Share

Tragedi

Penulis: Ajeng padmi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Dina memandang Brian yang kebetulan sedang memandnagnya juga dan sebuah kesepakatan terbentuk dari sana.

Memang masih samar, semuanya hanya berdasarkan asumsi mereka saja, belum ada bukti nyata.

Dina menoleh pada orang yang tengah berbicara itu, bukan kalimat panjang memang hanya sebuah ucapan ringan yang tak bermakna.

“Mbak Dina tidak sendiri?” tanyanya. Sekilas pertanyaan biasa tapi tidak untuk Brian dan Dina yang sudah mendengar panggilan telepon penculik mereka.

Dina menoleh pada Vanya yang memandangnya terkejut.

“Kenapa memangnya?” tanya Dina berusaha memancing Vanya untuk bicara.

“Oh, tidak aku hanya bersyukur Mbak Dina tidak sendiri,” jawabnya dengan terbata.

“Iya syukurlah ada orang baik yang mau menolongku dari cengkraman iblis,” jawab Dina yang tersenyum semanis racun. Dia harus bisa membuktikan kalau Vanya terlibat dalam masalah ini, tapi dia tak mungkin mengatakan langsung pada Bara maupun Angga kenyataan ini, bisa dijamin mereka akan m
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Istikoma Nurlailin
lanjutt....
goodnovel comment avatar
Jamiah Kampil
Selama ini angga mengabaikan Dina demi vanya tp akhirnya vanya menghancurkan Dina demi cinta kepada Angga yang tidak berbalas.. semoga penyesalan Angga tidak akan terlambat...ada kemungkinan Dina akan meninggalkan Angga kerana kecewa.
goodnovel comment avatar
Jamiah Kampil
Apa ka Angga akan Sadar bahawa vanya bukan gadis yang baik setelah Dina di ck & di cederakan...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Wanita Kedua   Prasangka

    Dina bangun di sebuah ruangan serba putih, matanya terbuka dan menatap nyalang, tubuhnya terasa kaku dan dingin. Dia menoleh ke kanan, tangannya terasa hangat dan berat, satu-satunya bagian tubuhnya yang tidak kedinginan. Benar saja seseorang memegang erat tangannya, seolah dia akan pergi berlari dari sana. Dina berusaha menggerakkan tangannya, memberi tanda pada orang itu kalau dia sudah bangun. “Kamu sudah sadar?”Angga menatapnya dengan mata merah, sejenak mereka hanya saling pandang, lalu laki-laki itu pergi keluar kamar dengan tergesa, meninggalkan Dina yang terbaring sendiri di sana. Dina ingin memanggil Angga agar tak meninggalkannya tapi suaranya seolah hilang tak mau berucap apa-apa, sampai bayangan Angga menghilang ditelan pintu ruangan, Dina hanya bisa terbaring pasrah. Tubuhnya seolah tak mau bekerja sama untuk menuruti perintah otaknya. Apa Angga membencinya karena membuat Vanya melakukan perbuatan segila ini? dan sekarang sang suami meninggalkannya s

  • Wanita Kedua   Dia Mencintaimu

    “Aku sudah mengurusnya, Din, kamu tenang saja, Vanya sudah diamankan dan anak-anak juga baik-baik saja.”Dina bukannya tak percaya ucapan Angga, tapi dia ingin memperjelas maksud dari mengamnakan itu, dia tidak akan tinggal diam kalau Vanya sampai bisa bebas, apalagi bisa ke luar negeri dan beberapa tahun kemudian bebas keluar masuk kemari. oh tentu saja tidak. Dina tak akan membiarkan itu, meski dia harus berhadapan dengan Angga dan keluarga Vanya dia tak akan mundur, Dina yakin keadilan pasti ada untuknya. “Mengurus bagaimana maksudmu? apa kamu menahanku di sini supaya kamu punya waktu untuk membebaskan wanita itu?” bentak Dina. “aku tidak akan pernah memaafkanmu kalau itu sampai terjadi.” Angga tertegun, Dina memang sering marah padanya dan perdebatan sering kali mewarnai rumah tangga mereka, tapi kali Dina marah sambil menangis, air mata kekecewaan mengalir deras jatuh ke pipinya. Dada Angga bagai tertusuk belati, sakit. Tapi dia sadar inilah balasan yang haru

  • Wanita Kedua   Mahendra

    "Dia mencintaimu," kata Angga akhirnya, entah kenapa kata itu meluncur begitu saja. Dina menoleh pada Angga, lalu tertawa dengan geli. Lucu sekali suaminya ini, apa Angga sedang cemburu pada Bara? Atau hanya egonya saja yang terluka. "Kamu aneh-aneh saja, Mas. Bara itu ganteng dan belum pernah menikah, kalau dia mau gadis manapun bisa dia dapatkan, ngapain dia suka sama aku yang istri orang, sedang hamil pula." Angga memandang Dina, dia tak tahu harus bersyukur atau marah dengan istrinya yang begitu tak peka. "Sudahlah itu tak penting, Bara pasti baik-baik saja setelah ini. Aku akan usahakan dokter terbaik untuknya." Dina mengangguk, tak ada yang dapat dia lakukan memang, dia hanya bisa berdoa agar Bara cepat pulih. "Lalu Hera?" "Dia ada di ruang perawatan, kondisinya sudah membaik." Dina meminta Angga untuk menemaninya melihat kondisi Hera. Wanita itu sudah mulai membaik kondisinya, syukur

  • Wanita Kedua   Dua Anak Manusia

    Kekuatan uang dan kekuasaan memang kombinasi yang memiliki power luar biasa, setelah sang paman datang Bara dan Hera yang sebelumnya dirawat di ruang perawatan Vvip, saat ini mendapatkan lebih exklusive lagi, bahkan pihak rumah sakit mendatangkan dokter-dokter terbaik dari seluruh negeri, tentu saja ada harga yang harus dibayar, tapi untuk Angga tentu saja bukan masalah besar. Dan kondisi keduanya berangsur membaik, Dina sedikit bernapas lega.Sore ini seperti biasa, setelah pulang kerja yang sebelumnya ditentang habis-habisan oleh Angga, tapi Dina yang keras kepala ngotot ingin terus bekerja, sampai waktunya akan melahirkan. Dan demi kedamaian mereka Angga dengan berat hati mengijinkannya, tentu saja dengan berbagai persyaratan yang harus dipatuhi Dina termasuk soal pengawal dan harus mengangkat telepon setiap Angga menghubunginya, yang mana laki-laki itu meneleponnya setiap satu jam sekali yang membuat Dina begitu jengkel dibuatnya, tapi tak bisa berbuat apa-apa, dan

  • Wanita Kedua   Masa Lalu

    Angga melajukan mobilnya kencang menuju kantor polisi tempat Vanya ditahan. Jalanan masih dipenuhi orang-orang yang akan berangkat mencari nafkah pagi ini, dia sendiri memutuskan masuk kantor lebih lambat.Meski Bara belum bisa masuk kerja, tapi Hendra bisa diandalkan untuk meringankan pekerjaannya. Dia sudah memastikan Dina dan anak-anaknya sampai di tempat tujuan masing-masing dengan selamat sebelum membelokkan mobilnya berlawanan arah dengan kantornya.Tujuannya ke sana bukan untuk menjenguk Vanya tentu saja, sesayangnya Angga pada wanita itu dia juga bisa marah saat keluarganya disakiti, dan seperti ucapannya pada Dina kemarin, dia akan pastikan Vanya dihukum dengan sepantasnya. Sengaja memang dia tidak mengajak Dina, dia tak mau istrinya itu terlalu emosi saat melihat Vanya dan mengakibatkan kondisinya yang menurun dan sengaja memberitahukan pada wanita itu melalui telepon saja untuk mencegah kesalahpahaman yang tidak diinginkan.Dan terbukti trick iti cu

  • Wanita Kedua   Titik Balik

    Dengan diantar Deri, Angga menemui Vanya yang ditahan di sana, wanita itu terlihat lusuh, beda sekali dengan penampilannya yang biasanya. Ada sedikit rasa iba yang ada di hati Angga, tapi mengingat perbuatannya pada Dina membuat perasaan itu seolah tawar, wanita yang dulu begitu dibelanya telah menusuknya dari belakang. “Aku harap kamu tidak tersesat dalam bujuk rayunya lagi,” kata Deri dan berlalu dari sana. Angga hanya memandang sosok temannya itu lalu melangkah menghampiri Vanya yang duduk dalam ruangan dengan sekat kaca. “Mas Angga!” seru Vanya antusias. “Aku tahu, Mas akan ke sini dan membebaskanku.” Wanita itu  memandang Angga dengan penuh harap. Angga meraih kursi yang ada di sana dan duduk dengan tenang. Diamatinya sebentar wajah yang dulu pernah dikaguminya, Vanya memang sangat cantik, bahkan saat sudah beberapa hari dia dalam penjara dan tentu saja tidak ada make up dan skincare yang dia pakai.  Tapi entah kenapa hatinya sejak dulu tak bisa lebih dari s

  • Wanita Kedua   Meresahkan

    “Halo. Ada apa Ghe?” tanya Angga. Sambungan terdiam di ujung sana. Dia memandang layar ponselnya sejenak memastikan kalau panggilan belum terputus. Angga menunggu beberapa saat sampai suara lembut yang dulu sempat mengisi hari-harinya terdengar. “Aku akan ke Indonesia secepatnya.” Hanya itu yang Ghea katakan tanpa salam pembuka ataupun ucapan basa basi yang lainnya. Hubungan mereka memang tidak sedekat dulu, waktu yang berlalu begitu lama seakan tak mampu mencairkan kebekuan di antara mereka. “Aku mengerti.” Lalu sambungan terputus. Angga melangkahkan kakinya menuju mobilnya terparkir, langkahnya lebih ringan sekarang, dia akan menyerahkan urusan Vanya pada Ghea dan mulai sekarang dia akan lepas tangan dari semua urusan itu, dia juga tak ingin lagi terbebani dengan janjinya pada Ghea. Angga ingin bebas. Jika saja jam dinding yang menempel di tembok bisa bicara mungkin dia akan kegeeran karena betapa seringnya Angga me

  • Wanita Kedua   Pilihan Hati

    "Ghea? Mantan tunanganmu?" tanya Dina.Dia berusaha bicara setenang mungkin, meski dadanya seketika bergemuruh, rasa cemburu dan kecewa seketika menyerangnya dengan hebat. Dina mengalihkan pandangannya pada keindahan taman di dekatnya. Bunga-bunga tertata dengan rapi tergantung disebuah papan kayu sangat indah. Tapi keindahan itu tak mampu menepis rasa sesak dalam hatinya, setetes air mata jatuh di pipinya.Tanpa disangka sebuah tangan menghapusnya dengan lembut."Kamu menangis," kata Angga dengan pahit, Dina pasti merasa tertekan dengan semua ini. Tapi Anggapun tak mampu untuk menyelami perasaan istrinya, dia bingung harus bagaimana."Jangan berpikir yang tidak-tidak, aku hanya menemui Vanya untuk tahu alasannya itu saja, demi Tuhan tak ada keinginanku untuk memperhatikannya, maaf karena tidak mengatakan padamu sebelumnya."Dina hanya diam saja, wanita itu masih memalingkan muka, tak sanggup menatap wajah suaminya. Sekali lagi dia merasa dikhianati.

Bab terbaru

  • Wanita Kedua   Exp Angga-Dina: Cinta Sederhana

    "Bu Dina dilarikan ke rumah sakit."Pesan salah satu anak buahnya, membuat Angga langsung meninggalkan semua pekerjaannya.Dia melangkah terburu-buru, ingin rasanya dia terbang supaya cepat sampai, dia merutuki dirinya sendiri kenapa harus ada masalah di kantor saat seperti ini, padahal dia sudah berusaha membereskan pekerjaannya dan menemani Dina yang sedang hamil tua. Syukurlah Bara sangat bisa diandalkan di saat seperti ini, dia juga meminjamkan sang istri, Hera untuk menjaga Dina."Bagaimana keadaan Dina?" tanya Angga tak sabar saat melihat Hera terduduk di kursi tunggu."Masih ditangani dokter."Tanpa membuang waktu Angga menuju ruangan yang ditunjuk Hera."Eh pak kita tunggu di sini saja nggak boleh masuk!" Tapi Angga tampaknya tak peduli."Sus, dimana istri saya?" tanyanya pada seorang perawat."Istri Bapak siapa?" tanya sang perawat bingung."Dina, Sus, istri saya yang akan melahirkan."Untunglah sang perawat punya kesabaran lebih

  • Wanita Kedua   Exp Angga-Dina: Kejutan

    “Ciee mbak Dina... sebentar lagi akan jadi mertuanya Pak Brian.” Dina bahkan baru saja menginjakkan kakinya di lobi kantor, terdengar suara membahana Siska yang membuatnya melongo tak mengerti. Dia akan jadi mertuanya Pak Brian, seingatnya dia memang punya dua orang putri cantik Arsyi dan Ara dan usia keduanyapun masih anak-anak. Tak mungkinkan Brian mau menikahi salah satu dari dua bocilnya itu. Jadi anak yang mana yang dimaksud Siska?“Kamu belum sarapan ya, Sis, sana ke kantin dulu atau ke cafe depan, biar kamu lebih fokus ngomongnya,” kata dina sedikit jengkel. “Gratis, Mbak?” “Apanya?’ “Makannyalah katanya tadi suruh makan.” “Makannya gratis, tapi setelah itu kamu harus cuci piring.” “Mbak Dina kayak ibu tiri saja. kejam.” “Bahkan anak tiriku bilang aku baik hati.” “Ups aku lupa kalau memang mbak Dina ibu tiri.” Dina segera meneruskan langkahnya , ngobrol dengan Siska tak akan ada habisnya. “Eh, Mbak tunggu, tapi aku serius soal Pak Brian yang akan menikah dan jadi m

  • Wanita Kedua   Exp Brian: Sehangat Mentari

    Brian memasuki kamarnya dengan hati bercabang, dia sebenarnya juga terkejut dengan keputusannya sendiri yang mengatakan kalau Sinta adalah calon istrinya. Dan lebih buruknya lagi dia mengatakannya di depan sang mama, wanita yang sangat dia sayangi dan tidak ingin dia kecewakan. Sekarang apa yang akan dia lakukan? Tetap menikahi Sinta seperti perkataannya tadi atau menjelaskan semuanya dengan resiko membuat mamanya kecewa. “Apa kamu yakin mau menjadikannya istri dan atas dasar apa keinginanmu itu?”Pertanyaan sang mama seolah terus terngiang di dalam otaknya membuatnya pusing luar biasa, dia bahkan tak bisa menjawab pertanyaan itu dan dengan pengecut, dia malah mengalihkan pembicaraan pada hal lain. Syukurlah sang mama cukup bijak untuk tak terus mendesaknya dan memberikan waktu untuknya menelaah rasa yang ada di hati.Tapi sekarang dia bingung sendiri apa yang harus dia katakan pada Sinta, gadis itu pasti juga membuatuhkan penjelasan darinya. Mulutnya kadang-

  • Wanita Kedua   Exp Brian: Tak Terduga

    Mobil yang dikendarai Brian tiba di halaman rumah yang ditunjukkan Sinta. Dengan senyum terima kasih atas semua kebaikan Brian, gadis itu mengangguk dan turun dari dalam mobil.“Sin, tunggu.” Gadis itu menoleh dan terlihat Brian sudah turun dari mobil mewahnya. “Telepon aku jika kamu butuh tumpangan untuk pulang.” Sinta sudah akan membuka mulutnya menjawab tawaran Brian, tapi tubuhnya langsung tersentak saat sebuah gagang sapu memukul punggungnya dengan keras, sakit sekali. “Dasar anak tak tahu diuntung, sudah numpang bikin malu saja, berikan gajimu padaku.”Rasa sakit di punggungnya bahkan jadi tak terasa saat dia bersitatap dengan mata Brian yang memandang semua ini dengan tatapan tak percaya. “Iya, Bi, kita masuk dulu.... terima kasih sudah mengantar saya, Pak.” Sang Bibi memandang Brian dari atas sampai bawah, penampilan Brian yang sangat tampan dan juga semua benda yang melekat dalam tubuhnya meneriakkan kata mahal... dan jangan lupakan mobil me

  • Wanita Kedua   Exp Brian: Malam Panjang

    Dalam kegelapan, Brian terduduk diam dalam mobilnya yang sewarna malam, matanya begitu tajam mengawasi seorang gadis yang terlihat tersenyum bersama teman-temannya di seberang sana. Sampai satu persatu gadis-gadis itu pergi dari sana, tinggallah Sinta, gadis mungil dengan kuncir ekor kuda yang sesekali melihat arloji di pergelangan tangannya. Brian terus mengamati dalam diam, bahkan sampai setengah jam, yang ditunggu gadis itu tak juga datang, tapi gadis itu tetap menunggu di sana. Malam yang kian beranjak membuat suasana menjadi sepi, bahkan semua toko yang tadi masih ramai dengan pembeli sudah membenahi barang dagangannya. “Apa dia tak takut semakam ini pulang sendiri,” gumam Brian tak senang. Dia sudah akan membuka pintu mobilnya, saat sebuah motor menghampirinya dan terlihat gadis itu menerima uluran helm dari si pengendara dan bergegas naik keboncengannya. Brian cepat-cepat menstater mobilnya untuk mengikuti motor itu sambil terus menjaga jarak ama

  • Wanita Kedua   Exp Brian: Teman?

    Setelah dengan penuh perjuangan mengantar Winda ke rumahnya, akhirnya Brian bisa bernapas lega dia bisa terbebas dari wanita itu, dia bahkan tak habis pikir bagaimana mamanya yang biasanya sangat kalem dan anggun itu bisa menyukai wanita agresif seperti itu untuk dikenalkan padanya. Apa dia terlihat setak laku itu, usianya baru tiga puluh dua tahun, usia yang belum terlalu tua untuk laki-laki sepertinya. Dan yang lebih menyebalkan lagi, wanita itu dengan tak tahu malunya mengambil hadiah yang akan dia berikan pada Sinta. Brian menghela napas dalam berusaha menetralkan perasaannya, dia ingin menemui Sinta, tapi tentu saja tidak dengan tangan kosong. “Ah! Dasar sialan,” maki Brian kesal. Dia harus memikirkan hadiah apa yang bisa dia bawa untuk Sinta, memang bukan keharusan, Sinta juga tidak sedang berulang tahun, tapi tetap saja, Brian merasa tak nyaman.Dengan tergesa dia meminggirkan mobilnya, sejenak dia menimbang apakah akan menghubungi Dina atau S

  • Wanita Kedua   Exp Brian: Kotak Biru

    Brian menatap pita rambut itu dengan senyum terselit di bibirnya, dia bisa membayangkan Sinta pasti akan terlihat sangat manis mengenakan ini. Satu minggu sudah Brian ada di Bali, berlibur sekaligus bekerja, karena meski dia mengajukan cuti kerja, nyatanya pikirannya malah melayang kemana-mana. Bahkan saat mengikuti Arga melakukan pemotretan ke berbagai tempat dan melihat pemandangan yang sangat indah termasuk wanita-wanita cantik yang bertebaran tak membuatnya bisa melupakan bayangan wajah belia yang selalu menghantui pikirannya. Jadi dia memutuskan tetap bekerja di hari kedua cutinya, yang membuat sang paman yang menerima laporan entah dari siapa menghubunginya hanya untuk menertawakan keputusan anehnya. “Kamu memang tak pantas untuk cuti, sudahlah bekerja saja, sedekahkan cutimu untuk yang membutuhkan.”Brian hanya bisa tersenyum kecut, meski pamannya di seberang sana pasti tak bisa melihatnya, mau apalagi, tidak mungkinkan dia mengomel pada pamannya yang

  • Wanita Kedua   Exp Brian: Move on

    Sebuah proyek pembangunan sekolah luar biasa di Bali. Brian memandang informasi yang baru saja masuk ke ponselnya dengan penuh pertimbangan. Ini memang bukan tugasnya untuk meninjau secara langsung, tapi dia bisa mengajukan diri untuk ikut meninjau ke sana, memastikan sarana dan prasarana apa yang dibutuhkan di sana. “Saya akan ikut ke sana.” Brian mengirimkan pesan balasan pada direktur utama yayasan tempatnya bekerja, yang tak lain adalah pamannya sendiri. “Kamu yakin, kamu sebenarnya hanya perlu mengirim salah seorang staffmu, lagipula pembangunan di sana juga belum selesai.” Sebuah pesan balasan masuk tak lama kemudian. “Aku sedang ada urusan di Bali jadi sekalian saja.” “Baiklah, lusa mereka akan berangkat, persiapkan dirimu.” Brian masih memandang ponselnya. Meski tak ada lagi pesan yang masuk. Tangannya tergoda untuk mengirim pesan pada Sinta, tapi dia kembali ragu, Kemarin setelah dia datang ke cafe Dina dan menemui Sinta di sana sikap

  • Wanita Kedua   Exp Brian: Jawaban?

    Bahkan saat bekerjapun bayangan Sinta memenuhi kepalanya. Membuatnya sulit untuk berkonsentrasi. “Kenapa kopi buatanmu rasanya jadi tidak karuan seperti ini, Sa?” gerutu Brian.Bahkan kopi yang biasa dibuatkan oleh Sasa, sekretarisnya terasa aneh dan tidak seperti biasanya. Suasana hati Brian benar-benar mengerikan sepagi ini bahkan sudah ada dua anak buahnya yang kena semprot. “Tapi saya buat dengan takaran yang biasa pak, satu sendok makan kopi hitam dan satu sendok teh gula, bapak biasanya tidak suka kopi manis jadi saya hanya memberi sedikit gula,” Sasa tentu saja tak terima dengan tuduhan Brian orang dia membuat kopi seperti biasa tak ada yang dikurangi ataupun ditambah. “Airnya belum matang mungkin atau ini bukan bubuk kopi yang biasanya.” Sasa membelalak tak percaya. “Saya merebusnya langsung di atas kompor bapak kan tidak mau air dispenser, dan saya sudah lebih dari tiga puluh tahun berpengalaman untuk masak air, dan tahu benar bagaimana air yang suda

DMCA.com Protection Status