Share

Alkisah

Sabtu pagi dengan persiapan yang sudah lengkap, aku datang kerumah Agus. Tidak lupa aku berpamitan kepada orang tuaku.

“Pak.. bu.. aku berangkat ya..” Ucapku sambil mencium tangan kedua orang tuaku.

Mata ibuku terlihat berkaca-kaca, sedangkan ayahku biasa saja tapi yang menyebalkan adalah kedua adikku yang tidak peduli. Mereka lebih memilih asik bermain.

“Iya man jaga diri di tempat orang, semoga sukses..” Jawab Bapakku.

“Iya lee.. makan yang banyak, jangan tidur terlalu malam, kalau uangmu habis kabari..” Ucap Ibuku sedih.

Aku berangkat menjemput Agus. Tampak dari kejauhan tidak terlihat Agus dan pintu rumahnya tertutup rapat.

“Assalamuallaikum.. Guss.. Aguuss…” Teriakku di depan pintunya.

“Wallaikumsallam Iya tunggu..” Terdengar suara Ibu Agus dari dalam.

“Owalah giman… duduk man, Agus masih tidur, biar ibu bangunin dulu.” Ucap Ibu Agus sambil menuju kamar.

“Oh iya Bu.. Maturnuwun (Terimakasih)” Jawabku singkat.

Selang beberapa menit Agus keluar dari kamar dengan wajah kusamnya.

���Ada apa man?” Tanya Agus dengan santainya.

“Ada apa apanya?” Tanyaku balik.

“Kamu kesini pagi-pagi ngapain man?” Tanya dia dengan judes.

“Lah.. Gus kita kan udah janjian mau ke kota..!!!!” Jawabku kaget.

“Astaghfirullah man, aku lupa..” Jawab Agus kaget.

“Heh. Man kamu serius? Aku gak boleh sama bapakku man..” Ucap Agus mulai panik.

“Aku udah izin ke bapak ibuku Gus. Semua baju dan barang-barangku sudah di tas ini, masak iya aku harus balik..” Jawabku meyakinkan Agus.

Kami berdua mulai gelisah berfikir untuk mendapatkan jalan tengahnya.

“Man kamu berangkat sendiri aja ya..” Ucap Agus seolah-olah itu solusi.

“Gak bisa Gus…” Jawabku singkat.

“Hallah masak gak berani man, udah gede juga..” Ucap Agus.

“Bukan masalah berani apa enggak Gus. Aku kan izin berangkatnya sama kamu. Kalau aku berangkat sendiri berarti aku bohong sama orang tuaku..” Jawabku dengan raut sedih.

“Owalah gitu ya..” Ucap Agus sambil terlihat berfikir, meskipun aku tidak yakin dia bisa berfikir.

Di tengah-tengah kami berfikir agar bisa berangkat tiba-tiba Ibu Agus membawakan kami kopi dan pisang goreng.

“Dimakan dulu le..” Ucap Ibu Agus sambil menyajikan makanan.

“Man makan dulu man, biar bisa mikir..” Sahut Agus dengan pisang goreng ditangannya.

“Mikir apa kalian le?” Tanya Ibu Agus tiba-tiba.

“Ini Bu Giman mau ngajak aku ke kota buat kerja..” Jawab Agus sambil mengunyah.

“Hehehe..” Responku hanya cengengesan saja sambil membatin “Sial Agus balas dendam ini..”

“Owalah man.. Agus sudah ada kerjaan di rumah. Nanti kalau Agus pergi bapaknya kerepotan man. Tahu sendiri bapak sama ibu juga sudah tua man.” Ucap Ibu Agus dengan nada memelas dan di situ aku melihat muka Agus sangat tengil.

“Tidak ngajak kerja kok bu.. cuma minta anter aja bu. Agus kemaren janji mau nganter ke kota, soalnya kalau tidak sama Agus bapak ibuku tidak kasih izin..” Ucapku ikut memelas.

“Owalah gitu, yaudah Gus anterin Giman dulu ke kota. Kamu ini udah janji kok malah gak mau nepatin Gus..” Ucap ibu Agus berbalik menyuruh Agus.

“Hhaahh? Iya Bu…” Jawab Agus singkat.

Agus sejatinya anak yang sangat berbakti kepada orang tuanya. Semua perintah bapak ibunya pasti akan dituruti apalagi ibunya. Aku cukup kenal dekat dengan Ibu Agus. Karena dulu saat SMP sering minta makan, minta tolong ambilkan rapot bahkan kalau ada masalah di sekolah yang ku jadikan orang tua angkatku pasti Ibu Agus. Karena memang beliau orang yang sangat sabar dan mengayomi. Karena kalau orang tuaku sampai tahu tentang masalahku di sekolah pasti sudah habis babak belur aku dipukuli bapakku. 

Aku menunggu hampir 1 jam hanya untuk menunggu Agus siap-siap. Karena ternyata dia belum memiliki persiapan apapun dari kemaren. Dia masih tidak yakin akan keseriusanku untuk cari kerja ke kota. Aku menunggu sambil dengerin cerita Ibu Agus tentang keluarganya bahkan, kisah-kisah masa lalu mereka. Satu jam aku ngobrol sama ibu Agus, aku sudah tahu silsilah keluarga Agus. Mungkin kalau aku ngobrol 2 atau 3 jam lagi aku bakal diangkat jadi anak.

 Beberapa saat kemudian, Agus keluar dengan membawa tas kecil.

“Ayo Man..” Ajak Agus semangat.

“Sudah gus bawa itu aja..?” Tanyaku.

“Iya Man kan aku Cuma 2 atau 3 hari aja di Malang.” Jawab Agus.

“Bu.. aku berangkat dulu nganter Giman ke kota. Selasa atau Rabu aku pulang, pamitin ke bapak ya bu..” Agus berpamitan kepada Ibunya disusul aku yang ikut pamit sembari cium tangan Ibunya kebetulan saat itu bapak Agus sedang berada di sawah.

“Iya le.. hati-hati di jalan. Semoga Giman dapat kerjaan yang bagus..” Ucap Ibu Agus mendoakan.

“Amiiiinn..” Jawabku sama Agus.

Kami berangkat menggunakan motor. Perjalanan kami membutuhkan waktu kurang lebih 4 jam itu juga paling cepet. Karena di kampung kami tidak ada transpotasi umum, ada juga hanya ojek. Di mana dari pangkalan ojek ke kampung kurang lebih 5 km. Aku tidak bertanya ke Agus nanti pulangnya pakai apa setelah mengantarku. Karena kami berangkat menggunakan motorku. Aku takut nanti ketika aku tanya dia berubah pikiran setelah tahu dia harus pulang sendiri. Di sepanjang perjalanan kami ngobrol banyak hal. Mulai dari bola sampai tentang Sari. Tentu yang paling banyak adalah tentang Sari karena rumah Agus dan Sari hanya berjarak kurang lebih 300 meter. Jadi pasti Agus tahu banyak tentang dia. Agus adalah satu-satunya teman yang aku ceritakan tentang Sari. Karena rumah dia yang dekat, dan Agus juga bukan tipe orang yang suka membully tapi sebaliknya dia selalu jadi bahan bullying

“Gimana ya Gus kabar Sari?" Tanyaku mengawali membahas Sari.

“Katanya dia kuliah di Universitas brawijaya Man?” Jawab Agus singkat.

“UB kan mahal ya Gus?” Tanyaku.

“Gak tau Man..” Jawab Agus.

“Mungkin dia ikut beasiswa ya Gus..??” Tanyaku lagi.

“Gak tau Man..” Agus mengulang jawaban yang sama.

“Kalau bayar mandiri juga bisa ya? Kan Pak Rois pegawai negeri.” Jawabku sendiri.

“Gak tau Man..” Agus mengulang jawaban yang sama lagi.

Agus sama sekali tidak paham tentang kuliah. Yang dia tahu kalau kuliah nanti bakal mikir lagi, belajar lagi dan keluar biaya lagi.

“Semua gak tau! Taumu apa Gus!!!” Ucapku sewot.

“Sari semakin cantik Man.. Hehehe.” Jawab Agus cengengesan.

“Hehehe.. iya Gus, aku juga mikir gitu.” Sahutku.

“Tahu dari mana kamu Man?” Tanya Agus penasaran, karena sudah hampir 4 bulan setelah lulus dia tahu kalau aku tidak pernah ketemu dengan Sari.

“Kisahnya mungkin sudah pergi, orangnya juga sudah berlari, tapi bayangannya masih di hati Gus..” Jawabku dengan yakin.

“Massook Mannn..!!! Heh.. Maann apa gara-gara Sari kamu mau kuliah?” Tanya Agus sangat antusias.

“Bisa jadi Gus, Hehehe..” Jawabku sedikit malu.

“Owalah bocah bodoh man.. man.. aneh.. aneh aja..” Ucap Agus sambil memukul helm yang aku pakai.

Tidak ada yang tahu memang ada Sari di balik alasanku untuk kuliah. Hanya Agus saja yang tahu, itupun tidak sepenuhnya benar. Untuk sekarang aku sudah mulai berfikir lain, tidak hanya sekedar karena ingin menujukkan ke guruku dan Sari, tapi karena aku ingin memiliki pengalaman yang berbeda dari keluargaku. Aku ingin memiliki wawasan yang berbeda dari keluargaku.

Setelah hampir 4 jam kita melakukan perjalanan, akhirnya kami sampai di kota Malang. Terakhir aku datang ke Malang 3 bulan yang lalu untuk ikut tes beasiswa kuliah. Aku terpaksa bolak-balik pulang pergi karena ingin ikut tes kuliah sedangkan saat itu aku pamit ke orang tuaku untuk pergi bermain, jadi tidak memungkinkan untuk aku menginap. Sedangkan untuk Agus terakhir ke Malang adalah 3 tahun yang lalu sehingga dia sedikit terkejut dengan perubahan pembangunan Kota Malang yang cukup pesat. Terlihat dari kaca spion motorku, dia terlihat tengak-tengok saja dengan keramaian dan kemacetan Kota Malang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status