Aynur menuangkan air lemon ke dalam gelas cicktail. Dia menggoyangkan gelas tersebut dengan luwes ala bartender profesional.
"Nih..!" dia menyerahkan gelas cocktail tersebut pada Ziva, gadis cantik berkulit kuning langsat, tubuh semampai bak model dengan rambut berwarna coklat."So, elo beneran putus nih ama Bobby?" tanya Ziva setelah menyeruput air lemon yang diberikan Aynur."Yess!!! gue pengen ngasih pelajaran tuh cowok cemen!!""Trus... cowo yang ngebelain elo gimana nasibnya?" tanya Ziva lagi."Pak ustaz???" Aynur balik bertanya sambil tertawa."Ya gak mungkin lah kita nikah. Semalem bokap gue udah klarifikasi masalah itu. Gue tau diri kali, lagian dia juga bukan tipe gue, Gila apa gue nikah sama ustaz!!" Aynur kembali tertawa."Gue bakal gamisan sebulan kalo lo bener-bener nikah sama tu cowok, hahaha. Terus sekarang bokap elo dah balik ke Jogja?" tanya Ziva."Belum. Katanya sampai akhir bulan ini masih ada urusan di Jakarta. Hmm... Bokap minta gue sering-sering ngunjungi pondok, tapi gue males, ribet masalah pakaian!!""Gilaaa!!! Ada ya anak pimpinan ponpes model beginian?? ck ck ck... Tapi Gue beneran masih ga nyangka elo anak kyai She!!!" Ziva terbahak.Ziva dan Aynur masih asyik berbincang ketika seorang pria tiba-tiba menghampirinya."Sayang!! kenapa elo ga bales chat gue? ga angkat telepon gue??" Bobby tiba-tiba duduk di depan Aynur, tepat di sebelah Ziva.Aynur mengabaikan Bobby dan tetap sibuk mengelap beberapa gelas cocktail.Bobby berjalan ke samping, menuju ruang di belakang meja bartender, tanpa ragu dia memeluk pinggang Aynur dari belakang."Jalan-jalan yuk. Elo mau makan apa? atau mau shopping?? hari ini apapun kemauan elo akan gue turutin?" rayu Bobby. Aynur melepaskan tangan Bobby dari pinggangnya."Basii!!" cibirnya jengkel. Bobby tak putus asa, dia kembali melingkarkan tangannya pada pinggang Aynur yang lagi-lagi di tepisnya. Bobby menatap tajam Aynur."Elo marah sama gue??" tanya Bobby"Buat apa gue marah, hah??!! gue cukup sadar diri untuk ga terlalu berharap sama cowo kaya elo!!" jawab Aynur sinis. Bobby tersenyum kecut."Jadi maksud elo sekarang mau berharap sama cowo kampungan itu?? elo kira gue percaya dengan omong kosong yang elo ucapin??!!!" bentak Bobby mulai marah. Aynur menyeringai menatap pria di depannya."Ngapain elo marah Bob?? bahkan kemarin mendengar gue dihina habis-habisan elo cuma diem. Dan faktanya, malah cowo kampungan itu yang ngebelain gue!!" balas Aynur."Elo itu cuma milik gue She!! gue tau siapa elo!! ga mungkin lo bisa hidup dengan cowo kampungan itu!! dan ga mungkin DIA MAU SAMA ELO!!!" bentak Bobby lebih keras dari sebelumnya. Beberapa pelanggan kafe menoleh ke arah mereka, membuat Ziva beranjak hendak melerai Bobby dan Aynur. Aynur tertawa sinis."Sekarang gue ngerti dari mana elo mewarisi sifat suka merendahkan orang lain itu Bob!! gue gak pernah main-main dengan apa yang gue katakan kemarin. Dan asal elo tahu!! GUE BERSUMPAH AKAN MENIKAH DENGAN COWOK YANG ELO BILANG KAMPUNGAN ITU!!" Aynur menekankan kalimat terakhirnya dengan jelas."SEKARANG ELO KELUAR DARI TEMPAT INI!! HUBUNGAN KITA SUDAH BERAKHIR SEJAK MALAM ITU!!" Teriak Aynur, dia tak bisa mengeluarkan air mata saking marahnya. Sementara Bobby mengepalkan tangannya dengan gemetar. Dia tidak terima dengan sikap Aynur padanya."She!! elo jangan gegab--""KELUAR!!" teriak Aynur memotong kata-kata Bobby. Kini semua orang menatap mereka berdua sambil berbisik-bisik. Ziva segera menarik lengan Bobby."Elo keluar dulu deh. Pliss.. ga enak diliat orang!!" kata Ziva seraya memperhatikan sekeliling. Bobby enggan pergi, namun Ziva terus memaksanya hingga akhirnya Bobby menuruti wanita itu."Sampai kapanpun elo gak akan bisa hidup tanpa GUE!!" teriak Bobby sebelum keluar dari kafe Aynur.Aynur melempar gelas cocktail ke arah Bobby yang segera menghindar dengan menutup pintu kafe. Aynur kemudian terduduk lemah di lantai, dia menangis menahan amarahnya pada pria yang telah bersamanya sejak 3 tahun terakhir itu.Ziva mengelus punggung sahabatnya. Dia tak menyangka jika hubungan Bobby dan Aynur harus menjadi serumit ini."Beb.. kalau elo cinta sama Bobby, yaudah maafin dia. Ngapain sih cuma karena masalah sepele gini kalian mesti putus!!" kata Ziva pada sahabatnya. Aynur mengusap air matanya."Gue gak tau lagi Va... kata-kata nyokap Bobby sama temen-temennya kemarin bener-bener bikin gue sakit hati. Gue bakal buktiin kalau gue bisa dapet pria yang jauh lebih baik dari Bobby!!!" jelas Aynur, amarahnya kembali tersulut ketika mengingat hinaan Bu Sofi dan teman-temannya."Sudahlah lupain ini semua, kalau emang jodoh, Bobby pasti bakal jadi suami elo kok, ga usah mikirin omongan nyokapnya.""Terus maksud elo gue suruh nunggu dia lulus S2?? sama aja gue buktiin omongan nyokapnya tentang gue itu bener Va!! seakan- akan ga ada cowok manapun yang mau sama gue sampe gue harus ngejar-ngejar Bobby seperti ini!!".Ziva terdiam. Perkataan Aynur memang benar, itu hanya akan membuat harga diri Aynur semakin rendah di mata keluarga Bobby."Terus sekarang gimana? barusan elo bersumpah bakal nikah sama pak ustaz itu, padahal kenyataannya dia kemarin cuma belain elo, ga serius dengan perkataannya? kalau begini, elo malah susah sendiri kan??!" pertanyaan Ziva membuat Aynur terdiam."Gue bakal lakuin apapun untuk membungkam keluarga Bobby. Gue rela nikah kontrak atau apalah, gue bakal menemui ustaz itu! gue akan bayar berapapun supaya dia bersandiwara sama gue, gue bakal buktiin kalau gue bisa hidup tanpa Bobby!!" Aynur mengepalkan tangannya.Ziva hanya menghembuskan nafas berat mendengar perkataan sahabatnya itu."Elo dari dulu ga berubah! ambisius dan tak mau dianggap lemah. Terserah elo beb.. Tapi kali ini beda! ini tentang pernikahan, elo bener bener ga boleh gegabah dalam mengambil keputusan." pesan Ziva pada sahabatnya."Elo tenang aja Va. Gue bukan cewek lemah yang mudah direndahkan. Gue bakal buktiin ke semua orang bahwa gue bisa mendapatkan seseorang yang jauh lebih baik dari Bobby!! gue bakal bikin dia dan keluarganya menyesal menolak gue!!" Aynur menggertakkan giginya.Kyai Mustafa menatap wanita berhijab di depannya, hijabnya memang bukan hijab syar'i, namun dalam hati pria tua itu benar-benar bersyukur dengan apa yang ia lihat di hadapannya."Kamu kesini sendirian?" tanya kyai Mustafa pada putrinya."Iya pak. Nur mau mengatakan sesuatu." katanya.Kyai Mustafa menatap putrinya lekat-lekat. "Ada apa? katakanlah, bapak akan lakukan apapun untuk membantumu." Aynur menunduk, berfikir sejenak apakah dia benar-benar harus mengutarakan keinginannya."Nur mau nikah pak." katanya setelah beberapa detik terdiam. Mendengar itu kyai Mustafa tersenyum senang."Alhamdulillah.... " katanya. Sudah bertahun-tahun ia menginginkan kata kata itu keluar dari mulut putrinya."Jadi Bobby sudah yakin mau nglamar kamu? bapak tidak keberatan asal dia bisa berkomitmen untuk menjadi imam yang baik untuk kamu Nur. Meskipun bapak berharap kamu bisa mendapatkan pria yang jauh lebih baik dari Bobby, tapi kalau kamu sudah mantap dengan pilihan kamu, maka bapak hanya bisa mendoak
Aynur tiduran sambil menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya masih dipenuhi dengan perbincangan ayahnya dengan Ihsan siang tadi. Tawaran menjadi menantu? Apakah ini berarti sebelumnya ayahnya sudah mempunyai niatan untuk menjodohkan dirinya dengan Ihsan? Menikah dengan jalan ta'aruf bukanlah hal yang diinginkan Aynur, apalagi jika pria tersebut seorang ustaz seperti Ihsan. Menikah dengannya sama saja merelakan diri untuk seratus persen menjadi seorang ibu rumah tangga yang bisa diatur dan dikekang oleh suami. Membayangkan hal tersebut membuat Aynur bergidik ngeri. "Lalu bagaimana dengan rencanaku untuk membungkam mulut Bobby dan kelurganya? Aku tetap harus membuktikan bahwa ada seorang pria baik-baik yang mau menikahiku" gumamnya.Aynur mulai hampir saja memejamkan mata ketika ponselnya bergetar. Tertera nama Bapak pada layar ponselnya. "Assalamualaikum ... " sapa Aynur. "Waalaikumsalam, belum tidur Nur?" tanya ayahnya. "Belum pak. Ada apa?" Hati Aynur mulai penasaran menebak-n
"Maaf, berita negatif apa yang anda maksud?" tanya Aynur pada Ardi. Ardi menoleh pada Ihsan yang untuk pertama kalinya mendongak dan menatap Aynur sekilas."Perkataan saya beberapa waktu lalu direkam oleh seseorang dan tersebar di media sosial." Ihsan mengeluarkan ponsel dari saku koko yang ia pakai. Beberapa detik kemudian dia menaruh ponselnya di atas meja dan memutar sebuah video.Aynur meraih ponsel Ihsan dan menonton video berdurasi tiga menit tersebut. Video yang menampakkan potongan perkataan Ihsan ketika berada di rumah Bobby bersama dengan Aynur dan beberapa teman bu Sofi. Aynur tersenyum."Mana bagian negatifnya? bukankah ini video yang menarik? sayangnya direkam secara sembunyi-sembunyi. Seandainya aku tahu akan direkam, maka aku akan berakting dengan lebih baik." Aynur mengakhiri kalimatnya dengan tawa kecil.Dia kembali meletakkan ponsel Ihsan ke atas meja."Kamu sama sekali tidak terganggu dengan hal tersebut?" tanya Ihsan seolah tak percaya.Aynur menggeleng. "Memang
Aynur menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Ia menghembuskan asap rokok ke udara dan membuang puntung rokok yang beberapa menit lalu ia hisap ke dalam asbak di sebelahnya."Gila lo She ... Elo ga mikirin gimana perasaan tuh ustaz? Udah patah hati ga jadi merit, masih ditambah dikerjain cewek yang sama sekali ga dia kenal." ucap Ziva sambil mematikan puntung rokok Aynur di asbak."Gue ga egois kali, Va. Gue tahu dia juga butuh gue buat menyelesaikan masalah yang sedang menimpanya." "Tapi tetap saja dia ga tau tujuan utama elo apa. Ihsan taunya elo bener-bener pengen hijrah, kan?" Aynur menghela nafas kasar dan mulai memejamkan matanya, mengabaikan kata-kata Ziva."Seharusnya elo ngasih tahu ke dia She, gimana kalau nantinya dia merasa ditipu dan ga terima dengan perlakuan elo. Elo bisa dituntut di pengadilan dengan pasal penipuan" ancam Ziva. Aynur kembali membuka matanya."Kalau gue dituntut, gue bakal bayar kok, berapapun yang dia mau. Saat ini pokoknya gue harus tunjukin ke Bob
Fatimah segera berlari menggendong Fariz untuk turun dari ranjang Aynur, ia lantas membawa bocah itu keluar dari kamar. Aynur menutup pintu dengan kasar dan duduk di atas ranjangnya. Laras mendekati Aynur dan mengelus bahunya."Nur ... sampai kapan kamu akan membenci bu Fatimah?""Sampai mati!" sahut Aynur jengkel. Laras kembali beristighfar."Mbak Laras dan yang lain mungkin bisa legowo karena kalian berhati lembut. Tapi sampai kapanpun aku ga akan maafin dia. Nur yakin suatu saat mata kalian semua akan terbuka dan melihat sendiri seperti apa wanita itu sebenarnya!" Aynur menggertakkan giginya. Laras menghembuskan nafas berat."Ga ada gunanya terlalu membenci seseorang Nur. Mbak sampai sekarang juga belum bisa sepenuhnya menerima dia di keluarga kita. Tapi bapak juga membutuhkan seseorang yang bisa menemani beliau menghabiskan masa tua." Laras menatap wajah kaku adiknya."Nanti setelah kamu menikah dan mempunyai anak, kamu akan memahami arti seorang pasangan hidup bagi kita. Bahkan or
"Silahkan dilihat dulu mas Ihsan. Apa benar wanita cantik ini yang ingin Anda nikahi?" ucap penghulu.Ihsan melirik ke arah Aynur."Bagaimana? Apa dia benar wanita yang akan kamu nikahi?" tanya pak penghulu.Ihsan terdiam, lidahnya kelu, nafasnya tercekat di tenggorokan. Tak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya."Ustaz Ihsan?" tanya kyai Mustafa.'Mengapa Ihsan diam saja? jangan-jangan dia berubah pikiran??! atau dia kaget karena mbak Laras udah bikin wajah gue jadi aneh!!' batin Aynur was-was.Aynur yang sejak tadi menunduk memberanikan diri untuk mendongak menatap calon suaminya. Untuk pertama kalinya mereka berdua berhadapan dengan jarak dekat. Aynur terkesiap menatap wajah bersih Ihsan yang tampan tanpa koko dan sarung yang biasa ia kenakan.Untuk pertama kalinya kedua mata Ihsan dan Aynur bertemu dalam beberapa detik. Ihsan merasakan getaran yang tak mampu ia jelaskan."Iya benar, dia calon istri saya." jawab Ihsan lirih.Penghulu membuka acara dengan membaca Al-Fatihah, istigh
"Maaf." Ihsan melepaskan tangannya dari lengan Aynur. Wanita itu tersenyum tipis. "Gapapa, ga perlu canggung. Lo bisa anggep gue temen," ucap Aynur sambil tersenyum, namun tidak dengan Ihsan. Dia kaget dengan panggilan Aynur terhadapnya. 'Lo Gue?? menganggap teman? apa maksudnya?' batin Ihsan bingung. Aynur melepas kerudung dan melemparnya ke ranjang. "Haduuuhh!! pengap gilaaa!!! dari tadi pengen banget bebas kayak gini!!" Ia mengurai rambut panjangnya yang berwarna coklat pirang. Ihsan menelan ludahnya, tak sadar telah terduduk pada kursi rias yang sebelumnya di tempati Aynur. Dia berpaling karena terlalu kaget melihat wanita yang sekarang resmi menjadi istrinya itu. "Ehm!! Aynur, sepertinya ada yang perlu kita perjelas karena kita sekarang sudah sah sebagai suami ist---" "Wait!! gue mandi dulu, gue udah ga tahan gerahnya. Ntar setelah mandi kita bahas lagi, oke??!" potong Aynur sambil mengangkat gaunnya dan melangkah dengan kasar menuju kamar mandi. 'Astagfirullah ... Apa dia
Aynur tak berani menoleh pada Ihsan yang masih menahan lengannya. Beberapa detik kemudian terdengar suara perut Aynur yang keroncongan. Aynur spontan memegang perutnya yang terasa semakin melilit. Bibirnya kini tampak pucat. Pucat karena lapar ditambah kenyataan bahwa Ihsan mendengar apa yang baru saja ia gumamkan. Ihsan akhirnya melepas lengan Aynur lalu beranjak mengambil sesuatu dari dalam kulkas yang tidak dinyalakan. "Ini, tadi aku membawakan lauk dari bawah, tapi nasinya dingin. Aku tak mengira kau tidur selama itu." Ihsan memberikan nasi dan lauk dalam piring yang tertutup plastik kedap udara pada Aynur. "Eh, tapi aku tidak tahu lauk apa yang kau suka, jadi aku hanya asal mengambil. Atau ... mau kubelikan sesuatu? semoga masih ada kedai yang buka jam segini." Ihsan kembali memasukkan piring ke dalam kulkas ketika melihat respon Aynur yang hanya diam saja. Ihsan bergegas mengambil jaket yang sebelumnya ia taruh di sandaran sofa. "Ehm, ga perlu!! gue udah memesan lewat aplika
"Saya yakin pemiliknya adalah si gadis kota itu Boss!" ujar Santoso, pria bertubuh besar itu menyeringai sangat yakin dengan ucapannya.Rahmat manggut-manggut mendengar ucapan anak buahnya, asap cerutu kembali membumbung tinggi ke udara."Tapi untuk apa dia masuk terlalu jauh ke area kita? bagaimana kira-kira aku bisa membuktikan bahwa dia pemilik sandal itu." Rahmat mengerutkan dahi."Saya akan menyelidikinya boss, beri perintah pada kami!" Santoso tampak berapi-api. Rahmat menghela nafas."Untuk saat ini fokuslah pada tugas awal kalian. Cari informasi tentang pria di dalam foto itu! untuk masalah ini, biar aku selesaikan sendiri." Rahmat tersenyum getir menatap beberapa lembar foto, salah satunya memperlihatkan sepasang muda mudi sedang berpelukan mesra di sebuah bar."Siap Boss!!" Santoso berlalu dari ruang kerja tuannya, berganti Aisyah yang masuk menemui sang ayah."Abi memanggilku? ada apa?" tanya Aisyah lirih.Rahmat segera memasukkan foto-foto yang berjejer di meja ke dalam la
Aynur tersenyum menyadari dirinya yang kini berada di punggung Ihsan. Ia tak menolak perintah Ihsan karena kakinya memang terasa sakit setelah berlarian bertelanjang kaki menghindari kejaran bodyguard Rahmat. Aynur merasa lega melihat sikap Ihsan yang jauh berbeda tak seperti semalam, meskipun sejujurnya ada perasaan tak enak di hati Aynur karena sejak tadi pakaian kotor dan kakinya yang penuh tanah berkali kali mengenai bagian tubuh Ihsan.Beberapa saat kemudian terdengar suara dari perut Aynur. Ihsan tersenyum geli menyadari tangan Aynur yang mencoba menekan perutnya agar tidak berbunyi."Kita istirahat dulu setelah menyeberangi jembatan." ucapnya datar. Ternyata mereka telah tiba di jembatan bambu yang Aynur lewati sebelumnya."Mas, turunkan aku disini. Aku lebih nyaman berjalan sendiri..." pinta Aynur lirih.Ihsan menuruti permintaan Aynur, ia menurunkan Aynur lalu menggandeng tangannya melewati lantai bambu yang berderit setiap ada kaki yang menginjaknya'Gue suka sikap Lo yang s
Kriyet... Kriyet...Aynur akhirnya berhasil melewati jembatan bambu, ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan sehingga merasakan kelegaan luar biasa di dadanya. Ia menoleh ke belakang, Nissa sudah tak nampak lagi disana.Aynur mengeluarkan ponsel dari kantong rok yang ia kenakan, masih belum terlihat garis-garis sinyal disana. Ia lantas melihat jam di layar handphone yang sudah menunjukkan angka 10.50, ia segera bergegas menyusuri jalan setapak yang tampak sempit karena tertutup batang jagung setinggi 1 meter di kanan kirinya. Kini hanya terdengar suara-suara alam yang meneduhkan, kicauan burung dan hembusan angin membuat nyaman hati siapapun yang mendengarnya. Beberapa meter di depannya Aynur melihat beberapa orang tampak sedang memetik buah jagung. "Mbak, ngirim bekal buat bapaknya, ya?" sapa salah satu ibu-ibu dengan ramah. Aynur membalasnya dengan senyuman."Iya buk, panenannya bagus ya..."Aynur merasa tak ada salahnya sedikit berbasa basi dengan warga kampung, ia
Aynur terbangun oleh suara adzan yang terdengar begitu merdu, suara yang mendayu dan penuh penghayatan sehingga membuat teduh hati setiap orang yang mendengarnya.Subhanallah... sudah lama aku tak mendengar suara seindah ini..Aynur duduk dan melihat sofa dengan bantal dan selimut yang sudah terlipat rapi di atasnya. Ya, semalam setelah pertengkaran kecil terjadi, Ihsan lantas mengambil bantal dan selimut untuk dibawa tidur di sofa. Hati Aynur terasa perih mengingat ucapan Ihsan semalam. Ia meraih ponselnya, mencari cari jadwal keberangkatan pesawat paling pagi hari ini. Jika pemilik rumah sudah tidak menginginkannya, mana mungkin dia tetap bersikukuh berada di rumah itu, ia harus pulang kembali ke Jakarta pagi ini.Aynur memilih jam penerbangan pertama, pukul 7.30 pagi, toh tak ada yang perlu dikemasi, bahkan semua barang-barangnya belum keluar dari koper. Aynur mendengus menyesali kedatangannya ke rumah Ihsan.Tau begini mending gue nganterin Bobby!! gerutunya. Baru saja ia memili
Flashback On :Jakarta ( Beberapa jam sebelum Aynur menyusul Ihsan ke Solo)Aynur tidur telentang dengan satu lengan berada di atas kedua matanya yang tertutup, otaknya sedang bergelut memilih antara mengikuti Ihsan atau mengantar Bobby."She!! gimana? belum dapet solusi juga?" Aynur masuk membawa camilan dan dua gelas jus jeruk segar."Gue bingung Va, gue pengen nemenin Ihsan, tapi gue ga mungkin ga nganterin Bobby." Aynur menghela nafasnya sebelum akhirnya duduk sambil memakan camilan yang disiapkan Ziva."Menurut Lo gue harus gimana?"Ziva menaikkan bibir bawahnya dengan dahi berkerut seolah sedang berfikir keras."Gue juga bingung sih, tapi coba Lo pikir deh! misal lo nganterin Bobby, oke Bobby tentu seneng. Namun Lo harus siap dengan segala konsekuensinya. Pertama Lo pasti sulit dapet maaf dari Ihsan, kedua keluarga Ihsan bakalan kecewa sama Lo, ketiga rencana awal pernikahan Lo kemungkinan besar bakal gagal karena Ihsan ga mau nerusin kontrak." Ziva berhenti sejenak lalu kembal
Ihsan menatap Aynur yang duduk beberapa meter di depannya. Wajahnya terliha menegang. Nissa yang duduk di sampingnya menggenggam tangan Aynur seolah memberi semangat.Apa yang harus aku lakukan? pak Rahmat tak mungkin melepaskan Aynur begitu saja.Ihsan bangkit mendekat pada Rahmat."Maaf pak, istri saya sedang berhalangan saat ini. Tidak mungkin dia membuka kitab," ucapnya lirih.Rahmat menyeringai."Mengapa harus membuka kitab? bukankah dia seorang qiroah? tak sulit baginya memilih salah satu surat diantara 114 surat yang ada di dalam Al-Qur'an. Lagipula tadi sudah saya sampaikan, kalau surat lain terlalu berat baginya, Al Ikhlas pun tak masalah," jelas Rahmat dengan suara lantang. Ihsan menghela nafasnya, Rahmat memang sengaja mempermalukan istrinya. Bisa bisanya ayah Aisyah menyebut Aynur seorang qariah, padahal selama ini untuk menertibkannya membaca iqra' saja sulitnya bukan main. Ihsan kembali terduduk dengan lemas, ia tak tahu harus membantu dengan cara apa.Niat Ihsan memban
"Apakah mas Ihsan bahagia hidup bersamanya? jawab jujur mas?" Aisyah menatap dalam-dalam pada mata Ihsan. Ihsan terdiam untuk beberapa saat. Batinnya bergejolak, haruskah ia mengutarakan perasaannya saat ini? mungkinkah Aisyah akan menerimanya dan mau memulai semuanya dari awal lagi? Bukankah minggu depan ia akan mengakhiri kontrak pernikahannya bersama Aynur? "Aisyah, sebenarnya aku masih---""Ihsan!! istrimu datang!!" Sarmi tergopoh-gopoh menuntun seorang wanita dengan gamis dan bergo berwarna mocca. Tak ada make up tebal seperti biasanya. Aynur kali ini berbeda dari hari-hari sebelumnya.Ihsan terkesiap melihat kedatangan Aynur.Bukankah seharusnya dia bersama Bobby? bagaimana mungkin dia rela mengorbankan waktu berharganya untuk datang kesini?"Aynur, kamu datang kesini?" Ihsan bertanya lirih, seakan tak percaya dengan apa yang dia lihat."Maaf, mas. Apa Kamu tidak senang aku berada disini?" suara Aynur bergetar, sejak tadi ia sudah ragu untuk masuk ke rumah mertuanya itu.Ia ter
"Alhamdulillah... Mana istrimu?" Ihsan melihat sorot mata bahagia dan penuh harap dari mata ibunya. Sungguh tak tega Ihsan mengatakan jika Aynur menolak untuk datang. Ia tak kuasa membayangkan betapa kecewanya sang ibu jika mengetahui menantunya tak hadir malam ini."Maaf buk, Aynur tidak bisa datang..."ucap Ihsan akhirnya. Ada gurat kekecewaan terbaca dari raut muka Sarmi, wanita tua yang telah melahirkannya."Lain kali Ihsan akan mengajaknya kesini buk.." Ihsan berkata bohong, ia tak mungkin mengatakan pada ibunya bahwa setelah ini dirinya akan berpisah dengan Aynur."Kalian baik-baik saja bukan? tidak terjadi masalah?" tanya Sarmi seakan bisa membaca pikiran putranya. Ihsan menunduk mengangkat kopernya."InsyaAllah semuanya baik-baik saja buk. Ihsan capek, Ihsan izin mandi dulu." Ihsan mengangguk dan segera berlalu, ia tak ingin semakin larut berbincang dengan ibunya. Semakin ia menjawab pertanyaan tentang Aynur, maka dia harus berbohong lebih jauh lagi.Ihsan berjalan menuju kam
Ihsan menyantap suapan terakhir dari nasi goreng buatan Aynur. Rasanya memang lezat. Tak heran Aynur sukses dalam usaha kulinernya. Seandainya perasaan Ihsan tidak sedang dongkol, ia tak akan segan memuji masakan istrinya itu."Gimana? enak?" tanya Aynur ragu. Tak pernah terpikirkan bahwa Ihsan masih mau menyantap makanan dingin itu." Lumayan. Akan lebih enak jika dimakan saat masih panas. Dan... lain kali tak perlu repot-repot menghiasinya dengan telur dan tomat berbentuk hati." canda Ihsan untuk menutupi kebohongannya. Seketika Aynur menunduk dan berpaling karena malu."Sini aku cuci piringnya." ucap Aynur kemudian.Tidak biasanya Aynur mencuci piring milik Ihsan, keduanya juga jarang makan bersama di rumah, tapi kali ini Aynur rela membersihkan alat-alat makan di atas meja. Aynur lantas tersenyum senang, sepertinya usahanya meluluhkan hati Ihsan berhasil. Pria itu tak menanyakan tentang kejadian semalam.Aynur mengelap tangannya yang basah lalu berjalan santai menuju kamarnya."Ma