Aynur tiduran sambil menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya masih dipenuhi dengan perbincangan ayahnya dengan Ihsan siang tadi. Tawaran menjadi menantu? Apakah ini berarti sebelumnya ayahnya sudah mempunyai niatan untuk menjodohkan dirinya dengan Ihsan?
Menikah dengan jalan ta'aruf bukanlah hal yang diinginkan Aynur, apalagi jika pria tersebut seorang ustaz seperti Ihsan. Menikah dengannya sama saja merelakan diri untuk seratus persen menjadi seorang ibu rumah tangga yang bisa diatur dan dikekang oleh suami. Membayangkan hal tersebut membuat Aynur bergidik ngeri."Lalu bagaimana dengan rencanaku untuk membungkam mulut Bobby dan kelurganya? Aku tetap harus membuktikan bahwa ada seorang pria baik-baik yang mau menikahiku" gumamnya.Aynur mulai hampir saja memejamkan mata ketika ponselnya bergetar. Tertera nama Bapak pada layar ponselnya."Assalamualaikum ... " sapa Aynur."Waalaikumsalam, belum tidur Nur?" tanya ayahnya."Belum pak. Ada apa?" Hati Aynur mulai penasaran menebak-nebak apa yang kira-kira hendak dikatakan ayahnya."Mmmm ... Besok sore ba'da ashar kamu ke pondok ya. Ada yang ingin bapak sampaikan."Jantung Aynur berdebar, mungkinkah rencananya berhasil? Apakah besok ayahnya akan mempertemukannya dengan Ihsan?"Iya, pak. Insyaallah besok saya datang sekitar jam empat sore." ucap Aynur berusaha menyembunyikan rasa puas dan bahagia pada suaranya.Aynur mengakhiri panggilan dengan ayahnya lalu melonjak girang."Yess!!! " teriak Aynur penuh semangat.*Aynur menghentikan mobilnya di pelataran pondok pesantren Darul Muttaqin cabang Kuningan. Ia menurunkan kaca mobilnya untuk membenarkan jilbab di kepalanya.Meskipun berjilbab, Aynur tetap memoles wajahnya dengan bedak dan lipstik berwarna merah untuk menampakkan kesan percaya diri dan enerjik.Ketika dia turun dari mobilnya dan berjalan melintasi asrama putri, seperti biasa hampir semua mata menatapnya, Aynur paham betul arti tatapan santri-santri tersebut. Tapi karena dirinya adalah putri dari pimpinan pondok tersebut, tentu saja dia sangat disegani."Mbak Nur ..." panggil seseorang di belakang Aynur."Eh, iya?" Aynur menoleh pada seorang wanita berpakaian gamis lengkap dengan bergo longgarnya."Mau bertemu pak kyai, kan? mari saya antar." tawarnya, mempersilahkan Aynur untuk mengikutinya."Eh, bukankah jalan ke kantor beliau sebelah sini?" tanya Aynur seraya menunjuk lorong di depannya."Iya mbak. Tapi saat ini para santriwan sedang ada kegiatan di luar ruangan. Kurang etis jika kita melintas di depan para ikhwan (pria) tersebut. Mari, saya antar lewat jalan lainnya." katanya ramah.Aynur mengangguk lalu mengikuti wanita tersebut. Kemarin saat menemui ayahnya, aynur memang melewati jalan pintas dekat asrama pria, kebetulan kemarin hampir semua santriwan melakukan kegiatan di luar pondok, jadi Aynur bebas melewati area tersebut.Namun kali ini dia terpaksa harus memutar melewati jalan lain. Rupanya mereka berjalan memutari gedung asrama putri melintasi masjid utama, dapur sampai akhirnya tiba di ruang khusus ustaz yang berdampingan dengan ruangan ayahnya.'Ini namanya mempersulit diri sendiri. Ada jalan pintas malah pilih jalan ribet, Fuuuiihh!!' batin Aynur jengkel sambil mengusap butir-butir keringat yang membasahi kening dan lehernya."Silahkan mbak, saya mohon pamit ya ..." kata wanita tersebut, lalu menunduk pada Aynur."Iya, terimakasih." jawab Aynur ramah.Aynur mengatur nafasnya, dia membenarkan kembali kemeja longgar serta rok plisket yang ia kenakan.Aynur mengetuk pintu dua kali sambil mengucap salam. Dia mendengar jawaban dari dalam ruangan. Aynur membuka pintu dengan hati-hati."Sini Nur, duduklah di sebelah bapak." Ayahnya menunjuk sofa di sebelah kanan tempatnya sedang duduk. Sementara itu, di depan ayahnya duduk dua orang pria.Aynur berusaha bersikap sesopan mungkin. Dia melirik pada dua pria yang duduk di depan ayahnya. Ihsan dan seorang pria dewasa yang tampak gagah dan tampan.'Busyet!!! Ini mah tipe gue banget. Apa dia juga seorang ustaz? tapi kalau penampilannya seperti ini mah gue cocok banget!! modis dan keren' seru Aynur dalam hati."Perkenalkan Nur.. Ini mas Ardi, pamannya ustaz Ihsan. Bapak sengaja mengundang beliau untuk ikut membahas tentang rencana lamaran ustaz Ihsan untuk kamu." jelas kyai Mustafa.'Lamaran? wait!!! apa ini?? mengapa buru-buru!!' batin Aynur kaget."Tapi pak ... Mengapa terburu-buru?" tanya Aynur lirih seraya mendekat kepada ayahnya. Kyai Mustafa tersenyum tipis."Jika sudah waktunya membina rumah tangga dan jodoh pun sudah di depan mata, tak baik jika terlalu lama menundanya, Nur. Bapak yakin kamu sudah paham." bisik kyai Mustafa masih sambil tersenyum."Sekali lagi saya ingin memastikan. Aynur... apakah kamu yakin mau menjadi istri dari keponakan saya?" tanya Ardi ketika melihat Aynur kembali duduk ke posisi sebelumnya.Aynur melirik Ihsan yang sama sekali belum memandangnya sejak dia masuk ke dalam ruangan. Aynur menggigit bibir bawahnya.'Mengapa dia tiba-tiba mau menikahiku? sepertinya ada sesuatu yang dia sembunyikan. Jangan-jangan dia ustaz cabul seperti yang sedang marak di TV swasta? tapi ... mengapa sejak kemarin dia tampak tertekan seakan ada beban berat yang sedang ia pikul?' Aynur bertanya-tanya dalam hati."Nur...?" tanya Ayahnya membuat Aynur tersadar."Eh, Iya saya siap menjadi istri ustaz Ihsan." jawab Aynur pelan tapi pasti."Jadi, kamu serius menerima Ihsan terlepas dari semua berita negatif tentangnya?" tanya Ardi lagi. Kali ini Aynur terbelalak."Berita nega--tif??" Aynur memastikan perkataan Ardi dengan terbata.'Memangnya ada berita apa tentang Ihsan?? Jangan-jangan ...' jantung Aynur berdegup kencang.***"Maaf, berita negatif apa yang anda maksud?" tanya Aynur pada Ardi. Ardi menoleh pada Ihsan yang untuk pertama kalinya mendongak dan menatap Aynur sekilas."Perkataan saya beberapa waktu lalu direkam oleh seseorang dan tersebar di media sosial." Ihsan mengeluarkan ponsel dari saku koko yang ia pakai. Beberapa detik kemudian dia menaruh ponselnya di atas meja dan memutar sebuah video.Aynur meraih ponsel Ihsan dan menonton video berdurasi tiga menit tersebut. Video yang menampakkan potongan perkataan Ihsan ketika berada di rumah Bobby bersama dengan Aynur dan beberapa teman bu Sofi. Aynur tersenyum."Mana bagian negatifnya? bukankah ini video yang menarik? sayangnya direkam secara sembunyi-sembunyi. Seandainya aku tahu akan direkam, maka aku akan berakting dengan lebih baik." Aynur mengakhiri kalimatnya dengan tawa kecil.Dia kembali meletakkan ponsel Ihsan ke atas meja."Kamu sama sekali tidak terganggu dengan hal tersebut?" tanya Ihsan seolah tak percaya.Aynur menggeleng. "Memang
Aynur menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Ia menghembuskan asap rokok ke udara dan membuang puntung rokok yang beberapa menit lalu ia hisap ke dalam asbak di sebelahnya."Gila lo She ... Elo ga mikirin gimana perasaan tuh ustaz? Udah patah hati ga jadi merit, masih ditambah dikerjain cewek yang sama sekali ga dia kenal." ucap Ziva sambil mematikan puntung rokok Aynur di asbak."Gue ga egois kali, Va. Gue tahu dia juga butuh gue buat menyelesaikan masalah yang sedang menimpanya." "Tapi tetap saja dia ga tau tujuan utama elo apa. Ihsan taunya elo bener-bener pengen hijrah, kan?" Aynur menghela nafas kasar dan mulai memejamkan matanya, mengabaikan kata-kata Ziva."Seharusnya elo ngasih tahu ke dia She, gimana kalau nantinya dia merasa ditipu dan ga terima dengan perlakuan elo. Elo bisa dituntut di pengadilan dengan pasal penipuan" ancam Ziva. Aynur kembali membuka matanya."Kalau gue dituntut, gue bakal bayar kok, berapapun yang dia mau. Saat ini pokoknya gue harus tunjukin ke Bob
Fatimah segera berlari menggendong Fariz untuk turun dari ranjang Aynur, ia lantas membawa bocah itu keluar dari kamar. Aynur menutup pintu dengan kasar dan duduk di atas ranjangnya. Laras mendekati Aynur dan mengelus bahunya."Nur ... sampai kapan kamu akan membenci bu Fatimah?""Sampai mati!" sahut Aynur jengkel. Laras kembali beristighfar."Mbak Laras dan yang lain mungkin bisa legowo karena kalian berhati lembut. Tapi sampai kapanpun aku ga akan maafin dia. Nur yakin suatu saat mata kalian semua akan terbuka dan melihat sendiri seperti apa wanita itu sebenarnya!" Aynur menggertakkan giginya. Laras menghembuskan nafas berat."Ga ada gunanya terlalu membenci seseorang Nur. Mbak sampai sekarang juga belum bisa sepenuhnya menerima dia di keluarga kita. Tapi bapak juga membutuhkan seseorang yang bisa menemani beliau menghabiskan masa tua." Laras menatap wajah kaku adiknya."Nanti setelah kamu menikah dan mempunyai anak, kamu akan memahami arti seorang pasangan hidup bagi kita. Bahkan or
"Silahkan dilihat dulu mas Ihsan. Apa benar wanita cantik ini yang ingin Anda nikahi?" ucap penghulu.Ihsan melirik ke arah Aynur."Bagaimana? Apa dia benar wanita yang akan kamu nikahi?" tanya pak penghulu.Ihsan terdiam, lidahnya kelu, nafasnya tercekat di tenggorokan. Tak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya."Ustaz Ihsan?" tanya kyai Mustafa.'Mengapa Ihsan diam saja? jangan-jangan dia berubah pikiran??! atau dia kaget karena mbak Laras udah bikin wajah gue jadi aneh!!' batin Aynur was-was.Aynur yang sejak tadi menunduk memberanikan diri untuk mendongak menatap calon suaminya. Untuk pertama kalinya mereka berdua berhadapan dengan jarak dekat. Aynur terkesiap menatap wajah bersih Ihsan yang tampan tanpa koko dan sarung yang biasa ia kenakan.Untuk pertama kalinya kedua mata Ihsan dan Aynur bertemu dalam beberapa detik. Ihsan merasakan getaran yang tak mampu ia jelaskan."Iya benar, dia calon istri saya." jawab Ihsan lirih.Penghulu membuka acara dengan membaca Al-Fatihah, istigh
"Maaf." Ihsan melepaskan tangannya dari lengan Aynur. Wanita itu tersenyum tipis. "Gapapa, ga perlu canggung. Lo bisa anggep gue temen," ucap Aynur sambil tersenyum, namun tidak dengan Ihsan. Dia kaget dengan panggilan Aynur terhadapnya. 'Lo Gue?? menganggap teman? apa maksudnya?' batin Ihsan bingung. Aynur melepas kerudung dan melemparnya ke ranjang. "Haduuuhh!! pengap gilaaa!!! dari tadi pengen banget bebas kayak gini!!" Ia mengurai rambut panjangnya yang berwarna coklat pirang. Ihsan menelan ludahnya, tak sadar telah terduduk pada kursi rias yang sebelumnya di tempati Aynur. Dia berpaling karena terlalu kaget melihat wanita yang sekarang resmi menjadi istrinya itu. "Ehm!! Aynur, sepertinya ada yang perlu kita perjelas karena kita sekarang sudah sah sebagai suami ist---" "Wait!! gue mandi dulu, gue udah ga tahan gerahnya. Ntar setelah mandi kita bahas lagi, oke??!" potong Aynur sambil mengangkat gaunnya dan melangkah dengan kasar menuju kamar mandi. 'Astagfirullah ... Apa dia
Aynur tak berani menoleh pada Ihsan yang masih menahan lengannya. Beberapa detik kemudian terdengar suara perut Aynur yang keroncongan. Aynur spontan memegang perutnya yang terasa semakin melilit. Bibirnya kini tampak pucat. Pucat karena lapar ditambah kenyataan bahwa Ihsan mendengar apa yang baru saja ia gumamkan. Ihsan akhirnya melepas lengan Aynur lalu beranjak mengambil sesuatu dari dalam kulkas yang tidak dinyalakan. "Ini, tadi aku membawakan lauk dari bawah, tapi nasinya dingin. Aku tak mengira kau tidur selama itu." Ihsan memberikan nasi dan lauk dalam piring yang tertutup plastik kedap udara pada Aynur. "Eh, tapi aku tidak tahu lauk apa yang kau suka, jadi aku hanya asal mengambil. Atau ... mau kubelikan sesuatu? semoga masih ada kedai yang buka jam segini." Ihsan kembali memasukkan piring ke dalam kulkas ketika melihat respon Aynur yang hanya diam saja. Ihsan bergegas mengambil jaket yang sebelumnya ia taruh di sandaran sofa. "Ehm, ga perlu!! gue udah memesan lewat aplika
"Jadi, malam ini kalian kembali menginap di hotel?" tanya Ardi setelah memastikan semua barang-barangnya sudah masuk ke mobil."Iya, Om. Aku titip ibu sama bapak ya, hati-hati di jalan ..." Ihsan mencium tangan ayah dan ibunya."Mana Aynur, San?" tanya ibunya."Wis ayo pulang. Kalau dia ndak mau ketemu kita ya sudah, ndak usah ditunggu!!" sahut Kuncoro ketus."Mbok ya jangan seperti itu pak. Jodohnya Ihsan itu Nur bukan Aisyah. Kita doakan yang terbaik saja buat anak kita," sanggah Sarmi pada ucapan suaminya."Iya, bapak tuh maunya apa tho. Mbak Nur itu udah cantik, ramah, putri dari kyai terkenal. Kurang apa coba??" celetuk Nisa, adik perempuan Ihsan."Bapak ndak yakin!! Wanita itu tidak sebanding dengan Aisy---" Belum selesai Kuncoro bicara, Aynur tiba-tiba muncul dari belakang dan memotong kata-katanya."Maaf pak, buk ... Tadi Nur cari ini dulu buat oleh-oleh di kampung. Karena antri banyak banget, saya nunggunya jadi kelamaan." Aynur menyerahkan tiga plastik besar berisi brownies d
"Aku tidak butuh uang," jawab Ihsan singkat.Aynur menyandarkan punggungnya ke kursi. Jantungnya perlahan mulai berdegup tak beraturan, ia sempat mengira semua orang sama, bukankah semua bisa diselesaikan dengan uang?'Jika bukan uang lalu apa???' tanyanya dalam hati.Tiba-tiba sebuah pikiran konyol melintas di otaknya. Aynur terkejut dengan pikirannya sendiri. Mungkinkah hal itu yang diinginkan pria sok polos ini?? Aynur menutup mulutnya dengan telapak tangan."Dasar otak ngeres!! Jangan harap lo bisa mendapatkan hal itu dari gue!!! Gue hanya akan melakukan itu setelah menikah dengan orang yang benar-benar gue cintai!!" teriak Aynur pada Ihsan."Kamu yang ngeres!! Memangnya apa yang kau pikirkan??!!" tanya Ihsan dengan senyum mengejek.Dalam hati dirinya merasa lega mendengar pernyataan Aynur. Meskipun penampilan dan tingkah lakunya seperti itu, setidaknya Aynur masih menjaga kesuciannya sebagai wanita.Muka Aynur memerah."Lalu apa kalau bukan hal itu?" tanya Aynur lirih. Ihsan mena
"Saya yakin pemiliknya adalah si gadis kota itu Boss!" ujar Santoso, pria bertubuh besar itu menyeringai sangat yakin dengan ucapannya.Rahmat manggut-manggut mendengar ucapan anak buahnya, asap cerutu kembali membumbung tinggi ke udara."Tapi untuk apa dia masuk terlalu jauh ke area kita? bagaimana kira-kira aku bisa membuktikan bahwa dia pemilik sandal itu." Rahmat mengerutkan dahi."Saya akan menyelidikinya boss, beri perintah pada kami!" Santoso tampak berapi-api. Rahmat menghela nafas."Untuk saat ini fokuslah pada tugas awal kalian. Cari informasi tentang pria di dalam foto itu! untuk masalah ini, biar aku selesaikan sendiri." Rahmat tersenyum getir menatap beberapa lembar foto, salah satunya memperlihatkan sepasang muda mudi sedang berpelukan mesra di sebuah bar."Siap Boss!!" Santoso berlalu dari ruang kerja tuannya, berganti Aisyah yang masuk menemui sang ayah."Abi memanggilku? ada apa?" tanya Aisyah lirih.Rahmat segera memasukkan foto-foto yang berjejer di meja ke dalam la
Aynur tersenyum menyadari dirinya yang kini berada di punggung Ihsan. Ia tak menolak perintah Ihsan karena kakinya memang terasa sakit setelah berlarian bertelanjang kaki menghindari kejaran bodyguard Rahmat. Aynur merasa lega melihat sikap Ihsan yang jauh berbeda tak seperti semalam, meskipun sejujurnya ada perasaan tak enak di hati Aynur karena sejak tadi pakaian kotor dan kakinya yang penuh tanah berkali kali mengenai bagian tubuh Ihsan.Beberapa saat kemudian terdengar suara dari perut Aynur. Ihsan tersenyum geli menyadari tangan Aynur yang mencoba menekan perutnya agar tidak berbunyi."Kita istirahat dulu setelah menyeberangi jembatan." ucapnya datar. Ternyata mereka telah tiba di jembatan bambu yang Aynur lewati sebelumnya."Mas, turunkan aku disini. Aku lebih nyaman berjalan sendiri..." pinta Aynur lirih.Ihsan menuruti permintaan Aynur, ia menurunkan Aynur lalu menggandeng tangannya melewati lantai bambu yang berderit setiap ada kaki yang menginjaknya'Gue suka sikap Lo yang s
Kriyet... Kriyet...Aynur akhirnya berhasil melewati jembatan bambu, ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan sehingga merasakan kelegaan luar biasa di dadanya. Ia menoleh ke belakang, Nissa sudah tak nampak lagi disana.Aynur mengeluarkan ponsel dari kantong rok yang ia kenakan, masih belum terlihat garis-garis sinyal disana. Ia lantas melihat jam di layar handphone yang sudah menunjukkan angka 10.50, ia segera bergegas menyusuri jalan setapak yang tampak sempit karena tertutup batang jagung setinggi 1 meter di kanan kirinya. Kini hanya terdengar suara-suara alam yang meneduhkan, kicauan burung dan hembusan angin membuat nyaman hati siapapun yang mendengarnya. Beberapa meter di depannya Aynur melihat beberapa orang tampak sedang memetik buah jagung. "Mbak, ngirim bekal buat bapaknya, ya?" sapa salah satu ibu-ibu dengan ramah. Aynur membalasnya dengan senyuman."Iya buk, panenannya bagus ya..."Aynur merasa tak ada salahnya sedikit berbasa basi dengan warga kampung, ia
Aynur terbangun oleh suara adzan yang terdengar begitu merdu, suara yang mendayu dan penuh penghayatan sehingga membuat teduh hati setiap orang yang mendengarnya.Subhanallah... sudah lama aku tak mendengar suara seindah ini..Aynur duduk dan melihat sofa dengan bantal dan selimut yang sudah terlipat rapi di atasnya. Ya, semalam setelah pertengkaran kecil terjadi, Ihsan lantas mengambil bantal dan selimut untuk dibawa tidur di sofa. Hati Aynur terasa perih mengingat ucapan Ihsan semalam. Ia meraih ponselnya, mencari cari jadwal keberangkatan pesawat paling pagi hari ini. Jika pemilik rumah sudah tidak menginginkannya, mana mungkin dia tetap bersikukuh berada di rumah itu, ia harus pulang kembali ke Jakarta pagi ini.Aynur memilih jam penerbangan pertama, pukul 7.30 pagi, toh tak ada yang perlu dikemasi, bahkan semua barang-barangnya belum keluar dari koper. Aynur mendengus menyesali kedatangannya ke rumah Ihsan.Tau begini mending gue nganterin Bobby!! gerutunya. Baru saja ia memili
Flashback On :Jakarta ( Beberapa jam sebelum Aynur menyusul Ihsan ke Solo)Aynur tidur telentang dengan satu lengan berada di atas kedua matanya yang tertutup, otaknya sedang bergelut memilih antara mengikuti Ihsan atau mengantar Bobby."She!! gimana? belum dapet solusi juga?" Aynur masuk membawa camilan dan dua gelas jus jeruk segar."Gue bingung Va, gue pengen nemenin Ihsan, tapi gue ga mungkin ga nganterin Bobby." Aynur menghela nafasnya sebelum akhirnya duduk sambil memakan camilan yang disiapkan Ziva."Menurut Lo gue harus gimana?"Ziva menaikkan bibir bawahnya dengan dahi berkerut seolah sedang berfikir keras."Gue juga bingung sih, tapi coba Lo pikir deh! misal lo nganterin Bobby, oke Bobby tentu seneng. Namun Lo harus siap dengan segala konsekuensinya. Pertama Lo pasti sulit dapet maaf dari Ihsan, kedua keluarga Ihsan bakalan kecewa sama Lo, ketiga rencana awal pernikahan Lo kemungkinan besar bakal gagal karena Ihsan ga mau nerusin kontrak." Ziva berhenti sejenak lalu kembal
Ihsan menatap Aynur yang duduk beberapa meter di depannya. Wajahnya terliha menegang. Nissa yang duduk di sampingnya menggenggam tangan Aynur seolah memberi semangat.Apa yang harus aku lakukan? pak Rahmat tak mungkin melepaskan Aynur begitu saja.Ihsan bangkit mendekat pada Rahmat."Maaf pak, istri saya sedang berhalangan saat ini. Tidak mungkin dia membuka kitab," ucapnya lirih.Rahmat menyeringai."Mengapa harus membuka kitab? bukankah dia seorang qiroah? tak sulit baginya memilih salah satu surat diantara 114 surat yang ada di dalam Al-Qur'an. Lagipula tadi sudah saya sampaikan, kalau surat lain terlalu berat baginya, Al Ikhlas pun tak masalah," jelas Rahmat dengan suara lantang. Ihsan menghela nafasnya, Rahmat memang sengaja mempermalukan istrinya. Bisa bisanya ayah Aisyah menyebut Aynur seorang qariah, padahal selama ini untuk menertibkannya membaca iqra' saja sulitnya bukan main. Ihsan kembali terduduk dengan lemas, ia tak tahu harus membantu dengan cara apa.Niat Ihsan memban
"Apakah mas Ihsan bahagia hidup bersamanya? jawab jujur mas?" Aisyah menatap dalam-dalam pada mata Ihsan. Ihsan terdiam untuk beberapa saat. Batinnya bergejolak, haruskah ia mengutarakan perasaannya saat ini? mungkinkah Aisyah akan menerimanya dan mau memulai semuanya dari awal lagi? Bukankah minggu depan ia akan mengakhiri kontrak pernikahannya bersama Aynur? "Aisyah, sebenarnya aku masih---""Ihsan!! istrimu datang!!" Sarmi tergopoh-gopoh menuntun seorang wanita dengan gamis dan bergo berwarna mocca. Tak ada make up tebal seperti biasanya. Aynur kali ini berbeda dari hari-hari sebelumnya.Ihsan terkesiap melihat kedatangan Aynur.Bukankah seharusnya dia bersama Bobby? bagaimana mungkin dia rela mengorbankan waktu berharganya untuk datang kesini?"Aynur, kamu datang kesini?" Ihsan bertanya lirih, seakan tak percaya dengan apa yang dia lihat."Maaf, mas. Apa Kamu tidak senang aku berada disini?" suara Aynur bergetar, sejak tadi ia sudah ragu untuk masuk ke rumah mertuanya itu.Ia ter
"Alhamdulillah... Mana istrimu?" Ihsan melihat sorot mata bahagia dan penuh harap dari mata ibunya. Sungguh tak tega Ihsan mengatakan jika Aynur menolak untuk datang. Ia tak kuasa membayangkan betapa kecewanya sang ibu jika mengetahui menantunya tak hadir malam ini."Maaf buk, Aynur tidak bisa datang..."ucap Ihsan akhirnya. Ada gurat kekecewaan terbaca dari raut muka Sarmi, wanita tua yang telah melahirkannya."Lain kali Ihsan akan mengajaknya kesini buk.." Ihsan berkata bohong, ia tak mungkin mengatakan pada ibunya bahwa setelah ini dirinya akan berpisah dengan Aynur."Kalian baik-baik saja bukan? tidak terjadi masalah?" tanya Sarmi seakan bisa membaca pikiran putranya. Ihsan menunduk mengangkat kopernya."InsyaAllah semuanya baik-baik saja buk. Ihsan capek, Ihsan izin mandi dulu." Ihsan mengangguk dan segera berlalu, ia tak ingin semakin larut berbincang dengan ibunya. Semakin ia menjawab pertanyaan tentang Aynur, maka dia harus berbohong lebih jauh lagi.Ihsan berjalan menuju kam
Ihsan menyantap suapan terakhir dari nasi goreng buatan Aynur. Rasanya memang lezat. Tak heran Aynur sukses dalam usaha kulinernya. Seandainya perasaan Ihsan tidak sedang dongkol, ia tak akan segan memuji masakan istrinya itu."Gimana? enak?" tanya Aynur ragu. Tak pernah terpikirkan bahwa Ihsan masih mau menyantap makanan dingin itu." Lumayan. Akan lebih enak jika dimakan saat masih panas. Dan... lain kali tak perlu repot-repot menghiasinya dengan telur dan tomat berbentuk hati." canda Ihsan untuk menutupi kebohongannya. Seketika Aynur menunduk dan berpaling karena malu."Sini aku cuci piringnya." ucap Aynur kemudian.Tidak biasanya Aynur mencuci piring milik Ihsan, keduanya juga jarang makan bersama di rumah, tapi kali ini Aynur rela membersihkan alat-alat makan di atas meja. Aynur lantas tersenyum senang, sepertinya usahanya meluluhkan hati Ihsan berhasil. Pria itu tak menanyakan tentang kejadian semalam.Aynur mengelap tangannya yang basah lalu berjalan santai menuju kamarnya."Ma