Kyai Mustafa menatap wanita berhijab di depannya, hijabnya memang bukan hijab syar'i, namun dalam hati pria tua itu benar-benar bersyukur dengan apa yang ia lihat di hadapannya.
"Kamu kesini sendirian?" tanya kyai Mustafa pada putrinya."Iya pak. Nur mau mengatakan sesuatu." katanya.Kyai Mustafa menatap putrinya lekat-lekat."Ada apa? katakanlah, bapak akan lakukan apapun untuk membantumu."Aynur menunduk, berfikir sejenak apakah dia benar-benar harus mengutarakan keinginannya."Nur mau nikah pak." katanya setelah beberapa detik terdiam. Mendengar itu kyai Mustafa tersenyum senang."Alhamdulillah.... " katanya. Sudah bertahun-tahun ia menginginkan kata kata itu keluar dari mulut putrinya."Jadi Bobby sudah yakin mau nglamar kamu? bapak tidak keberatan asal dia bisa berkomitmen untuk menjadi imam yang baik untuk kamu Nur. Meskipun bapak berharap kamu bisa mendapatkan pria yang jauh lebih baik dari Bobby, tapi kalau kamu sudah mantap dengan pilihan kamu, maka bapak hanya bisa mendoakan yang terbaik." jelas kyai Mustafa.Aynur terharu mendengar perkataan ayahnya, seandainya Bobby gentle melamarnya langsung pada orang tuanya, tentu Aynur tak perlu melakukan sandiwara ini. Dia tak menyangka Bobby terlalu takut dalam mengambil keputusan, Aynur paham betul dengan sifat keekasihnya itu, selalu ragu dan mudah goyah dalam menentukan sesuatu. Kali ini Aynur benar-benar kecewa dengan sikap Bobby.Ditambah lagi kebencian ibu Bobby pada Aynur. Bu Sofi tega menganggap Aynur seperti virus yang membuat Bobby tumbuh tak sesuai dengan apa yang diharapkan orangtuanya. Jika saja mereka tahu Aynurlah yang selama ini membantu Bobby sedikit demi sedikit belajar mandiri dan tidak menjadi anak manja, tentu mereka tak akan mengatakan hal-hal buruk pada Aynur."Mengapa diam? Kapan Bobby akan melamarmu kesini?' tanya kyai Mustafa saat melihat Aynur masih menunduk terdiam."Nur ingin menikah dengan ustaz Ihsan pak." kata Nur lirih namun jelas terdengar oleh kyai Mustafa. Seketika kyai Mustafa terdiam, dia tentu saja senang mendengar bahwa Ihsan lah yang diinginkan Aynur, bukan Bobby. Namun di sisi lain, dirinya tahu betul bahwa Ihsan tidak benar-benar serius dengan kata-katanya beberapa waktu lalu. Pria paruh baya itu pun mengetahui bahwa Ihsan sudah memiliki calon istri di kampung halamannya."Apa bapak bisa membantu Nur untuk meyakinkan ustaz Ihsan agar mau menikahi Nur?" pinta Aynur pada ayahnya. Meskipun Aynur tahu hal ini mustahil, tapi dirinya sudah terlanjur bersumpah akan membuat keluarga Bobby menyesal mengatakan hal-hal buruk tentangnya. Aynur akan melakukan apapun untuk membuat dirinya dipersunting oleh Ihsan."Mengapa tiba-tiba kamu menginginkan ustaz Ihsan?" tanya kyai Mustafa penasaran."Nur pengen hijrah pak, Nur lelah dengan kehidupan Nur selama ini. Setelah melihat ustaz Ihsan, hati Nur merasa nyaman dan yakin dia adalah pria yang bisa membantu Nur menemukan jalan terang untuk kembali seperti dulu." jawab Aynur berbohong. Sekilas ia melihat raut muka haru ayahnya. Aynur yakin jika hijrah adalah alasan paling meyakinkan dan masuk akal agar rencananya disetujui sang ayah.Kyai Mustafa menghela nafas."Bapak sangat senang mendengar ini. Tapi bapak tak bisa menjanjikan apakah ustaz Ihsan mau menjadikan kamu sebagai istrinya. Kemarin bapak sudah ceritakan semua kalau ustaz Ihsan tak sungguh-sungguh dengan kata-katanya waktu itu." Kyai Mustafa berhenti sejenak."Hari ini ustaz Ihsan kembali ke Jakarta, katakanlah apa yang menjadi keinginanmu. Tapi kau tidak bisa memaksanya untuk menerimamu Nur. Biarkan ustaz Ihsan sendiri yang menentukan pilihannya." lanjut kyai Mustafa. Aynur sedikit kecewa mendengar perkataan ayahnya.Apa mungkin dia sudah punya calon istri? tapi mana mungkin dia berani berkata akan melamar gue kalau sudah punya kekasih di kampung. Gue gak boleh nyerah, sebelum janur kuning melengkung, gue akan berusaha meyakinkan Ihsan. Batin Aynur."Baik pak, jika ustaz Ihsan sudah kembali, bapak bisa menghubungi Nur, Nur akan mengatakan padanya apa yang Nur inginkan." Aynur berdiri dari duduknya lalu mencium tangan ayahnya."Nur mohon diri pak ...""Ya, bapak akan mengabarimu. Hati-hati Nur." Pesan kyai Mustafa sambil mengelus kepala putrinya itu. Aynur mengangguk dan berjalan keluar dari ruangan ayahnya.Aynur harus memutar otak memikirkan rencana kedua untuk berjaga jaga bila rencana awalnya tidak berjalan mulus. Ketika ia berjalan dengan langkah gontai melewati taman di depan ruang pimpinan, di depannya berjalan seorang pria yang tampak lesu, Aynur mengenalnya. Dia adalah Ihsan.Ihsan berjalan menuju ruang kerja ayahnya, Aynur sudah tersenyum ramah dan melambaikan tangan ketika pria itu melintas di sampingnya. Namun Ihsan mengacuhkannya, dia bahkan tidak menoleh ataupun sekedar melirik pada Aynur, Ihsan terus saja melangkah seakan tak ada seseorang di dekatnya."Gila!! apa dia ga liat gue?? atau... gue sengaja dicuekin??!" gumam Aynur tak percaya.Aynur menoleh ke arah Ihsan yang kini mengetuk pintu dan beberapa detik kemudian masuk ke ruang kerja ayahnya. Aynur terpaku."Kira-kira apa yang mereka bicarakan?" gumam Aynur penasaran. Tanpa sadar dia berjalan kembali ke ruang kerja ayahnya, Aynur mendekatkan telinga ke pintu, mencoba mencuri dengar pembicaraan Ihsan dan ayahnya dari luar.Aynur mendengar lirih pembicaraan Ihsan tentang urusan-urusan di kampung, lalu cerita tentang ibunya Ihsan yang sakit. Aynur tersadar akan perbuatannya yang salah, tak seharusnya dia menguping pembicaraan orang lain. Ia bergegas pergi dari pintu namun kembali terhenti ketika mendengar kata-kata Ihsan."Pak Kyai.. Apakah tawaran pak kyai masih berlaku?" tanyanya.Aynur kembali mendekatkan telinganya di pintu.'tawaran?' tanya Aynur dalam hati."Maksud ustaz?" tanya kyai Mustafa terdengar bingung."Tawaran untuk menjadikan saya menantu pak kyai." jawab Ihsan.Deg!!Seketika jantung Aynur seakan berhenti berdetak. Ia tak percaya dengan apa yang ia dengar.Menjadi menantu ayahnya? Bukankah maksudnya menjadi suami untuk aynur?***
Aynur tiduran sambil menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya masih dipenuhi dengan perbincangan ayahnya dengan Ihsan siang tadi. Tawaran menjadi menantu? Apakah ini berarti sebelumnya ayahnya sudah mempunyai niatan untuk menjodohkan dirinya dengan Ihsan? Menikah dengan jalan ta'aruf bukanlah hal yang diinginkan Aynur, apalagi jika pria tersebut seorang ustaz seperti Ihsan. Menikah dengannya sama saja merelakan diri untuk seratus persen menjadi seorang ibu rumah tangga yang bisa diatur dan dikekang oleh suami. Membayangkan hal tersebut membuat Aynur bergidik ngeri. "Lalu bagaimana dengan rencanaku untuk membungkam mulut Bobby dan kelurganya? Aku tetap harus membuktikan bahwa ada seorang pria baik-baik yang mau menikahiku" gumamnya.Aynur mulai hampir saja memejamkan mata ketika ponselnya bergetar. Tertera nama Bapak pada layar ponselnya. "Assalamualaikum ... " sapa Aynur. "Waalaikumsalam, belum tidur Nur?" tanya ayahnya. "Belum pak. Ada apa?" Hati Aynur mulai penasaran menebak-n
"Maaf, berita negatif apa yang anda maksud?" tanya Aynur pada Ardi. Ardi menoleh pada Ihsan yang untuk pertama kalinya mendongak dan menatap Aynur sekilas."Perkataan saya beberapa waktu lalu direkam oleh seseorang dan tersebar di media sosial." Ihsan mengeluarkan ponsel dari saku koko yang ia pakai. Beberapa detik kemudian dia menaruh ponselnya di atas meja dan memutar sebuah video.Aynur meraih ponsel Ihsan dan menonton video berdurasi tiga menit tersebut. Video yang menampakkan potongan perkataan Ihsan ketika berada di rumah Bobby bersama dengan Aynur dan beberapa teman bu Sofi. Aynur tersenyum."Mana bagian negatifnya? bukankah ini video yang menarik? sayangnya direkam secara sembunyi-sembunyi. Seandainya aku tahu akan direkam, maka aku akan berakting dengan lebih baik." Aynur mengakhiri kalimatnya dengan tawa kecil.Dia kembali meletakkan ponsel Ihsan ke atas meja."Kamu sama sekali tidak terganggu dengan hal tersebut?" tanya Ihsan seolah tak percaya.Aynur menggeleng. "Memang
Aynur menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Ia menghembuskan asap rokok ke udara dan membuang puntung rokok yang beberapa menit lalu ia hisap ke dalam asbak di sebelahnya."Gila lo She ... Elo ga mikirin gimana perasaan tuh ustaz? Udah patah hati ga jadi merit, masih ditambah dikerjain cewek yang sama sekali ga dia kenal." ucap Ziva sambil mematikan puntung rokok Aynur di asbak."Gue ga egois kali, Va. Gue tahu dia juga butuh gue buat menyelesaikan masalah yang sedang menimpanya." "Tapi tetap saja dia ga tau tujuan utama elo apa. Ihsan taunya elo bener-bener pengen hijrah, kan?" Aynur menghela nafas kasar dan mulai memejamkan matanya, mengabaikan kata-kata Ziva."Seharusnya elo ngasih tahu ke dia She, gimana kalau nantinya dia merasa ditipu dan ga terima dengan perlakuan elo. Elo bisa dituntut di pengadilan dengan pasal penipuan" ancam Ziva. Aynur kembali membuka matanya."Kalau gue dituntut, gue bakal bayar kok, berapapun yang dia mau. Saat ini pokoknya gue harus tunjukin ke Bob
Fatimah segera berlari menggendong Fariz untuk turun dari ranjang Aynur, ia lantas membawa bocah itu keluar dari kamar. Aynur menutup pintu dengan kasar dan duduk di atas ranjangnya. Laras mendekati Aynur dan mengelus bahunya."Nur ... sampai kapan kamu akan membenci bu Fatimah?""Sampai mati!" sahut Aynur jengkel. Laras kembali beristighfar."Mbak Laras dan yang lain mungkin bisa legowo karena kalian berhati lembut. Tapi sampai kapanpun aku ga akan maafin dia. Nur yakin suatu saat mata kalian semua akan terbuka dan melihat sendiri seperti apa wanita itu sebenarnya!" Aynur menggertakkan giginya. Laras menghembuskan nafas berat."Ga ada gunanya terlalu membenci seseorang Nur. Mbak sampai sekarang juga belum bisa sepenuhnya menerima dia di keluarga kita. Tapi bapak juga membutuhkan seseorang yang bisa menemani beliau menghabiskan masa tua." Laras menatap wajah kaku adiknya."Nanti setelah kamu menikah dan mempunyai anak, kamu akan memahami arti seorang pasangan hidup bagi kita. Bahkan or
"Silahkan dilihat dulu mas Ihsan. Apa benar wanita cantik ini yang ingin Anda nikahi?" ucap penghulu.Ihsan melirik ke arah Aynur."Bagaimana? Apa dia benar wanita yang akan kamu nikahi?" tanya pak penghulu.Ihsan terdiam, lidahnya kelu, nafasnya tercekat di tenggorokan. Tak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya."Ustaz Ihsan?" tanya kyai Mustafa.'Mengapa Ihsan diam saja? jangan-jangan dia berubah pikiran??! atau dia kaget karena mbak Laras udah bikin wajah gue jadi aneh!!' batin Aynur was-was.Aynur yang sejak tadi menunduk memberanikan diri untuk mendongak menatap calon suaminya. Untuk pertama kalinya mereka berdua berhadapan dengan jarak dekat. Aynur terkesiap menatap wajah bersih Ihsan yang tampan tanpa koko dan sarung yang biasa ia kenakan.Untuk pertama kalinya kedua mata Ihsan dan Aynur bertemu dalam beberapa detik. Ihsan merasakan getaran yang tak mampu ia jelaskan."Iya benar, dia calon istri saya." jawab Ihsan lirih.Penghulu membuka acara dengan membaca Al-Fatihah, istigh
"Maaf." Ihsan melepaskan tangannya dari lengan Aynur. Wanita itu tersenyum tipis. "Gapapa, ga perlu canggung. Lo bisa anggep gue temen," ucap Aynur sambil tersenyum, namun tidak dengan Ihsan. Dia kaget dengan panggilan Aynur terhadapnya. 'Lo Gue?? menganggap teman? apa maksudnya?' batin Ihsan bingung. Aynur melepas kerudung dan melemparnya ke ranjang. "Haduuuhh!! pengap gilaaa!!! dari tadi pengen banget bebas kayak gini!!" Ia mengurai rambut panjangnya yang berwarna coklat pirang. Ihsan menelan ludahnya, tak sadar telah terduduk pada kursi rias yang sebelumnya di tempati Aynur. Dia berpaling karena terlalu kaget melihat wanita yang sekarang resmi menjadi istrinya itu. "Ehm!! Aynur, sepertinya ada yang perlu kita perjelas karena kita sekarang sudah sah sebagai suami ist---" "Wait!! gue mandi dulu, gue udah ga tahan gerahnya. Ntar setelah mandi kita bahas lagi, oke??!" potong Aynur sambil mengangkat gaunnya dan melangkah dengan kasar menuju kamar mandi. 'Astagfirullah ... Apa dia
Aynur tak berani menoleh pada Ihsan yang masih menahan lengannya. Beberapa detik kemudian terdengar suara perut Aynur yang keroncongan. Aynur spontan memegang perutnya yang terasa semakin melilit. Bibirnya kini tampak pucat. Pucat karena lapar ditambah kenyataan bahwa Ihsan mendengar apa yang baru saja ia gumamkan. Ihsan akhirnya melepas lengan Aynur lalu beranjak mengambil sesuatu dari dalam kulkas yang tidak dinyalakan. "Ini, tadi aku membawakan lauk dari bawah, tapi nasinya dingin. Aku tak mengira kau tidur selama itu." Ihsan memberikan nasi dan lauk dalam piring yang tertutup plastik kedap udara pada Aynur. "Eh, tapi aku tidak tahu lauk apa yang kau suka, jadi aku hanya asal mengambil. Atau ... mau kubelikan sesuatu? semoga masih ada kedai yang buka jam segini." Ihsan kembali memasukkan piring ke dalam kulkas ketika melihat respon Aynur yang hanya diam saja. Ihsan bergegas mengambil jaket yang sebelumnya ia taruh di sandaran sofa. "Ehm, ga perlu!! gue udah memesan lewat aplika
"Jadi, malam ini kalian kembali menginap di hotel?" tanya Ardi setelah memastikan semua barang-barangnya sudah masuk ke mobil."Iya, Om. Aku titip ibu sama bapak ya, hati-hati di jalan ..." Ihsan mencium tangan ayah dan ibunya."Mana Aynur, San?" tanya ibunya."Wis ayo pulang. Kalau dia ndak mau ketemu kita ya sudah, ndak usah ditunggu!!" sahut Kuncoro ketus."Mbok ya jangan seperti itu pak. Jodohnya Ihsan itu Nur bukan Aisyah. Kita doakan yang terbaik saja buat anak kita," sanggah Sarmi pada ucapan suaminya."Iya, bapak tuh maunya apa tho. Mbak Nur itu udah cantik, ramah, putri dari kyai terkenal. Kurang apa coba??" celetuk Nisa, adik perempuan Ihsan."Bapak ndak yakin!! Wanita itu tidak sebanding dengan Aisy---" Belum selesai Kuncoro bicara, Aynur tiba-tiba muncul dari belakang dan memotong kata-katanya."Maaf pak, buk ... Tadi Nur cari ini dulu buat oleh-oleh di kampung. Karena antri banyak banget, saya nunggunya jadi kelamaan." Aynur menyerahkan tiga plastik besar berisi brownies d