"Jawab, Dinar…kamu hamil, bukan? " Inder kembali bertanya.
Aku terdiam, tak tahu harus jawab apa. Aku belum siap untuk mengaku tentang kehamilanku."Bahkan kandunganmu sudah berusia tiga bulan, dan selama itu juga kau menyembunyikan fakta ini dariku," protes Inder, seakan tak terima aku menyembunyikan kehamilanku.Aku membuang pandangan, menghindari tatapannya.D*sar munafik. Padahal ia kaget karena mau menerima anak ini."Apa alasanmu apa melakukan ini?" Inder masih menyerangku dengan pertanyaan-pertanyaan.Namun aku tak perduli. Aku rurun dari ranjang, berdiri tanpa berkata-kata.Inder ikut berdiri. "Dinar…hei.""Katakanlah sesuatu!" Inder mennguncang pundak kananku.Aku masih bergeming, malas rasanya bicara dengan Inder."Dinar…kenapa?""Sudah mulai berani memerintahku rupanya." Inder tersenyum sinis.Ah, iya. Inder benar, aku baru sadar barusan memberi perintah. Gak papalah, sekali-sekali biar gak cuman Cleo yang bisa memerintah Inder.Inder berdecak, namun…."Baik, hari ini aku juga gak masuk kantor!" Ah, padahal hanya hal sepele, tapi mampu membuatku tersenyum saat Inder menuruti permintaanku.Inder kembali ingin melanjutkan langkahnya."Mau kemana?" Inder kembali menoleh. "Mau nonton tv di luar, lagian diam disini kamu tidak bisa di tidurin, seperti kata dokternya tadi.""Oh, ya! Sampai kapan?" tanyaku antusias."Sampai kandunganmu berusia enam bulan!" jawab Inder tampak lesu."Senang dong pastinya, lebih leluasa menghabiskan waktu dengan
"Mendadak aku jadi serba salah!" Inder mengusap wajahnya tampak kebingungan. Sedangkan aku masih terisak, mendadak gak tahu cara untuk menghentikannya. Ah, entahlah, kenapa aku mendadak jadi cengeng begini."Sudah, jangan menangis, aku tak apa-apain kamu, loh!" ujar Inder, suaranya tampak di lembut-lembutkan. Mungkin takut aku tersinggung dan kembali nangis lagi.Haish...aku kenapa, sih? Sensi amat sama Inder?"Din...udah, dong nangisnya." Suara Inder semakin dilembut-lembutkan.Sontak aku terhenti dari isakku, bahkan tanpa perlu aku usahakan.Aneh sekali! Padahal ya hanya dengar suara lembut Inder. Itupun terpaksa.****Pagi ini aku berangkat kuliah dengan diantar Inder. Entah atas kemauannya sendiri atau disuruh Mama Ana sebab perintah Papa Aleks aku tak tahu itu.Selama perjalanan tak ada sepatah kata
Sudah tak dapat diragukan lagi, saat ini Inder pasti sedang dengan Cleo.Jika tidak, tak akan mungkin Cleo yang mengangkat panggilanku di ponsel Inder.Mendadak ada yang nyeri di dalam sana, tak ingin lebih sakit lagi. Aku memustuskan panggilan secara sepihak.Baru ingin mengembalikan Hp ke dalam tas, Cleo mengirimiku sebuah foto disertai tulisan.' Maaf, Mbak, jangan ganggu dulu. Inder lagi istirahat, dia kelelahan'Foto Inder disana sedang tidur di ranjang dengan telanjang dada.Tanpa bisa kutahan, air mataku mengalir begitu saja. Apa itu artinya...Inder kelelahan setelah bergemul dengan Cleo. Oh, Inder...kenapa kau sangat menyakitiku? Dan kebaka kau, Inder, tadi berjanji untuk menjemputku? bahkan kau melarangku untuk pulang sebelum kau menjemput kalau nyatanya kau sibuk dengan berbagi peluh dengan Cleo.
Aku menatap diriku di depan cermin. Baru kali ini aku berdandan. Biasanya aku hanya memakai pelembab saja dan memoleskan liptin vitamin.Tapi kali ini aku benar-benar make over. Atas saran Inggit.Iya, tadi sebelum pulang ke rumah Inder, Inggit mengajariku untuk membuat diriku berkilau. Dan saat kutatap diri ini, ternyata benar apa yang dikatakan Inggit."Kamu itu sebenarnya cantik, Mbak. Hanya saja kurang memperhatikan diri. Dandan, dong. Masak istri pengusaha gak perawatan. Jelas Mas Inder kepincut sama pelakor yang berasal dari masa lalunya." Begitu kata Inggit saat sebelum aku pulang. Ah, mendadak aku jadi pede.Sejak dulu aku memang tak pernah memperdulikan penampilan, selalu tampil apa adanya. Namun sekarang, saat aku melihat perubahan diriku saat memakai make up, entah kenapa aku jadi ingin selalu memakainya.Tiba-tiba aku jadi teringat perkataan Dirham
Aku tahu, Inder sangat terkejut dengan kedatanganku. Sangat terlihat jelas degan cara ia menatapku.Bahkan saat ini ia menatapku dengan tatapan tak Seperi biasanya. Dari ujung kepala hingga kaki ia memindaiku.Inder tak berucap apa-apa, masih menatapku lekat. Seakan tak percaya atas keberadaanku disini.Sedangkan Cleo hanya membelalakkan matanya, menatapku dan Inder secara bergantian. Entah apa yang ada di pikiran wanita selingkuhan suamiku ini saat ini aku tak tahu.Dan bagaimana perasaan wanita itu saat ini. Saat aku datang ke acara mereka, lebih-lebih mengaku sebagai istri Ider.Sepertinya akan seru. Akan kupernalukan kalian berdua. Suduh cukup aku biarkan kalian menari-nari di atas lukaku ini..."Dia siapa?" tanya salah satu pria yang duduk di sana sambil menunjuk ke arahku."Dia Dinar Alaik, Istri dari Lav
"Mbak, bangun. Ada orang yang ingin bertemu dengan, Mbak."Sayup-sayup aku mendengar suara Inggit yang membangunkan ku dengan tangan mengguncang bahuku.Efek sedih semalam dan kebanyakan nangis, alhasil usai sholat subuh aku membaringkan tubuh di ranjang kamar Inggit yang dulunya juga kamarku. Hingga tanpa sadar aku ketiduran.Setelah keluar dari gedung dan memberi pelajaran pada Inder, aku memang tak pulang ke rumah Inder ataupun ke kontrakan. Melainkan ke rumah Emak. Malaa untuk pria yang sebentar lagi akan menjadi mantan suami itu.Lagi-lagi aku merasakan sakit di ulu hati mengingat pengkhianatan Inder dengan mantannya.Dan untuk Emak, beliau sudah tahu semua permasalahanku hingga ke aku yang hamil. kuceritakam semuanya. Apa yang telah diperbuat oleh menantu kesayangannya itu.Awalnya Emak selat syok, tapi dihibur oleh Dirham sama Inggit.
"Kamu kaget apa gak dengar?" Ia bertanya tanpa d*sa. Saat aku memekik kaget atas pertanyaannya tadi.Dia bilang ingin daftar? Aku menelan ludah. Bingung mau jawab dan respon apa."Kamu belum hapus postingan itu. Aku pikir masih berlaku," ucapnya. Masih dengan mata menatapku fokus.Aku bergeming. Tak tahu mau menanggapi apa. Mendadak otakku ngelag.Ini maksud Andra apa, ya?"Aku siap menjalankan syarat yang tertera di postingan pengumuman kamu. Bahkan jika kau tak puas dengan itu kau bisa melanjutkan lagi ke jenjang yang lebih tinggi. Dan minta berapapun mahar yang kau inginkan."Sebenarnya aku tergiur, namun apa kata-kata Andra barusan adalah...."Maksud Mas Andra…apa ini lama—""Iya, aku melamarmu!"Hah! Apa aku tak salah dengar? Mas Andra mau melamarku? Kenapa? Ada apa?
Setelah kepulangan Andra, aku langsung masuk ke kamar. Merenungi perkataan Andra. Lebih-lebih saat ia mengatakan tentang perasaannya padaku.Dan itu cukup mengganggu pikiranku.Jujur aku baru tahu, di balik sikap diamnya Andra, ternyata ia menyimpan perasaan padaku. Dan lagi, saat aku dibawa oleh Inder untuk menemui keluarganya, aku tak melihat Andra, apa karena aku terlalu fokus menunduk kala itu? Atau memang...ah, entahlah.Andra juga mengatakan kalau aku dan ia pernah satu kelas. Yaitu saat SMA. Sebab setelah lulus pria itu pindah keluar negeri, kuliah disana.Kata Andra, ia selalu melihatku ada di perpustakaan saat jam istirahat. Itu aku lakukan sebab mau ke kantin tak punya uang. Jadi saat jam istirahat aku gunakan waktu istirahatku pergi ke perpustakan. Kadang disana aku juga makan bekal yang dibuatkan Emak.Ah, segitunya Andra memperhatikan aku.Namun yang tak habis pikir, aku pernah satu sekolah dengan Andra, tapi kok aku bisa tak pernah melihat Andra? Ah, aku lupa. Kalau du