Aynur menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Ia menghembuskan asap rokok ke udara dan membuang puntung rokok yang beberapa menit lalu ia hisap ke dalam asbak di sebelahnya."Gila lo She ... Elo ga mikirin gimana perasaan tuh ustaz? Udah patah hati ga jadi merit, masih ditambah dikerjain cewek yang sama sekali ga dia kenal." ucap Ziva sambil mematikan puntung rokok Aynur di asbak."Gue ga egois kali, Va. Gue tahu dia juga butuh gue buat menyelesaikan masalah yang sedang menimpanya." "Tapi tetap saja dia ga tau tujuan utama elo apa. Ihsan taunya elo bener-bener pengen hijrah, kan?" Aynur menghela nafas kasar dan mulai memejamkan matanya, mengabaikan kata-kata Ziva."Seharusnya elo ngasih tahu ke dia She, gimana kalau nantinya dia merasa ditipu dan ga terima dengan perlakuan elo. Elo bisa dituntut di pengadilan dengan pasal penipuan" ancam Ziva. Aynur kembali membuka matanya."Kalau gue dituntut, gue bakal bayar kok, berapapun yang dia mau. Saat ini pokoknya gue harus tunjukin ke Bob
Fatimah segera berlari menggendong Fariz untuk turun dari ranjang Aynur, ia lantas membawa bocah itu keluar dari kamar. Aynur menutup pintu dengan kasar dan duduk di atas ranjangnya. Laras mendekati Aynur dan mengelus bahunya."Nur ... sampai kapan kamu akan membenci bu Fatimah?""Sampai mati!" sahut Aynur jengkel. Laras kembali beristighfar."Mbak Laras dan yang lain mungkin bisa legowo karena kalian berhati lembut. Tapi sampai kapanpun aku ga akan maafin dia. Nur yakin suatu saat mata kalian semua akan terbuka dan melihat sendiri seperti apa wanita itu sebenarnya!" Aynur menggertakkan giginya. Laras menghembuskan nafas berat."Ga ada gunanya terlalu membenci seseorang Nur. Mbak sampai sekarang juga belum bisa sepenuhnya menerima dia di keluarga kita. Tapi bapak juga membutuhkan seseorang yang bisa menemani beliau menghabiskan masa tua." Laras menatap wajah kaku adiknya."Nanti setelah kamu menikah dan mempunyai anak, kamu akan memahami arti seorang pasangan hidup bagi kita. Bahkan or
"Silahkan dilihat dulu mas Ihsan. Apa benar wanita cantik ini yang ingin Anda nikahi?" ucap penghulu.Ihsan melirik ke arah Aynur."Bagaimana? Apa dia benar wanita yang akan kamu nikahi?" tanya pak penghulu.Ihsan terdiam, lidahnya kelu, nafasnya tercekat di tenggorokan. Tak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya."Ustaz Ihsan?" tanya kyai Mustafa.'Mengapa Ihsan diam saja? jangan-jangan dia berubah pikiran??! atau dia kaget karena mbak Laras udah bikin wajah gue jadi aneh!!' batin Aynur was-was.Aynur yang sejak tadi menunduk memberanikan diri untuk mendongak menatap calon suaminya. Untuk pertama kalinya mereka berdua berhadapan dengan jarak dekat. Aynur terkesiap menatap wajah bersih Ihsan yang tampan tanpa koko dan sarung yang biasa ia kenakan.Untuk pertama kalinya kedua mata Ihsan dan Aynur bertemu dalam beberapa detik. Ihsan merasakan getaran yang tak mampu ia jelaskan."Iya benar, dia calon istri saya." jawab Ihsan lirih.Penghulu membuka acara dengan membaca Al-Fatihah, istigh
"Maaf." Ihsan melepaskan tangannya dari lengan Aynur. Wanita itu tersenyum tipis. "Gapapa, ga perlu canggung. Lo bisa anggep gue temen," ucap Aynur sambil tersenyum, namun tidak dengan Ihsan. Dia kaget dengan panggilan Aynur terhadapnya. 'Lo Gue?? menganggap teman? apa maksudnya?' batin Ihsan bingung. Aynur melepas kerudung dan melemparnya ke ranjang. "Haduuuhh!! pengap gilaaa!!! dari tadi pengen banget bebas kayak gini!!" Ia mengurai rambut panjangnya yang berwarna coklat pirang. Ihsan menelan ludahnya, tak sadar telah terduduk pada kursi rias yang sebelumnya di tempati Aynur. Dia berpaling karena terlalu kaget melihat wanita yang sekarang resmi menjadi istrinya itu. "Ehm!! Aynur, sepertinya ada yang perlu kita perjelas karena kita sekarang sudah sah sebagai suami ist---" "Wait!! gue mandi dulu, gue udah ga tahan gerahnya. Ntar setelah mandi kita bahas lagi, oke??!" potong Aynur sambil mengangkat gaunnya dan melangkah dengan kasar menuju kamar mandi. 'Astagfirullah ... Apa dia
Aynur tak berani menoleh pada Ihsan yang masih menahan lengannya. Beberapa detik kemudian terdengar suara perut Aynur yang keroncongan. Aynur spontan memegang perutnya yang terasa semakin melilit. Bibirnya kini tampak pucat. Pucat karena lapar ditambah kenyataan bahwa Ihsan mendengar apa yang baru saja ia gumamkan. Ihsan akhirnya melepas lengan Aynur lalu beranjak mengambil sesuatu dari dalam kulkas yang tidak dinyalakan. "Ini, tadi aku membawakan lauk dari bawah, tapi nasinya dingin. Aku tak mengira kau tidur selama itu." Ihsan memberikan nasi dan lauk dalam piring yang tertutup plastik kedap udara pada Aynur. "Eh, tapi aku tidak tahu lauk apa yang kau suka, jadi aku hanya asal mengambil. Atau ... mau kubelikan sesuatu? semoga masih ada kedai yang buka jam segini." Ihsan kembali memasukkan piring ke dalam kulkas ketika melihat respon Aynur yang hanya diam saja. Ihsan bergegas mengambil jaket yang sebelumnya ia taruh di sandaran sofa. "Ehm, ga perlu!! gue udah memesan lewat aplika
"Jadi, malam ini kalian kembali menginap di hotel?" tanya Ardi setelah memastikan semua barang-barangnya sudah masuk ke mobil."Iya, Om. Aku titip ibu sama bapak ya, hati-hati di jalan ..." Ihsan mencium tangan ayah dan ibunya."Mana Aynur, San?" tanya ibunya."Wis ayo pulang. Kalau dia ndak mau ketemu kita ya sudah, ndak usah ditunggu!!" sahut Kuncoro ketus."Mbok ya jangan seperti itu pak. Jodohnya Ihsan itu Nur bukan Aisyah. Kita doakan yang terbaik saja buat anak kita," sanggah Sarmi pada ucapan suaminya."Iya, bapak tuh maunya apa tho. Mbak Nur itu udah cantik, ramah, putri dari kyai terkenal. Kurang apa coba??" celetuk Nisa, adik perempuan Ihsan."Bapak ndak yakin!! Wanita itu tidak sebanding dengan Aisy---" Belum selesai Kuncoro bicara, Aynur tiba-tiba muncul dari belakang dan memotong kata-katanya."Maaf pak, buk ... Tadi Nur cari ini dulu buat oleh-oleh di kampung. Karena antri banyak banget, saya nunggunya jadi kelamaan." Aynur menyerahkan tiga plastik besar berisi brownies d
"Aku tidak butuh uang," jawab Ihsan singkat.Aynur menyandarkan punggungnya ke kursi. Jantungnya perlahan mulai berdegup tak beraturan, ia sempat mengira semua orang sama, bukankah semua bisa diselesaikan dengan uang?'Jika bukan uang lalu apa???' tanyanya dalam hati.Tiba-tiba sebuah pikiran konyol melintas di otaknya. Aynur terkejut dengan pikirannya sendiri. Mungkinkah hal itu yang diinginkan pria sok polos ini?? Aynur menutup mulutnya dengan telapak tangan."Dasar otak ngeres!! Jangan harap lo bisa mendapatkan hal itu dari gue!!! Gue hanya akan melakukan itu setelah menikah dengan orang yang benar-benar gue cintai!!" teriak Aynur pada Ihsan."Kamu yang ngeres!! Memangnya apa yang kau pikirkan??!!" tanya Ihsan dengan senyum mengejek.Dalam hati dirinya merasa lega mendengar pernyataan Aynur. Meskipun penampilan dan tingkah lakunya seperti itu, setidaknya Aynur masih menjaga kesuciannya sebagai wanita.Muka Aynur memerah."Lalu apa kalau bukan hal itu?" tanya Aynur lirih. Ihsan mena
Aynur menatap dirinya sendiri di depan cermin kamar mandi. Malam ini dirinya terpaksa mengenakan lingerie transparan berwarna hitam yang beberapa waktu lalu dimasukkan ke dalam kopernya oleh Rahma dan Laras. Sudah lebih dari lima belas menit sejak dirinya selesai mandi. Namun, dia selalu ragu untuk keluar dengan pakaian seperti itu. Aynur tak pernah merasa semalu ini.Tok tok tok!"Nur, kamu sudah selesai belum? kalau sudah gantian,ya... " Ihsan terpaksa mengetuk pintu kamar mandi karena terlalu lama menunggu Aynur. Tubuhnya sejak tadi sudah menggigil karena pakaiannya yang basah."Iyya, mas ..." jawab Aynur. Ada desiran aneh di dada Ihsan ketika mendengar suara lembut istrinya. Pikiran Ihsan memang sedikit kacau sejak melihat isi koper Aynur tadi. Susah payah Ihsan menepis pikiran kotornya, namun bayangan Aynur mengenakan lingerie itu selalu muncul di benaknya."Ihsan!! eh, maksudku mas Ihsan ... Tolong kamu tutup mata kamu sebentar. Aku-- sumpah aku ga mau kamu melihatnya!" kata Aynu