadi tanggung jawab utamanya. Seorang ibu yang sakit-sakitan dan hanya bisa mengharapkan upahnya untuk memenuhi tuntutan perut setiap hari. Andai Selena Tan sungguh dipenjara gara-gara masalah sepatu itu, siapa yang akan menghidupi dan mengurus ibunya?
“Berat kan pilihan itu, nona keras kepala!? Bicara memang lebih gampang daripada mempertanggung-jawabkannya. Aku tidak sedang berbelas kasihan kepadamu nona, jangan kegeeran dulu. Aku tetap akan menuntutmu membayarku!” Ujar tuan Saputra lagi, kali ini dengan nada bicara yang lebih lembut ketimbang sebelumnya. Namun tetap saja, kata-kata yang ia lontarkan bukan kabar baik bagi Selena Tan.
Selena Tan menghela nafas kasar, kali ini mentalnya sudah mulai terguncang. Sekeras-kerasnya ia melawan, nyatanya tidak ada nilai plus sama sekali untuk memenangkan perdebatan ini. Selena Tan jelas-jelas telah berhadapan dengan orang yang salah. “Aku ... Aku akan membayarnya.” Jawab Selena Tan dengan suara yang sangat minimalis, menandakan bahwa ia saja tidak yakin dengan apa yang dikatakannya.
“Baiklah nona, saya akan mengurus perjanjian pembayaran secepatnya.” Ujar Pak Fei yang paling bertanggung jawab tentang urusan seperti itu.
“A ... Anu ... Bagaimana kalau aku mencicilnya semampuku? Aku tidak akan sanggup membayar seratus juta.” Ujar Selena agak takut-takut, akhirnya ia tetap harus menunjukkan sikap memelas agar bisa dikasihani, meskipun hati kecilnya memberontak unuk menunjukkan kelemahan, tetapi untuk kali ini ia harus menanggalkan gengsinya.
“Semampumu? Berapa, nona?” Tanya Pak Fei yang perlu mendengarkan untuk mempertimbangkan.
Selena Tan mengerucutkan bibir tipisnya, ia sungguh kebingungan sekarang, namun tetap nekat berujar. “Ng ... Aku hanya mampu satu juta saja, tuan.”
Tuan Saputra menahan senyum gelinya, nominal yang disebutkan oleh Selena Tan bisa jadi adalah angka yang sangat fantastis bagi wanita itu, namun tidak baginya. Perumpamaan uang sebesar itu hanyalah seperti sehelai bulu kakinya yang rontok, tidak ada artinya sama sekali. “Nona, aku punya win-win solusi untuk berdamai denganku. Jika kamu tidak sanggup membayarnya dengan uang tunai, maka bayarlah dengan tubuhmu malam ini.”
Selena Tan terperanjat kaget, kelancangan mulut pria itu dengan entengnya menyebutkan tawaran untuk tidur bersama. Harga dirinya sungguh terasa diinjak oleh pria yang menyepelekannya itu. Menyuruhnya menukar tubuhnya sebagai alat transaksi pembayaran, membayangkannya saja sudah sangat menjijikkan. “Jangan pernah bermimpi aku akan bersedia melakukannya!”
***
“Bermimpi? Bagaimana aku bisa bermimpi jika tidur saja tidak? Justru aku sedang mengajakmu berbagi kehangatan dalam tidur malam ini.” Tuan Saputra masih belum berhenti menanggapi negosiasi alotnya dengan Selena Tan. Ekspresi wajah Selena yang menahan marah terlihat begitu imut di matanya, bagaimana ia bisa mengalihkan pandangan darinya jika wanita itu membuat adrenalinnya kian terpacu untuk menakhlukkan gunung es yang ada dalam diri si wanita.Selena Tan merasa nyaris meledak mendengar pria sok berkuasa itu meremehkan dirinya. “Tuan yang terhormat, sekalipun uang anda setinggi gunung, aku tidak akan menaruh respek kepada orang yang meremehkan wanita. Harga diriku tidak bisa ditukar dengan sepatumu.” Tegas Selena Tan, tak peduli dengan siapa ia berurusan saat ini, mempertahankan harga dirinya hingga titik darah penghabisan adalah kewajiban mutlak. Tak ada alasan untuk gentar pada ancaman, sekalipun lawannya berupaya menundukkannya habis-habisan.
“Aku tidak berpura-pura! Aku sungguh tak sadarkan diri tadi. Anda menakuti aku, sama seperti sekarang, aku benar-benar takut. Tuan, aku mengakui kesalahanku, aku bersedia melakukan apapun namun jangan seperti ini. Kumohon biarkan aku pergi.” Selena Tan memberanikan diri untuk bicara berhadapan langsung dengan pria tampan itu. Jarak tubuh mereka kian dekat lantaran pria itu terus melangkah menghampirinya. Selena Tan grogi, ia terus mundur hingga mentok pada sisi ranjang.Pria itu tersenyum seringai saat melihat ketidak-berdayaan Selena Tan, tak punya tempat berlari lagi. Wanita itu sepenuhnya ada dalam genggaman kekuasannya. Ia duduk di pinggir ranjang, walaupun gairahnya memuncah, namun ia masih punya hati nurani untuk mengasihani seseorang. “Aku sebenarnya bisa melakukannya tanpa menunggu kamu sadar. Tetapi itu sama sekali tidak menyenangkan, hanya bermain sepihak dan memanfaatkan sisi lengah lawan. Itu sama sekali tidak menarik bagiku.”Selena
Di saat si empu tengah menikmati malam panjang yang penuh keringat dan kenikmatan, seorang pria yang merasa punya tanggung jawab besar untuk menjaga keamanan di luar sampai tuan mudanya keluar. Ia menunggu dari kejauhan, namun sepasang matanya tetap awas pada ruangan yang masih tertutup itu. Bukan kali pertama ia mengetahui tuannya menghabiskan malam bersama seorang wanita, namun baru sekarang pak Fei mencemaskan tuannya. Wanita yang menjadi rekan seranjangnya itu tampak tidak baik-baik saja ketika ikut masuk ke dalam kamar. Meskipun sudah ada kesepakatan, namun tetap saja wanita muda itu melakukannya karena terpaksa.Bruk! Pintu yang diawasi oleh pak Fei rupanya sudah terbuka, begitu ia menoleh dan mengira orang pertama yang keluar adalah tuan mudanya, tebakan itu dipatahkan seketika begitu tahu yang berlari tergesa dari sana adalah wanita muda yang sudah mengusik pikirannya sejak tadi.“Nona Selena, apa anda baik-baik saja?” Pak Fei bertanya ketika berpap
“Hatchi ....” Selena Tan menggosok hidungnya yang berlendir saking dinginnya udara di larut malam. Ia nekat keluar dari hotel dengan hanya mengenakan seragam kerjanya. “Ah sial, jasku ketinggalan di bar. Aku tidak mungkin mampir ke sana lagi demi mengambilnya.” Gerutu Selena Tan yang merasakan kesialan beruntun terus mempermainkannya sepanjang hari ini. Bahkan pada saat sebagian orang sudah larut dalam tidurnya, ia masih saja berkutat di jalanan seorang diri. Memperjuangkan agar segera sampai ke rumahnya yang cukup jauh dari pusat kota. Selena Tan tertatih menahan sedikit perih yang ia rasakan sebagai hadiah dari pengalaman pertamanya tidur dengan seorang pria. Rasa perih itu kian mencambuknya, membakar hatinya yang panas karena emosi terpendam. Ia butuh tempat menyalurkan kekesalan, tetapi tidak sanggup dilakukannya sekarang. Jika saja pengalaman pertama yang membuatnya merasakan menjadi wanita dewasa itu terjadi karena dasar suka sama suka, mungkin Selena T
“Ini kembalinya nona, terima kasih dan hati-hatilah. Jalanan di sekitar sini sangat gelap.”Selena Tan menerima uang receh kembalian dari supir taksi itu sekaligus mendapatkan perhatian kecil yang membuatnya tersenyum. Ternyata masih ada juga orang lain yang peduli kepadanya, meskipun itu mungkin hanya sekedar basa-basi tetapi ia sangat merasa tersentuh karenanya. Beberapa lembar uang receh itu digenggamnya, hati Selena Tan meringis seketika karena sehelai uang seratus ribunya hanya tersisa beberapa lembar uang yang bahkan tidak cukup untuk membeli seporsi nasi bungkus. “Terimakasih pak, hati-hati juga untuk anda.” Jawab Selena Tan yang agak slow respon seraya membungkukkan badannya sebagai tanda hormat kepada pria tua itu serta tanda perpisahan. Ia menghela nafas kasar ketika taksi itu berlalu, suasana malam yang sungguh sepi dan dingin. Ia benar-benar sendirian dan harus menyusuri jalan setapak demi sampai ke rumah gubuknya.Beberapa langkah l
“Kamu ....” Desis Selena Tan dengan sisa suaranya yang parau. Sorot lampu mobil membantunya menangkap penglihatan dengan jelas bahwa pria yang berdiri di sana adalah seseorang yang baru beberapa saat bertemu dengannya. Langkah pria itu bergerak maju, membiarkan sepatu hitamnya basah karena gerimis yang mulai berubah menjadi rintik hujan.Pria itu sampai di depan Selena Tan yang masih mematung dengan posisi bersujud di atas tanah. Ia tak yakin wanita itu bisa menangkap senyumnya atau tidak, yang pasti kehadirannya sudah disorot. “Nona Selena Tan, anda tampaknya butuh bantuan.”“Aku mohon, selamatkan ibuku!” Selena Tan menelan gengsinya, menyingkirkan fakta yang sempat terjadi di antara ia dan pria itu. Apapun demi menyelamatkan nyawa ibunya, Selena Tan bersedia melakukannya sekalipun itu merendahkan harga dirinya.Pria itu menjulurkan tangan ke arah Selena Tan, menunggunya merespon dengan sambutan. Namun tangan itu tetap dibiar
“Di mana dia sekarang?” Nicole Saputra sebisa mungkin mengatur nafasnya yang masih tersengal. Meskipun harus memaksakan diri untuk bicara, ia tetap tak peduli tentang dirinya yang kelelahan pasca berlari semenjak turun dari mobil demi menuju keberadaan asistennya.“Nona itu masih menunggu jenasah ibunya di ruangan itu. Aku sengaja membiarkannya, kadang orang memang perlu waktu untuk mengucapkan salam perpisahan. Apalagi jika hal buruk itu terjadi tanpa sepengetahuannya, saya yakin nona itu pasti sedang memendam rasa penyesalannya karena tidak bisa mendampingi di detik terakhir. Biarkan saja dulu begitu adanya, tuan. Dia pasti akan keluar jika sudah berhasil menguasai dirinya.”Nicole Saputra mulai merilekskan dirinya, walau belum bertemu langsung dengan Selena Tan, namun mendengar apa yang disampaikan oleh pak Fei pun membuatnya merasa sedikit lega. “Ya, aku rasa anda benar. Saat ini yang ia perlukan hanya kekuatan untuk mene
Kecemasan yang dirasakan oleh Selena Tan kian bertambah ketika ia sadar akan satu hal yang harus dihadapinya. ‘Pemakaman yang layak dan sederhana pun harus menggelontorkan uang. Darimana aku mendapatkan uang lebih dalam waktu singkat? Kenapa di dunia ini aku hanya memiliki ibu? Siapa yang bisa aku andalkan di saat genting begini?’ Suara hati Selena Tan yang menjerit pilu, berandai jika ia memiliki saudara, setidaknya masih ada tempat berbagi rasa dan susah seperti yang ia rasakan sekarang.‘Menikahlah denganku!’Selena Tan menggeleng cepat, berupaya menepis ingatan tentang pria menjengkelkan yang menawarinya pernikahan padahal mereka baru kenal dan menghabiskan berbagi kehangatan di atas ranjang peraduan. ‘Sial! Aku tidak mau ingat apapun tentang dia.’“Nona, maaf saya tidak bermaksud mengganggu anda, tetapi anda harus segera menyelesaikan beberapa urusan administrasi rumah sakit.” Pak Fei mengusik la