Melati sangat beruntung mendapatkan banyak nasehat dan pandangan hidup dari Bu Ariana. Jiwanya merasa lebih lapang dalam menyikapi apa yang dialami sekarang ini. "Kalian berhak menjauh dari orang-orang yang egois. Hanya mau dimengerti tapi nggak mau timbal balik saling pengertian. Remove toxic people. Tak mengapa kita memiliki circle pertemanan yang kecil, tapi menyisakan orang-orang yang tahu bagaimana saling mengerti dan mendukung, bukan menikung. You deserve to be happy." Kalimat panjang dari Bu Ariana, sangat bermakna bagi Saga dan Melati. Mereka dapat ilmu gratis. Andai Melati butuh membayar psikolog, sudah berapa uang yang harus ia keluarkan. Dikarenakan pengunjung kafe semakin ramai, terpaksa Melati meninggalkan Saga dan Bu Ariana untuk membantu karyawannya di kasir.Tidak lama kemudian Saga dan Bu Ariana pun pamitan. Mereka berdua menghampiri Melati di kasir depan."Melati, makasih untuk makan malamnya. Kapan-kapan ganti bulek yang akan mentraktirmu. Tapi jangan lupa besok d
Waktu yang Hilang- Takut Kehilangan Saga tersenyum saat melihat Melati muncul dari samping kafe. Dada Melati pun berdesir ketika lelaki gagah yang duduk di atas motor itu tersenyum di balik kaca helm-nya."Mel, mana helm-mu? Aku tidak punya selain yang aku pakai," tanya Saga setelah Melati mendekat."Oh, bentar aku ambil dulu."Melati bergegas kembali ke dalam untuk mengambil helm. Dia tidak ingat untuk membawanya tadi. Saga tidak memiliki helm cadangan. Benarkah dia memang tidak memiliki kekasih seperti yang dia bilang beberapa hari kemarin?Bertahun-tahun dia terbiasa berinteraksi dengan Saga, tapi canggungnya tidak seperti hari ini. Debaran di dadanya sudah sangat berbeda. "Kok balik lagi, Mbak?" tanya Mbak Harti."Ngambil helm, Mbak," jawab Melati sambil meraih benda itu di atas kulkas dapur. Ia pamitan lagi pada tukang masaknya, lantas tergesa keluar menemui Saga.Baru kali ini ia dibonceng Saga pakai motornya. Selama di Malang, mereka tidak pernah berboncengan. Saga selalu me
Jam sebelas siang, Melati mengajak Saga untuk pamitan. Ia harus segera kembali, karena biasa hari libur begini kafe sangat ramai."Seringlah kalian berdua main ke sini!" Bu Ariana bicara ketika mengantarkan Saga dan Melati ke depan. "InsyaAllah, Bulek," jawab Melati sambil tersenyum."Ayoklah, kita agendakan untuk jalan-jalan. Ke pantai Parangtritis atau ke mana saja yang kalian inginkan. Kita bisa berangkat pagi biar pulangnya nggak kesorean." Bu Ariana memandang Saga dan Melati bergantian."Bagaimana, Mel?" Saga bertanya pada Melati."Kapan?""Selonggarnya kamu saja. Kalau bulek dan Saga kan ngikut saja. Sebab hari Minggu pasti Saga libur, tapi kafemu pasti ramai.""InysaAllah, Bulek. Saya usahakan."Bu Ariana tersenyum. "Bulek tunggu kabar dari kalian.""Kalau gitu, kami pulang dulu, Bulek," pamit Saga."Iya, hati-hati."Bu Ariana masih berdiri di teras meski mereka sudah hilang dari pandangan. Sebenarnya tak sabar melihat mereka bersama. Sebab dia bisa merasakan kalau di antara k
Waktu yang Hilang- 30 Seminggu Saja"Kalau aku nggak ngasih tahu ke mana membawa Moana, apa kamu nggak percaya padaku, Mas?" suara Melati di seberang terdengar kecewa."Aku ibunya. Aku juga ingin bersama anakku meski hanya beberapa hari saja. Udah kubilang kalau Moana akan kuantarkan lagi pada, Mas."Hening. Akbar menatap mendung yang berarak di angkasa. Dia ingin tahu di mana Melati tinggal selama ini. Kerja apa? Jika dia bekerja, bagaimana bisa mengajak Moana."Biarkan, Bar. Melati bilang akan mengantarkan Moana lagi. Percayalah. Dia ibunya, pasti akan menjaga Moa dengan baik,"ujar Pak Norman yang mendengarkan percakapan anak dan mantan menantunya.Akbar mendesah panjang. Sungguh berat ia untuk menyetujuinya. Terlebih tidak tahu ke mana Moana akan dibawa Melati.Setelah berpisah dengan Melati dan rumah tangganya bersama Nara bagai kerakap tumbuh di batu, hidup segan mati tak mau, Moana merupakan penyemangat hidupnya. Pelipur lara. "Aku akan mengantar Moana kembali padamu, Mas. Aku
"Kenapa kamu izinin mantanmu bawa Moa? Bagaimana jika nanti dia nggak mulangin lagi ke kamu?" teriak Bu Rista dengan nada marah. Malam itu saat mereka tengah duduk di ruang keluarga."Ma, sabar," jawab Pak Norman. Jaga emosimu. "Papa yang menyuruh Akbar supaya mengizinkan Melati ngajak Moana. Hanya seminggu saja. Melati sudah banyak mengalah dan terluka, Ma. Biarlah dia mengajak Moana beberapa hari saja."Bu Rista ganti menatap marah pada suaminya. Namun sebelum dia buka suara, Pak Norman kembali berbicara. "Mama, nggak usah khawatir. Melati pasti menepati janjinya. Nanti papa yang bicara sama dia."Meski marah, wanita itu akhirnya diam. Dia ingat kalau harus tetap menjaga emosi. Jika sampai mengalami stroke sungguhan, malah dirinya tak berdaya untuk merawat cucunya.Akbar yang duduk di sana, hanya diam saja sambil menatap layar televisi. Meski begitu, ia tidak tahu apa acara yang tengah dilihatnya. "Lagian biar Akbar juga bisa menyelesaikan permasalahannya dengan Nara," kata Pak Nor
Waktu yang Hilang- Om Saga Akbar merogoh ponsel dari dalam sakunya untuk menghubungi Melati. Pada deringan kedua, panggilan langsung dijawab."Halo, Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam. Kamu di mana? Apa sudah berangkat? Aku ada di depan rumah Budhe Tami sekarang.""Ya, Mas. Kami berangkat jam setengah enam tadi."Akbar melihat jam tangannya. "Berarti masih di perjalanan. Ke stasiun apa ke terminal?""Nanti saja kita ketemu lagi saat aku mengantarkan Moana pulang."Akbar mendengkus kasar. Melati keukeh tidak mau memberitahunya. Tapi jika Melati naik taksi atau pun angkot, kenapa tidak ada suara kendaraan. Yang ada hanya hening. Suara Moana juga tak terdengar.Tadi malam Akbar sempat menyarankan supaya Tini diajak, tapi Melati menolak. Selagi Moana ikut bersamanya, biarlah Tini pulang untuk bercuti."Mas Akbar, nggak usah khawatir. Moana pasti akan pulang tepat waktu. Akan kutepati janjiku.""Oke," jawab Akbar tidak bersemangat. "Apa Budhe Tami ikut juga?""Hu um, Budhe ikut aku. Nan
Melati mengembalikan ponsel ke dalam tasnya."Sopo, Nduk?" tanya Budhe Tami."Saga, Budhe. Tanya sudah berangkat apa belum.""Oh. Tapi nanti setelah kamu nganterin Moana pulang, bisa jadi Moa akan cerita kalau bertemu dengan Omnya.""Nggak apa-apa, saya akan bilang terus terang kalau Mas Akbar bertanya," jawab Melati sambil menatap Budhe Tami yang duduk di sebelahnya. Melati tampak tenang, tapi budhenya khawatir. Bisa saja akan terjadi kesalahpahaman di antara kakak adik itu dan keponakannya. Memang jelas kalau Melati dan Akbar sudah resmi bercerai, tapi konflik baru bisa timbul karena mereka sama-sama tinggal di Jogja."Apa yang hendak di permasalahkan, Budhe. Saya yang lebih dulu pergi ke Jogja. Mana saya tahu kalau akan tinggal di lingkungan kerabatnya Saga. Begitu juga dengan Saga. Dia juga nggak tahu kalau saya berada di kota yang sama.""Iya, budhe paham. Kalau kemarin kamu ngasih oleh-oleh bakpia. Akbar sekarang tahu kamu tinggal di mana.""Untungnya Budhe ngingetin aku kemar
Waktu yang Hilang- Minggu PagiMelati tercekat di anak tangga ketika mendengar ucapan Saga. Tubuhnya gemetar. Benarkah apa yang ia dengar?Sejak dulu Saga memang perhatian padanya. Menjaga jarak ketika ia menikah dengan Akbar. Tapi tetap dekat dengan cara sewajarnya. Lantas kembali perhatian setelah Akbar mengkhianatinya.Jujur saja sekarang ini terkadang hati kecilnya merasakan perhatian yang berbeda. Namun Melati mengabaikan. Dia menganggap itu hanya perasaan yang berlebihan dan tak tahu diri. Bukankah sejak kecil lagi mereka telah berteman dan Saga memang lelaki yang baik?Namun malam itu, ia mendengar sendiri dengan jelas pengakuan Saga. Mungkinkah dia salah dengar?Melati masih diam, menetralisir hatinya yang berdebar-debar dan tubuhnya yang gemetar.Setelah menarik napas dalam-dalam, Melati kembali menaiki dua anak tangga. Tersenyum pada mereka yang duduk di karpet depan televisi."Moa, kenapa gelendot saja sama Om Saga. Ayo, tidur! Besok Om Saga harus kerja," ucap Melati sambi
Saga meletakkan ponsel di jok samping. Beberapa kali membunyikan klakson tapi juga percuma. Kemacetan sudah memanjang mulai dari depan. Macet total karena ada perbaikan jalan. Bisa jalan hanya bergerak maju sendikit, lantas berhenti lagi.Sabar sabar. Ini bukan di film India yang dia bisa meninggalkan mobilnya di sana dan lari secepat Cetah yang melompat dari mobil ke mobil lainnya, bahkan melangkahi bangunan tinggi. Adegan film yang rasanya sangat mustahil dan tidak masuk akal itu, ingin rasanya di tiru saat ini.Melihat ponselnya kembali berpendar, membuat Saga menyambar benda itu. "Halo, Sayang. Bagaimana?""Aku sudah sampai rumah sakit, Mas. Barusan di periksa dokter.""Lalu ....""Ternyata ini sudah bukaan lima. Dan aku bisa lahiran normal.""Loh, katanya beresiko kalau lahiran normal? Mana dokternya biar mas ngomong sama dia.""Dokternya sudah kembali ke kantor. Katanya nggak apa-apa aku lahiran normal. Barusan di cek semua baik-baik saja. Tensiku juga normal. Mas, jangan khawati
Waktu yang Hilang- Best MomentSaga membantu Melati menyiapkan segala perlengkapan untuk persalinan Minggu depan. Dokter kandungan sudah menyarankan supaya Melati melahirkan secara cesar saja untuk persalinan bayi kembarnya. Melati menolak, tapi Saga memintanya untuk menyetujui. Mengingat dua bulan terakhir ini Melati dua kali opname karena demam tinggi. Minggu depan genap 38 minggu usia kehamilannya. Dokter kandungan sudah menetapkan jadwal operasi untuknya.Kedua janinnya sehat. Masing-masing memiliki plasenta dan air ketuban. Jadi sudah siap dilahirkan di Minggu ke 38."Budhe Tami sampai sini sekitar jam setengah tiga sore, Mas. Tadi siang beliau ngabari," kata Melati sambil melipat baju yang hendak di masukkan ke dalam travel bag."Oke, besok mas akan pulang lebih awal dan langsung jemput budhe ke stasiun."Budhe Tami memang akan menemani Melati pada persalinan nanti. Rencananya wanita itu akan tinggal di Jogja sampai si kembar umur selapan."Mulai besok nggak usah lama-lama di
Melati tersenyum. Jagoan kecilnya sudah tebar pesona. Melihat Shaka, ia jadi teringat masa kecil suaminya. Begitulah Saga waktu kecil. Tapi Shaka memang lebih bersih dan terawat, karena jarang bermain di kebun. Kalau Saga dulu, keluyuran di kebun sampai kulitnya lecet-lecet. Berenang di kali bersama teman-teman, termasuk dirinya juga. Melati paling kecil di antara mereka."Kenapa senyum-senyum?" senggol Saga."Aku ingat masa kecilmu, Mas."Saga hendak menggoda sang istri, tapi mereka dikejutkan oleh suara salam dari pintu depan."Itu Gama datang!" Bu Ariana bangkit dari duduknya dan melangkah ke ruang tamu. Wanita itu tercekat sejenak saat melihat Gama datang bersama seorang wanita tinggi semampai. Memakai celana bahan warna krem dan blouse warna putih. Diakah pacar Saga? Gadis itu tersenyum ramah dan mencium tangan Bu Ariana. "Selamat malam, Tante.""Selamat malam.""Namanya Alita, Bulek." Gama memperkenalkan gadis itu pada sang bulek. Membuat Bu Ariana kaget, tapi tidak menunjukkan
Waktu yang Hilang- Gama dan Perempuan ItuAkbar melongok ke luar jendela. Meninggalkan sejenak laptopnya untuk melihat apa yang tengah dilakukan oleh Moana dan Shaka di luar sana.Tampak dua bocah itu sedang duduk di bawah pohon mangga. Bermain masak-masakan. Moana menuangkan sesuatu dari teko kecil ke dalam cangkir mainan. Shaka lantas pura-pura meminumnya. "Manis?"Shaka mengangguk-angguk. Moana kemudian memberikan piring kecil berisi biji-bijian. "Di makan, ya!"Bocah laki-laki itu mengikuti perintah sang kakak. Pura-pura memakan benda di piring kecil yang sama sekali memang tidak boleh di konsumsi.Pertama kali diajak bermain masak-masakan oleh Moana, Shaka sempat bingung. Dia tidak pernah bermain seperti itu, bahkan melihatnya pun belum pernah, karena mainannya di rumah hanya mobil-mobilan, robot, puzzle, dan buku mewarnai.Akbar tersenyum melihat tingkah mereka. Bahagia karena mereka sangat rukun. Shaka juga penurut. Dia juga kerasan tinggal di Malang. Tapi di Jogja sana, Saga
Sebenarnya Melati berharap kalau Moana yang akan tinggal di Jogja selama liburan. Ternyata Shaka yang justru ingin ikut ke Malang. Baik Saga maupun Melati hanya khawatir kalau anak itu tiba-tiba rewel dan minta pulang. Sebab selama ini jarang sekali berjauhan dari kedua orang tuanya. Paling seharian main ke rumah Bu Ariana dan sorenya sudah di antar pulang."Lasmi kamu suruh ikut?""Ya, Bulek. Mak Lasmi sendiri juga pengen ke Malang.""Uti bakalan kangen sama kamu." Bu Ariana mengusap kepala Shaka."Uti, mau ikut?" Ah, malah ditawari pula."Enggak. Uti nunggu Shaka di sini saja."Bu Ariana mengusap permukaan perut Melati. "Kemarin jadi pergi ke dokter?""Ya.""Cowok apa cewek?""Cowok lagi dua-duanya," jawab Melati sambil tersenyum."MasyaAllah. Moana bakalan cantik sendiri."Melati tersenyum. Akbar yang duduk tidak jauh dari mereka mendengar jelas percakapan itu. Dia juga tidak sabar ingin segera melihat bayi kembar Melati lahir ke dunia. Dalam hati turut juga merasakan kebahagiaan i
Waktu yang Hilang- Terbongkarnya Rahasia "Aku paham bagaimana perasaan Mbak Melati, Mas. Dulu saja dia sempat stres saat berpisah dengan Moana, setelah kalian resmi bercerai." Tini berusaha memberikan pengertian pada Akbar. Sebab dia tahu betul bagaimana sedihnya Melati kala itu."Kamu tahu?""Ya, aku tahu." Tini menarik diri dan duduk tegak menghadap sang suami. "Maafkan aku. Dulu aku diam-diam membalas pesan yang dikirimkan Mbak Melati. Hampir tiap saat aku mengirimkan foto kegiatan Moana."Akbar juga menegakkan duduknya. Serius mendengarkan istrinya bicara. Baru kali ini ia tahu kenyataan yang sudah lewat kurang lebih empat tahun yang lalu."Aku nggak sampe hati melihat Mbak Melati menangis setiap hari dan menderita, Mas. Tiap malam telepon aku dengan suaranya yang serak. Aku bisa merasakan bagaimana sakitnya berpisah dari anak. Aku saja yang hanya pengasuh Moana, selalu terbayang-bayang jika aku izin pulang. "Dia cerita mengalami hal tersulit setelah meninggalkan Wonosari. Data
"Mas, cepetnya dapat buah ini!" Melati berbinar-binar melihat dua pack nectarin di atas meja makan setelah ia turun dari lantai dua.Saga tersenyum menghampiri. Tubuh laki-laki itu basah berkeringat setelah joging dan push up di teras samping.Melati membuka bungkusnya dan langsung meletakkan di wadah untuk dicuci. Kembali duduk dan menikmati buah yang semalam membuatnya ngiler saat melihat review seorang food vlogger."Sayang, kamu nggak sarapan dulu. Kamu bisa mules nanti.""Habis ini aku langsung sarapan.""Gimana, manis?" tanya Saga yang duduk di depan sang istri dan memerhatikan Melati yang tengah menikmati buah yang diidamkan."Manis, juicy, padet, tapi masih ada sedikit asemnya. Mas, coba saja!" Melati menyodorkan wadah buah ke hadapan sang suami.Saga tersenyum. Lagak istrinya sudah meniru seperti seorang food vlogger yang tengah bikin konten. Diambilnya sebiji dan memperhatikannya sebelum digigit. Donut Nectarine. Memang bentuknya seperti donat, tapi tidak berlubang tengahnya
Waktu yang Hilang- Keputusan SagaSaga meletakkan ponselnya setelah mengetik balasan untuk pesan dari sang kakak. Laki-laki itu menatakan bantal agar sang istri lekas berbaring.Dibantunya Melati merebahkan diri. Begitu payahnya kehamilan kali ini. Untuk berbaring saja kesulitan. Tiap tidur berulang kali merubah posisi karena terasa engap."Gimana, nyaman begini?" tanya Saga setelah meletakkan satu bantal di belakang punggung Melati dan meletakkan bantal tipis sebagai penyangga perut, karena Melati tidur agak miring."Ya."Saga juga berbaring setelah menarik selimut hingga sebatas perut Melati. Mereka saling berhadapan."Tadi yang ngirim pesan Mas Akbar. Besok keluarga Malang datang ke sini karena Moana sudah mulai libur sekolah." Saga bicara dengan nada lembut, khawatir Melati kaget.Kalau dulu mereka pasti bahagia jika keluarga dari Malang datang berkunjung. Mungkin kali ini berbeda setelah Melati mengetahui keinginan kakak ipar sekaligus mantan suaminya.Tampak ada binar bahagia s
Tiga tahun kemudian ....Seorang bocah laki-laki umur tiga tahun setengah tengah asyik bermain mobil balap. Duduk anteng di bangku besi sebelah kanan sang papa. Seorang wanita yang tengah hamil duduk di sebelah kiri dari pria tampan itu.Saga dan Melati memang tengah antri di dokter kandungan. Malam ini jadwal pemeriksaan kehamilannya yang ketiga. Makanya Saga mengusahakan pulang lebih awal, supaya bisa menemani sang istri ke dokter.Kehamilan Melati sudah memasuki usia lima bulan. Namun besar perutnya seperti tengah mengandung usia tujuh bulan. Sejak awal pemeriksaan, dokter sudah memberitahu kalau mereka akan memiliki bayi kembar. Dan pemeriksaan kali ini, mereka sepakat ingin mengetahui jenis kelamin kedua calon anak kembarnya.Bapaknya Melati juga terlahir kembar. Tapi kembarannya meninggal sehari setelah dilahirkan.Ketika diberitahu tengah mengandung janin kembar. Kebahagiaan Saga dan Melati tiada terlukiskan. Rasa syukur tiada tara di ucapkan nyaris setiap waktu. Janin kembar y