Waktu yang Hilang- Lamaran Melati kembali dibuat kaget oleh perkataan Saga. Sejak remaja? Jadi selama ini sebenarnya mereka memiliki perasaan yang sama?"Aku lupa kapan pertama kali jatuh cinta padamu. Semua mengalir begitu saja dan itu sudah sejak lama sekali. Saat kita masih sama-sama remaja. Kalau aku mencintai sekedarnya saja, mana mungkin perasaan itu masih ada hingga sekarang ini. Aku tidak jatuh cinta pada pandangan pertama. Namun cinta yang mengalir karena kebiasaan."Saga mengajak Melati duduk di pasir pantai. Menghadap ke laut selatan. Memandang buih ombak yang memutih."Kamu tidak tahu bagaimana patahnya perasaanku saat kamu dinikahi Mas Akbar. Padahal setelah selesai kuliah, aku berniat hendak melamarmu. Namun sudah keduluan kakakku mempersuntingmu. "Aku ikhlas, karena berharap bahwa Mas Akbar bisa membahagiakanmu. Sedangkan aku tak punya apa-apa. Hidupku rumit dan kamu juga tahu itu."Jujur saja, aku yang membuat Nara kabur dari Mas Akbar. Supaya Mas Akbar sadar dan pe
Sementara di sana, Melati berjalan di samping Saga yang menggendong Moana dan melangkah menyusuri tepian pantai. Sesekali kaki mereka di terjang ombak yang terhempas di tepian."Hari Rabu nanti aku antar kalian pulang ke Malang. Aku ingin bertemu papaku, meminta restunya sekalian ngasih tahu Mas Akbar kalau kita akan menikah."Melati terperanjat. "Secepat itu, Ga?""Lebih cepat lebih baik, 'kan."Wanita itu tidak bisa berkata-kata. Dadanya berdebar. Belum hilang rasa kagetnya karena lamaran Saga, kini laki-laki itu bilang ingin segera menemui papa dan kakaknya untuk meminta restu. Melati tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Akbar, mantan mertuanya, dan semua orang yang mereka kenal di sana."Nggak usah takut, Mel. Biarlah mereka bicara dan berpendapat apa saja. Kita tidak berselingkuh," ucap Saga, seolah tahu apa yang sedang dipikirkan oleh perempuan di sampingnya."Kakakmu mungkin akan mengamuk. Mama Rista juga.""Kita lihat nanti. Aku siap menghadapi kemarahan mereka. Selama i
Waktu yang Hilang- Rindu yang TerlukaDada Pak Norman berdesir begitu hebatnya saat bersipandang dengan Bu Ariana. Jantungnya pun seketika terasa berhenti berdetak. Sungguh, ia melihat sosok istri keduanya dalam diri wanita yang memakai gamis bercorak bunga warna saleem. Nyaris ia lemas. Meski telah tiada, tapi Pak Norman tidak pernah melupakan Bu Ariani. Dia wanita spesial yang menempati sisi paling dalam di relung hati. Perempuan yang dirindukannya sepanjang waktu. Rindu yang membuatnya terluka."Assalamu'alaikum, Pa," sapa Saga menghampiri papanya. Mencium tangan lantas memeluk laki-laki itu. Netra Pak Norman di balik kacamatanya mulai berembun. Dia rindu pada putranya, rindu pada perempuan yang telah melahirkan Saga untuknya. Masa tua penuh dengan kerinduan yang terpendam. Andai saja Bu Rista bisa berubah, mungkin tak sedalam itu ia meratapi. Bagaimanapun juga Bu Rista juga wanita yang lebih dulu dinikahi.Sedangkan Melati yang masih memangku Moana yang tertidur, belum turun da
Wajah Akbar berubah tegang. Dengan langkah tergesa ia masuk lewat pintu samping dan langsung menuju ke ruang tamu sambil menggendong Moana.Semua pandangan orang-orang di sana tertuju pada Akbar yang melangkah mendekat.Laki-laki itu pun sama seperti papa dan mamanya, terkejut menatap Bu Ariana. Namun itu bukan fokusnya sekarang. Yang menjadi pertanyaan, kenapa Melati bisa datang bebarengan dengan Saga?"Akbar, kenalkan beliau ini Bu Ariana. Tantenya Saga dari Jogja." Pak Norman yang bicara.Saga bangkit untuk menyalami sang kakak. Akbar menyambutnya. Bu Ariana memperhatikan laki-laki tampan yang tega mengkhianati istrinya itu. Tubuh Akbar sama tingginya dengan Saga. Akbar membiarkan Tini mengajak Moana pergi dari ruang tamu."Ternyata Saga dan Melati nggak sengaja bertemu di Jogja, Bar." Pak Norman menceritakan persis yang disampaikan Saga tadi. Juga menceritakan bagaimana Melati bisa sampai buka usaha di sana.Akbar menatap mantan istrinya dan belum ada praduga apapun. Rasa rinduny
Waktu yang Hilang- Terungkap Melati dan Bu Ariana memekik kaget saat Saga terjatuh. Melati spontan menunduk untuk membantu Saga kembali bangkit. "Kenapa kamu pukul Saga, hah!" teriak Bu Ariana tak terima sambil menatap tajam Akbar yang dipegangi papanya. Menahan agar putra sulungnya tidak kembali memukul si bungsu."Apa yang membuatmu marah? Melati bukan siapa-siapamu lagi. Dia berhak menikah dan dinikahi oleh siapapun. Bahkan menikah dengan Saga. Apa yang membuatmu nggak terima?" Bu Ariana masih menatap Akbar.Laki-laki yang masih diliputi amarah, menatap tajam sang adik yang berdiri sambil mengusap ujung bibirnya yang pecah."Aku melamar Melati, setelah dia menjadi wanita bebas yang tidak ada ikatan dengan siapapun, Mas." Saga memandang sang kakak."Apa kalian selingkuh sebelum ini?" tanya Bu Rista dengan nada ketus."Selingkuh bagaimana maksud, Mama?""Kalian diam-diam berhubungan ketika Melati masih menjadi istrinya Akbar?"Saga tersenyum samar. "Saya tidak pernah menikung kaka
Akbar tidak bisa apa-apa. Saga telah mengungkapkan semuanya tadi. Memang selama ini komunikasi di antara mereka sangat buruk. Hubungan yang terjalin hanya sekedar antara bos dan karyawan. Sungguh miris, padahal Saga lah satu-satunya saudara yang ia punya.Wajah Bu Rista menunjukkan kemarahan dan rasa tak suka melihat tindakan suaminya yang merestui Saga."Ma, saya minta restu darimu." Saga beralih pada Bu Rista dan mengulurkan tangannya.Namun sedikit pun wanita itu tidak mau memandang Saga. Dia melengos menatap ke arah luar rumah.Bu Ariana bangkit dan meraih lengan sang keponakan. "Jangan mengemis lagi, Nak. Cukup. Nggak usah kamu meminta restunya. Karena selama ini pun dia nggak pernah menganggapmu ada, apalagi menganggapmu sebagai anak. Ayo, berdiri. Sudah cukup kamu diam dengan rasa sakitmu selama ini. Kamu nggak selingkuh, kamu juga nggak merebut istri orang. Bukankah selama ini ibu tirimu juga nggak menyukai Melati. Kalau masih sibuk mengujat, berati dia punya penyakit hati."B
Waktu yang Hilang- Pernikahan Akbar termenung menatap pekat malam dari balik jendela kamarnya. Ia duduk tepat menghadap ke jendela yang terbuka. Angin malam berembus masuk, menambah dingin suasana kamar.Di antara semua luka dan rasa kecewa, inilah yang bakal menjadi lukanya sepanjang hayat. Sesalnya luas tak berbatas. Meraih kembali hati Melati adalah kemustahilan. Sekarang pemiliknya merupakan rival terberat. Saga mungkin tidak memiliki harta, tapi Saga mempunyai kekayaan jiwa. Nasi sudah menjadi bubur. Segalanya hancur lebur karena pengkhianatannya. Miris, apa yang ia dapatkan dari pengkhianat itu hanya perempuan ja*ang tak mempunyai kehormatan. Mengingat siapa Nara, membuat Akbar merinding. Nara tak sebanding dengan Melati yang suci.Akbar menarik napas dalam-dalam sambil memejam. Entah mau dibawa ke mana pernikahannya dengan perempuan itu. Sejak kejadian sore tadi, Nara tidak keluar kamar sama sekali. Tak lama kemudian terdengar ketukan di pintu kamarnya. Ketika ia membuka p
"Saya tadi menyarankan supaya Saga dan Melati mempercepat pernikahannya, Mas. Lebih cepat lebih baik. Jujur aku khawatir kalau putramu atau istrimu akan mengacaukan rencana mereka. Saya saranin agar menikah di sini saja. Daripada di Jogja juga ribet ngurus surat." Bu Ariana mulai membahas mengenai pernikahan Saga."Saya setuju." Pak Norman bisa santai saat berbincang. Tidak setegang seperti di rumahnya sendiri tadi."Mas, kan yang kenal sama pihak-pihak pamong di wilayah sini. Saya harap, Mas Norman yang membantu Saga mengurus surat-surat biar cepat."Pak Norman mengangguk-angguk. Tentu saja dia tidak akan keberatan mengurus pernikahan putranya. Hal yang semestinya dibicarakan dengan sang istri, seperti pernikahan Akbar waktu itu. Tapi untuk pernikahan Saga, ia membahasnya dengan adik ipar sebagai ganti ibunya Saga. Benar saja, rasanya ia seperti duduk dengan Bu Ariani untuk membicarakan pernikahan putra mereka."Pernikahan mau di adakan di mana? Di rumah ini atau papa sewakan gedung