Aku semakin termenung saat mengetahui kalau hasil testpack ku menunjukkan positif.Aku benar-benar bingung saat ini. Kenapa aku bisa ceroboh dan tak memikirkan hal ini sebelumnya?Kenapa? Kenapa, kenapa aku bisa hamil disaat hubunganku dengan Inder semakin memburuk. Inder sibuk dengan mantannya, dan aku….Aku tersenyum miris. Aku yakin, sekalipun Inder tahu aku hamil, ia tak akan peduli dengan itu. Dalam hidupnya hanya ada Cleo, Cleo dan Cleo.Dia mana peduli dengan anaknya yang ku kandung.Ah, miris sekali nasibku. Mengandung di saat suami lagi asyiknya berselingkuh. Dengan mantannya lagi.*****"Serius, Mbak hamil?" Inggit tampak terkejut saat aku mengatakan pada Inggit kalau hasil test pack ku positif.Sepulangnya kuliah, seperti biasa, aku tak langsung pulang. Melainkan kali ini aku menemui Inggit di cafe yang berada tepat di samping bank ia bekerja.Aku ingin curhat dan minta pendapat pada Inggit. Aku tak mampu menahan perasaanku sendirian.Aku mengangguk sebagai jawaban dari p
"Lepaskan aku, Mas!" Aku masih berusaha melepaskan diri dari Andra, namun pria itu tambah semakin kuat menahanku."Lebih baik jangan, Din. Kau akan sakit jika melihatnya," ucap Andra, bersikukuh melarangku untuk menoleh ke belakang, melihat Inder dan Cleo.Kenapa Inder menyakitiku dengan cara bermesraan seperti ini?Ah, ini memang salahku. Seharusnya aku tak mendengarkan saran Inggit, dan tak seharusnya aku datang ke kantor Inder untuk menemuinya.Bukan mendapatkan apa yang aku inginkan,alah dapat sakit hati."Mari kuantar kau pulang!" ucap Andra."Tidak, aku ingin bertemu Inder." Aku menarik diri dari pria gagah nan tampan di depanku itu. Namun tanganku masih ditahan olehnya. Hingga aku tak dapat berkutik."Kenapa wanita seperti kamu harus b*doh, Din? Sangat disayangkan." Andra terdengar membentak dan pandangan lekat menatapku."Iya, aku b*doh. Puas kamu!" Aku balas membentaknya. Entah kenapa aku juga ikutan emosi. Padahal aku lagi kesal sama Inder.Andra sesaat tercengang, masih d
Tubuhku semakin hari semakin melemah saja. Apalagi aku mengalami morning sicknes yang hebat.Kuliah pun tak begitu konsen. Benar ternyata, kehamilan ini mengganggu belajarku.Aku bener-bener lemes. Apalagi tadi pagi perutku gak isi apa-apa.Sedihku bukan disini, tapi disaat aku sakit karena kehamilanku, tak ada satupun orang yang memberikan perhatian atau semangat.Memberitahu Inder pun percuma, ia sibuk dengan mantannya. Lalu untuk apa aku memberitahunya, toh dia belum tentu juga mau menerima anak ini.Ah…miris sekali nasibku. Tahu begitu dulu aku gak melakukan ini. Tak menikah dengan Inder. Tak membuat status Facebook yang isinya tentang pengumuman cari jodoh yang bisa membayar kuliahku.Ah, kenapa penyesalan selalu datang bersusulan saja.Setelah selesai dengan kelasku hari ini, aku segera menuju parkiran, ingin cepat-cepat pulang. Rasanya ingin tiduran saja.Kehamilanku benar-benar membuatku lemah, anak ini begitu menyebalkan seperti ayahnya.Dengan jalan sempoyongan, aku terus me
Setelah selesai bicara dengan Cleo, aku langsung pergi, lalu melanjutkan langkahku yang ingin ke parkiran. Menunggu jemputan taksi langgananku.Aku termenung, memikirkan kata-kata Cleo tadi. Jadi benar dugaanku pada Inder, kalau ia akan menceraikan aku setelah ia mendapatkan apa yang ia mau. Lalu….Aku bisa apa? Aku hanya bisa sedih dan menyesali keputusanku sendiri. Kenapa dengan hati ini. Kenapa harus mencintai Inder, pria yang jelas-jelas hartnya masih terpaut pada mantannya. Yang nantinya mereka akan tetap menikah.Dan kenapa aku harus segalau ini. Kenapa aku sudah tak mementingkan uang yang Inder berikan dan bayaran semesterku juga. Kenapa aku mendadak selemah ini. Kemana semangatku yang berkobar saat aku ingin meraih cita-citaku. Kenapa malah tergantikan dengan semangat cintaku pada Inder."Dinar!"Aku yang duduk di kursi panjang yang ada di parkiran segera mendongakkan wajah tatkala mendengar suara Andra.Dan benar saja. Pria berpakaian jas rapi tersebut berdiri di depanku. M
"Kamu kenapa tadi?" tanya Inder saat dalam perjalanan."Kapan? Yang mana?" tanyaku, malas. Sambil bersandar ke jok mobil."Tadi saat mau terjatuh, itu bukan akal-akalan kamu saja 'kan, biar di peluk Andra!" tuduh Inder. Sekilas melirikku sengit, sebelum akhirnya kembali fokus menatap ke depan.Aku memutar bola mata, malas. Tak menggubris tuduhan Inder. Gak penting juga buat dibahas.Lagian, tumben mau jemput. Apa mungkin karena suruhan Papa? Sepertinya. Mungkin ada syarat baru untuknya. Dih, menyebalkan."Jawab!" Suara Inder terdengar nyaring memekakkan telinga, sekilas melirikku dengan masih tatapan sengit."Tak penting!" Aku cuek. Membuang pandangan keluar jendela mobil. Aku pikir lebih baik menatap keluar daripada menatap wajah pria pemuja mantan itu.Dan entah kenapa, sekarang aku mulai malas bicara dengan Inder. Tepatnya setelah mengetahui semuanya apa yang ia lakukan itu tak tulus, hanya ingin segera mendapatkan apa yang ia inginkan.Dan aku juga yakin, kali ini ia menjemputku
"Termasuk diriku berarti!" Inder menatapku serius. Sedangkan, kukedipkan mata berkali-kali. "Untukmu pengecualian." Aku berbohong. Padahal iya, bahkan Inder orang pertama yang membuat aku jatuh cinta. Ah, entahlah…."Kenapa?""Kau tak tampan!"Inder tak membalas lagi. Ia kembali menatap layar Hp ku yang masih ia pegang. Jari jempolnya bergerak cepat seperti melakukan sesuatu pada benda pilih milikku itu."Hei, apa yang kamu lakukan!" Aku merampas Hp ku saat mencurigai Inder melakukan sesuatu. Awalnya tak berhasil, pria itu menahan tanganku, namun dengan kegigihanku, akhirnya berhasil aku rebut Hp-ku."Sudah aku buang nomor Andra, bahkan sudah aku blokir juga," jawab Inder tanpa d0sa."Kamu…." Saking geramnya, aku sampai tak tahu mau ngomong apa sama itu pria."Kenapa kamu laku
Inder menatapku lama, tanpa sepatah kata yang keluar dari mulutnya.Aku menundukkan wajah. Mendadak jadi takut sendiri. Namun aku tak menyesali kata-kataku. Aku yakin dengan apa yang telah aku ucapkan barusan adalah benar, bisa jadi yang terbaik untukku.Aku mengatakan ingin cerai bukan tanpa memikirkan sebelumnya.Semalaman aku telah berpikir. Mencari jalan keluarku sendiri. Dan hasilnya memang aku harus cerai. Lagian, untuk apa bertahan jika itu menyakitkan."Apa karena pertengkaran kita semalam, hingga kau ingin pisah?" Aku mengangkat wajah sebentar saat Inder bersuara."Bukan!" jawabku, kembali menundukkan wajah.Sesaat hening, aku dan Inder sama-sama terdiamnya."Apa karena Cleo?" tanya lagi Inder.Aku tak lekas menjawab pertanyaan Inder. Salah satu penyebab utamanya memang itu, tapi ada lagi. Aku merasa tersakiti dalam pernikahan ini. Tepatnya saat aku mulai menyukai Inder. Lagi pula…benar kata Andra, disini yang untung banyak adalah Inder. Dia menang banyak.Dibalik kemenan
"Duh, ngenes banget sih jadi Mbak." Inggit menatapku dengan iba. Segera kusudahi air mataku yang mengalir dengan sendirinya. "Tapi Kenapa, sih, Mbak, tak mau memberitahukan suami Mbak aja?" Inggit tampak heran campur gereget."Gak, Git, percuma dia tahu, malah nanti anak ini akan dianggapnya sebagai penghalangnya untuk bersatu dengan Cleo. akan menambah sakit padaku nantinya. Udahlah Inder tak menyukaiku, aku tak kamu ia juga membenci anakku. Cukup aku yang ia benci.""Emang Mbak merasa Mas Inder membenci Mbak?""Tak suka artinya juga benci, Git.""Gak gitu juga, Mbak," timpal Inggit."Terserah, Git. Yang penting, tak ada orang yang tahu tentang kehamilanku ini. Kecuali kamu. Aku gak akan memberitagu siapapun. Dan kamu jangan cerita Maslahku apalagi kehamilanku pada Emak. Nantiia jadi kepiran." "Lal