President Private Suite Room, Hotel in Milan, Italia
03.32 AM
“Shit!” Pria dengan tubuh atletis itu mengumpat sambil mendorong wanita seksi yang berada di depannya dengan kasar. Mata abu-abu itu menatap penuh amarah
“Sudah ku bilang jangan pernah menciumku!” Pria itu mengusap bibirnya dengan punggung tangan, seakan jijik dengan tingkah wanita yang baru saja mencium dirinya. Membuat wanita itu menatapnya dengan bingung akan penolakan sang pria
“Bukankah kita harus berciuman sebelum bermain, Caid?” Seru wanita berpakaian minim yang sudah nyaris terbuka bagian depannya.
“Kau sudah melanggar persyaratan nya Georgina” Suara berat dan sarat akan aura berbahaya itu sontak membuat tubuh Georgina memanas. Matanya menatap sosok Caid dengan penuh damba, dia mendekat dengan sensual lalu memeluk tubuh Caid dan mengusap dada pria itu.
“Itu hanya ciuman Caid, kenapa kau sensitive sekali” Ucap Georgina dengan suara yang dibuat manja.
Jika pria lain mungkin mereka akan langsung menerjang Georgina secara spontan, terlebih lagi wanita itu sudah bermain pada area sensitif seorang pria yang masih tertutup pakaian.
Namun berbeda dengan Caid, pria yang sangat rupawan itu menyorotkan mata abu-abu dalamnya pada si wanita murahan yang baru saja di bawanya dari sebuah club ternama di Milan.
“Lepas!” Suara beratnya kembali terdengar
“Tidak mau! Kita bahkan belum memulainya” Georgina memeluk tubuh Caid semakin erat, dia menempelkan dadanya pada Caid, tubuhnya bergerak menggesek bagian sensitive tubuh Caid, merangsang pria itu agar mau menyerangnya.
“Pergi! Aku akan tetap mengirimkan uangnya padamu” Caid menggeram. Dia melepaskan tangan wanita itu dan menepisnya kasar hingga Georgina menampakan raut tak terima. Jelas dia tidak terima jika ini adalah kesempatan emasnya untuk menjadi wanita Caid Walton, pewaris Walton grup.
“Tapi kenapa? Kita belum melakukannya, kau juga belum puas denganku kan?” Tanya Georgina, dia menatap Caid dengan mengigit bibir merahnya, berusaha menggoda pria berkemeja hitam dengan dua kancing yang sengaja dibuka menampakan tubuh sempurna pria itu.
Caid mengabaikan Georgina, dia melangkah menuju balkon dan menyalakan rokoknya. Kepulan asap keluar dari bibir tebal seksi Caid, dia menghembuskan asap itu sambil menatap kota Milan yang sangat terang meskipun cuaca hari ini sangat dingin.
Kegiatan Caid terhenti kala sepasang tangan melingkari pinggangnya, tanpa menolehpun Caid tau jika itu adalah Georgina. “Disini dingin, ayo masuk, aku akan menghangatkanmu” Ucap Georgina dengan mendayu. Dia menempelkan tubuh terbukanya yang tidak mengenakan pakaian apapun agar aksinya berjalan lancar.
“Telingamu itu hanya pajangan ya?” tanya Caid tanpa menghentikan kegiatan menatap kota Milan sambil menyesap rokoknya.
“Telingaku masih berfungsi dengan baik apalagi jika bisa mendengar geramanmu yang terus menerjangku dengan kasar.. Uh aku bahkan tidak sanggup membayangkannya” Ucap Georgina dengan erotis, tubuhnya sudah terlalu mendamba sosok Caid. Pria paling sempurna yang menjadi incaran kaum hawa di benua eropa ini.
“Kau sangat liar dan keras kepala, Georgina. Dan kau tau…” Caid membalik tubuhnya, dia menatap Georgina dengan sebelah sudut bibir yang terangkat, membentuk seringaian yang justru membuat tubuh Georgina semakin meremang.
“Yes Caid” Jawab Georgina lemah terlebih saat tangan kekar mengelus lehernya
“Aku selalu menghabisi orang yang telah mengabaikan ucapanku!” Caid bisa melihat Georgina yang menegang. Dia menatap tubuh telanjang wanita itu dengan tatapan menilai lalu mendekatkan kepalanya di samping wajah Georgina. Tangannya mencengram leher wanita itu
“Harusnya kau pergi saat aku memaafkanmu karena melanggar persyaratan kita tapi kau justru mengabaikan ucapanku!” Bisik Caid pada telinga Georgina. Seringain Caid semakin melebar saat tubuh wanita itu mulai bergetar di bawah kendalinya. Dengan kasar dia menarik Georgina masuk ke dalam kamar hotel.
Dia melemparkan Georgina pada ranjang. Rintihan kesakitan wanita itu tak menghentikan aksi kejinya. Caid menyalurkan bakat melukisnya pada tubuh Georgina. Penyiksaan itu berakhir dengan seprai yang terpenuhi oleh warna merah, warna kesukaan seorang Caid Walton. Senyum lebar terpatri dibibirnya saat melihat sosok Georgina yang terkapar tak berdaya.
“Kau lemah sekali, sepertinya aku harus mencari hiburan baru” dia menampakan senyum meremehkan lalu menjauh dari ranjang sambil melepaskan kemejanya yang dipenuhi darah milik Georgina
“Brain, bersihkan kamar hotelku” Perintahnya pada seorang pria yang menunggu tepat di lorong kamar hotel. Caid melewati lorong hotel itu dengan santai, lorong itu sepi tanpa seorang pun dilantai tersebut.
-
Boston, Amerika
Seorang reporter di dalam telivisi tengah membacakan script mengenai berita kematian. Yang tewas adalah seorang wanita muda dan diketahui sebagai wanita penghibur. Namun bukan identitas sang korban yang menjadi bahan pembicaraan melainkan lokasi wanita itu yang ditemukan pada sebuah kamar hotel mewah milik keluarga Walton.
“Dimana Caid?” Pria berumur akhir 50 tahunan itu bertanya pada seorang pria berjas hitam yang berdiri di dekatnya
“Tuan muda belum kembali dari Milan, Tuan” Pria berjas itu menjawab pertanyaan dari tuannya
“Ah, anak itu” Pria tua itu melepaskan kacamatanya dan memijit pangkal hidungnya. Dia meraih ponselnya dan menelpon sang putra yang berada di negara bagian lain
“Kau benar-benar ingin membuatku bangkrut ya” Ucap Calton, Ayah Caid begitu panggilan telponnya terhubung
“Ayolah itu cuma sekali, Dad. Lagipula jika Daddy bangkrut pun aku masih bisa menghidupi Daddy” Jawab Caid di sebrang sana.
“Cuma sekali dalam bulan ini. Jangan lupa kau sudah banyak membuat nyawa orang menghilang, Caid” Calton menghela nafas. Ia tahu betul sudah berapa banyak nyawa yang diambil oleh putranya itu.
Caid tertawa pelan “Bukannya itu ajaran Daddy” Seru Caid dengan nada berat, ada banyak emosi tertahan dalam ucapannya namun tatapan pria itu sangat jauh berbeda dari perasaannya yang tersembunyi.
Calton terdiam. Dia memang mengajarkan Caid untuk memberantas para penganggu yang berani mengusiknya, didikan yang Calton berikan tergolong keras dan kejam karena Calton ingin putranya itu dapat berdiri dengan kokoh tanpa goyah. Namun dia tidak menyangka jika putranya yang sekarang itu bagaikan mesin pembunuh.
“Mommymu pasti akan marah jika tahu”
“Mommy tidak akan tahu Dad, selama aku ataupun Daddy tidak memberitahukannya”
“Dengar Caid, kau tidak seharusnya melakukan hal itu, kontrol emosimu dengan benar”
“Jadi maksud Daddy aku tidak bisa mengontrol emosi, begitu?” Tanya Caid dengan tawa kering. Calton menghela nafas, dia sendiri bahkan tidak bisa menebak bagaimana sosok asli putranya itu dan sekarang dia seolah ingin berperan sebagai ayah yang baik, hah lucu sekali.
“Jadi kapan kau akan mengambil alih perusahaan?” Akhirnya hanya pikirkan itulah yang mampu Calton ucapkan
“Bukannya Dad sudah mengubah kepemilikan perusahaan atas namaku” Sela Caid
“Dari mana kau tau?” Tanya Calton dengan semirk di bibirnya
“Aku menerima undangan dari kampus, katanya untuk CEO Walton Grup” Seru Caid dengan nada mengejek hingga membuat Calton tertawa.
“Jadi kapan kau akan ke Boston?“
“Aku kembali lusa setelah membereskan beberapa hama yang sudah menggelapkan uangku disini”
“Baiklah, bersenang-senanglah di sana sebelum kau disibukkan dengan tugas sebagai CEO Walton grup” Pada akhirnya Calton selalu mendukung apa yang putranya lakukan bahkan jika putranya lebih memilih untuk menghabisi musuhnya secara langsung dari pada memasukkannya ke penjara.
Boston, Amerika 11.00 AM“Relova” mendengar namanya dipanggil sontak gadis dengan rambut coklat yang diikat menjadi satu dan sebuah kacamata bulat dengan frame bening itu menoleh ke belakang.Tampilannya disiang hari jauh berbeda dibanding saat malam hari. tetapi, meski Lova menggunakan kaca mata dengan setelah sederhana, dia tidak terlihat seperti mahsiswa kolot justru tampilannya terlihat lebih sederhana dan polos.“Ya?” Jawabnya sambil tersenyum tipis“Ha-hai aku Alex Ederson” ucapnya sambil menjabat tangan Lova“Oke dan sepertinya kau sudah mengenalku” Lova tertawa kecil membuat pria itu salah tingkah namun tak ayal dia mengangguk meng’iya’kan ucapan Lova jika Alex mengenal wanita itu“Emm, apa kau akan pulang?”“Tidak, rencananya aku ingin ke perpustakaan lalu auditorium. Kau butuh sesuatu?” Lova bertanya bukan karena tak tau, namun Lova memilih pura-pura tak tau jika lelaki itu tertarik padanya.“A-apa kau bisa membantuku dengan tugas Mrs. Suya. Aku tidak bisa mengerjakannya?” t
Sorakan terdengar semakin keras saat Caid Walton menyelesaikan sambutannya, Lova ikut bertepuk tangan sebagai formalitas. Lova sadar jika dari tadi pria itu selalu menatap ke arahnya.Lova tidak masalah dengan hal itu, yang mengusiknya bukanlah tatapan Caid melainkan pekikan wanita pirang di sebelahnya saat wanita itu mengira jika Caid menatap kearah mereka. Mau menjelaskan jika yang ditatap adalah dirinya? Hey nanti yang ada Lova dikira terlalu percaya diri.Sang MC kembali berdiri di tengah panggung sambil terus berbicara. Lova tidak terlalu memperhatikan karena wanita pirang di sebelahnya itu sangat hiperaktif. Merasakan jika telinganya mulai sakit, Lova menghela nafas pelan dan menatap wanita itu“Permisi” Wanita itu menoleh, dari tatapannya saja Lova bisa menebak jika wanita itu tau tentang dirinya ”Bisa pelankan sedikit suaramu, itu mengangguku” Lova berucap dengan nada manisnya“Oh Lo-lova, maaf menganggumu” Wanita itu mencicit. Lova yakin jika dia baru sadar jika Lova sudah du
“Ku kira kau tidak akan kemari? Bukannya kau sudah mendapatkan mainan baru?” Dayn bertanya pada seorang pria dengan setelan kemeja hitam yang dipadukan dengan celana kain dengan warna serupa yang baru saja duduk di kursi ruangan mereka, pria itu tidak lain adalah Caid WaltonSetelah sibuk dengan semua jadwalnya akhirnya Caid dapat merilekskan dirinya di club malam ini. Tapi jangan salah, tempat yang di datanginya bukanlah club malam biasa, tidak sembarang orang bisa masuk ke tempat seperti ini.Hanya orang-orang dari kelas tertentu yang bisa kemari, hal itu kerena semua identitas baik para tamu, penghibur, bahkan pelayan sekalipun menjadi rahasia yang tidak bisa disebarluaskan.“Dia sudah mati” Sahut Caid santai. Lucius tertawa pelan. Dia tau jika Georgina pasti akan memancing amarah seorang Caid“Sepertinya memang Jess yang terbaik untukmu” Sahut Dayn membuat Caid mendengus.“Sayang sekali kau pergi ke Italia kemarin padahal jika kau berada disini kau bisa bertemu Angelic” Seru Luci
Jemari Lova bergerak dengan lihai pada keyboard laptopnya. Cahaya dari layar laptop memantul di wajahnya, menampilkan fokus dan konsentrasi yang mendalam. Di layar, baris-baris kode dan jaringan keamanan sebuah perusahaan mulai muncul.Clik.. bunyi sistem keamanan yang berhasil Lova bobol membuat bibirnya tersenyum lebar"Mari kita lihat apa yang sebenarnya mereka sembunyikan." Lova bergumam dengan senyum lebar dibibirnyaLova telah menghabiskan waktu terakhir untuk mempelajari sistem keamanan perusahaan Malkin, sebuah perusahaan besar yang dikenal di bidang eksport import minyak bumi.Secara kebetulan Malkin bukan hanya nama perusahaan, tapi juga nama belakang dari pria yang berkencan dengannya minggu lalu. Atau lebih tepatnya, pria yang mengundangnya untuk makan malam dalam rangkaian "kencan" nya."Wah, mereka benar-benar buruk" gumam Lova, matanya menyipit saat dia mulai membaca beberapa dokumen yang dia temukan di folder rahasia perusahaan. Isi dokumen itu mengejutkan. Di dalamnya
“Ada apa denganmu?” tanya Dylan yang menyadari perubahan ekspresi wajah CaidCaid menoleh ke arah Dylan dengan mata yang berkilat. Jari telunjuknya bergerak mengetuk meja dengan seringaian lebar"Penyusup ini... dia sangat terampil. Melihat cara dia menembus sistem kita, dia bukan hacker sembarangan. Ini semacam seni baginya."Dylan mengerutkan kening, mencoba memahami maksud Caid sebelum akhirnya melotot tak percaya "Jadi kau kagum pada orang yang merugikan kita?"Caid mengangguk, masih dengan seringai di wajahnya. "Ya, harus kuakui, sedikit kagum. Banyak orang yang mencoba menembus sistem kita, baik kembaranmu, Enid maupun Lucius, kita semua memiliki kemampuan dan keamanan diatas rata-rata, tapi ini adalah salah satu serangan yang paling tajam yang pernah kulihat. Siapapun dia, dia tahu apa yang dia lakukan dan itu membuatku tertarik." Caid menjelaskan dengan panjang hingga membuat Dylan tercengang. Dylan terkejut karena Caid tidak pernah me
Relova Luvena, berbicara tentang masa lalunya hanya akan dipenuhi dengan kisah sedih. Kisah tentang bagaimana ayah dan ibunya selalu bertengker lalu berpisah. Kisah tentang Lova yang ditinggalkan hingga berakhir dipanti asuhan. Dan kisah bagaimana bodohnya dia mencintai seorang duda berusia 43 tahun, Aleandro Broker.Meskipun ditolak berulang kali, Lova tetap setia mencintai pria matang itu.Pesona Angelic mungkin berguna bagi banyak pria namun tidak untuk Andro, pria itu memperlakukan dirinya sebagai anak kecil yang butuh perlindungan dan itulah yang membuat Lova jatuh cinta padanya“Angelic” suara Chosette terdengar tegas, namun dengan nada yang lembut, membangunkan Lova dari lamunannya.Chosette, dengan penampilannya yang selalu rapi dan seksi, adalah sosok yang dikenal sangat tegas di klub. Dia adalah penanggung jawab yang memastikan semuanya berjalan lancar dan memastikan kerahasiaan semua pengunjung. Di balik sikapnya yang keras, Lova ta
Setelah malam mencekam itu, hari-hari Lova berlalu seperti biasa, dia tetap kuliah dan berusaha mempertahankan citra sebagai mahasiswa teladan. Namun, perbedaannya adalah selama seminggu ini, dia tidak mengunjungi klub malam lagi. Ketidakpastian dan ketakutan menghantui pikirannya, membuatnya merasa seperti terjebak dalam situasi yang tidak pernah diinginkannya.Ada sedikit penyesalan dalam diri Lova, menyesal karena tidak bisa menolong wanita itu.Satu-satunya hal yang membuatnya merasa sedikit lebih tenang adalah saat dia bisa berbicara dengan Aleandro, yang selalu memberikan nasihat dan dukungan. Meski Aleandro tidak bisa benar-benar memberikan perlindungan fisik, kehadirannya memberikan sedikit rasa aman.“Tenanglah, ini hanya paranoia” Lova berbisik pada dirinya sendiri, mencoba menenangkan hati yang berdebar.Telpon Lova berdering, kali ini Emily yang menelponnya“halo em, sudah menemukan pelakunya?” Tanya Lova
Lova mengenakan gaun hitam elegan yang dipilih dengan hati-hati, memastikan penampilannya sempurna. Dia tiba di hotel bintang lima, tempat yang mewah dan megah, mengindikasikan bahwa tamu yang akan dia temui malam ini benar-benar memiliki kekayaan dan pengaruh.Ketika dia memasuki lobi, seorang pelayan menyambutnya dan mengantarnya ke restoran eksklusif di lantai atas. Lova merasa sedikit gugup, meskipun dia terbiasa dengan situasi semacam ini. Namun, kali ini ada perasaan aneh yang mengganjal di hatinya, perasaannya menjadi buruk.Setibanya di restoran itu, Lova nampak terhenti sejenak, tempat itu sepi, tidak ada satupun pengunjung disana“Nona Angelic?” Seorang pelayan yang menyambutnya bertanya dengan sopan“Ya” Jawab Lova“Silahkan ikuti saya nona”Lova mengikuti pelayan yang memandunya menuju tangga melingkar yang mengarah pada lantai dua“Apa pria itu yang melakukannya? Membuat tempat in