Waktu yang Hilang- Minggu PagiMelati tercekat di anak tangga ketika mendengar ucapan Saga. Tubuhnya gemetar. Benarkah apa yang ia dengar?Sejak dulu Saga memang perhatian padanya. Menjaga jarak ketika ia menikah dengan Akbar. Tapi tetap dekat dengan cara sewajarnya. Lantas kembali perhatian setelah Akbar mengkhianatinya.Jujur saja sekarang ini terkadang hati kecilnya merasakan perhatian yang berbeda. Namun Melati mengabaikan. Dia menganggap itu hanya perasaan yang berlebihan dan tak tahu diri. Bukankah sejak kecil lagi mereka telah berteman dan Saga memang lelaki yang baik?Namun malam itu, ia mendengar sendiri dengan jelas pengakuan Saga. Mungkinkah dia salah dengar?Melati masih diam, menetralisir hatinya yang berdebar-debar dan tubuhnya yang gemetar.Setelah menarik napas dalam-dalam, Melati kembali menaiki dua anak tangga. Tersenyum pada mereka yang duduk di karpet depan televisi."Moa, kenapa gelendot saja sama Om Saga. Ayo, tidur! Besok Om Saga harus kerja," ucap Melati sambi
Hingga tengah malam Melati belum bisa tidur. Sosok Saga dan ucapannya tadi masih terngiang di telinga. Perasaannya campur aduk. Hingga bulir bening jatuh dari sudut matanya.Jujur saja, dia pernah merasakan jatuh hati pada teman masa kecilnya itu. Namun melihat Saga yang bersikap biasa saja dan hanya menganggapnya seperti teman-teman yang lain, Melati tahu diri. Hingga suatu ketika Akbar mendekati, melamar, dan menikahinya. Perasaan pada Saga terkubur, karena sadar tak mungkin akan terbalas. Melati mencintai Akbar yang telah menjadi suaminya. Mengabdi sepenuh hati, kendati mama mertuanya selalu bersikap sinis. Hanya karena dia anak dari Hasanah. Perempuan yang menjadi sahabat dari rivalnya.Lantas rasa cinta, kepercayaan, dan kesetiaannya dikhianati oleh sang suami. Hancur lebur perasaan yang ia pupuk dan ia jaga dengan baik. Kemudian sekarang, Saga mendekati dan mengungkapkan perasaannya. Membuat Melati diliputi kebimbangan, takut, dan tidak percaya diri.Sampai lewat tengah malam M
Waktu yang Hilang- Lamaran Melati kembali dibuat kaget oleh perkataan Saga. Sejak remaja? Jadi selama ini sebenarnya mereka memiliki perasaan yang sama?"Aku lupa kapan pertama kali jatuh cinta padamu. Semua mengalir begitu saja dan itu sudah sejak lama sekali. Saat kita masih sama-sama remaja. Kalau aku mencintai sekedarnya saja, mana mungkin perasaan itu masih ada hingga sekarang ini. Aku tidak jatuh cinta pada pandangan pertama. Namun cinta yang mengalir karena kebiasaan."Saga mengajak Melati duduk di pasir pantai. Menghadap ke laut selatan. Memandang buih ombak yang memutih."Kamu tidak tahu bagaimana patahnya perasaanku saat kamu dinikahi Mas Akbar. Padahal setelah selesai kuliah, aku berniat hendak melamarmu. Namun sudah keduluan kakakku mempersuntingmu. "Aku ikhlas, karena berharap bahwa Mas Akbar bisa membahagiakanmu. Sedangkan aku tak punya apa-apa. Hidupku rumit dan kamu juga tahu itu."Jujur saja, aku yang membuat Nara kabur dari Mas Akbar. Supaya Mas Akbar sadar dan pe
Sementara di sana, Melati berjalan di samping Saga yang menggendong Moana dan melangkah menyusuri tepian pantai. Sesekali kaki mereka di terjang ombak yang terhempas di tepian."Hari Rabu nanti aku antar kalian pulang ke Malang. Aku ingin bertemu papaku, meminta restunya sekalian ngasih tahu Mas Akbar kalau kita akan menikah."Melati terperanjat. "Secepat itu, Ga?""Lebih cepat lebih baik, 'kan."Wanita itu tidak bisa berkata-kata. Dadanya berdebar. Belum hilang rasa kagetnya karena lamaran Saga, kini laki-laki itu bilang ingin segera menemui papa dan kakaknya untuk meminta restu. Melati tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Akbar, mantan mertuanya, dan semua orang yang mereka kenal di sana."Nggak usah takut, Mel. Biarlah mereka bicara dan berpendapat apa saja. Kita tidak berselingkuh," ucap Saga, seolah tahu apa yang sedang dipikirkan oleh perempuan di sampingnya."Kakakmu mungkin akan mengamuk. Mama Rista juga.""Kita lihat nanti. Aku siap menghadapi kemarahan mereka. Selama i
Waktu yang Hilang- Rindu yang TerlukaDada Pak Norman berdesir begitu hebatnya saat bersipandang dengan Bu Ariana. Jantungnya pun seketika terasa berhenti berdetak. Sungguh, ia melihat sosok istri keduanya dalam diri wanita yang memakai gamis bercorak bunga warna saleem. Nyaris ia lemas. Meski telah tiada, tapi Pak Norman tidak pernah melupakan Bu Ariani. Dia wanita spesial yang menempati sisi paling dalam di relung hati. Perempuan yang dirindukannya sepanjang waktu. Rindu yang membuatnya terluka."Assalamu'alaikum, Pa," sapa Saga menghampiri papanya. Mencium tangan lantas memeluk laki-laki itu. Netra Pak Norman di balik kacamatanya mulai berembun. Dia rindu pada putranya, rindu pada perempuan yang telah melahirkan Saga untuknya. Masa tua penuh dengan kerinduan yang terpendam. Andai saja Bu Rista bisa berubah, mungkin tak sedalam itu ia meratapi. Bagaimanapun juga Bu Rista juga wanita yang lebih dulu dinikahi.Sedangkan Melati yang masih memangku Moana yang tertidur, belum turun da
Wajah Akbar berubah tegang. Dengan langkah tergesa ia masuk lewat pintu samping dan langsung menuju ke ruang tamu sambil menggendong Moana.Semua pandangan orang-orang di sana tertuju pada Akbar yang melangkah mendekat.Laki-laki itu pun sama seperti papa dan mamanya, terkejut menatap Bu Ariana. Namun itu bukan fokusnya sekarang. Yang menjadi pertanyaan, kenapa Melati bisa datang bebarengan dengan Saga?"Akbar, kenalkan beliau ini Bu Ariana. Tantenya Saga dari Jogja." Pak Norman yang bicara.Saga bangkit untuk menyalami sang kakak. Akbar menyambutnya. Bu Ariana memperhatikan laki-laki tampan yang tega mengkhianati istrinya itu. Tubuh Akbar sama tingginya dengan Saga. Akbar membiarkan Tini mengajak Moana pergi dari ruang tamu."Ternyata Saga dan Melati nggak sengaja bertemu di Jogja, Bar." Pak Norman menceritakan persis yang disampaikan Saga tadi. Juga menceritakan bagaimana Melati bisa sampai buka usaha di sana.Akbar menatap mantan istrinya dan belum ada praduga apapun. Rasa rinduny
Waktu yang Hilang- Terungkap Melati dan Bu Ariana memekik kaget saat Saga terjatuh. Melati spontan menunduk untuk membantu Saga kembali bangkit. "Kenapa kamu pukul Saga, hah!" teriak Bu Ariana tak terima sambil menatap tajam Akbar yang dipegangi papanya. Menahan agar putra sulungnya tidak kembali memukul si bungsu."Apa yang membuatmu marah? Melati bukan siapa-siapamu lagi. Dia berhak menikah dan dinikahi oleh siapapun. Bahkan menikah dengan Saga. Apa yang membuatmu nggak terima?" Bu Ariana masih menatap Akbar.Laki-laki yang masih diliputi amarah, menatap tajam sang adik yang berdiri sambil mengusap ujung bibirnya yang pecah."Aku melamar Melati, setelah dia menjadi wanita bebas yang tidak ada ikatan dengan siapapun, Mas." Saga memandang sang kakak."Apa kalian selingkuh sebelum ini?" tanya Bu Rista dengan nada ketus."Selingkuh bagaimana maksud, Mama?""Kalian diam-diam berhubungan ketika Melati masih menjadi istrinya Akbar?"Saga tersenyum samar. "Saya tidak pernah menikung kaka
Akbar tidak bisa apa-apa. Saga telah mengungkapkan semuanya tadi. Memang selama ini komunikasi di antara mereka sangat buruk. Hubungan yang terjalin hanya sekedar antara bos dan karyawan. Sungguh miris, padahal Saga lah satu-satunya saudara yang ia punya.Wajah Bu Rista menunjukkan kemarahan dan rasa tak suka melihat tindakan suaminya yang merestui Saga."Ma, saya minta restu darimu." Saga beralih pada Bu Rista dan mengulurkan tangannya.Namun sedikit pun wanita itu tidak mau memandang Saga. Dia melengos menatap ke arah luar rumah.Bu Ariana bangkit dan meraih lengan sang keponakan. "Jangan mengemis lagi, Nak. Cukup. Nggak usah kamu meminta restunya. Karena selama ini pun dia nggak pernah menganggapmu ada, apalagi menganggapmu sebagai anak. Ayo, berdiri. Sudah cukup kamu diam dengan rasa sakitmu selama ini. Kamu nggak selingkuh, kamu juga nggak merebut istri orang. Bukankah selama ini ibu tirimu juga nggak menyukai Melati. Kalau masih sibuk mengujat, berati dia punya penyakit hati."B