Aku menatap diriku di depan cermin. Baru kali ini aku berdandan. Biasanya aku hanya memakai pelembab saja dan memoleskan liptin vitamin.Tapi kali ini aku benar-benar make over. Atas saran Inggit.Iya, tadi sebelum pulang ke rumah Inder, Inggit mengajariku untuk membuat diriku berkilau. Dan saat kutatap diri ini, ternyata benar apa yang dikatakan Inggit."Kamu itu sebenarnya cantik, Mbak. Hanya saja kurang memperhatikan diri. Dandan, dong. Masak istri pengusaha gak perawatan. Jelas Mas Inder kepincut sama pelakor yang berasal dari masa lalunya." Begitu kata Inggit saat sebelum aku pulang. Ah, mendadak aku jadi pede.Sejak dulu aku memang tak pernah memperdulikan penampilan, selalu tampil apa adanya. Namun sekarang, saat aku melihat perubahan diriku saat memakai make up, entah kenapa aku jadi ingin selalu memakainya.Tiba-tiba aku jadi teringat perkataan Dirham
Aku tahu, Inder sangat terkejut dengan kedatanganku. Sangat terlihat jelas degan cara ia menatapku.Bahkan saat ini ia menatapku dengan tatapan tak Seperi biasanya. Dari ujung kepala hingga kaki ia memindaiku.Inder tak berucap apa-apa, masih menatapku lekat. Seakan tak percaya atas keberadaanku disini.Sedangkan Cleo hanya membelalakkan matanya, menatapku dan Inder secara bergantian. Entah apa yang ada di pikiran wanita selingkuhan suamiku ini saat ini aku tak tahu.Dan bagaimana perasaan wanita itu saat ini. Saat aku datang ke acara mereka, lebih-lebih mengaku sebagai istri Ider.Sepertinya akan seru. Akan kupernalukan kalian berdua. Suduh cukup aku biarkan kalian menari-nari di atas lukaku ini..."Dia siapa?" tanya salah satu pria yang duduk di sana sambil menunjuk ke arahku."Dia Dinar Alaik, Istri dari Lav
"Mbak, bangun. Ada orang yang ingin bertemu dengan, Mbak."Sayup-sayup aku mendengar suara Inggit yang membangunkan ku dengan tangan mengguncang bahuku.Efek sedih semalam dan kebanyakan nangis, alhasil usai sholat subuh aku membaringkan tubuh di ranjang kamar Inggit yang dulunya juga kamarku. Hingga tanpa sadar aku ketiduran.Setelah keluar dari gedung dan memberi pelajaran pada Inder, aku memang tak pulang ke rumah Inder ataupun ke kontrakan. Melainkan ke rumah Emak. Malaa untuk pria yang sebentar lagi akan menjadi mantan suami itu.Lagi-lagi aku merasakan sakit di ulu hati mengingat pengkhianatan Inder dengan mantannya.Dan untuk Emak, beliau sudah tahu semua permasalahanku hingga ke aku yang hamil. kuceritakam semuanya. Apa yang telah diperbuat oleh menantu kesayangannya itu.Awalnya Emak selat syok, tapi dihibur oleh Dirham sama Inggit.
"Kamu kaget apa gak dengar?" Ia bertanya tanpa d*sa. Saat aku memekik kaget atas pertanyaannya tadi.Dia bilang ingin daftar? Aku menelan ludah. Bingung mau jawab dan respon apa."Kamu belum hapus postingan itu. Aku pikir masih berlaku," ucapnya. Masih dengan mata menatapku fokus.Aku bergeming. Tak tahu mau menanggapi apa. Mendadak otakku ngelag.Ini maksud Andra apa, ya?"Aku siap menjalankan syarat yang tertera di postingan pengumuman kamu. Bahkan jika kau tak puas dengan itu kau bisa melanjutkan lagi ke jenjang yang lebih tinggi. Dan minta berapapun mahar yang kau inginkan."Sebenarnya aku tergiur, namun apa kata-kata Andra barusan adalah...."Maksud Mas Andra…apa ini lama—""Iya, aku melamarmu!"Hah! Apa aku tak salah dengar? Mas Andra mau melamarku? Kenapa? Ada apa?
Setelah kepulangan Andra, aku langsung masuk ke kamar. Merenungi perkataan Andra. Lebih-lebih saat ia mengatakan tentang perasaannya padaku.Dan itu cukup mengganggu pikiranku.Jujur aku baru tahu, di balik sikap diamnya Andra, ternyata ia menyimpan perasaan padaku. Dan lagi, saat aku dibawa oleh Inder untuk menemui keluarganya, aku tak melihat Andra, apa karena aku terlalu fokus menunduk kala itu? Atau memang...ah, entahlah.Andra juga mengatakan kalau aku dan ia pernah satu kelas. Yaitu saat SMA. Sebab setelah lulus pria itu pindah keluar negeri, kuliah disana.Kata Andra, ia selalu melihatku ada di perpustakaan saat jam istirahat. Itu aku lakukan sebab mau ke kantin tak punya uang. Jadi saat jam istirahat aku gunakan waktu istirahatku pergi ke perpustakan. Kadang disana aku juga makan bekal yang dibuatkan Emak.Ah, segitunya Andra memperhatikan aku.Namun yang tak habis pikir, aku pernah satu sekolah dengan Andra, tapi kok aku bisa tak pernah melihat Andra? Ah, aku lupa. Kalau du
Aku tak mengerti dengan diriku sendiri, Andra yang datang dan mengatakan perasaannya padaku tapi malah Inder yang aku pikirkan. Kenapa coba?Kenapa aku masih mengharapkan kedatangannya. Padahal aku yakin saat ini ia sedang sibuk dengan Cleo. Atau kalau tidak Inder sudah mempersiapkan pernikahannya dengan Cleo, secara aku sudah menandatangani surat cerai itu.Hiks, bahkan Inder benar-benar tak ingat denganku. Setidaknya minta maaf pada keluargaku. Dia merasa bersalah padaku telah menyia-nyiakan aku itu ada kepuasan tersendiri dengan minta maaf.Tapi rupanya ia pria brengsek.Dengan tak datangnya Inder, ini sudah membuktikan kalau ia bukan pria yang baik. Ia lepas tangan dan tak merasa bersalah. Membuangku sesuka hatinya, padahal ia datang ke rumah ini baik-baik, tapi membuangku seperti ini.Aku benar-benar tak ada harganya di mata Inder. Ba
Aku menatap kepergian Cleo yang saat ini sudah keluar dar pintu rumah utama dan masuk kedalam mobil mewahnya."Kenapa, Mbak? Kok tampak pucat begitu?" tanya Inggit lagi.Aku segera menggelengkan kepala dengan pikiran yang terasa begitu berat. "Tidak papa, Git. Mungkin aku lelah. Aku ingin istirahat dulu." Tanpa menunggu jawaban Inggit maupun Dirham, aku pergi berlalu ke kamar dengan deraian air mata yang terus mengalir.Dadaku terasa begitu sesak. Serasa tak kuasa aku menahan rasa sakit ini. Ini terlalu sakit untukku.Air mata yang sedari tadi sudah ingin berlomba-lomba ingin keluar dari pelupuk mata.Tega kau, Inder. Kau mau menikah dengan Cleo padahal kamu belum selesai dengan hubunganku. Sebegitu tak sabarkah kau ingin menikahi mantanmu. Hingga kau tak menunggu perceraian kita selesai.Aku sakit...Hu hu hu….*****Aku menatap diri di depan cermin. Di tanganku terpegang sebuah gamis mewah nan elegan.Aku sudah putuskan, untuk datang ke pernikahan Inder dan Cleo. Aku tak boleh lema
Aku membuka mata tatkala mencium aroma minyak kayu putih di rongga hidung."Akhirnya…kamu sadar juga, Din." Emak tersenyum antusias sambil mengusap wajahku. Netranya sedikit berkaca-kaca."Aku kenapa, Mak?" Aku menatap sekeliling. Menatap satu persatu wajah yang ada di sekelilingku. Yaitu Inggit sama Dirham. Duduk mengelilingiku. Dengan tatapan iba dan kasihan."Tadi pas Mbak mau berangkat ke pernikahan suami Mbak. Mbak tiba-tiba muntah-muntah hebat sambil memegangi perut yang kram. Hingga akhirnya Mbak pingsan." Inggit menjelaskan sambil ntangan sibuk memijiti kakiku.Aku mengusap wajah sambil beristighfar. Iya, aku baru ingat kalau tadi pas mau berangkat tiba-tiba aku merasa kesakitan dan pusing secara tiba-tiba."Kata dokter yang memeriksa Mbak, kandungan Mbak lemah." Dirham menimpali. Juga sama memijiti kakiku.Aku tersenyum hambar. Inder juga mengatakan seperti itu. Dan entah kenapa aku tak lagi mengharapkan anak ini. Andaikan kandungan ini hilang dari rahimku, sepertinya aku me