"Mas, bagaimana kabar Nadya sekarang? Tumben dia enggak main ke rumah," ucap Bu Shifa.
Sedari tadi Bayu asyik sendiri di dalam kamarnya. Perilakunya memang seperti itu. Jika tidak ada kegiatan di luar rumah, Bayu lebih memilih untuk melepaskan rasa bosannya di ruang kamar itu.
Seperti hari ini. Selepas makan siang tadi, Bayu belum mau mengeluarkan tubuhnya ke mana pun. Apalagi pikirannya sekarang sedang dihantam dengan keresahan, tentang masa depan kehidupannya. Belum lagi ditambah dengan sebuah masalah yang baru saja dia buat sendiri.
Pagi tadi, sambil melahap semua sarapannya, Bayu dengan terpaksa harus memberikan jawaban yang tidak jujur kepada Bu Shifa.
"Baik, kok, Bu. Nadya lagi sibuk banget beberapa hari ini," sahut Bayu singkat.
"Oh, iya sudah, Mas, kalau begitu," jawab Bu Shifa sambil menyunggingkan senyumnya. Kelihatannya Bu Shifa tidak percaya dengan apa yang baru saja Bayu katakan.
Tidak lama kemudian, Bu Shifa melanjutkan pertanyaannya. "Eh, iya, kamu belum siap-siap untuk berangkat kerja, Mas?"
Degggh! Bayu segera menghentikan lumatannya. Ucapan itu cukup membuat jantung Bayu berdegup lebih cepat.
Dengan sedikit terbata-bata, Bayu mengatakan, "A–aku lagi kerja dari rumah, Bu, hari ini. Paman Hendra yang minta aku begitu. Katanya, biar aku bisa lebih fokus."
Bayu tidak tahu harus memberikan jawaban seperti apa. Dia masih belum siap untuk mengatakan yang sebenarnya.
Yang Bayu tahu, akan sangat sulit membuat Bu Shifa bisa memahami kondisi yang sesungguhnya. Karena Bayu harus mengakui, saat ini kariernya sedang dalam masalah. Begitu juga hubungan asmaranya dengan Nadya. Bayu tidak mau Bu Shifa jadi merasa khawatir.
Ketika waktu hampir mendekati malam, di sebuah ruang tengah, terlihat Bu Shifa sedang duduk termenung di sofa favoritnya. Segelas minuman teh tanpa gula, dan beberapa potong pisang rebus, menjadi teman lamunannya saat ini.
Entah apa pemicunya, tiba-tiba saja pikiran Bu Shifa kembali terkenang, akan kisah panjang tentang perjalanan hidupnya, sebelum bertemu dengan seorang bocah laki-laki, yang sudah lama dinantikan kehadirannya.
Semua orang yang kenal dengan mereka, pasti mengetahui kabar ini. Beberapa tahun yang lalu, Bu Shifa dan Suaminya; Pak Rafi, belum juga diberikan keturunan yang berasal dari darah dagingnya sendiri.
Entah kesalahan apa yang telah mereka perbuat. Sehingga Tuhan secara sukarela menahan hadiah terbaik yang selalu Dia berikan kepada hamba-Nya yang sudah menikah.
Tetapi, Bu Shifa dan Pak Rafi sama sekali tidak pernah ragu. Apalagi sampai berburuk sangka pada Tuhan. Mereka percaya bahwa Tuhan pasti mempunyai rencana yang berbeda, yang akan Dia turunkan di waktu yang tepat.
Setiap kali bertemu dengan orang lain yang membicarakan hal tersebut, dengan keyakinannya Bu Shifa pasti akan mengatakan, “Sabar dan beribadah saja obatnya. Tuhan pasti tahu yang terbaik untuk hamba-Nya."
Begitu pula dengan Pak Rafi. Dedikasinya dalam bekerja, dia maksimalkan. Supaya Tuhan mau mempercayakan seorang anak kepadanya.
“Tak ada yang mustahil jika Tuhan sudah berkehendak,” tutur Pak Rafi.
Ketegaran Pak Rafi dan Bu Shifa dalam menjalani hidup, terlihat begitu sangat mengagumkan. Salah satu ujian yang sering kali mereka dapatkan, adalah ketika mereka harus terus menerus menahan diri, dari berbagai bentuk kata-kata buruk yang selalu diucapkan kepada mereka.
Anehnya, orang-orang itu seperti tidak memiliki rasa puas. Padahal, jika diperhatikan dengan baik, kenikmatan hidup yang mereka dapatkan jauh lebih berlimpah, daripada kenikmatan yang didapatkan oleh keluarga Pak Rafi.
"Apa karena mereka menyimpan banyak sekali penyakit hati, ya, pak? Sampai membuat jiwa dan raga mereka merasa sulit sekali, untuk mensyukuri apa yang sudah dimiliki," ucap Bu Shifa.
Jika dibandingkan dengan Pak Rafi, mungkin hanya Bu Shifa yang hampir setiap hari menghadapi ujian seperti itu.
Pernah di suatu hari, ketika Bu Shifa sedang membeli sayur di Warung Sayur Bu Untung, dia harus berhadapan langsung dengan beberapa Ibu-ibu, yang lagi asyik memperbincangkan kekurangan dirinya.
Demi Tuhan! Saat itu, Bu Shifa sama sekali tidak memedulikan komentar-komentar buruk yang terdengar di telinganya. Dengan segala hormat, Bu Shifa malah menyapa Ibu-ibu yang ada di sana.
Tetapi, Bu Shifa tidak pernah menyangka. Sapaan yang disampaikan oleh Bu Shifa itu, malah dibalaskan dengan kata-kata kasar yang diucapkan oleh salah seorang wanita berusia setengah baya, yang berdiri tepat di sampingnya.
Wanita itu terkenal dengan reputasinya, sebagai Janda Genit, di lingkungan tempat tinggal Bu Shifa.
Dengan entengnya wanita itu mengatakan, “Bu, mending Pak Rafi suruh poligami saja. Kasihan, Pak Rafi, loh kalau masih belum punya keturunan. Jangan halangi keinginannya dong. Saya juga mau jadi istri madunya.”
“Ngomong apa, sih, ini orang. Dia mah memang enggak pernah pakai otak, Bu, kalau berbicara. Lebih baik enggak usah ditanggapi, ya,” tiba-tiba Bu Untung menyahuti.
“Iya, Bu. Makasih, ya buat sarannya,” jawab Bu Shifa sambil tersenyum.
Memang benar Suaminya memang sangat tampan. Mungkin sudah tidak terhitung lagi banyaknya wanita yang mencoba mendekatinya.
Tetapi, Bu Shifa juga adalah seorang wanita yang sangat menarik. Pintar dan cantik. Terbukti, bahwa sampai sekarang Pak Rafi masih mencintai dirinya, bukan memilih pergi untuk meninggalkannya.
Lagi pula Bu Shifa juga tahu betul, jika Suaminya tidak pernah menyukai wanita yang tidak memiliki adab. Jadi, kenapa Bu Shifa harus merasa khawatir?
Sebenarnya Bu Shifa dan Pak Rafi sudah merasa pasrah, dengan nasib yang menimpa mereka saat ini. Karena sejak pertama kali mereka melakukan hubungan intim, mereka pun sering menjalankan ilmu-ilmu yang mereka ketahui.Mulai dari gaya yang bisa memicu terjadinya kebuntingan, ketika sedang bercocok tanam. Menyeimbangkan antara nafsu seks dan waktu yang tepat, agar masa subur tidak pernah terlewatkan. Bahkan, mereka pun sering memeriksakan kesehatan alat reproduksi mereka sendiri. Dan, hasil dari semua pemeriksaan menyatakan, bahwa kondisi tubuh dan alat reproduksi mereka dalam kondisi yang baik-baik saja.
Namun, entah apa masalahnya, hingga menginjak usia 6 tahun pernikahan, mereka belum juga mendapatkan momongan.
Mungkin memang salah satu jalan terbaiknya, adalah mengizinkan Pak Rafi untuk menikah lagi dengan wanita lain. Tapi, istri mana yang memiliki kerelaan hati untuk diduakan? Ah, berat sekali rasanya, jika Bu Shifa harus membayangkan hal semacam itu.
Di dalam hati kecil Bu Shifa, sebenarnya dia tidak pernah menginginkan, jika Suaminya itu dimiliki oleh wanita lain, selain dirinya. Namun, seiring berjalannya waktu, Bu Shifa mulai mempertimbangkan saran dari wanita itu.
Jika memang benar, keputusan itu untuk kebahagiaan mereka berdua, kenapa Bu Shifa tidak mencoba menawarkan hal itu kepada Suaminya? Sekalian Bu Shifa menguji, apakah Pak Rafi masih setia dan percaya kepadanya, atau sebaliknya?
Tapi, apa iya, hati Bu Shifa siap menerima jawaban yang akan diucapkan langsung oleh Suaminya? Bagaimana kalau tidak sesuai dengan harapannya?
Hai, salam kenal! Saya sampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kalian yang mau membaca novel pertama saya. Sebagai kepala keluarga, keputusan apa, ya, yang akan di ambil oleh Pak Rafi? Dan, bagaimana kehidupan Bayu selanjutnya?
Sejuknya udara malam ini, seperti tidak ingin menyentuh tubuh Bu Shifa. Kelihatannya batin Bu Shifa saat itu sedang diselimuti oleh hawa yang sangat berbeda. Belum apa-apa, kecemburuannya dan pertanyaan-pertanyaan aneh, mulai muncul di kepala Bu Shifa. Tetapi, keyakinan Bu Shifa sudah bulat. Apalagi tujuan utamanya hanya ingin mencari tahu, jawaban apa yang akan Pak Rafi berikan. Supaya batin Bu Shifa bisa merasa tenang. Dan, untuk melakukan rencananya, Bu Shifa perlu waktu yang tepat, agar lebih merasa nyaman saat membicarakan hal itu. Setelah mempertimbangkannya dengan baik, akhirnya, Bu Shifa memilih waktunya, pada saat mereka sedang melakukan perbincangan sebelum tidur. Karena Bu Shifa mendapatkan sebuah kesimpulan, bahwa biasanya saat itu jiwa dan raga Pak Rafi, dalam kondisi yang paling tenang. Dan, perbincangan semacam itu, menjadi salah satu kegiatan yang paling mahal untuk mereka. Apalagi untuk Bu Shifa, yang cuma seorang Ibu rumah tangga, yang rasa
Pekerjaan yang Bayu miliki sebenarnya sudah sangat baik. Bayu mengawali karier di Khaisa Enterprise, ketika dirinya masih berusia 24 tahun. Dan, hanya butuh 3 tahun dari masa itu, sekarang Bayu sudah menduduki posisi sebagai Direktur di Kaisha Enterprise.Mungkin karena saat itu para petinggi perusahaan, sangat menyukai kinerja yang diberikan oleh Bayu. Sehingga mereka memberikan tawaran kenaikan jabatan itu kepadanya.Kalau boleh jujur, sampai sekarang Bayu tidak pernah menyangka, bahwa dirinya mampu memegang amanah sebesar itu. Karena Bayu pun sangat menyadari, bahwa kadang dia masih belum bisa mengolah rasa takut, dan kelemahan lain yang tersimpan dalam dirinya. Terutama mengatasi ketidakpercayaan pada dirinya sendiri, yang sering kali muncul mengganggu pikirannya.Bayu mengakui dibalik kesuksesannya kariernya itu, ada Pak Rafi, dan Raihan yang selalu membantunya selama ini. Jika bukan karena kejujuran yang Bayu katakan, dan pesan berharga yang
Suara dering ponsel milik Bayu begitu keras terdengar. Terhitung sudah lebih dari tiga kali, panggilan ponsel yang dilakukan oleh Raihan, belum juga diangkatnya.Hingga pada akhirnya Bayu pun tergoda, untuk melirikkan mata ke arah ponselnya. Semakin lama panggilan itu, terlalu mengganggu konsentrasinya.Samar-samar mata Bayu melihat nomor ponsel milik sahabatnya itu, seperti sedang melakukan teror kepada dirinya. Ketika panggilan itu Bayu terima, selanjutnya yang terdengarlah suara teriakan dari Raihan, yang sangat memekikkan telinganya.“MASBAY ... KE MANA SAJA, SIH? BURUAN KE LOBI PABRIK SEKARANG!" pekik Raihan.Bayu sengaja masih belum memberikan respon apa-apa. Sebab Bayu tahu sekali, detik itu Raihan masih belum selesai berbicara kepadanya.Tidak lama kemudian, Raihan kembali melanjutkan ucapannya, "Kita harus berangkat saat ini juga. Kalau sampai terlambat, Mas, tahu kan kita pasti tidak akan lolos dari hukuman yang mereka berikan.&rdqu
Ketika jarak mereka semakin dekat dengan gedung Kaisha Enterprise BC, tiba-tiba saja Bayu mendapatkan sebuah pemikiran, bahwa dia perlu memiliki sedikit informasi, tentang pertemuan yang akan dihadirinya saat ini.Bayu tahu, bahwa sahabatnya itu, adalah orang yang sangat teguh dalam menjaga rahasia, yang dia ketahui. Tapi, disisi lain, Bayu pun tahu titik kelemahan, untuk menaklukkan Raihan. Oleh karena itu, sambil tetap mempertahankan kecepatan laju motornya, Bayu berinisiatif untuk merayu Raihan.“Han, aku mau negosiasi sama kamu. Tolonglah, jangan buat Abang Iparmu mati penasaran kayak begini,” teriak Bayu agar suaranya lebih terdengar oleh Raihan.Raihan yang sejak tadi hanya menikmati pemandangan disekelilingnya, tiba-tiba dibuat terkejut dengan ucapan itu. Tanpa disadari, alam bawah sadar Raihan, memintanya untuk mengatakan, “Apa maumu, Mas? Kalau pertukaranmu buruk, jangan harap aku bakal mewujudkan keinginanmu, Mas.”Bayu p
Kemeriahan suara pembawa acara mulai terdengar dari dalam ruang platinum. Riuh rendah suara yang dilontarkan oleh orang-orang yang ada di sana, juga turut membangkitkan suasana acara pertemuan itu. Seperti namanya, tentu saja ruangan platinum adalah sebuah tempat yang paling megah di gedung Kaisha Enterprise BC. Bayu pernah mendengar kabar burung yang beredar, bahwa untuk membangun ruangan itu dibutuhkan uang sekitar 5 milyar rupiah. Dan, memang terbukti dari testimoni setiap orang yang pernah masuk ke sana. Mereka mengatakan, bahwa akan sulit melupakan keindahan bentuk bangunan itu. Tidak lama kemudian, seorang Petugas berpakaian serba hitam terlihat segera mendekati Bayu dan Paman Hendra, yang baru saja tiba di depan pintu ruangan platinum. Petugas itu langsung menundukkan tubuhnya, kemudian mengungkapkan, “Selamat datang Bapak-bapak yang saya hormati. Mari saya antarkan ke ruangan khusus yang sudah di siapkan hanya untuk Anda.” Bayu hanya tersenyum
Semburat mentari siang itu menyambut kedatangan Bayu dan Majid di Kelanival Edupark. Sebuah taman bermain yang dibangun di kota Kelates. Ketika mobil sedan merek Jaguar tipe XE yang Majid kendarai sudah terparkir rapi, Bayu langsung membuka pintu dan keluar dari mobil itu. Majid bisa merasakan semangat Bayu sedang menggebu-gebu sekarang. “Yeeeyyy ... kita sampaaaiii...,” teriak Bayu sambil mendorong pintu mobilnya. Kemudian Bayu langsung berlarian ke sana kemari mengungkapkan rasa bahagianya. Sedangkan, Majid segera mematikan mesin mobil dan mengejar langkah-langkah Bayu. Setelah membeli tiket dan masuk ke dalam Kelanival Edupark, Bayu langsung mengajak Ayahnya pergi ke wahana Bouncing Trampoline Kids. Sebuah permainan lompat melompat yang sudah menjadi wahana favoritnya selama ini. Bayu biasanya akan menghabiskan waktu lebih dari dua jam, ketika memainkan wahana itu. Jika tubuhnya sudah merasa lelah, Majid akan mengajak Bayu pergi ke Kelates Aq
Desahan angin malam ini seakan lebih mengetahui sebuah peristiwa yang baru saja terjadi pada diri Vina. Wanita berambut panjang itu sudah tidur pulas di kamarnya sekarang, meski riasan wajah dan beberapa aksesoris lainnya masih melekat pada tubuh rampingnya. Sedangkan, di dalam mobil itu, terlihat Bayu yang lagi bersandar sambil menikmati perbincangannya dengan mimpi-mimpinya. “Mas ... Mas ... bangun, yuk. Kita sudah sampai di rumah nih,” tegur Majid sambil membelai rambut hitam anaknya. Sontak mata Bayu langsung membuka lebar. Kemudian dirinya segera meregangkan saraf-saraf di tubuhnya agar otot-ototnya tidak menegang. Ketika Bayu sedang menormalkan kembali kondisi fisik dan pikirannya, tiba-tiba Majid memerintahkan, “Mas, kamu buruan masuk gih. Takutnya hujan nanti bakal turun sangat deras.” Bayu hanya mengangguk sambil menuruti perintah Ayahnya. Kedua kakinya tetap dipaksakan melangkah, meski sudah terasa lelah. Dan, kamar tidur menjadi tujuan yang
Majid berlarian menuruni tangga menuju lantai bawah rumahnya. Ternyata tebakannya benar. Dia menjumpai Istrinya sedang memasak untuk sarapan yang akan mereka santap pagi ini. “Vin ... Vina ....” Suara Majid menggema memenuhi sudut-sudut ruangan. Dan, Vina sama sekali tidak menjawab. Melodi indah dari alat-alat masak yang saling berbenturan seperti mengunci pendengarannya. Sedangkan, penglihatannya sibuk mengamati gerak tangan-tangannya, seperti seorang koki sedang menunjukkan atraksinya. “Kamu lagi masak apa, Vin?” Pria tampan itu kini sudah berdiri di samping Vina. “Loh, kamu sudah bangun, Yang? Padahal aku mau kasih kejutan buat kamu. Makanan kesukaanmu sebentar lagi siap nih,” jawab Vina sambil setengah memeluk tubuh Majid. “Wah, terima kasih, ya, Vin. Pagi yang indah buatku.” Majid tersenyum, lalu memeluk tubuh Vina. Dan, Vina pun langsung menyambut dekapan itu. Ketika Vina sedang ingin melumat bibir suaminya tiba-tiba jari Majid memberhen
Antara ruang hiburan dan Meja makan hanya ada satu penghalang, untuk membatasi ruangan yang terbuat dari kayu jati. Ruang seluas 7 meter itu sering dipakai Bayu dan Majid untuk menonton acara kartun favorit mereka setiap hari libur. Dan sekarang ruangan favorit mereka sedang digunakan oleh Vina dan pria itu.Bayu hanya bisa melihat mereka sedang duduk bersebelahan sambil membincangkan sesuatu yang tak bisa dia dengar dengan baik. Dia hanya mendengar tawa mereka yang terbahak-bahak, menyaksikan tingkah laku Vina yang genit, bahkan beberapa menit kemudian, Vina mulai merebahkan tubuhnya di sofa panjang yang mereka tempati.Sampai pada akhirnya Vina, dengan rambut sedikit berantakan, mulai berdiri dan beranjak menuju meja makan. Dia terkejut saat melihat anaknya masih ada di sana, setelah setengah jam berlalu.“Loh, kamu kenapa masih di sini? Sudah selesai makannya?” ucap Vina.Bayu tidak menjawab. Dia memilih untuk menundukkan pandangannya, taku
Majid berlarian menuruni tangga menuju lantai bawah rumahnya. Ternyata tebakannya benar. Dia menjumpai Istrinya sedang memasak untuk sarapan yang akan mereka santap pagi ini. “Vin ... Vina ....” Suara Majid menggema memenuhi sudut-sudut ruangan. Dan, Vina sama sekali tidak menjawab. Melodi indah dari alat-alat masak yang saling berbenturan seperti mengunci pendengarannya. Sedangkan, penglihatannya sibuk mengamati gerak tangan-tangannya, seperti seorang koki sedang menunjukkan atraksinya. “Kamu lagi masak apa, Vin?” Pria tampan itu kini sudah berdiri di samping Vina. “Loh, kamu sudah bangun, Yang? Padahal aku mau kasih kejutan buat kamu. Makanan kesukaanmu sebentar lagi siap nih,” jawab Vina sambil setengah memeluk tubuh Majid. “Wah, terima kasih, ya, Vin. Pagi yang indah buatku.” Majid tersenyum, lalu memeluk tubuh Vina. Dan, Vina pun langsung menyambut dekapan itu. Ketika Vina sedang ingin melumat bibir suaminya tiba-tiba jari Majid memberhen
Desahan angin malam ini seakan lebih mengetahui sebuah peristiwa yang baru saja terjadi pada diri Vina. Wanita berambut panjang itu sudah tidur pulas di kamarnya sekarang, meski riasan wajah dan beberapa aksesoris lainnya masih melekat pada tubuh rampingnya. Sedangkan, di dalam mobil itu, terlihat Bayu yang lagi bersandar sambil menikmati perbincangannya dengan mimpi-mimpinya. “Mas ... Mas ... bangun, yuk. Kita sudah sampai di rumah nih,” tegur Majid sambil membelai rambut hitam anaknya. Sontak mata Bayu langsung membuka lebar. Kemudian dirinya segera meregangkan saraf-saraf di tubuhnya agar otot-ototnya tidak menegang. Ketika Bayu sedang menormalkan kembali kondisi fisik dan pikirannya, tiba-tiba Majid memerintahkan, “Mas, kamu buruan masuk gih. Takutnya hujan nanti bakal turun sangat deras.” Bayu hanya mengangguk sambil menuruti perintah Ayahnya. Kedua kakinya tetap dipaksakan melangkah, meski sudah terasa lelah. Dan, kamar tidur menjadi tujuan yang
Semburat mentari siang itu menyambut kedatangan Bayu dan Majid di Kelanival Edupark. Sebuah taman bermain yang dibangun di kota Kelates. Ketika mobil sedan merek Jaguar tipe XE yang Majid kendarai sudah terparkir rapi, Bayu langsung membuka pintu dan keluar dari mobil itu. Majid bisa merasakan semangat Bayu sedang menggebu-gebu sekarang. “Yeeeyyy ... kita sampaaaiii...,” teriak Bayu sambil mendorong pintu mobilnya. Kemudian Bayu langsung berlarian ke sana kemari mengungkapkan rasa bahagianya. Sedangkan, Majid segera mematikan mesin mobil dan mengejar langkah-langkah Bayu. Setelah membeli tiket dan masuk ke dalam Kelanival Edupark, Bayu langsung mengajak Ayahnya pergi ke wahana Bouncing Trampoline Kids. Sebuah permainan lompat melompat yang sudah menjadi wahana favoritnya selama ini. Bayu biasanya akan menghabiskan waktu lebih dari dua jam, ketika memainkan wahana itu. Jika tubuhnya sudah merasa lelah, Majid akan mengajak Bayu pergi ke Kelates Aq
Kemeriahan suara pembawa acara mulai terdengar dari dalam ruang platinum. Riuh rendah suara yang dilontarkan oleh orang-orang yang ada di sana, juga turut membangkitkan suasana acara pertemuan itu. Seperti namanya, tentu saja ruangan platinum adalah sebuah tempat yang paling megah di gedung Kaisha Enterprise BC. Bayu pernah mendengar kabar burung yang beredar, bahwa untuk membangun ruangan itu dibutuhkan uang sekitar 5 milyar rupiah. Dan, memang terbukti dari testimoni setiap orang yang pernah masuk ke sana. Mereka mengatakan, bahwa akan sulit melupakan keindahan bentuk bangunan itu. Tidak lama kemudian, seorang Petugas berpakaian serba hitam terlihat segera mendekati Bayu dan Paman Hendra, yang baru saja tiba di depan pintu ruangan platinum. Petugas itu langsung menundukkan tubuhnya, kemudian mengungkapkan, “Selamat datang Bapak-bapak yang saya hormati. Mari saya antarkan ke ruangan khusus yang sudah di siapkan hanya untuk Anda.” Bayu hanya tersenyum
Ketika jarak mereka semakin dekat dengan gedung Kaisha Enterprise BC, tiba-tiba saja Bayu mendapatkan sebuah pemikiran, bahwa dia perlu memiliki sedikit informasi, tentang pertemuan yang akan dihadirinya saat ini.Bayu tahu, bahwa sahabatnya itu, adalah orang yang sangat teguh dalam menjaga rahasia, yang dia ketahui. Tapi, disisi lain, Bayu pun tahu titik kelemahan, untuk menaklukkan Raihan. Oleh karena itu, sambil tetap mempertahankan kecepatan laju motornya, Bayu berinisiatif untuk merayu Raihan.“Han, aku mau negosiasi sama kamu. Tolonglah, jangan buat Abang Iparmu mati penasaran kayak begini,” teriak Bayu agar suaranya lebih terdengar oleh Raihan.Raihan yang sejak tadi hanya menikmati pemandangan disekelilingnya, tiba-tiba dibuat terkejut dengan ucapan itu. Tanpa disadari, alam bawah sadar Raihan, memintanya untuk mengatakan, “Apa maumu, Mas? Kalau pertukaranmu buruk, jangan harap aku bakal mewujudkan keinginanmu, Mas.”Bayu p
Suara dering ponsel milik Bayu begitu keras terdengar. Terhitung sudah lebih dari tiga kali, panggilan ponsel yang dilakukan oleh Raihan, belum juga diangkatnya.Hingga pada akhirnya Bayu pun tergoda, untuk melirikkan mata ke arah ponselnya. Semakin lama panggilan itu, terlalu mengganggu konsentrasinya.Samar-samar mata Bayu melihat nomor ponsel milik sahabatnya itu, seperti sedang melakukan teror kepada dirinya. Ketika panggilan itu Bayu terima, selanjutnya yang terdengarlah suara teriakan dari Raihan, yang sangat memekikkan telinganya.“MASBAY ... KE MANA SAJA, SIH? BURUAN KE LOBI PABRIK SEKARANG!" pekik Raihan.Bayu sengaja masih belum memberikan respon apa-apa. Sebab Bayu tahu sekali, detik itu Raihan masih belum selesai berbicara kepadanya.Tidak lama kemudian, Raihan kembali melanjutkan ucapannya, "Kita harus berangkat saat ini juga. Kalau sampai terlambat, Mas, tahu kan kita pasti tidak akan lolos dari hukuman yang mereka berikan.&rdqu
Pekerjaan yang Bayu miliki sebenarnya sudah sangat baik. Bayu mengawali karier di Khaisa Enterprise, ketika dirinya masih berusia 24 tahun. Dan, hanya butuh 3 tahun dari masa itu, sekarang Bayu sudah menduduki posisi sebagai Direktur di Kaisha Enterprise.Mungkin karena saat itu para petinggi perusahaan, sangat menyukai kinerja yang diberikan oleh Bayu. Sehingga mereka memberikan tawaran kenaikan jabatan itu kepadanya.Kalau boleh jujur, sampai sekarang Bayu tidak pernah menyangka, bahwa dirinya mampu memegang amanah sebesar itu. Karena Bayu pun sangat menyadari, bahwa kadang dia masih belum bisa mengolah rasa takut, dan kelemahan lain yang tersimpan dalam dirinya. Terutama mengatasi ketidakpercayaan pada dirinya sendiri, yang sering kali muncul mengganggu pikirannya.Bayu mengakui dibalik kesuksesannya kariernya itu, ada Pak Rafi, dan Raihan yang selalu membantunya selama ini. Jika bukan karena kejujuran yang Bayu katakan, dan pesan berharga yang
Sejuknya udara malam ini, seperti tidak ingin menyentuh tubuh Bu Shifa. Kelihatannya batin Bu Shifa saat itu sedang diselimuti oleh hawa yang sangat berbeda. Belum apa-apa, kecemburuannya dan pertanyaan-pertanyaan aneh, mulai muncul di kepala Bu Shifa. Tetapi, keyakinan Bu Shifa sudah bulat. Apalagi tujuan utamanya hanya ingin mencari tahu, jawaban apa yang akan Pak Rafi berikan. Supaya batin Bu Shifa bisa merasa tenang. Dan, untuk melakukan rencananya, Bu Shifa perlu waktu yang tepat, agar lebih merasa nyaman saat membicarakan hal itu. Setelah mempertimbangkannya dengan baik, akhirnya, Bu Shifa memilih waktunya, pada saat mereka sedang melakukan perbincangan sebelum tidur. Karena Bu Shifa mendapatkan sebuah kesimpulan, bahwa biasanya saat itu jiwa dan raga Pak Rafi, dalam kondisi yang paling tenang. Dan, perbincangan semacam itu, menjadi salah satu kegiatan yang paling mahal untuk mereka. Apalagi untuk Bu Shifa, yang cuma seorang Ibu rumah tangga, yang rasa