Boston, Amerika 11.00 AM
“Relova” mendengar namanya dipanggil sontak gadis dengan rambut coklat yang diikat menjadi satu dan sebuah kacamata bulat dengan frame bening itu menoleh ke belakang.
Tampilannya disiang hari jauh berbeda dibanding saat malam hari. tetapi, meski Lova menggunakan kaca mata dengan setelah sederhana, dia tidak terlihat seperti mahsiswa kolot justru tampilannya terlihat lebih sederhana dan polos.
“Ya?” Jawabnya sambil tersenyum tipis
“Ha-hai aku Alex Ederson” ucapnya sambil menjabat tangan Lova
“Oke dan sepertinya kau sudah mengenalku” Lova tertawa kecil membuat pria itu salah tingkah namun tak ayal dia mengangguk meng’iya’kan ucapan Lova jika Alex mengenal wanita itu
“Emm, apa kau akan pulang?”
“Tidak, rencananya aku ingin ke perpustakaan lalu auditorium. Kau butuh sesuatu?” Lova bertanya bukan karena tak tau, namun Lova memilih pura-pura tak tau jika lelaki itu tertarik padanya.
“A-apa kau bisa membantuku dengan tugas Mrs. Suya. Aku tidak bisa mengerjakannya?” tanyanya malu-malu
“Kau kesusahan di bagian mana?” Tanya Lova masih dengan wajah polosnya
“Analisis Data” Jawab Alex cepat. Lova berpikir sebentar lalu mengangguk
“kau ingin mengerjakannya sekarang? Aku punya waktu 2 jam sebelum penerimaan penghargaanku” Tawar Lova, Alex mengangguk cepat
“Aku tau tempat yang nyaman untuk mengerjakan tugas, kita pergi menggunakan mobilku saja” Ucap Alex membuat Lova mengerutkan kening.
“Tidak perlu, kita kerjakan di sana saja. Akan memakan waktu lama untuk pergi ke tempat lain” Lova menunjuk sebuah café kecil yang tak jauh dari tempat mereka berdiri. Tanpa menunggu jawaban Alex, Lova melangkah lebih dulu meninggalkan pria itu.
Alex berbalik, menatap punggung Lova yang berjalan didepannya. Dia menghembuskan nafas pasrah, seharusnya dia jujur saja jika ingin mengajak Lova berkencan.
Hampir 2 jam berlalu begitu saja sejak Lova duduk di dalam café sambil membantu Alex yang mengetikan sesuatu pada laptopnya, Lova melirik jam tangannya lalu menatap Alex yang terus memperhatikan dirinya.
“Aku harus pergi sekarang, kau tinggal merapikan susunannya” Ucap Lova
“T-tunggu” Alex terlonjak lalu menahan tangan Lova “Biar ku antar, anggap saja sebagai ucapan terimakasih”
“Tidak perlu, aku masih ingat letak auditorium dengan benar” Lova tersenyum tipis, dia melepaskan tangan Alex yang menahan tangannya dan meninggalkan Alex.
Alex menatap Lova yang menjauh, dia tau alasan Lova menuju auditorium. Hari ini kampusnya kedatangan donatur besar dan Lova akan menerima penghargaan sebagai mahasiswa terbaik.
Alex tersenyum miris, betapa beruntungnya pria yang menjadi kekasih Lova nanti, Lova bukan hanya cantik namun dia juga sangat pintar dan berbakat jadi tak heran jika banyak pria yang menyukainya meskipun tampilan Lova tidak seperti wanita glamour yang penuh dengan perhiasan di jurusannya.
Beralih pada Lova, wanita itu kini berada di dalam toilet sambil merapikan penampilannya. Tangannya membenarkan letak kacamata lalu beralih meraih handphone yang baru didapatnya semalam.
Ada sebuah pesan masuk dari satu-satunya nomor yang tersimpan di handphone itu, setelah mengirimkan balasan Lova langsung menonaktifkan handphone itu hingga mati total.
Lova memoleskan lipstick berwarna peach untuk menghiasi bibirnya. Wajah itu tersenyum lebar, menampakan kesan polos dan murni dalam tatapannya. Merasa cukup, Lova menyimpan lipstick itu dan membuka pintu toilet.
Bruk..
“Akh” Lova berdesis saat tubuhnya terjatuh ke lantai. Tubuhnya seperti menabrak sesuatu yang keras. Lova membenarkan letak kacamatanya lalu mendongak menatap objek yang menabraknya, tatapannya jatuh pada seorang pria yang juga sedang menatapnya datar. Jika Lova amati mungkin usia pria itu sekitar dua puluh lima tahunan.
“Anda tidak berniat meminta maaf, sir?” ucap Lova sambil berdiri dan menepuk pakaiannya sendiri. Lova menatap pria itu, harus Lova akui pria itu terlihat sangat tampan dengan setelan kemeja dan jas mewahnya.
Caid menatap sosok wanita yang tanpa sengaja dia tabrak. Awalnya dia ingin ke toilet pria yang bersebelahan dengan toilet wanita namun sepertinya pria itu menemukan sesuatu yang menarik disini.
Mata abu-abunya menatap sosok wanita dengan tampilan sederhana itu. Selain sederhana, tidak ada kesan spesial yang Caid dapatkan tetapi ketika wanita itu sudah berdiri dan menatapnya dengan berani, mata hazel yang di halangi oleh kaca mata itu terlihat sangat menggoda bagi Caid.
Rasanya seperti ada sesuatu yang berbeda dari mata hazel itu atau mungkin karena bentuk matanya yang terlihat seperti seekor rubah licik. Caid tidak bisa menjelaskannya dengan benar karena kacamata itu menutupinya. Rasanya Caid ingin mengambil kacamata itu dan menatap matanya dengan lebih seksama.
“Sir?” Lova kembali membuka mulutnya. Caid tersadar namun pria itu tidak melakukan apapun selain menatap Lova tanpa ada tanda-tanda dirinya yang akan pergi. Untuk pertama kalinya Caid ingin terus menatap wajah wanita yang baru saja di tabraknya.
“Sepertinya gengsi anda terlalu tinggi hanya untuk sebuah kata maaf. Kalau begitu saya pergi dulu sir, semoga kita tidak bertemu lagi” Lova tersenyum manis lalu berlalu dari sana, meninggalkan Caid yang masih terdiam.
Lova berjalan dengan bibir yang terus menggerutu. Dia merapikan pakaiannya yang sedikit berantakan lalu membuka pintu Auditorium. Lova mengernyit bingung, dia tidak menyangka jika Auditorium yang biasanya hanya terisi setengah itu kini sudah dipenuhi oleh para mahasiswi. Bahkan mereka memenuhi kursi bagian depan yang dekat dengan panggung.
Lova melangkah acuh, dia segera mencari kursi. Lova duduk dikursi kosong yang bersebelahan dengan seorang wanita cantik berambut pirang. Wanita itu sedang memoleskan lipstick merah pada bibirnya. Sepertinya wanita itu tidak menyadari jika Lova duduk disebelahnya.
“Andai aku tau jika Mr. Walton akan datang aku pasti akan lebih cepat ke sini dan mengambil kursi dibagian bawah” Ucap wanita itu pada seorang temannya yang juga berambut pirang namun lebih gelap.
“Aku yakin pasti Scarlet akan langsung mendekatinya dengan agresif” Seru temannya yang lain. Lova hanya diam sambil menatap kursi bagian bawah, letak kursi bagian bawah sangat berdekatan dengan panggung di auditorium itu. Lova mendapati seorang wanita dengan rambut merah yang Lova ketahui bernama Scarlet, wanita itulah yang menjadi bahan gossip orang di sampingnya.
“Apa menurutmu Scarlet akan berhasil? Kau lupa rumornya jika Mr. Walton itu pria yang sangat dingin dan panas secara bersamaan”
“Tapi dia juga sangat tampan” Sambung wanita disebelah Lova sambil terkikik geli
Lova menghela napas jengah. Wanita itu memfokuskan perhatiannya MC yang mulai menyapa dan membuka acara.
“Sambutan selanjutnya adalah sambutan dari donatur sekaligus alumni kampus kita, seorang pengusaha muda terkenal yang kini menjabat sebagai CEO Walton Corp. mari kita sambut dengan hormat Caid Walton!”
Lova menutup telinganya saat wanita di sebelahnya bertepuk tangan dengan kuat sambil bersorak pada seorang pria yang menaiki panggung dengan setelan jas mahalnya. Lova mengamati pria itu, mata coklatnya melotot. Pria itu adalah orang yang tadi menabraknya di depan toilet.
Mata coklat Lova terkunci pada pembawaan pria itu yang sangat berbeda dengan tadi. Di saat yang bersamaan mata abu-abu itu juga tertuju padanya. Tatapan mereka saling terkunci selama beberapa detik sebelum Lova membuang pandangannya kearah lain.
Pria itu, Caid Walton menampakan smirk tipisnya setelah sepasang mata coklat yang sempat bertatapan dengannya kini justru menghindarinya.
Caid terus menyampaikan sambutannya dengan tatapan yang tertuju pada satu titik. Seorang mahasiswi dengan rambut kuncir satu dan kacamata yang sangat ingin Caid lepaskan
Sorakan terdengar semakin keras saat Caid Walton menyelesaikan sambutannya, Lova ikut bertepuk tangan sebagai formalitas. Lova sadar jika dari tadi pria itu selalu menatap ke arahnya.Lova tidak masalah dengan hal itu, yang mengusiknya bukanlah tatapan Caid melainkan pekikan wanita pirang di sebelahnya saat wanita itu mengira jika Caid menatap kearah mereka. Mau menjelaskan jika yang ditatap adalah dirinya? Hey nanti yang ada Lova dikira terlalu percaya diri.Sang MC kembali berdiri di tengah panggung sambil terus berbicara. Lova tidak terlalu memperhatikan karena wanita pirang di sebelahnya itu sangat hiperaktif. Merasakan jika telinganya mulai sakit, Lova menghela nafas pelan dan menatap wanita itu“Permisi” Wanita itu menoleh, dari tatapannya saja Lova bisa menebak jika wanita itu tau tentang dirinya ”Bisa pelankan sedikit suaramu, itu mengangguku” Lova berucap dengan nada manisnya“Oh Lo-lova, maaf menganggumu” Wanita itu mencicit. Lova yakin jika dia baru sadar jika Lova sudah du
“Ku kira kau tidak akan kemari? Bukannya kau sudah mendapatkan mainan baru?” Dayn bertanya pada seorang pria dengan setelan kemeja hitam yang dipadukan dengan celana kain dengan warna serupa yang baru saja duduk di kursi ruangan mereka, pria itu tidak lain adalah Caid WaltonSetelah sibuk dengan semua jadwalnya akhirnya Caid dapat merilekskan dirinya di club malam ini. Tapi jangan salah, tempat yang di datanginya bukanlah club malam biasa, tidak sembarang orang bisa masuk ke tempat seperti ini.Hanya orang-orang dari kelas tertentu yang bisa kemari, hal itu kerena semua identitas baik para tamu, penghibur, bahkan pelayan sekalipun menjadi rahasia yang tidak bisa disebarluaskan.“Dia sudah mati” Sahut Caid santai. Lucius tertawa pelan. Dia tau jika Georgina pasti akan memancing amarah seorang Caid“Sepertinya memang Jess yang terbaik untukmu” Sahut Dayn membuat Caid mendengus.“Sayang sekali kau pergi ke Italia kemarin padahal jika kau berada disini kau bisa bertemu Angelic” Seru Luci
Jemari Lova bergerak dengan lihai pada keyboard laptopnya. Cahaya dari layar laptop memantul di wajahnya, menampilkan fokus dan konsentrasi yang mendalam. Di layar, baris-baris kode dan jaringan keamanan sebuah perusahaan mulai muncul.Clik.. bunyi sistem keamanan yang berhasil Lova bobol membuat bibirnya tersenyum lebar"Mari kita lihat apa yang sebenarnya mereka sembunyikan." Lova bergumam dengan senyum lebar dibibirnyaLova telah menghabiskan waktu terakhir untuk mempelajari sistem keamanan perusahaan Malkin, sebuah perusahaan besar yang dikenal di bidang eksport import minyak bumi.Secara kebetulan Malkin bukan hanya nama perusahaan, tapi juga nama belakang dari pria yang berkencan dengannya minggu lalu. Atau lebih tepatnya, pria yang mengundangnya untuk makan malam dalam rangkaian "kencan" nya."Wah, mereka benar-benar buruk" gumam Lova, matanya menyipit saat dia mulai membaca beberapa dokumen yang dia temukan di folder rahasia perusahaan. Isi dokumen itu mengejutkan. Di dalamnya
“Ada apa denganmu?” tanya Dylan yang menyadari perubahan ekspresi wajah CaidCaid menoleh ke arah Dylan dengan mata yang berkilat. Jari telunjuknya bergerak mengetuk meja dengan seringaian lebar"Penyusup ini... dia sangat terampil. Melihat cara dia menembus sistem kita, dia bukan hacker sembarangan. Ini semacam seni baginya."Dylan mengerutkan kening, mencoba memahami maksud Caid sebelum akhirnya melotot tak percaya "Jadi kau kagum pada orang yang merugikan kita?"Caid mengangguk, masih dengan seringai di wajahnya. "Ya, harus kuakui, sedikit kagum. Banyak orang yang mencoba menembus sistem kita, baik kembaranmu, Enid maupun Lucius, kita semua memiliki kemampuan dan keamanan diatas rata-rata, tapi ini adalah salah satu serangan yang paling tajam yang pernah kulihat. Siapapun dia, dia tahu apa yang dia lakukan dan itu membuatku tertarik." Caid menjelaskan dengan panjang hingga membuat Dylan tercengang. Dylan terkejut karena Caid tidak pernah me
Relova Luvena, berbicara tentang masa lalunya hanya akan dipenuhi dengan kisah sedih. Kisah tentang bagaimana ayah dan ibunya selalu bertengker lalu berpisah. Kisah tentang Lova yang ditinggalkan hingga berakhir dipanti asuhan. Dan kisah bagaimana bodohnya dia mencintai seorang duda berusia 43 tahun, Aleandro Broker.Meskipun ditolak berulang kali, Lova tetap setia mencintai pria matang itu.Pesona Angelic mungkin berguna bagi banyak pria namun tidak untuk Andro, pria itu memperlakukan dirinya sebagai anak kecil yang butuh perlindungan dan itulah yang membuat Lova jatuh cinta padanya“Angelic” suara Chosette terdengar tegas, namun dengan nada yang lembut, membangunkan Lova dari lamunannya.Chosette, dengan penampilannya yang selalu rapi dan seksi, adalah sosok yang dikenal sangat tegas di klub. Dia adalah penanggung jawab yang memastikan semuanya berjalan lancar dan memastikan kerahasiaan semua pengunjung. Di balik sikapnya yang keras, Lova ta
Setelah malam mencekam itu, hari-hari Lova berlalu seperti biasa, dia tetap kuliah dan berusaha mempertahankan citra sebagai mahasiswa teladan. Namun, perbedaannya adalah selama seminggu ini, dia tidak mengunjungi klub malam lagi. Ketidakpastian dan ketakutan menghantui pikirannya, membuatnya merasa seperti terjebak dalam situasi yang tidak pernah diinginkannya.Ada sedikit penyesalan dalam diri Lova, menyesal karena tidak bisa menolong wanita itu.Satu-satunya hal yang membuatnya merasa sedikit lebih tenang adalah saat dia bisa berbicara dengan Aleandro, yang selalu memberikan nasihat dan dukungan. Meski Aleandro tidak bisa benar-benar memberikan perlindungan fisik, kehadirannya memberikan sedikit rasa aman.“Tenanglah, ini hanya paranoia” Lova berbisik pada dirinya sendiri, mencoba menenangkan hati yang berdebar.Telpon Lova berdering, kali ini Emily yang menelponnya“halo em, sudah menemukan pelakunya?” Tanya Lova
Lova mengenakan gaun hitam elegan yang dipilih dengan hati-hati, memastikan penampilannya sempurna. Dia tiba di hotel bintang lima, tempat yang mewah dan megah, mengindikasikan bahwa tamu yang akan dia temui malam ini benar-benar memiliki kekayaan dan pengaruh.Ketika dia memasuki lobi, seorang pelayan menyambutnya dan mengantarnya ke restoran eksklusif di lantai atas. Lova merasa sedikit gugup, meskipun dia terbiasa dengan situasi semacam ini. Namun, kali ini ada perasaan aneh yang mengganjal di hatinya, perasaannya menjadi buruk.Setibanya di restoran itu, Lova nampak terhenti sejenak, tempat itu sepi, tidak ada satupun pengunjung disana“Nona Angelic?” Seorang pelayan yang menyambutnya bertanya dengan sopan“Ya” Jawab Lova“Silahkan ikuti saya nona”Lova mengikuti pelayan yang memandunya menuju tangga melingkar yang mengarah pada lantai dua“Apa pria itu yang melakukannya? Membuat tempat in
Setelah pertemuan yang intens di restoran mewah, Lova kembali ke apartemennya dengan pikiran yang penuh. Meskipun dia berhasil mempertahankan perannya sebagai Angelic, ada momen-momen selama makan malam di mana dia merasa Caid terlalu dekat pada kebenaran.Bahkan saat dalam perjalanan pulang, Lova merasa harus memilih jalan memutar agar orang yang mengikutinya tidak tahu di mana lokasinya“Sungguh sial!!”Lova melepas sepatu hak tingginya dan melempar tasnya ke sofa "Apa pria itu tau?" gumamnya pada diri sendiriAndai Lova tahu jika pelanggannya malam ini adalah Caid Walton, Lova jelas akan langsung menolaknya. Caid bukan orang sembarangan; dia cerdas dan penuh perhatian, lebih dari yang Lova perkirakan sebelumnya.Lova berjalan ke jendela besar apartemennya, menatap keluar ke pemandangan kota yang gemerlap di malam hari. Lova mencoba menenangkan pikirannya, mengingat percakapan mereka dan mencari tahu bagian mana yang mungkin telah mem