Sambil makan, Saga menceritakan kronologi kejadian tadi malam, sepulang dia dari kampus. Bahkan tentang Melati yang sempat marah karena mendapatkan kiriman foto dari Gama. Saga juga menceritakan kalau Alita adalah teman kuliahnya dulu, juga gadis yang pernah hendak dijodohkan dengannya."Gama memang keterlaluan. Bulek sudah menegurnya beberapa kali agar merubah sikapnya. Namun anak itu memang agak degil, Ga. Dia juga ngirim fotomu ke grup keluarga. Sampai komentar sepupumu yang lain begitu heboh di sana. Tapi bulek bilang, kalau itu nggak seperti yang mereka pikirkan. Bulek percaya kamu bukan tipe laki-laki seperti itu.""Makasih, Bulek.""Nanti bulek bilang di grup, bahwa ini hanya kebetulan saja dan kamu tidak selingkuh. Lalu bagaimana dengan Melati? Apa dia masih marah?""Tadi malam dia memang marah, nangis juga. Tapi pagi tadi sudah mau menerima VC dari saya. Saya paham, setelah pernah dikhianati Mas Akbar, tentu saja dia masih menyimpan rasa was-was dan khawatir."Saya mencintai
Waktu yang Hilang- Hati Lelaki "Mas," panggil Melati lagi."Hai," jawab Saga akhirnya."Mas, marah?""Tidak marah. Aku hanya cemburu," jawab Saga jujur. Namun Melati justru terkekeh. Dipikir ucapan sang suami merupakan lelucon baginya. Coba kalau dia yang dibuat cemburu, dipastikan Melati langsung diam. Ah, begitulah perempuan. "Lucu, ya?" tanya Saga."Enggak, sih. Mas Akbar ngasih hadiah itu untuk keponakannya, kan.""Iya."Hening sejenak. Di ujung sana yang terdengar suara jangkrik dari luar kamar. Saga kangen dengan suasana malam di desanya. Kangen sama Melati dan Shaka.Dulu dia mengimpikan akan tetap tinggal di lereng Arjuno sana. Nyatanya takdir membawanya ke Jogja. Dan mungkin akan menetap di sana. Entah selamanya atau hanya sementara."Mas, kok diam?" tanya Melati lagi. Dia khawatir kalau Saga sebenarnya kecewa karena Akbar memberikan perhatian dengan menghadiahi banyak barang untuk Shaka.Saga tertawa lirih. "Aku hanya tak sabar saja nunggu hari Sabtu, supaya bisa pulang k
Gama diam mendengar buleknya bicara. Mulutnya susah untuk mengunyah. Terasa perih dan kaku. Ditambah lagi kata-kata Bu Ariana yang secara tidak langsung telah menyalahkannya. Saga telah merebut perhatian banyak keluarganya. "Kamu tahu, Nak. Apa yang tersisa dari seorang laki-laki jika telah kehilangan kehormatan, martabat, ketangguhan, kemampuan, lebih parahnya lagi kehilangan harga diri. Apa yang tersisa coba? Selain seonggok daging yang bernyawa." Ucapan Bu Ariana begitu menohok bagi Gama."Bulek sayang sama kalian berdua. Sangat berharap kalian bisa rukun. Bulek nggak akan berat sebelah. Siapa yang salah, dia yang akan bulek tegur. Menyalahkan orang lain adalah hal paling mudah. Namun tanpa sengaja, kadang telah menjatuhkan harga diri sendiri. Bersainglah secara sehat dan terhormat, Nak."Hening. Bu Ariana menuangkan segelas air putih di gelas bening untuk Gama."Kamu sudah menyambangi Fellycia?" tanya Bu Ariana mengalihkan pembicaraan. Sebab laki-laki seperti Gama tidak bisa dige
Waktu yang Hilang- Kaget Sekarang Akbar baru mengerti, betapa berharganya seseorang yang pernah membersamainya setulus hati. Melati tidak hanya sekedar menemani, tapi juga menerima kekurangannya dengan lapang hati. Menjaga dengan baik rahasianya selama ini, meski mereka tidak lagi menjadi suami istri. Rela dituduh oleh ibu mertua dan kerabat lainnya yang mengantakan kalau Melati mandul.Akbar ingat bagaimana wanita itu membersamai dan memberinya semangat untuk memulihkan diri, di antara kebencian dan tuduhan ibu mertua yang mengatai dirinya tidak bisa melahirkan cucu penerus keluarga mereka. Padahal sesungguhnya sang putra yang bermasalah.Tiap hari tak bosan mengingatkannya untuk mengkonsumsi suplemen penunjang kesuburan. Melati sabar, bahkan dikala menghadapi perselingkuhannya. Akbar ingat bagaimana tiap malam Melati berusaha mengambil hatinya, tapi selalu diabaikan saat ia mulai gila dengan Nara.Akbar ingat dan sangat menyesali. Seburuk itu dia memperlakukan Melati. Rasanya beg
Saga diam beberapa saat. "Iya, boleh," jawab laki-laki itu akhirnya. Walaupun ia ragu dengan perasaan Akbar, tapi Saga percaya pada istrinya. Meski rasa tak nyaman itu tetap saja ada dalam benak.Sejenak Saga berbicara pada seorang staf wanita yang mengetuk pintu dan masuk ke ruangannya. "Ada apa, Mas?" tanya Melati saat mendengar suara perempuan di seberang sana."O, dia staf di sini. Ngasih tahu kalau aku harus ke ruangan Pakde Benowo sekarang.""Ada meeting, ya?""Ya," jawab Saga singkat. Ia tidak mungkin menceritakan kalau dirinya akan di sidang bos sekaligus pakdenya karena masalah dengan Gama kemarin sore. Apalagi hari ini Gama tidak masuk kantor. Melati pasti khawatir kalau tahu ia habis berkelahi dengan Gama. Terlebih masalah itu sekarang melibatkan kerabatnya yang lain."Sayang, nanti kutelepon lagi. Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Saga bangkit dari duduknya. Apapun yang terjadi, ia harus siap menghadapi. Jika Gama tidak sampai masuk kantor hari ini, mungkin lukanya ke
Waktu yang Hilang- Berdebar Tini tidak jadi ke kamar Moana, ia kembali menemui gadis kecil yang sedang bermain di teras samping."Mbak Tini, mana buku mewarnainya?" tanya bocah kecil itu heran karena Tini kembali tanpa membawa apa-apa."Nanti ya, nanti Mbak ambilkan. Kamar Moa masih di bersihin sama Mbok Sarwi," jawab Tini sekenanya. Padahal kamar majikan kecil itu tidak ada yang berani menyentuhnya selain Tini. Moana memandangi Tini yang duduk mematung. Tidak biasanya Moana melihat Tini termenung. Setiap bersamanya, gadis itu selalu ceria. Mengajaknya bicara dan bercerita. Terkadang sampai Moana bilang, "Aku capek ngomong, Mbak Tini." Dan Tini akan tertawa sambil mengusap rambutnya.Gadis kecil itu kembali bermain menyusun puzzle. Tini yang biasanya turut mengarahkan kini hanya bengong sambil memandang Moana.Apa dia tadi salah dengar? Tidak mungkin salah dengar. Sampai sekarang degup jantungnya kocar-kacir tidak karuan. Tubuhnya juga masih terasa gemetar dan panas dingin. Setelah
"Tin." Suara Bu Rista dan ketukan di pintu kamar membuat Tini kaget bukan main. Jantungnya serasa hendak melompat keluar. Astaghfirullah."Ya, Bu." Tergesa Tini membuka pintu. "Kamu sudah siap?""I-iya, sudah ini.""Nanti bawa roti yang udah aku siapakan di meja makan ya. Kasihkan sama Melati.""Njih, Bu. Saya mau berangkat sekarang." Tini berbalik dan mengambil tas di atas kasur. "Kamu kelihatan gugup gitu. Ada apa?" tanya Bu Rista penasaran."Nggak ada apa-apa, Bu," jawab Tini sambil menuruni tangga. Separah itukah rasa gugupnya, sampai Bu Rista bisa membacanya."Kamu ngambil cuti berapa hari untuk nikahannya adikmu?""Dua hari, Bu. Sehari sebelum temu manten dan pas temu manten saja.""Sudah bilang sama Mas Akbar?""Belum. Nanti sore saya akan bilang. Saya pergi dulu, Bu." Pamit Tini setelah mengambil barang yang akan diberikan ke Melati."Tunggu dulu."Tini berhenti dan menunggu Bu Rista mengambil tas berisi sebuah kotak. "Kamu mampir dulu ke rumah Bu Lurah. Antarkan kue ini, ya
Waktu yang Hilang- Perpisahan Akhir Pekan "Sayang, buka pintunya!" Saga langsung bicara saat Melati menerima panggilannya. "I-iya. Sebentar, Mas," jawab Melati gugup sambil membuka pintu kamar dan menyalakan lampu ruang tamu. Kaget juga tengah malam Saga sampai di Malang. Jam berapa berangkat dari Jogja tadi. Padahal kemarin bilang kalau dia akan pulang Sabtu siang karena masih ada acara di kampus.Melati membuka pintu depan. Saga berdiri tegak dengan jaket hitam yang membalut tubuhnya, tersenyum pada sang istri. Laki-laki itu langsung merangkul Melati. Mengecup keningnya, setelah itu baru kembali mengunci pintu."Kaget, ya?" Saga merangkul Melati sambil melangkah masuk ke dalam."Iya. Katanya Mas pulang masih besok. Pantesan tadi aku chat nggak dibalas." "Tadi aku pulang dari kantor jam tiga. Masih mampir ke bulek dulu. Pulang ke rumah terus mandi, makan, langsung berangkat ke sini." Mereka berhadapan, Melati sampai mendongak supaya bisa memandang wajah yang dirindukannya. Padah