Kemeriahan suara pembawa acara mulai terdengar dari dalam ruang platinum. Riuh rendah suara yang dilontarkan oleh orang-orang yang ada di sana, juga turut membangkitkan suasana acara pertemuan itu.
Seperti namanya, tentu saja ruangan platinum adalah sebuah tempat yang paling megah di gedung Kaisha Enterprise BC. Bayu pernah mendengar kabar burung yang beredar, bahwa untuk membangun ruangan itu dibutuhkan uang sekitar 5 milyar rupiah.
Dan, memang terbukti dari testimoni setiap orang yang pernah masuk ke sana. Mereka mengatakan, bahwa akan sulit melupakan keindahan bentuk bangunan itu.
Tidak lama kemudian, seorang Petugas berpakaian serba hitam terlihat segera mendekati Bayu dan Paman Hendra, yang baru saja tiba di depan pintu ruangan platinum. Petugas itu langsung menundukkan tubuhnya, kemudian mengungkapkan, “Selamat datang Bapak-bapak yang saya hormati. Mari saya antarkan ke ruangan khusus yang sudah di siapkan hanya untuk Anda.”
Bayu hanya tersenyum. Kemudian, tanpa berlama-lama lagi, Petugas itu segera menggerakkan kedua kakinya. Diikuti pula oleh Bayu dan Paman Hendra yang berjalan di belakangnya.
Ketika pintu ruangan itu mulai terbuka lebar, Bayu merasa terkejut dengan apa yang baru saja dia saksikan. “Loh, kenapa mereka semua ada di sini, ya? Aneh!”
Sejauh jarak mata memandang bisa dipastikan, bahwa Bayu mengenali semua tamu yang sudah hadir di ruangan itu. Dia sama sekali tidak pernah menduga, bahwa acara itu akan mengundang perwakilan dari semua divisi yang ada di Kaisha Enterprise. Biasanya hanya divisi tertentu saja yang berhak datang, sesuai dengan tema yang akan mereka perbincangkan.
Kedatangan Bayu dan Paman Hendra tentu saja menyedot semua perhatian orang-orang yang ada di sana. Apalagi mereka juga harus melewati bagian tengah ruangan, yang menjadi tempat berkumpulnya orang-orang itu.
Sedetik kemudian, Bayu segera memanggil Petugas itu. “Hai, Petugas, kenapa kita harus berlama-lama di sini? Apakah kamu bisa lebih meningkatkan tempo gerak langkah kakimu?” Suara yang didengungkan oleh Bayu terdengar cukup keras di telinga petugas itu. Bahkan, beberapa orang yang ada di samping Bayu pun sampai terkejut, dengan kelakuan yang diperlihatkan oleh pimpinannya itu.
Begitu juga dengan Paman Hendra. Tetapi, Paman Hendra tidak menegur atau memberikan tanggapan lain kepada Bayu saat itu. Dalam arti kata, dia pun merasa setuju dengan apa yang dilakukan oleh Bayu tadi.
Karena Petugas itu mengakui kesalahannya, sambil terbata-bata dia menjawab, “Ba–baik, Pak. Ma–maafkan Saya. Sekarang saya akan mematuhi perintah Bapak.”
Sambil terus menggerakkan kaki-kakinya, dengan cepat Bayu bisa menghitung meja-meja yang tersusun rapi di bagian tengah ruangan platinum. Sepenglihatannya di sana terdapat dua belas meja yang dipisah menjadi tiga bagian. Masing-masing bagian itu memiliki empat buah meja yang dilengkapi dengan empat buah kursi, sebagai alas duduk mereka.
Berarti sekitar 48 orang yang akan menghadiri pertemuan ini. Dan, Bayu perhatikan hampir semua kursi sudah bertemu dengan pemiliknya.
Seperti yang mereka ketahui, ruangan khusus itu berada di lantai atas. Awalnya Bayu menyangka, jika Para Petinggi Perusahaan sudah memenuhi ruangan itu sejak pagi tadi. Akan tetapi, kenyataan yang dihadapi malah jauh berbeda. Dia sama sekali tidak melihat satu pun orang ada di dalam sana. Akhirnya, di pikirannya tersimpan sebuah tanya, kemana perginya orang-orang itu?
“Silakan, Pak,” kata Petugas itu sambil menarik dua buah sofa berbentuk persegi yang dibalut dengan kain sutra terbaik. Setelahnya Petugas itu melanjutkan, “Ada lagi yang bisa saya bantu, Pak?"
Paman Hendra yang dari tadi hanya diam saja, akhirnya membuka suaranya sekarang juga. “Sudah cukup! Kamu boleh pergi sekarang!”
“Ba–baik, Pak.” Petugas itu segera menundukkan tubuhnya, kemudian langsung melangkah pergi meninggalkan mereka.
Setelah Petugas itu kembali ke posisi awalnya, selanjutnya penyelenggara acara akan menempatkan sepuluh pelayan terbaik di ruangan itu. Pelayan-pelayan itu yang akan bertanggung jawab untuk melayani setiap permintaan dari para tamu penting yang hadir di acara itu.
Sekitar 30 menit acara itu sudah berlalu. Tetapi, sejak tadi Bayu belum juga melihat adanya sosok Para Petinggi Perusahaan, selain Paman Hendra, di ruangan platinum ini. Karena hal itulah, tentu saja membuat batin Bayu semakin merasa gelisah.
Bayu harus menenteramkan pikirannya secepat mungkin. Jangan sampai keputusan yang dia ambil malah menjebaknya masuk ke dalam masalah yang lebih besar. Karena Bayu pun harus mengakui, bahwa informasi yang dia miliki saat ini, belum bisa membantunya untuk menentukan langkah mana yang harus dia pilih.
Tidak lama kemudian, beberapa kali suara deru langkah sepatu mencoba menghibur batin Bayu. Dia sengaja memainkan gerak kaki itu sambil memperhatikan benda-benda yang ada di ruangannya.
“Loh, aku tahu tempat ini. Apakah ini di Kelanival Edupark?” Pandangan Bayu tiba-tiba terhenti di sebuah lukisan yang terpajang di balik pintu ruangannya. Dia masih ingat betul, ketika usianya masih kecil, sesosok Pria yang dirindukannya itu sering mengajaknya pergi ke sana.
“Mas, nanti malam kamu jangan tidur terlalu larut, ya. Besok jadi ikut Ayah pergi, kan?” ucap Pria itu.
“Benaran jadi, nih, Yah? Horeee ...,” sahut Bayu kegirangan. “Tenang aja, Yah, Mas, bakal langsung tidur sehabis makan malam nanti,” sambungnya penuh keyakinan.
Bayu masih berusia 3 tahun saat itu. Tetapi, Majid, Ayah kandungnya, harus mengakui kalau nyali anaknya itu amatlah besar. Bayu tidak pernah takut dengan apapun. Meski dirinya harus mengalami luka-luka, tetapi dia tidak pernah menolak jika diminta untuk mengalahkan tantangan itu lagi.
Ketika Bayu masih kecil, dia adalah anak yang periang. Sering kali tingkah laku yang diperlihatkan olehnya mampu menghadirkan gelak tawa di tengah keluarga Majid. Mungkin istilah seorang anak kecil adalah peniru yang ulung, memang terbukti benar adanya.
“Yuk, Mas, kita berangkat,” kata Majid dengan penuh semangat. “Vin, kamu benaran nih enggak mau ikut? Diajak senang-senang, kok, enggak mau,” lanjut Majid sambil memonyongkan mulutnya.
“Sama sekali enggak lucu, Yang. Sumpah!” gerutu Vina. “Sudahlah, Yang. Lebih baik Cepat ajak anak kesayanganmu itu pergi dari rumah ini sekarang juga!” pekik Viena sambil mendorong tubuh Majid.
Sebagai seseorang yang sudah cukup lama hidup berdampingan dengan Vina, Majid memang sangat memahami perilaku kekasihnya itu. Mungkin saja Vina sedang merasa cemburu kepadanya saat ini. Sehingga sikap yang ditunjukkan oleh Vina tadi adalah hal yang wajar.
Majid pun sangat menyadari kesalahan yang sudah diperbuatnya. Oleh karena itu, Majid merencanakan ingin memberikan sebuah hadiah kepada Vina, setelah mereka puas bermain di Kelanival Edupark. Majid berharap semoga saja Vina menjadi lebih baik sehabis menerima hadiah darinya.
Akan tetapi, hadiah seperti apa yang seharusnya Majid berikan? Mobil mewah keluaran terbaru atau perhiasan mahal? Sedangkan, Majid tahu sekali bahwa Istrinya itu adalah seorang wanita yang sangat menyukai kemewahan.
Semburat mentari siang itu menyambut kedatangan Bayu dan Majid di Kelanival Edupark. Sebuah taman bermain yang dibangun di kota Kelates. Ketika mobil sedan merek Jaguar tipe XE yang Majid kendarai sudah terparkir rapi, Bayu langsung membuka pintu dan keluar dari mobil itu. Majid bisa merasakan semangat Bayu sedang menggebu-gebu sekarang. “Yeeeyyy ... kita sampaaaiii...,” teriak Bayu sambil mendorong pintu mobilnya. Kemudian Bayu langsung berlarian ke sana kemari mengungkapkan rasa bahagianya. Sedangkan, Majid segera mematikan mesin mobil dan mengejar langkah-langkah Bayu. Setelah membeli tiket dan masuk ke dalam Kelanival Edupark, Bayu langsung mengajak Ayahnya pergi ke wahana Bouncing Trampoline Kids. Sebuah permainan lompat melompat yang sudah menjadi wahana favoritnya selama ini. Bayu biasanya akan menghabiskan waktu lebih dari dua jam, ketika memainkan wahana itu. Jika tubuhnya sudah merasa lelah, Majid akan mengajak Bayu pergi ke Kelates Aq
Desahan angin malam ini seakan lebih mengetahui sebuah peristiwa yang baru saja terjadi pada diri Vina. Wanita berambut panjang itu sudah tidur pulas di kamarnya sekarang, meski riasan wajah dan beberapa aksesoris lainnya masih melekat pada tubuh rampingnya. Sedangkan, di dalam mobil itu, terlihat Bayu yang lagi bersandar sambil menikmati perbincangannya dengan mimpi-mimpinya. “Mas ... Mas ... bangun, yuk. Kita sudah sampai di rumah nih,” tegur Majid sambil membelai rambut hitam anaknya. Sontak mata Bayu langsung membuka lebar. Kemudian dirinya segera meregangkan saraf-saraf di tubuhnya agar otot-ototnya tidak menegang. Ketika Bayu sedang menormalkan kembali kondisi fisik dan pikirannya, tiba-tiba Majid memerintahkan, “Mas, kamu buruan masuk gih. Takutnya hujan nanti bakal turun sangat deras.” Bayu hanya mengangguk sambil menuruti perintah Ayahnya. Kedua kakinya tetap dipaksakan melangkah, meski sudah terasa lelah. Dan, kamar tidur menjadi tujuan yang
Majid berlarian menuruni tangga menuju lantai bawah rumahnya. Ternyata tebakannya benar. Dia menjumpai Istrinya sedang memasak untuk sarapan yang akan mereka santap pagi ini. “Vin ... Vina ....” Suara Majid menggema memenuhi sudut-sudut ruangan. Dan, Vina sama sekali tidak menjawab. Melodi indah dari alat-alat masak yang saling berbenturan seperti mengunci pendengarannya. Sedangkan, penglihatannya sibuk mengamati gerak tangan-tangannya, seperti seorang koki sedang menunjukkan atraksinya. “Kamu lagi masak apa, Vin?” Pria tampan itu kini sudah berdiri di samping Vina. “Loh, kamu sudah bangun, Yang? Padahal aku mau kasih kejutan buat kamu. Makanan kesukaanmu sebentar lagi siap nih,” jawab Vina sambil setengah memeluk tubuh Majid. “Wah, terima kasih, ya, Vin. Pagi yang indah buatku.” Majid tersenyum, lalu memeluk tubuh Vina. Dan, Vina pun langsung menyambut dekapan itu. Ketika Vina sedang ingin melumat bibir suaminya tiba-tiba jari Majid memberhen
Antara ruang hiburan dan Meja makan hanya ada satu penghalang, untuk membatasi ruangan yang terbuat dari kayu jati. Ruang seluas 7 meter itu sering dipakai Bayu dan Majid untuk menonton acara kartun favorit mereka setiap hari libur. Dan sekarang ruangan favorit mereka sedang digunakan oleh Vina dan pria itu.Bayu hanya bisa melihat mereka sedang duduk bersebelahan sambil membincangkan sesuatu yang tak bisa dia dengar dengan baik. Dia hanya mendengar tawa mereka yang terbahak-bahak, menyaksikan tingkah laku Vina yang genit, bahkan beberapa menit kemudian, Vina mulai merebahkan tubuhnya di sofa panjang yang mereka tempati.Sampai pada akhirnya Vina, dengan rambut sedikit berantakan, mulai berdiri dan beranjak menuju meja makan. Dia terkejut saat melihat anaknya masih ada di sana, setelah setengah jam berlalu.“Loh, kamu kenapa masih di sini? Sudah selesai makannya?” ucap Vina.Bayu tidak menjawab. Dia memilih untuk menundukkan pandangannya, taku
"Mas, bagaimana kabar Nadya sekarang? Tumben dia enggak main ke rumah," ucap Bu Shifa. Sedari tadi Bayu asyik sendiri di dalam kamarnya. Perilakunya memang seperti itu. Jika tidak ada kegiatan di luar rumah, Bayu lebih memilih untuk melepaskan rasa bosannya di ruang kamar itu. Seperti hari ini. Selepas makan siang tadi, Bayu belum mau mengeluarkan tubuhnya ke mana pun. Apalagi pikirannya sekarang sedang dihantam dengan keresahan, tentang masa depan kehidupannya. Belum lagi ditambah dengan sebuah masalah yang baru saja dia buat sendiri. Pagi tadi, sambil melahap semua sarapannya, Bayu dengan terpaksa harus memberikan jawaban yang tidak jujur kepada Bu Shifa. "Baik, kok, Bu. Nadya lagi sibuk banget beberapa hari ini," sahut Bayu singkat. "Oh, iya sudah, Mas, kalau begitu," jawab Bu Shifa sambil menyunggingkan senyumnya. Kelihatannya Bu Shifa tidak percaya dengan apa yang baru saja Bayu katakan. Tidak lama kemudian, Bu Shifa melanjutkan p
Sejuknya udara malam ini, seperti tidak ingin menyentuh tubuh Bu Shifa. Kelihatannya batin Bu Shifa saat itu sedang diselimuti oleh hawa yang sangat berbeda. Belum apa-apa, kecemburuannya dan pertanyaan-pertanyaan aneh, mulai muncul di kepala Bu Shifa. Tetapi, keyakinan Bu Shifa sudah bulat. Apalagi tujuan utamanya hanya ingin mencari tahu, jawaban apa yang akan Pak Rafi berikan. Supaya batin Bu Shifa bisa merasa tenang. Dan, untuk melakukan rencananya, Bu Shifa perlu waktu yang tepat, agar lebih merasa nyaman saat membicarakan hal itu. Setelah mempertimbangkannya dengan baik, akhirnya, Bu Shifa memilih waktunya, pada saat mereka sedang melakukan perbincangan sebelum tidur. Karena Bu Shifa mendapatkan sebuah kesimpulan, bahwa biasanya saat itu jiwa dan raga Pak Rafi, dalam kondisi yang paling tenang. Dan, perbincangan semacam itu, menjadi salah satu kegiatan yang paling mahal untuk mereka. Apalagi untuk Bu Shifa, yang cuma seorang Ibu rumah tangga, yang rasa
Pekerjaan yang Bayu miliki sebenarnya sudah sangat baik. Bayu mengawali karier di Khaisa Enterprise, ketika dirinya masih berusia 24 tahun. Dan, hanya butuh 3 tahun dari masa itu, sekarang Bayu sudah menduduki posisi sebagai Direktur di Kaisha Enterprise.Mungkin karena saat itu para petinggi perusahaan, sangat menyukai kinerja yang diberikan oleh Bayu. Sehingga mereka memberikan tawaran kenaikan jabatan itu kepadanya.Kalau boleh jujur, sampai sekarang Bayu tidak pernah menyangka, bahwa dirinya mampu memegang amanah sebesar itu. Karena Bayu pun sangat menyadari, bahwa kadang dia masih belum bisa mengolah rasa takut, dan kelemahan lain yang tersimpan dalam dirinya. Terutama mengatasi ketidakpercayaan pada dirinya sendiri, yang sering kali muncul mengganggu pikirannya.Bayu mengakui dibalik kesuksesannya kariernya itu, ada Pak Rafi, dan Raihan yang selalu membantunya selama ini. Jika bukan karena kejujuran yang Bayu katakan, dan pesan berharga yang
Suara dering ponsel milik Bayu begitu keras terdengar. Terhitung sudah lebih dari tiga kali, panggilan ponsel yang dilakukan oleh Raihan, belum juga diangkatnya.Hingga pada akhirnya Bayu pun tergoda, untuk melirikkan mata ke arah ponselnya. Semakin lama panggilan itu, terlalu mengganggu konsentrasinya.Samar-samar mata Bayu melihat nomor ponsel milik sahabatnya itu, seperti sedang melakukan teror kepada dirinya. Ketika panggilan itu Bayu terima, selanjutnya yang terdengarlah suara teriakan dari Raihan, yang sangat memekikkan telinganya.“MASBAY ... KE MANA SAJA, SIH? BURUAN KE LOBI PABRIK SEKARANG!" pekik Raihan.Bayu sengaja masih belum memberikan respon apa-apa. Sebab Bayu tahu sekali, detik itu Raihan masih belum selesai berbicara kepadanya.Tidak lama kemudian, Raihan kembali melanjutkan ucapannya, "Kita harus berangkat saat ini juga. Kalau sampai terlambat, Mas, tahu kan kita pasti tidak akan lolos dari hukuman yang mereka berikan.&rdqu
Antara ruang hiburan dan Meja makan hanya ada satu penghalang, untuk membatasi ruangan yang terbuat dari kayu jati. Ruang seluas 7 meter itu sering dipakai Bayu dan Majid untuk menonton acara kartun favorit mereka setiap hari libur. Dan sekarang ruangan favorit mereka sedang digunakan oleh Vina dan pria itu.Bayu hanya bisa melihat mereka sedang duduk bersebelahan sambil membincangkan sesuatu yang tak bisa dia dengar dengan baik. Dia hanya mendengar tawa mereka yang terbahak-bahak, menyaksikan tingkah laku Vina yang genit, bahkan beberapa menit kemudian, Vina mulai merebahkan tubuhnya di sofa panjang yang mereka tempati.Sampai pada akhirnya Vina, dengan rambut sedikit berantakan, mulai berdiri dan beranjak menuju meja makan. Dia terkejut saat melihat anaknya masih ada di sana, setelah setengah jam berlalu.“Loh, kamu kenapa masih di sini? Sudah selesai makannya?” ucap Vina.Bayu tidak menjawab. Dia memilih untuk menundukkan pandangannya, taku
Majid berlarian menuruni tangga menuju lantai bawah rumahnya. Ternyata tebakannya benar. Dia menjumpai Istrinya sedang memasak untuk sarapan yang akan mereka santap pagi ini. “Vin ... Vina ....” Suara Majid menggema memenuhi sudut-sudut ruangan. Dan, Vina sama sekali tidak menjawab. Melodi indah dari alat-alat masak yang saling berbenturan seperti mengunci pendengarannya. Sedangkan, penglihatannya sibuk mengamati gerak tangan-tangannya, seperti seorang koki sedang menunjukkan atraksinya. “Kamu lagi masak apa, Vin?” Pria tampan itu kini sudah berdiri di samping Vina. “Loh, kamu sudah bangun, Yang? Padahal aku mau kasih kejutan buat kamu. Makanan kesukaanmu sebentar lagi siap nih,” jawab Vina sambil setengah memeluk tubuh Majid. “Wah, terima kasih, ya, Vin. Pagi yang indah buatku.” Majid tersenyum, lalu memeluk tubuh Vina. Dan, Vina pun langsung menyambut dekapan itu. Ketika Vina sedang ingin melumat bibir suaminya tiba-tiba jari Majid memberhen
Desahan angin malam ini seakan lebih mengetahui sebuah peristiwa yang baru saja terjadi pada diri Vina. Wanita berambut panjang itu sudah tidur pulas di kamarnya sekarang, meski riasan wajah dan beberapa aksesoris lainnya masih melekat pada tubuh rampingnya. Sedangkan, di dalam mobil itu, terlihat Bayu yang lagi bersandar sambil menikmati perbincangannya dengan mimpi-mimpinya. “Mas ... Mas ... bangun, yuk. Kita sudah sampai di rumah nih,” tegur Majid sambil membelai rambut hitam anaknya. Sontak mata Bayu langsung membuka lebar. Kemudian dirinya segera meregangkan saraf-saraf di tubuhnya agar otot-ototnya tidak menegang. Ketika Bayu sedang menormalkan kembali kondisi fisik dan pikirannya, tiba-tiba Majid memerintahkan, “Mas, kamu buruan masuk gih. Takutnya hujan nanti bakal turun sangat deras.” Bayu hanya mengangguk sambil menuruti perintah Ayahnya. Kedua kakinya tetap dipaksakan melangkah, meski sudah terasa lelah. Dan, kamar tidur menjadi tujuan yang
Semburat mentari siang itu menyambut kedatangan Bayu dan Majid di Kelanival Edupark. Sebuah taman bermain yang dibangun di kota Kelates. Ketika mobil sedan merek Jaguar tipe XE yang Majid kendarai sudah terparkir rapi, Bayu langsung membuka pintu dan keluar dari mobil itu. Majid bisa merasakan semangat Bayu sedang menggebu-gebu sekarang. “Yeeeyyy ... kita sampaaaiii...,” teriak Bayu sambil mendorong pintu mobilnya. Kemudian Bayu langsung berlarian ke sana kemari mengungkapkan rasa bahagianya. Sedangkan, Majid segera mematikan mesin mobil dan mengejar langkah-langkah Bayu. Setelah membeli tiket dan masuk ke dalam Kelanival Edupark, Bayu langsung mengajak Ayahnya pergi ke wahana Bouncing Trampoline Kids. Sebuah permainan lompat melompat yang sudah menjadi wahana favoritnya selama ini. Bayu biasanya akan menghabiskan waktu lebih dari dua jam, ketika memainkan wahana itu. Jika tubuhnya sudah merasa lelah, Majid akan mengajak Bayu pergi ke Kelates Aq
Kemeriahan suara pembawa acara mulai terdengar dari dalam ruang platinum. Riuh rendah suara yang dilontarkan oleh orang-orang yang ada di sana, juga turut membangkitkan suasana acara pertemuan itu. Seperti namanya, tentu saja ruangan platinum adalah sebuah tempat yang paling megah di gedung Kaisha Enterprise BC. Bayu pernah mendengar kabar burung yang beredar, bahwa untuk membangun ruangan itu dibutuhkan uang sekitar 5 milyar rupiah. Dan, memang terbukti dari testimoni setiap orang yang pernah masuk ke sana. Mereka mengatakan, bahwa akan sulit melupakan keindahan bentuk bangunan itu. Tidak lama kemudian, seorang Petugas berpakaian serba hitam terlihat segera mendekati Bayu dan Paman Hendra, yang baru saja tiba di depan pintu ruangan platinum. Petugas itu langsung menundukkan tubuhnya, kemudian mengungkapkan, “Selamat datang Bapak-bapak yang saya hormati. Mari saya antarkan ke ruangan khusus yang sudah di siapkan hanya untuk Anda.” Bayu hanya tersenyum
Ketika jarak mereka semakin dekat dengan gedung Kaisha Enterprise BC, tiba-tiba saja Bayu mendapatkan sebuah pemikiran, bahwa dia perlu memiliki sedikit informasi, tentang pertemuan yang akan dihadirinya saat ini.Bayu tahu, bahwa sahabatnya itu, adalah orang yang sangat teguh dalam menjaga rahasia, yang dia ketahui. Tapi, disisi lain, Bayu pun tahu titik kelemahan, untuk menaklukkan Raihan. Oleh karena itu, sambil tetap mempertahankan kecepatan laju motornya, Bayu berinisiatif untuk merayu Raihan.“Han, aku mau negosiasi sama kamu. Tolonglah, jangan buat Abang Iparmu mati penasaran kayak begini,” teriak Bayu agar suaranya lebih terdengar oleh Raihan.Raihan yang sejak tadi hanya menikmati pemandangan disekelilingnya, tiba-tiba dibuat terkejut dengan ucapan itu. Tanpa disadari, alam bawah sadar Raihan, memintanya untuk mengatakan, “Apa maumu, Mas? Kalau pertukaranmu buruk, jangan harap aku bakal mewujudkan keinginanmu, Mas.”Bayu p
Suara dering ponsel milik Bayu begitu keras terdengar. Terhitung sudah lebih dari tiga kali, panggilan ponsel yang dilakukan oleh Raihan, belum juga diangkatnya.Hingga pada akhirnya Bayu pun tergoda, untuk melirikkan mata ke arah ponselnya. Semakin lama panggilan itu, terlalu mengganggu konsentrasinya.Samar-samar mata Bayu melihat nomor ponsel milik sahabatnya itu, seperti sedang melakukan teror kepada dirinya. Ketika panggilan itu Bayu terima, selanjutnya yang terdengarlah suara teriakan dari Raihan, yang sangat memekikkan telinganya.“MASBAY ... KE MANA SAJA, SIH? BURUAN KE LOBI PABRIK SEKARANG!" pekik Raihan.Bayu sengaja masih belum memberikan respon apa-apa. Sebab Bayu tahu sekali, detik itu Raihan masih belum selesai berbicara kepadanya.Tidak lama kemudian, Raihan kembali melanjutkan ucapannya, "Kita harus berangkat saat ini juga. Kalau sampai terlambat, Mas, tahu kan kita pasti tidak akan lolos dari hukuman yang mereka berikan.&rdqu
Pekerjaan yang Bayu miliki sebenarnya sudah sangat baik. Bayu mengawali karier di Khaisa Enterprise, ketika dirinya masih berusia 24 tahun. Dan, hanya butuh 3 tahun dari masa itu, sekarang Bayu sudah menduduki posisi sebagai Direktur di Kaisha Enterprise.Mungkin karena saat itu para petinggi perusahaan, sangat menyukai kinerja yang diberikan oleh Bayu. Sehingga mereka memberikan tawaran kenaikan jabatan itu kepadanya.Kalau boleh jujur, sampai sekarang Bayu tidak pernah menyangka, bahwa dirinya mampu memegang amanah sebesar itu. Karena Bayu pun sangat menyadari, bahwa kadang dia masih belum bisa mengolah rasa takut, dan kelemahan lain yang tersimpan dalam dirinya. Terutama mengatasi ketidakpercayaan pada dirinya sendiri, yang sering kali muncul mengganggu pikirannya.Bayu mengakui dibalik kesuksesannya kariernya itu, ada Pak Rafi, dan Raihan yang selalu membantunya selama ini. Jika bukan karena kejujuran yang Bayu katakan, dan pesan berharga yang
Sejuknya udara malam ini, seperti tidak ingin menyentuh tubuh Bu Shifa. Kelihatannya batin Bu Shifa saat itu sedang diselimuti oleh hawa yang sangat berbeda. Belum apa-apa, kecemburuannya dan pertanyaan-pertanyaan aneh, mulai muncul di kepala Bu Shifa. Tetapi, keyakinan Bu Shifa sudah bulat. Apalagi tujuan utamanya hanya ingin mencari tahu, jawaban apa yang akan Pak Rafi berikan. Supaya batin Bu Shifa bisa merasa tenang. Dan, untuk melakukan rencananya, Bu Shifa perlu waktu yang tepat, agar lebih merasa nyaman saat membicarakan hal itu. Setelah mempertimbangkannya dengan baik, akhirnya, Bu Shifa memilih waktunya, pada saat mereka sedang melakukan perbincangan sebelum tidur. Karena Bu Shifa mendapatkan sebuah kesimpulan, bahwa biasanya saat itu jiwa dan raga Pak Rafi, dalam kondisi yang paling tenang. Dan, perbincangan semacam itu, menjadi salah satu kegiatan yang paling mahal untuk mereka. Apalagi untuk Bu Shifa, yang cuma seorang Ibu rumah tangga, yang rasa