Namaku Wagiman, tidak ada nama panggilan khusus karena namaku hanya terdiri dari 1 kata. Kata bapak nama Wagiman memiliki arti yang sangat mendalam yaitu laki-laki yang lahir di hari wage. Mungkin kalian bingung mana ada hari wage? Di jawa ada kalender pasar seperti pon, legi, wage sampai kliwon. Mungkin diantara semua nama tersebut hanya kliwon yang cukup banyak orang bicarakan. Karena banyak film horror yang menggunakan kliwon sebagai tambahannya. Contohnya seperti misteri malam jumat kliwon dan lain sebagainya. Ada banyak orang jawa yang namanya memiliki unsur kalender jawa atau pasaran jawa, contohnya seperti Poniman, Legiman untuk cowok dan Poniti, Wagiati untuk cewek. Mungkin kalau dulu bapak suka kalender yang umum dan aku lahir dihari minggu mungkin namaku akan menjadi Mingguman bukan Wagiman. Nama yang diberikan bapak tidak ada doa spesifik seperti anak zaman sekarang, yang biasanya kelak akan menjadi anak sholeh, menjadi anak yang sukses atau yang lainnya. Bapak memberiku nama ya karena anaknya cowok lahir dihari wage, sudah itu saja. Meskipun aku tahu orang tua pasti selalu memberikan doa yang terbaik untuk anaknya dan tugas anak sebisa mungkin membantu orang tua agar doa dan cita-cita orang tua terkabul. Setelah aku berfikir panjang ada 1 hal yang bisa aku banggakan kepada keluarga bahkan dunia, bahwa aku telah mengabulkan cita-cita orang tua untuk lahir menjadi laki-laki di hari wage. Aku adalah anak pertama dari tiga bersaudara, aku memiliki 1 adik cowok dan 1 cewek, yang membuat berbeda adalah adikku memiliki nama dengan 3 unsur kata sedangkan aku hanya 1 saja. Okelah mungkin bapak belajar dari namaku yang sangat singkat.
Saat ini usiaku 18 tahun aku baru saja lulus dari SMK. Tidak terasa sudah tiga bulan menjadi tunakarya. Rencananya setelah lulus sekolah ingin kuliah dengan jalur beasiswa, tapi setelah mengetahui bahwa jalur beasiswa hanya bisa menerima dua tipe orang, yaitu orang pintar atau memiliki prestasi dan orang kurang mampu. Aku tidak masuk dalam dua katakter itu karena otakku tidak cukup pintar sehingga membuat prestasi terbaik di usiaku yang sudah 18 tahun hanya sebatas juara 1 lomba tamiya dan keluargaku di kampung dianggap cukup mampu karena memiliki sawah dan hewan ternak, jadi statusnya di antara itu.Sempat nekat mencoba jalur beasiswa dengan tes. Dengan harapan mendapatkan keberuntungan. Tapi ternyata kebodohan lebih berpihak hingga akhirnya gagal ditahapan yang ke 2. Teman-teman dekatku bilang kalau aku memang bodoh, sedangkan guru-guruku bilang kalau aku kurang beruntung. Jelas aku lebih percaya dengan ucapan guruku karena merekalah orang yang patut didengar ucapannya. Setelah itu aku mencoba lagi hingga tes yang ke-4 kalinya dengan beberapa kampus yang berbeda dan hasilnya tetap gagal. Akhirnya aku datang ke rumah Bu Siti, guruku yang sangat bijaksana dan selalu memberi motivasi untuk terus berusaha."Bu aku gagal tes lagi." Ucapku sambil memelas didepan pagar rumahnya."Yaudah man mungkin emang disuruh istirahat dulu, gak usah maksa buat tes lagi." Ucap Bu Siti sambil sibuk menjemur baju.Mendengar ucapan itu membuatku semakin termotivasi, seketika aku mengingat kisah Bill Gates yang membantah ucapan dosennya dan akhirnya menjadi orang sukses dan kaya raya. Dengan percaya diri aku mengikuti tes yang ke-5 kalinya dan hasilnya sama, aku menganggapnya kurang beruntung meskipun dalam otak kecil berbisik “Wagiman tolong sudahi kau menyiksa kami!”Lima kali gagal aku berfikir, Jack Ma saja gagal lebih banyak dari ini dan sekarang dia sukses. Apakah aku harus mencoba tes lagi? Mungkin kadang fikiran positif memang diperlukan bagi orang yang tidak sadar akan kemampuannya sepertiku, hanya sebatas memberi motivasi saja supaya semangat tetap menyala. Beberapa hari aku sibuk mencari solusi supaya bisa kuliah dengan gratis, sampai pada akhirnya aku mendapatkan informasi beasiswa yang lebih mudah dari internet. Aku mendapatkan informasi tentang beasiswa Disabilitas. Sempat terpikir untuk minum es sebanyak-banyaknya agar hidung tersumbat tapi ternyata itu bukan termasuk dalam kriteria Disabilitas. Akhirnya rencana itu tidak terlaksana karena aku anggap terlalu beresiko terkena karma. Sebenarnya beberapa teman sudah menawari pekerjaan atau bahkan mengajak merantau keluar kota untuk mencari pekerjaan, yang menyebalkan tidak ada satupun teman yang mengajak untuk kuliah, semuanya mengajak untuk bekerja. Tapi pikiran masih saja tidak memiliki niatan untuk bekerja, bukan karena malas tapi karena aku sangat ingin melanjutkan kuliah. Tetapi pada kenyataannya tidak semudah itu untuk masuk kuliah. Dengan kondisi mimpi yang masih menggantung di kepala, sudah tidak terasa aku melewati kondisi ini selama 3 bulan. Muak dengan menghabiskan waktu yang lama untuk berfikir dan hanya berfikir, di pagi ini aku akan mewujudkan mimpi. Aku bangun langsung berdiri dan berteriak “Saya akan sukses! Saya bisa sukses!”, kalimat itu sesuai dengan yang diberikan oleh motivator sukses yang seminarnya sering aku lihat di youtube. Dengan semangat aku keluar kamar tidur dan di dapur ada ibu yang sedang sibuk memasak. “Bu aku mau kuliah jalur mandiri ya?” Ucapku sambil merayu.“Mau ngapain kuliah man, gak kerja aja biar dapat uang banyak.” Ucap ibu sambil masak.“Kerja aja yang bener man, gak usah mikir aneh-aneh biar sukses seperti om mu!” Teriak bapak dari ruang tamu.Mendengar ucapan orang tuaku, pikiran mulai mengatur solusi apa rencana selanjutnya, karena memang saat SMK jurusan yang aku pilih tidak mudah untuk mendapatkan pekerjaan. Kebetulan jurusan sekolahku adalah kria keramik yang kerjaannya bikin patung atau seni yang sejenisnya. Saat aku harus lulus SMK tanpa melanjutkan kuliah mungkin aku akan menjadi petani atau buruh pabrik, itu bukan suatu profesi yang buruk. Tapi terkadang cita-cita ingin lebih tinggi dari itu.Di keluarga besarku pendidikan bukanlah suatu yang diprioritaskan. Banyak dari saudara yang sukses menjadi petani, menjadi wiraswasta dan lainnya hanya dengan modal sekolah SMA bahkan SD. Tidak ada satupun dari keluarga besar yang melanjutkan jenjang kuliah, karena mereka berfikir untuk apa kuliah kalau dengan ijazah SMA saja sudah bisa sukses membangun rumah, memiliki sawah dan aset lain sebagainya. Karena di keluargaku menilai kesuksesan hanya dari bagaimana bisa hidup dengan materi yang cukup, karena itu saat aku mulai memiliki niatan untuk kuliah banyak dari keluarga besar termasuk orang tua tidak setuju dengan rencana itu.Di kampungku hampir semua anak muda yang sudah lulus sekolah menengah umum akan melanjutkan usaha orang tuanya mulai dari bertani, beternak, berdagang sampai bekerja ke luar kota, sedangkan untuk wanita banyak dari mereka yang langsung menikah atau bekerja ke luar kota. Karena itu cukup sulit bagiku untuk mencari teman atau orang yang bisa membantuku untuk meyakinkan orang tuaku bahwa kuliah di zaman sekarang sangat banyak manfaatnya.Saat aku duduk di teras ditemani secangkir kopi tiba-tiba Agus datang.“Woi man ngapain ngelamun aja dari tadi?” Tanya Agus dengan antusias“Aku pengen kuliah gus, tapi orang tuaku gak setuju.” Kataku dengan tatapan kosong“Yaudah kita ke Kota aja kerja, seperti temen-temen kita, nanti kan ada uang terus kamu daftar kuliah.” Sanggah Agus dengan mudahnya.Aku sudah 6 tahun kenal Agus, dia adalah teman SMP sampai sekarang sering main sepak bola bareng meskipun beda desa kita cukup sering bertemu. Sampai aku tahu kapasitas otak kepala dia masih di bawah kejeniusanku. Tapi ternyata kali ini dia yang bener-bener bisa memberikan solusi, dia bener-bener jenius.“Gus kamu sehatkan?” tanyaku sambil memegang wajah Agus.“Gus kamu habis makan apa?” tanyaku dengan posisi yang sama.“Gus kamu jenius, sumpah jenius kamu gus!!!“ sahutku penuh semangat.Melihatku antusias Agus hanya bisa bengong sambil memandangku penuh heran. Aku mulai berfikir bagaimana caraku meminta izin kepada orang tua untuk merantau ke kota untuk mencari pekerjaan tanpa mereka mengetahui kalau aku juga akan kuliah disana.“Gus nanti kalau bapakku datang bantu aku izin buat kerja di kota ya !!!“ ucapku penuh antusias.“Hah… aku?” jawab Agus dengan muka bodohnya.“Lah kan kamu yang punya ide!“ timpalku“Enggak man.. aku takut dimarahi bapakmu nanti“ jawab Agus dengan ketakutan.“Enggak gus, bapakku itu orang paling sabar se Asia Tenggara.“ ucapku sambil meyakinkan Agus.Tidak lama Bapak dan Ibu datang dari Pasar.“Loh temanmu kok gak dibuatkan minum man?“ Tanya ibuku.“Iya bu, baru datang Agus.” Jawabku dengan santai.“Owalah yauda biar ibu buatkan minum dulu.” Ucap ibuku sambil masuk rumah.Aku melihat muka Agus mulai gelisah, muka hitam nya berubah menjadi Abu-abu yang menandakan kalau Agus sedang tertekan dan sebenarnya dia ke rumahku tidak sengaja karena disuruh belanja kebutuhan pertanian yang tokonya melewati rumahku. Tiba-tiba ibuku datang membawa minuman dan camilan untuk Aku dan Agus.“Bu.. aku mau kerja ke kota ya sama Agus.“ Ucapku ke ibu.“Kerja disini aja man bantu-bantu bapak ibu.“ Ibu mencoba melarangku dengan halus.Bapak tiba-tiba lewat di depan kami.“Pak aku besok mau kerja di kota sama Agus ya? “ Kali ini aku bertanya.“Kerja apa gus ?“ Tanya bapak ke Agus.“A.. a.. anu pak itu loh pak.. kerja ini.." Jawab Agus terbata - bata seperti orang tidak siap bicara.“Kerja dimana gus…?“ Tanya bapaku antusias.“Di.. di.. di kantoran pak…” Jawab agus singkat.“Owalah yaudah kalau emang udah tahu tujuannya ya berangkat aja tidak apa - apa, bapak kasih izin.” Ucap bapak dengan senyuman.“Hehehe.. i.. iya pak ada..“ Jawab Agus dengan muka kurang pinternya.Bapak dan ibu kembali masuk, sepertinya ada perdebatan di antara mereka, tapi bagiku tidak ada masalah yang terpenting Bapak sudah kasih izin menurutku.“Gus sabtu besok jemput aku ya kita berangkat ke kota!“ Ucapku dengan semangat.“Hah kamu serius man? Aku tadi cuma bercanda man !“ Jawab Agus dengan muka bingung.“Sudah pokoknya kita sabtu berangkat ke kota kita kerja di sana, dari pada kamu di rumah tidak ada kerjaan kan.” Kali ini aku yang mencoba meyakinkan Agus.“Waduh bingung aku, aku harus izin ke Bapakku dulu.“ Jawab Agus sambil beranjak pulang.Dari kejauhan aku melihat Agus berjalan sambil terus menggaruk-garuk kepalanya, aku berfikir mungkin efek samping apabila Agus diajak mikir berat.Pada malam hari saat makan Bapak dan ibu menanyakan lagi terkait niatku untuk kerja ke kota dan aku meyakinkan lagi bahwa niatku sangat tinggi untuk bekerja dan akhirnya Bapak ibuku memberikanku izin untuk bekerja ke kota dengan syarat bersama Agus tentunya.Besok adalah hari dimana aku akan memulai petualangan baru. Aku bersama Agus akan pergi ke Kota Malang. Sebenarnya aku juga masih tinggal di Malang hanya saja aku tinggal di Kabupaten Malang di mana apabila ingin ke kota harus menempuh perjalanan kurang lebih 3 sampai 4 jam menggunakan sepeda motor. Malam hari sebelum berangkat, aku datang ke rumah Agus untuk memastikan persiapan dia untuk besok. Dari kejauhan aku sudah melihat Agus duduk di teras rumahnya.“Woiii… Gus gimana?” Teriakku dari kejauhan yang membuat Agus kaget.“Hah… gimana apanya?” Jawab Agus sambil memegang dadanya karena terkejut.“Kita kan besok berangkat ke kota Gus!” Jawabku sangat antusias.“Waduh.. Aku gak bisa ikut man, aku gak mungkin dapat izin dari bapakku. Tahu sendiri kan aku harus bantu rawat ternak sama sawahnya bapak.” Jawab Agus sambil gelisah.“Coba izin dulu lah Gus, masak belum dicoba udah gak b
Sabtu pagi dengan persiapan yang sudah lengkap, aku datang kerumah Agus. Tidak lupa aku berpamitan kepada orang tuaku.“Pak.. bu.. aku berangkat ya..” Ucapku sambil mencium tangan kedua orang tuaku.Mata ibuku terlihat berkaca-kaca, sedangkan ayahku biasa saja tapi yang menyebalkan adalah kedua adikku yang tidak peduli. Mereka lebih memilih asik bermain.“Iya man jaga diri di tempat orang, semoga sukses..” Jawab Bapakku.“Iya lee.. makan yang banyak, jangan tidur terlalu malam, kalau uangmu habis kabari..” Ucap Ibuku sedih.Aku berangkat menjemput Agus. Tampak dari kejauhan tidak terlihat Agus dan pintu rumahnya tertutup rapat.“Assalamuallaikum.. Guss.. Aguuss…” Teriakku di depan pintunya.“Wallaikumsallam Iya tunggu..” Terdengar suara Ibu Agus dari dalam.“Owalah giman… duduk man, Agus masih tidur, biar ibu bangunin dulu.” Ucap Ibu Agus sambil menuju kamar.
Aku mengajak Agus berkeliling kota Malang, mulai melihat tugu kota Malang, Alun-alun kota sampai tempat perbelanjaan. Dia terlihat takjub dengan keramain kota Malang karena dikampung kita kegiatan yang membuat ramai adalah hajatan tetangga atau pemilihan kepala desa, itupun tidak seperti di Kota yang hampir setiap waktu pasti ramai dengan aktivitas orang.“Man.. Kita mau kemana setelah ini?” Tanya Agus.“Kita ketemenku aja ya Gus..” Jawabku singkat.“Siapa Man? Kamu gak ada saudara di Malang?” Tanya Agus.“Ada Gus tapi jangan kesana, nanti kita tidak bisa bebas main.” Jawabku sambil memperhatikan jalan.“Oh.. iya.. ya..” Ucap Agus singkat.Rencananya aku akan ajak ketempat temanku yang aku kenal saat tes beberapa bulan yang lalu, namanya adalah devi kebetulan dia sangat beruntung bisa diterima dan berhasil masuk ke Universitas Negeri Malang atau biasa disingkat UM dengan jalur bidik misi. Aku s
Gemuruh kenalpot sepedah motor membangunkan tidurku di pagi hari, hati cukup jengkel kenapa ada orang yang menyalakan motor sekencang ini, aku mencoba membuka dan baru tersadar bahwa ternyata aku tidur tidak dikamarku yang dikampung, dimana jarak jalan yang biasa dilewati kendaraan bermotor hampir 100 meter lebih jadi suara kenalpot sekeras apapun tidak akan membangunkan aku, kecuali temanku sendiri, sedangkan disini tepat dijendela yang jaraknya hanya 3 meter sudah lalu-lalang motor berjalan.Aku bangun dan mencari Agus, karena saat aku periksa diseluruh ruangan kos tidak aku temukan panampakan Agus. Akhirnya aku pergi mandi, yang keren dari kos ku ini dia pakai shower jadi aku berasa hujan-hujanan apabila mandi, tidak seperti dikampung yang harus menimba air dulu untuk mandi. Setelah aku selesai mandi aku bersiap untuk keluar mencari sarapan, sepertinya tidak terlalu jauh karena kemaren aku melihat sepanjang jalan banyak warung berjejer jadi aku memutuskan tidak mengunci ka
Seminggu sudah aku bersama Agus di kota Malang menjadi pengganguran ditempat orang, aku belum mendapatkan pekerjaan dan Agus juga sama belum mendapatkan pekerjaan, tapi Agus masih beruntung dia mendapatkan Devi dan dia ke Malang sejatinya tidak untuk mencari pekerjaan. Hampir setiap hari Agus dan Devi keluar bareng, entah itu pergi jauh atau hanya sekedar mencari makan disekitar kos.Ternyata mencari pekerjaan dikota tidak semudah yang aku bayangkan, semua harus bener-bener butuh proses dan perjuangan lebih, tidak seperti dikampungku yang banyak banget pekerjaan, bahkan orang-orang yang sudah berumur masih bisa mendapat pekerjaan, namun memang hasilnya tidak sebanyak dikota karena memang biaya hidup didesa sangat murah.Mencari, mencari dan mencari, tiba-tiba aku mendapatkan informasi lowongan pekerjaan yang aku pikir sesuai denganku, yaitu lulusan SMA/SMK mau bekerja keras dan memiliki cita-cita yang tinggi, dilamaran tersebut tertulis nominal gajinya yaitu 8 sampai 10 ju
Sudah hampir 1 bulan aku di Kota Malang bersama Agus, aku merasa tidak ada perubahan yang berarti dalam hidupku. Bangun siang, makan, rebahan, keluyuran atau nongkrong sampai larut malam, kegiatan itu yang lebih sering aku lakukan dengan Agus dan beberapa teman-temanku satu kos. Aku sudah mengenal hampir seluruh penghuni kos ini yang mayoritas adalah mahasiswa dan hanya aku dan Agus yang pengangguran. Jujur sebagai anak muda aku sangat menikmati kegiatan ini, apa lagi Agus dia sangat senang sampai-sampai setiap disuruh pulang bapak ibunya dikampung pasti ada saja alasan dia agar tidak pulang.Seperti malam-malam sebelumnya , aku menghabiskan waktu diwarung kopi dengan Agus karena hampir setiap hari ngopi, sampai-sampai aku punya tempat nonkrong langganan disini. Disini kita bisa nongkrong 24 jam kalau mau, bahkan kata pegawai café banyak yang sampai ketiduran disini.Berbeda dengan dikampungku, warung kopi paling ramai dari pagi sampai sore atau maksimal
Pagiku terbangun karena suara Agus yang cukup keras, dia sedang ditelephone oleh orang tuanya karena disuruh pulang.“Agus belum bisa pulang bu,” ucap Agus ditelephone.“Aku keterima kerja di Malang bulan ini bu,” alasan Agus ke ibunya.Aku terbangun dan langsung beranjak ke kamar mandi dan tidak mendengarkan lagi apa yang Agus bicarakan, melakukan aktivitas yang sama dipagi hari, yaitu bangun, mandi, makan dan rebahan sampai tiba sore hari waktunya bekerja.“Kenapa Gus kok ibumu telephone pagi-pagi?” tanyaku sambil mengusap rambut setelah mandi.“Iya Man aku disuruh pulang,” jawab Agus dengan bingung.“Yaa pulang Gus, udah lebih dari 1 bulan kamu gak pulang, kamu juga izinya dulu cuma 3 hari,” jawabku dengan santai.“Haduh.. gimana ya man, udah betah di sini,” jawab Agus cengengesan.Agus ke Kota Malang hanya bermodal 3 pasang baju & celana karena niat dia yang
“Mannn.. bangun Maaaann, menurutmu ini bagus gak?” tanya Agus membangunkan tidurku.“Apa sih Gus masih pagi berisik banget,” jawabku dengan jengkel.“Pagi apa Man..!!! Udah sore ini!!!” balas Agus dengan nyolot.Aku melihat jam dinding dan ternyata memang sudah sekitar jam 3 sore, tidurku benar-benar pulas hari ini. Mungkin karena terlalu lelah, semalam warung bener-bener ramai sampai tidak sempat untuk duduk. Agus membangunkan aku dengan menujukan kotak kecil yang aku sendiri tidak begitu jelas apa itu.“Apa itu Gus?” tanyaku ke Agus.“Lihat Man, ini cicin buat Devi,” jawab Agus sambil menujukan cicin emas yang dia bawa.“Hahh.. Emas asli Gus?” tanyaku dengan ragu.“Iya dong Man tapi Cuma 2 gram,” jawab Agus dengan bangga.“Serius Gus mau ngasi itu?” tanyaku dengan tegas ke Agus.“Iya Man, doain aku diterima ya nanti,” jawab
“Ayo Gim balik,” ucap Vina memecah keheningan.“Oh iyaaa,” jawabku singkat.Suasana memang seperti berbeda saat aku dan Vina beranjak pulang, seolah udara semakin dingin dan cahaya lampu kota yang semakin redup. Mungkin karena perjalanan kali ini kami lalui tanpa ada canda dan tanpa ada tutur kata yang terucap, yang menemani perjalan pulang hanya keheningan dan suara angin malam yang tidak seindah biasanya.“Vin Maaf ya,” ucapku ketika sampai dikos Vina.“Udah gak apa-apa, santai aja. Oh iya aku masuk dulu ya Gim, thanks untuk hari ini,” jawab Vina sembari masuk membuka pagar kosnya.Hmmm.. sepertinya tidak ada yang sedang baik-baik saja dalam keadaan sekarang yang sepertinya serba salah, aku sedang berfikir bagaimana caranya supaya dapat memperbaiki hubunganku dengan Vina yang sepertinya bermasalah.Sepanjang jalan menuju pulang aku mencoba berfikir bagaimana cara memperbaiki hubungan, sampai ditengah p
Selang satu hari setelah aku dan Vina membuat kesepakatan untuk membantu Ezza tanpa sengaja aku melihat Vina sedang asik ngobrol dengan Andhini cewek incaran Ezza, dari jauh aku melihat mereka cukup akrab entah bagaimana cara Vina mendekati Andhini tapi yang terlihat didepan mataku seolah tidak ada rasa kaku dari obrolan mereka berdua.“Giiimmm…,” teriak Vina yang mengetahui kehadiranku.“Siniii Gim,” ucap Vina sembari mengayunkan tanganya.Aku hanya tersenyum dan menganggukkan kepala sembari berjalan mendekati Vina dan Andhini di lorong kampus.“Kenalin Gim ini temenku,” ucap Vina sembari menarik tanganku.“Ohh.. iy.. iya Vin,” jawabku dengan terkejut karena semudah itu Vina menyuruh aku untuk kenalan dengan Andhini.“Andhini kak,” ucap Andhini sembari menjulurkan tangan kearah aku.“Gim.. Gimman,” jawabku dengan gugup karena jujur ketika melihat And
Dua hari telah berlalu setelah semua yang aku perintahkan ke Ezza, dia datang lagi menghampiriku sembari menceritakan semua informasi yang dia dapat tentang cewek yang dia suka.Cewek malang yang di sukai oleh Ezza itu bernama Andhini Natasya Putri Purnomo dia adalah mahasiswi baru jurusan management bisnis dia berasal dari Kalimantan Utara tempatnya dari Nunukan, Adhini adalah anak pertama dari lima bersaudara, ayahnya adalah seorang penguasaha dan ibunya adalah ibu rumah tangga. Bahkan Ezza juga menceritakan tanggal lahir Andhini lengkap dengan tanggal lahir keluarganya beserta alamat keluarga Andhini tinggal sesuai dengan catatan yang dia bawa.“Wahhhh keren kamu Za bisa tahu sedetail itu,” ucapku memuji data observasi Ezza yang sangat lengkap.“Hehehehe, ini sih gampang Man,” jawab Ezza sembari memegang kerah bajunya.“Eh kamu tahu makanan kesukaan dia gak?” tanyaku dengan antusias.“Enggak,” jawab Ezza
Melihat dari jauh cewek incaran Ezza membuat aku merasa pesimis dan merasa Ezza adalah cowok yang tidak tahu diri karena selera cewek dia yang terlampau tinggi. Cewek incaran Ezza memiliki paras cantik, modis dan terlihat selalu ceria berbanding terbalik dengan Ezza yang cupu, pemalu dan lebih sering murung.“Man giamana bajuku bagus gak?” tiba-tiba Ezza datang di hadapanku dengan baju anehnya.“Hahhh.., Oh Bagus Za,” jawabku dengan singkat.“Gimana Man?” tanya Ezza lagi dengan antusias.“Gimana apanya?” jawabku pura-pura bodoh.“Apa tugas awalku untuk deketin dia?” tanya Ezza dengan percaya diri.Sial sekali, kenapa aku merasa tertekan dengan semangat Ezza untuk punya pacar. Membuat aku harus berfikir bagaimana solusianya supaya Ezza tidak kecewa ke dua kalinya.“Nanti dulu deh Za aku masih cari strategi,” jawabku memasang muka serius.“Oh gitu, oke deh Man kalau
“Gim kamu bisa temenin aku beli baju?”“Gim kamu mau gak nemenin aku cari kado?”“Gim malam ini nongkrong yuk?”“Gim ayo nanti makan malam bareng?”“Gim sibuk gak? Aku bosen,”Itu adalah beberapa contoh ucapan yang semakin sering aku dengar dari mulut Vina dan yang aneh adalah aku mulai menikmati moment itu dan sama sekali tidak merasa keberatan akan hal itu.Sore hari saat aku sedang duduk santai dikedai kopi depan kampus, Vina datang dengan mobilnya dan dia berhenti tepat didepan gerbang kampus. Setelah aku melihat Vina keluar dan ternyata dia keluar dari bangku penumpang, suara gaduh bisikan teman-teman yang ada disekitarku membuat aku kurang begitu fokus tapi sekilas aku lihat mobil Vina dikemudikan oleh seorang cewek, karena perawakanya yang putih dan berambut panjang.Untunglah yang memakai mobil Vina bukan cowok, sehingga membuat mentalku masih tetap terjaga untuk sedikit berharap d
Semenjak aku meminjam uang Vina hubungan kami semakin dekat, aku merasa harus terus bersikap baik dengan Vina supaya tidak di anggap orang yang tidak tahu balas budi. Meskipun sebelumnya aku juga baik dengan Vina, tapi setelah kebaikan Vina aku merasa harus lebih baik lagi.Beberapa hari ini aku semakin sering di ajak keluar oleh Vina entah hanya sekedar makan atau nongkrong sampai larut malam, aku tidak tahu alasan Vina yang semakin sering mengajak aku untuk keluar. Antara dia tahu aku tidak akan menolak ajakanya karena aku punya hutang atau memang tidak ada pilihan lain selain aku.“Gim nanti kamu kuliah sampai jam berapa?” tanya Vina ketika kami bertemu diparkiran kampus.“Hmmm.. cuma sampai jam enam sore aja Vin, kenapa?” jawabku sembari bertanya balik.“Ayo nanti sore kita nonton,” ajak Vina dengan antusias.“Haahh.. nanti?” tanyaku memastikan.“Iya nanti malam, bisa ya?” jawab Vina dengan
Hari demi hari mulai berlalu, aku masih belum mendapatkan tambahan uang satu juta untuk biaya semesteran kuliah aku. Kepala sudah mulai semakin tegang lagi karena waktu yang semakin terbatas, ada satu solusi yang sepertinya akan aku pakai. Tapi mungkin solusi ini cukup beresiko, aku berencana meminjam uang perusahaan untuk tambahan uang semesteran, mungkin ini sangat beresiko tapi bagaimana lagi aku sudah tidak punya solusi lagi untuk mencari dana tambahan.Ketika pimpinan datang aku mencoba mengawasi raut wajahnya, apakah sedang dalam kondisi senang atau dalam kondisi yang kurang baik. Setelah aku perhatikan seharian ini sepertinya pimpinan dalam kondisi kurang baik karena tidak ada senyum sama sekali sepanjang hari, sehingga aku memutuskan untuk mengurungkan niatku berbicara hari ini.Dikampus teman-temanku sibuk dan mengeluh masalah tugas dan pembelajaran sedangkan aku masih harus sibuk dengan bayar kuliah, tapi beruntungnya aku punya teman-teman yang sangat paham denga
Sore ini aku menunggu jam kuliah dengan Vina dikantin kampus, entah kenapa memang beberapa jadwal kami sering bersama.“Man kamu punya pacar?” tanya Vina tiba-tiba kepadaku.“Enggak, kenapa?” jawabku sembari bertanya balik.“Oh.. enggak apa-apa,” ucap Vina singkat.Iya aku dan Vina semakin hari memang semakin dekat, aku tidak tahu apakah ini proses pendekatan atau memang proses pertemanan kami yang seperti ini. Aku merasa memang Vina menaruh rasa denganku, salah satunya selain seringnya kami chat bersama sampai larut malam Vina juga tidak pernah nolak kalau aku ajak keluar, entah hanya nongkrong tidak jelas atau berhubungan dengan dunia model. Beberapa temanku sampai penasarana dengan hubungan aku dan Vina, temanku Ryan pernah bertanya tentang hubungan kami.“Kamu beneran gak ada hubungan apa-apa sama Vina?” tanya Ryan saat kami nongrkong berdua.“Hmmm enggak ada,” jawabku singkat.“
Aku mulai menjalani dunia baruku di dunia model, tapi kehidupanku yang lain masih sama tentang pekerjaan dan kuliah tidak pernah tergantikan. Yang sedikit berbeda adalah aku sekarang ke kampus dengan motor sport yang gagah berbeda dengan bulan lalu aku datang ke kampus dengan motor tuaku. Aku sangat bangga dengan motor yang baru aku beli, bukan hanya karena model yang bagus tapi juga motor ini aku beli dari jerih payahku. Ehhh.. tapi tunggu dulu, motor ini belum lunas, bahkan aku belum mengawali cicilan pertama, jadi mungkin motor ini belum sepenuhnya menjadi miliki. Jadi aku ganti alasanku bangga adalah karena motor ini keren dan cocok dengan apa yang aku mau, aku merasa hampir setiap perjalanan cewek-cewek melihatku dengan motor baru dengan rasa kagum. Entah itu kenyataan atau hanya aku saja yang terlalu percaya diri, tapi aku mulai menikmati semua itu. Heheheh.. Setiap hari aku cuci motorku sampai tidak ada noda tersisa, kotor sedikit langsung aku bersihkan bahkan hampir se