Sejuknya udara malam ini, seperti tidak ingin menyentuh tubuh Bu Shifa. Kelihatannya batin Bu Shifa saat itu sedang diselimuti oleh hawa yang sangat berbeda. Belum apa-apa, kecemburuannya dan pertanyaan-pertanyaan aneh, mulai muncul di kepala Bu Shifa.
Tetapi, keyakinan Bu Shifa sudah bulat. Apalagi tujuan utamanya hanya ingin mencari tahu, jawaban apa yang akan Pak Rafi berikan. Supaya batin Bu Shifa bisa merasa tenang. Dan, untuk melakukan rencananya, Bu Shifa perlu waktu yang tepat, agar lebih merasa nyaman saat membicarakan hal itu.
Setelah mempertimbangkannya dengan baik, akhirnya, Bu Shifa memilih waktunya, pada saat mereka sedang melakukan perbincangan sebelum tidur. Karena Bu Shifa mendapatkan sebuah kesimpulan, bahwa biasanya saat itu jiwa dan raga Pak Rafi, dalam kondisi yang paling tenang.
Dan, perbincangan semacam itu, menjadi salah satu kegiatan yang paling mahal untuk mereka. Apalagi untuk Bu Shifa, yang cuma seorang Ibu rumah tangga, yang rasa cintanya sering meluap-luap. Bu Shifa merasa perlu mengetahui, apa saja kegiatan Pak Rafi di luar sana.
Oleh karena itu, Bu Shifa segera beranjak menuju kamarnya. Saat itu Pak Rafi sedang bersantai sambil memainkan ponsel di tangannya.
Dengan perlahan, Bu Shifa segera merebahkan tubuhnya di pundak Pak Rafi. Tentu saja, hal itu membuat Pak Rafi harus menampilkan senyum terbaiknya.
Kemudian, tanpa berlama-lama, Bu Shifa segera mengungkapkan tujuannya. Saat dia melihat Pak Rafi sudah merasa siap untuk berbincang dengannya.
“Sayang, aku boleh mengatakan sesuatu?” kata Bu Shifa.
“Apa, Dek? Enggak biasanya kamu kayak begini. Silakan katakan saja,” jawab Pak Rafi sambil tersenyum.
“Mas, tahu kan kalau kita sudah menikah lebih dari 6 tahun. Salahku, Mas, belum bisa memberimu seorang anak. Ya, meskipun hasil konsultasi sama dokter mengatakan, kalau kesehatan kita itu dalam keadaan yang baik-baik saja. Tapi, aku punya ide untukmu. Mau dengar?”
“Ide? Ide apa, dek?” Kening Pak Rafi terlihat mulai berkerut. Sebagai simbol, bahwa pikirannya sedang mengurai perkataan Istrinya tadi.
Bu Shifa pun tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Dia terlalu sibuk merapikan suasana batinnya sendiri.
Namun, ketika Bu Shifa ingin kembali membuka suaranya, tanpa dia sadari, sepertinya Pak Rafi sudah mengetahui maksud dari ucapannya tadi.
Pak Rafi pun segera menyela kata-kata yang mulai keluar dari mulut Bu Shifa, dengan mengatakan, “Biarkan Tuhan yang menentukan. Toh, belum tentu juga saat Aku menikah dengan wanita lain langsung memiliki keturunan. Sama saja, tuhan yang punya kuasa.”
Tanpa bisa berkata-kata lagi, Bu Shifa langsung memeluk suaminya. Air matanya menetes deras saat itu juga. Dia beruntung, bisa memiliki Suami yang sangat setia kepadanya.
Mungkin karena Pak Rafi, adalah orang yang cukup taat dalam beragama, sehingga dalam keadaan apapun Pak Rafi bisa mengerti, bagaimana dia harus menunjukkan sikapnya.
Sebenarnya selama pernikahan mereka, Bu Shifa juga sudah pernah mengandung anak dari Pak Rafi. Tapi, sepertinya Tuhan jauh lebih sayang kepada mereka, dan jabang bayi, yang ada di dalam kandungan Bu Shifa.
Di usia kehamilan yang ke 2 dan 3 bulan, Bu Shifa dan Pak Rafi, harus mengikhlaskan calon anaknya. Kehamilannya harus mengalami kecelakaan, karena faktor kesehatan Bu Shifa yang tidak stabil.
“Nanti Kamu pasti hamil lagi, kok. Sabar, ya. Ikhlaskan saja musibah yang terjadi sekarang.” Kata Pak Rafi penuh keyakinan.
Memang benar keyakinan yang dimiliki oleh Pak Rafi, adalah hal yang wajar. Karena saat ini, Pak Rafi baru berusia 32 tahun, sedangkan Bu Shifa berusia 30 tahun.
Tetapi, apakah selama ini Bu Shifa tidak merasa bersalah? Istri mana yang tidak kecewa pada dirinya sendiri, karena belum bisa memberikan keturunan? Apalagi ini murni, karena kesalahannya yang tidak bisa menjaga kesehatan tubuhnya itu yang terus saja menurun.
Bersyukurnya Pak Rafi, tidak pernah menyalahkan Bu Shifa. Sangat jelas menurut Pak Rafi, kalau kecelakaan yang menimpanya itu, adalah kehendak Tuhan. Yang terpenting, Bu Shifa masih hidup. Bahkan, lebih sehat wal afiat hingga saat ini.
Hari-hari pun berlalu tanpa adanya lagi perasaan sedih. Bu Shifa pun merasa jauh lebih tenang, karena dia yakin Suaminya akan selalu ada di sampingnya.
*****
“Ah, sudah jam berapa ini?” ucap Bu Shifa pelan sambil melirik ke arah jarum jam dinding, yang menggantung di hadapannya.
Suara hewan malam yang terdengar di telinga Bu Shifa, tiba-tiba saja mengejutkan kesadarannya. Tanpa disadari, sehabis mengenang masa lalunya itu, pikiran Bu Shifa malah terjebak, dengan rasa kantuk yang menyerang kedua matanya.
Kemudian, ketika kesadarannya mulai membaik, Bu Shifa segera melangkahkan kakinya pergi menuju kamar Bayu.
“Masbay, kamu sudah makan belum? Sudah jam 8 malam, loh,” teriak Bu Shifa sambil mengetuk pintu kamar Bayu dengan sangat keras.
Sebenarnya Bayu merasa malas untuk membangunkan tubuhnya dari pembaringannya. Tapi, karena Bu Shifa yang memanggil, dia harus membuka pintu kamarnya segera.
Malam itu nafsu makannya, tiba-tiba saja pergi menghilang. Walau sebenarnya Bayu pun tahu, jika perutnya sudah berteriak lapar sekarang. Tapi, Bayu tidak peduli dengan hal itu. Karena yang dia harapkan, saat ini hanya ingin memejamkan matanya secepat mungkin.
Oleh karena itu, ketika Bayu sudah berhadapan dengan Bu Shifa, dia harus melakukan teknik berpikir cepat untuk menemukan sebuah alasan yang masuk akal.
Dengan tenang Bayu mengatakan, “Iya, Bu. Aku masih kenyang. Nanti saja, ya makannya. Baru saja aku makan pisang rebus yang Ibu buat.”
Seharusnya Bu Shifa akan sangat marah, kalau dia tahu anaknya dengan sengaja menahan lapar di perutnya. Sebab Bu Shifa memiliki keyakinan, bahwa kesehatan tubuh itu yang paling penting. Bagaimana bisa menikmati hidup sedangkan raga lagi merasa sakit?
Setelah mendengar jawaban itu, Bu Shifa harus memastikan kebenaran ucapannya. Sebagai seorang Ibu, sudah menjadi kewajibannya, untuk memperhatikan kondisi tubuh anak-anaknya yang menjadi tanggung jawab dirinya.
“Benar, kamu belum lapar? Kapan kamu makan pisang rebus Ibu? Bukannya siang tadi, ya, terakhir kali kamu mengunyah,” geram Bu Shifa sambil memukul-mukul perut Bayu.
Bayu mengerti dengan ucapan yang disampaikan oleh Bu Shifa. Biasanya bagi seorang Ibu, bisa mengetahui benar dan tidaknya perilaku seorang anak, dari rasa firasatnya yang sangat kuat. Oleh karena itu, lebih baik Bayu mengatakan yang sejujurnya saja sekarang.
“Sebenarnya perutku sudah lapar, sih, Bu,” ucap Bayu sambil menundukkan kepalanya. “Tapi, badan, Mas, sekarang rasanya lagi lemas banget. Besok pagi saja, ya, makannya.”
Mata Bu Shifa segera menelisik ke semua sisi tubuh Bayu. Dia memang melihat tubuh anaknya, sekarang sedang dalam kondisi yang kurang baik.
Dengan tergesa-gesa, Bu Shifa segera memegang beberapa bagian tubuh Bayu. Setelah itu Bu Shifa mengatakan, “Kamu sakit, Mas? Badanmu demam, ya? Sudah minum obat belum? Sekarang kita ke rumah sakit, ya.”
Bayu yang terkejut dengan sikap Bu Shifa, dengan cepat dia mengatakan, “Enggak, Bu. Aku enggak apa-apa. Cuma ingin tidur lebih cepat saja. Biar keadaannya lebih membaik besok.”
Akhirnya, Bu Shifa memilih mengalah. Dia bisa memahami keinginan Bayu saat ini. Sambil menyunggingkan senyum hangatnya, Bu Shifa mengatakan, “Iya sudah kalau kamu maunya begitu. Ibu enggak akan paksa. Yang penting, kalau nanti kamu mau makan, segera makan, ya. Jangan ditahan. Oh, iya sebentar lagi ayah dan adikmu pulang.”
Setelah itu Bu Shifa segera pergi meninggalkannya. Dan, Bayu pun langsung menutup pintu kamarnya, kemudian merebahkan kembali tubuhnya yang lemah. Sebuah kegiatan yang paling nyaman untuk dia lakukan saat ini.
Bayu merasa bukan cuma tubuhnya saja yang merasa lelah, tetapi pikirannya juga merasakan hal yang sama.
Meskipun begitu, Bayu tahu, dia tidak boleh memandang remeh masalah yang lagi dihadapinya. Pikirannya harus tetap fokus. Dia harus bisa menemukan jalan keluarnya sekarang juga.
Tapi, apa solusi terbaiknya? Sampai saat ini, otaknya saja masih belum bisa digunakan untuk berpikir dengan jernih. Setiap detik, perasaan takutnya selalu membayangi akal dan pikirannya.
Sejak beberapa bulan yang lalu, masalah itu datang ke kehidupan Bayu. Sebuah masalah yang pasti akan mengorbankan hati, atau karier yang sudah dicapainya sekarang. Atau malah berpotensi bisa menghancurkan keduanya secara bersamaan. Memang benar, kedua hal itu tidak akan pernah terpisahkan, ketika menjalin sebuah hubungan percintaan.
Beberapa hari yang lalu, Bu Shifa sempat memberikan sebuah nasihat kepadanya. Saat itu mereka sedang makan malam bersama. Entah apa maksudnya, tiba-tiba saja Bu Shifa membuka obrolan dengan mengatakan, “Mas, merebut hati itu hanya perlu pakai cinta. Tapi, untuk mempertahankan hubungannya, ya harus menggunakan uang. Kamu harus mempertimbangkan ulang keputusanmu itu.”
Mendengar ucapan itu, sontak membuat batin Bayu merasa kesal. Dia merasa tidak setuju dengan pendapat itu.
“Iya, Bu aku mengerti tentang hal itu. Tapi, apa semuanya harus selalu diukur menggunakan uang? Sedangkan cinta dan kesetiaan kadang tidak membutuhkan syarat seperti itu. Aku mau coba membuktikan kepada bu tina kalau aku bisa berdiri sendiri tanpa perusahaan itu.”“Iya, Ibu pun paham. Tapi, kalau nantinya Kamu gagal bagaimana? Kalau bu tina mengubah keputusannya, apa yang akan kamu lakukan? Kamu tahu sifat buruk bu tina, kan. Ibu yakin kamu akan langsung ditolak kalau bu tina tahu bahwa kamu sudah keluar dari perusahaan itu. Kasihan Nadya, Mas!"
Bayu hanya bisa menganggukkan kepalanya. Dia mengakui apa yang dikatakan oleh Bu Shifa mungkin saja benar. Karena sebelumnya, Bayu pun tidak pernah mempertimbangkan keputusannya sampai sejauh itu.
Seingat Bayu, keputusan itu memang dia pilih berdasarkan hasil pemikirannya sendiri. Dan, mungkin saja, saat itu Bayu sedang dipengaruhi oleh sifat egois, yang kadang suka mendominasi pikirannya.
Pekerjaan yang Bayu miliki sebenarnya sudah sangat baik. Bayu mengawali karier di Khaisa Enterprise, ketika dirinya masih berusia 24 tahun. Dan, hanya butuh 3 tahun dari masa itu, sekarang Bayu sudah menduduki posisi sebagai Direktur di Kaisha Enterprise.Mungkin karena saat itu para petinggi perusahaan, sangat menyukai kinerja yang diberikan oleh Bayu. Sehingga mereka memberikan tawaran kenaikan jabatan itu kepadanya.Kalau boleh jujur, sampai sekarang Bayu tidak pernah menyangka, bahwa dirinya mampu memegang amanah sebesar itu. Karena Bayu pun sangat menyadari, bahwa kadang dia masih belum bisa mengolah rasa takut, dan kelemahan lain yang tersimpan dalam dirinya. Terutama mengatasi ketidakpercayaan pada dirinya sendiri, yang sering kali muncul mengganggu pikirannya.Bayu mengakui dibalik kesuksesannya kariernya itu, ada Pak Rafi, dan Raihan yang selalu membantunya selama ini. Jika bukan karena kejujuran yang Bayu katakan, dan pesan berharga yang
Suara dering ponsel milik Bayu begitu keras terdengar. Terhitung sudah lebih dari tiga kali, panggilan ponsel yang dilakukan oleh Raihan, belum juga diangkatnya.Hingga pada akhirnya Bayu pun tergoda, untuk melirikkan mata ke arah ponselnya. Semakin lama panggilan itu, terlalu mengganggu konsentrasinya.Samar-samar mata Bayu melihat nomor ponsel milik sahabatnya itu, seperti sedang melakukan teror kepada dirinya. Ketika panggilan itu Bayu terima, selanjutnya yang terdengarlah suara teriakan dari Raihan, yang sangat memekikkan telinganya.“MASBAY ... KE MANA SAJA, SIH? BURUAN KE LOBI PABRIK SEKARANG!" pekik Raihan.Bayu sengaja masih belum memberikan respon apa-apa. Sebab Bayu tahu sekali, detik itu Raihan masih belum selesai berbicara kepadanya.Tidak lama kemudian, Raihan kembali melanjutkan ucapannya, "Kita harus berangkat saat ini juga. Kalau sampai terlambat, Mas, tahu kan kita pasti tidak akan lolos dari hukuman yang mereka berikan.&rdqu
Ketika jarak mereka semakin dekat dengan gedung Kaisha Enterprise BC, tiba-tiba saja Bayu mendapatkan sebuah pemikiran, bahwa dia perlu memiliki sedikit informasi, tentang pertemuan yang akan dihadirinya saat ini.Bayu tahu, bahwa sahabatnya itu, adalah orang yang sangat teguh dalam menjaga rahasia, yang dia ketahui. Tapi, disisi lain, Bayu pun tahu titik kelemahan, untuk menaklukkan Raihan. Oleh karena itu, sambil tetap mempertahankan kecepatan laju motornya, Bayu berinisiatif untuk merayu Raihan.“Han, aku mau negosiasi sama kamu. Tolonglah, jangan buat Abang Iparmu mati penasaran kayak begini,” teriak Bayu agar suaranya lebih terdengar oleh Raihan.Raihan yang sejak tadi hanya menikmati pemandangan disekelilingnya, tiba-tiba dibuat terkejut dengan ucapan itu. Tanpa disadari, alam bawah sadar Raihan, memintanya untuk mengatakan, “Apa maumu, Mas? Kalau pertukaranmu buruk, jangan harap aku bakal mewujudkan keinginanmu, Mas.”Bayu p
Kemeriahan suara pembawa acara mulai terdengar dari dalam ruang platinum. Riuh rendah suara yang dilontarkan oleh orang-orang yang ada di sana, juga turut membangkitkan suasana acara pertemuan itu. Seperti namanya, tentu saja ruangan platinum adalah sebuah tempat yang paling megah di gedung Kaisha Enterprise BC. Bayu pernah mendengar kabar burung yang beredar, bahwa untuk membangun ruangan itu dibutuhkan uang sekitar 5 milyar rupiah. Dan, memang terbukti dari testimoni setiap orang yang pernah masuk ke sana. Mereka mengatakan, bahwa akan sulit melupakan keindahan bentuk bangunan itu. Tidak lama kemudian, seorang Petugas berpakaian serba hitam terlihat segera mendekati Bayu dan Paman Hendra, yang baru saja tiba di depan pintu ruangan platinum. Petugas itu langsung menundukkan tubuhnya, kemudian mengungkapkan, “Selamat datang Bapak-bapak yang saya hormati. Mari saya antarkan ke ruangan khusus yang sudah di siapkan hanya untuk Anda.” Bayu hanya tersenyum
Semburat mentari siang itu menyambut kedatangan Bayu dan Majid di Kelanival Edupark. Sebuah taman bermain yang dibangun di kota Kelates. Ketika mobil sedan merek Jaguar tipe XE yang Majid kendarai sudah terparkir rapi, Bayu langsung membuka pintu dan keluar dari mobil itu. Majid bisa merasakan semangat Bayu sedang menggebu-gebu sekarang. “Yeeeyyy ... kita sampaaaiii...,” teriak Bayu sambil mendorong pintu mobilnya. Kemudian Bayu langsung berlarian ke sana kemari mengungkapkan rasa bahagianya. Sedangkan, Majid segera mematikan mesin mobil dan mengejar langkah-langkah Bayu. Setelah membeli tiket dan masuk ke dalam Kelanival Edupark, Bayu langsung mengajak Ayahnya pergi ke wahana Bouncing Trampoline Kids. Sebuah permainan lompat melompat yang sudah menjadi wahana favoritnya selama ini. Bayu biasanya akan menghabiskan waktu lebih dari dua jam, ketika memainkan wahana itu. Jika tubuhnya sudah merasa lelah, Majid akan mengajak Bayu pergi ke Kelates Aq
Desahan angin malam ini seakan lebih mengetahui sebuah peristiwa yang baru saja terjadi pada diri Vina. Wanita berambut panjang itu sudah tidur pulas di kamarnya sekarang, meski riasan wajah dan beberapa aksesoris lainnya masih melekat pada tubuh rampingnya. Sedangkan, di dalam mobil itu, terlihat Bayu yang lagi bersandar sambil menikmati perbincangannya dengan mimpi-mimpinya. “Mas ... Mas ... bangun, yuk. Kita sudah sampai di rumah nih,” tegur Majid sambil membelai rambut hitam anaknya. Sontak mata Bayu langsung membuka lebar. Kemudian dirinya segera meregangkan saraf-saraf di tubuhnya agar otot-ototnya tidak menegang. Ketika Bayu sedang menormalkan kembali kondisi fisik dan pikirannya, tiba-tiba Majid memerintahkan, “Mas, kamu buruan masuk gih. Takutnya hujan nanti bakal turun sangat deras.” Bayu hanya mengangguk sambil menuruti perintah Ayahnya. Kedua kakinya tetap dipaksakan melangkah, meski sudah terasa lelah. Dan, kamar tidur menjadi tujuan yang
Majid berlarian menuruni tangga menuju lantai bawah rumahnya. Ternyata tebakannya benar. Dia menjumpai Istrinya sedang memasak untuk sarapan yang akan mereka santap pagi ini. “Vin ... Vina ....” Suara Majid menggema memenuhi sudut-sudut ruangan. Dan, Vina sama sekali tidak menjawab. Melodi indah dari alat-alat masak yang saling berbenturan seperti mengunci pendengarannya. Sedangkan, penglihatannya sibuk mengamati gerak tangan-tangannya, seperti seorang koki sedang menunjukkan atraksinya. “Kamu lagi masak apa, Vin?” Pria tampan itu kini sudah berdiri di samping Vina. “Loh, kamu sudah bangun, Yang? Padahal aku mau kasih kejutan buat kamu. Makanan kesukaanmu sebentar lagi siap nih,” jawab Vina sambil setengah memeluk tubuh Majid. “Wah, terima kasih, ya, Vin. Pagi yang indah buatku.” Majid tersenyum, lalu memeluk tubuh Vina. Dan, Vina pun langsung menyambut dekapan itu. Ketika Vina sedang ingin melumat bibir suaminya tiba-tiba jari Majid memberhen
Antara ruang hiburan dan Meja makan hanya ada satu penghalang, untuk membatasi ruangan yang terbuat dari kayu jati. Ruang seluas 7 meter itu sering dipakai Bayu dan Majid untuk menonton acara kartun favorit mereka setiap hari libur. Dan sekarang ruangan favorit mereka sedang digunakan oleh Vina dan pria itu.Bayu hanya bisa melihat mereka sedang duduk bersebelahan sambil membincangkan sesuatu yang tak bisa dia dengar dengan baik. Dia hanya mendengar tawa mereka yang terbahak-bahak, menyaksikan tingkah laku Vina yang genit, bahkan beberapa menit kemudian, Vina mulai merebahkan tubuhnya di sofa panjang yang mereka tempati.Sampai pada akhirnya Vina, dengan rambut sedikit berantakan, mulai berdiri dan beranjak menuju meja makan. Dia terkejut saat melihat anaknya masih ada di sana, setelah setengah jam berlalu.“Loh, kamu kenapa masih di sini? Sudah selesai makannya?” ucap Vina.Bayu tidak menjawab. Dia memilih untuk menundukkan pandangannya, taku
Antara ruang hiburan dan Meja makan hanya ada satu penghalang, untuk membatasi ruangan yang terbuat dari kayu jati. Ruang seluas 7 meter itu sering dipakai Bayu dan Majid untuk menonton acara kartun favorit mereka setiap hari libur. Dan sekarang ruangan favorit mereka sedang digunakan oleh Vina dan pria itu.Bayu hanya bisa melihat mereka sedang duduk bersebelahan sambil membincangkan sesuatu yang tak bisa dia dengar dengan baik. Dia hanya mendengar tawa mereka yang terbahak-bahak, menyaksikan tingkah laku Vina yang genit, bahkan beberapa menit kemudian, Vina mulai merebahkan tubuhnya di sofa panjang yang mereka tempati.Sampai pada akhirnya Vina, dengan rambut sedikit berantakan, mulai berdiri dan beranjak menuju meja makan. Dia terkejut saat melihat anaknya masih ada di sana, setelah setengah jam berlalu.“Loh, kamu kenapa masih di sini? Sudah selesai makannya?” ucap Vina.Bayu tidak menjawab. Dia memilih untuk menundukkan pandangannya, taku
Majid berlarian menuruni tangga menuju lantai bawah rumahnya. Ternyata tebakannya benar. Dia menjumpai Istrinya sedang memasak untuk sarapan yang akan mereka santap pagi ini. “Vin ... Vina ....” Suara Majid menggema memenuhi sudut-sudut ruangan. Dan, Vina sama sekali tidak menjawab. Melodi indah dari alat-alat masak yang saling berbenturan seperti mengunci pendengarannya. Sedangkan, penglihatannya sibuk mengamati gerak tangan-tangannya, seperti seorang koki sedang menunjukkan atraksinya. “Kamu lagi masak apa, Vin?” Pria tampan itu kini sudah berdiri di samping Vina. “Loh, kamu sudah bangun, Yang? Padahal aku mau kasih kejutan buat kamu. Makanan kesukaanmu sebentar lagi siap nih,” jawab Vina sambil setengah memeluk tubuh Majid. “Wah, terima kasih, ya, Vin. Pagi yang indah buatku.” Majid tersenyum, lalu memeluk tubuh Vina. Dan, Vina pun langsung menyambut dekapan itu. Ketika Vina sedang ingin melumat bibir suaminya tiba-tiba jari Majid memberhen
Desahan angin malam ini seakan lebih mengetahui sebuah peristiwa yang baru saja terjadi pada diri Vina. Wanita berambut panjang itu sudah tidur pulas di kamarnya sekarang, meski riasan wajah dan beberapa aksesoris lainnya masih melekat pada tubuh rampingnya. Sedangkan, di dalam mobil itu, terlihat Bayu yang lagi bersandar sambil menikmati perbincangannya dengan mimpi-mimpinya. “Mas ... Mas ... bangun, yuk. Kita sudah sampai di rumah nih,” tegur Majid sambil membelai rambut hitam anaknya. Sontak mata Bayu langsung membuka lebar. Kemudian dirinya segera meregangkan saraf-saraf di tubuhnya agar otot-ototnya tidak menegang. Ketika Bayu sedang menormalkan kembali kondisi fisik dan pikirannya, tiba-tiba Majid memerintahkan, “Mas, kamu buruan masuk gih. Takutnya hujan nanti bakal turun sangat deras.” Bayu hanya mengangguk sambil menuruti perintah Ayahnya. Kedua kakinya tetap dipaksakan melangkah, meski sudah terasa lelah. Dan, kamar tidur menjadi tujuan yang
Semburat mentari siang itu menyambut kedatangan Bayu dan Majid di Kelanival Edupark. Sebuah taman bermain yang dibangun di kota Kelates. Ketika mobil sedan merek Jaguar tipe XE yang Majid kendarai sudah terparkir rapi, Bayu langsung membuka pintu dan keluar dari mobil itu. Majid bisa merasakan semangat Bayu sedang menggebu-gebu sekarang. “Yeeeyyy ... kita sampaaaiii...,” teriak Bayu sambil mendorong pintu mobilnya. Kemudian Bayu langsung berlarian ke sana kemari mengungkapkan rasa bahagianya. Sedangkan, Majid segera mematikan mesin mobil dan mengejar langkah-langkah Bayu. Setelah membeli tiket dan masuk ke dalam Kelanival Edupark, Bayu langsung mengajak Ayahnya pergi ke wahana Bouncing Trampoline Kids. Sebuah permainan lompat melompat yang sudah menjadi wahana favoritnya selama ini. Bayu biasanya akan menghabiskan waktu lebih dari dua jam, ketika memainkan wahana itu. Jika tubuhnya sudah merasa lelah, Majid akan mengajak Bayu pergi ke Kelates Aq
Kemeriahan suara pembawa acara mulai terdengar dari dalam ruang platinum. Riuh rendah suara yang dilontarkan oleh orang-orang yang ada di sana, juga turut membangkitkan suasana acara pertemuan itu. Seperti namanya, tentu saja ruangan platinum adalah sebuah tempat yang paling megah di gedung Kaisha Enterprise BC. Bayu pernah mendengar kabar burung yang beredar, bahwa untuk membangun ruangan itu dibutuhkan uang sekitar 5 milyar rupiah. Dan, memang terbukti dari testimoni setiap orang yang pernah masuk ke sana. Mereka mengatakan, bahwa akan sulit melupakan keindahan bentuk bangunan itu. Tidak lama kemudian, seorang Petugas berpakaian serba hitam terlihat segera mendekati Bayu dan Paman Hendra, yang baru saja tiba di depan pintu ruangan platinum. Petugas itu langsung menundukkan tubuhnya, kemudian mengungkapkan, “Selamat datang Bapak-bapak yang saya hormati. Mari saya antarkan ke ruangan khusus yang sudah di siapkan hanya untuk Anda.” Bayu hanya tersenyum
Ketika jarak mereka semakin dekat dengan gedung Kaisha Enterprise BC, tiba-tiba saja Bayu mendapatkan sebuah pemikiran, bahwa dia perlu memiliki sedikit informasi, tentang pertemuan yang akan dihadirinya saat ini.Bayu tahu, bahwa sahabatnya itu, adalah orang yang sangat teguh dalam menjaga rahasia, yang dia ketahui. Tapi, disisi lain, Bayu pun tahu titik kelemahan, untuk menaklukkan Raihan. Oleh karena itu, sambil tetap mempertahankan kecepatan laju motornya, Bayu berinisiatif untuk merayu Raihan.“Han, aku mau negosiasi sama kamu. Tolonglah, jangan buat Abang Iparmu mati penasaran kayak begini,” teriak Bayu agar suaranya lebih terdengar oleh Raihan.Raihan yang sejak tadi hanya menikmati pemandangan disekelilingnya, tiba-tiba dibuat terkejut dengan ucapan itu. Tanpa disadari, alam bawah sadar Raihan, memintanya untuk mengatakan, “Apa maumu, Mas? Kalau pertukaranmu buruk, jangan harap aku bakal mewujudkan keinginanmu, Mas.”Bayu p
Suara dering ponsel milik Bayu begitu keras terdengar. Terhitung sudah lebih dari tiga kali, panggilan ponsel yang dilakukan oleh Raihan, belum juga diangkatnya.Hingga pada akhirnya Bayu pun tergoda, untuk melirikkan mata ke arah ponselnya. Semakin lama panggilan itu, terlalu mengganggu konsentrasinya.Samar-samar mata Bayu melihat nomor ponsel milik sahabatnya itu, seperti sedang melakukan teror kepada dirinya. Ketika panggilan itu Bayu terima, selanjutnya yang terdengarlah suara teriakan dari Raihan, yang sangat memekikkan telinganya.“MASBAY ... KE MANA SAJA, SIH? BURUAN KE LOBI PABRIK SEKARANG!" pekik Raihan.Bayu sengaja masih belum memberikan respon apa-apa. Sebab Bayu tahu sekali, detik itu Raihan masih belum selesai berbicara kepadanya.Tidak lama kemudian, Raihan kembali melanjutkan ucapannya, "Kita harus berangkat saat ini juga. Kalau sampai terlambat, Mas, tahu kan kita pasti tidak akan lolos dari hukuman yang mereka berikan.&rdqu
Pekerjaan yang Bayu miliki sebenarnya sudah sangat baik. Bayu mengawali karier di Khaisa Enterprise, ketika dirinya masih berusia 24 tahun. Dan, hanya butuh 3 tahun dari masa itu, sekarang Bayu sudah menduduki posisi sebagai Direktur di Kaisha Enterprise.Mungkin karena saat itu para petinggi perusahaan, sangat menyukai kinerja yang diberikan oleh Bayu. Sehingga mereka memberikan tawaran kenaikan jabatan itu kepadanya.Kalau boleh jujur, sampai sekarang Bayu tidak pernah menyangka, bahwa dirinya mampu memegang amanah sebesar itu. Karena Bayu pun sangat menyadari, bahwa kadang dia masih belum bisa mengolah rasa takut, dan kelemahan lain yang tersimpan dalam dirinya. Terutama mengatasi ketidakpercayaan pada dirinya sendiri, yang sering kali muncul mengganggu pikirannya.Bayu mengakui dibalik kesuksesannya kariernya itu, ada Pak Rafi, dan Raihan yang selalu membantunya selama ini. Jika bukan karena kejujuran yang Bayu katakan, dan pesan berharga yang
Sejuknya udara malam ini, seperti tidak ingin menyentuh tubuh Bu Shifa. Kelihatannya batin Bu Shifa saat itu sedang diselimuti oleh hawa yang sangat berbeda. Belum apa-apa, kecemburuannya dan pertanyaan-pertanyaan aneh, mulai muncul di kepala Bu Shifa. Tetapi, keyakinan Bu Shifa sudah bulat. Apalagi tujuan utamanya hanya ingin mencari tahu, jawaban apa yang akan Pak Rafi berikan. Supaya batin Bu Shifa bisa merasa tenang. Dan, untuk melakukan rencananya, Bu Shifa perlu waktu yang tepat, agar lebih merasa nyaman saat membicarakan hal itu. Setelah mempertimbangkannya dengan baik, akhirnya, Bu Shifa memilih waktunya, pada saat mereka sedang melakukan perbincangan sebelum tidur. Karena Bu Shifa mendapatkan sebuah kesimpulan, bahwa biasanya saat itu jiwa dan raga Pak Rafi, dalam kondisi yang paling tenang. Dan, perbincangan semacam itu, menjadi salah satu kegiatan yang paling mahal untuk mereka. Apalagi untuk Bu Shifa, yang cuma seorang Ibu rumah tangga, yang rasa