Seminggu sudah aku bersama Agus di kota Malang menjadi pengganguran ditempat orang, aku belum mendapatkan pekerjaan dan Agus juga sama belum mendapatkan pekerjaan, tapi Agus masih beruntung dia mendapatkan Devi dan dia ke Malang sejatinya tidak untuk mencari pekerjaan. Hampir setiap hari Agus dan Devi keluar bareng, entah itu pergi jauh atau hanya sekedar mencari makan disekitar kos.
Ternyata mencari pekerjaan dikota tidak semudah yang aku bayangkan, semua harus bener-bener butuh proses dan perjuangan lebih, tidak seperti dikampungku yang banyak banget pekerjaan, bahkan orang-orang yang sudah berumur masih bisa mendapat pekerjaan, namun memang hasilnya tidak sebanyak dikota karena memang biaya hidup didesa sangat murah.Mencari, mencari dan mencari, tiba-tiba aku mendapatkan informasi lowongan pekerjaan yang aku pikir sesuai denganku, yaitu lulusan SMA/SMK mau bekerja keras dan memiliki cita-cita yang tinggi, dilamaran tersebut tertulis nominal gajinya yaitu 8 sampai 10 juta sebulan.“Waah.. Banyak banget gajinya.” Batinku dengan kaget, karena dikampungku orang kerja sebulan hanya dibayar 1 juta saja.Tanpa berfikir panjang akhirnya aku memutuskan untuk menghubungi nomor tersebut, dari obrolan telephone aku langsung diberikan alamat kantornya, aku disarankan untuk segera datang interview agar kesempatanku untuk mendapat pekerjaan tersebut semakin besar.Aku langsung mempersiapkan diriku sebaik mungkin, saat aku mengeluarkan motorku dari garasi tiba-tiba Agus datang.“Mau kemana Man?” Tanya Agus sambil membawa bungkusan nasi.“Interview kerja.” Jawabku singkat, karena sambil terburu-buru.“Lah aku gak kamu ajak kerja Man?” Tanya Agus lagi.“Besok aja aku bantu cari, kalau aku sudah keterima dikantor ini Gus.” Jawabku sambil beranjak pergi.Aku sangat antusias dengan pekerjaan ini meskipun aku tidak tahu pekerjaanya apa, yang terpenting gajinya besar. Aku berputar-putar mencari alamat kantornya, sampai akhirnya aku menemukan lokasi rumah yang sesuai dengan alamat kantornya, aku sedikit ragu apakah kantornya benar rumah ini didepan teras nampak motor berjejer cukup banyak. Aku mencoba bertanya kerumah itu.“Permisi apa benar ini kantor Cengkraman Abadi?” Tanyaku sedikit ragu.“Oh.. iya pak, silahkan.” Jawab beberapa anak muda yang sepertinya seumuran denganku.“Saya mau ketemu Pak Anton ada?” Tanyaku lagi.“Oh.. Master Anton, tunggu sebentar, habis ini pasti datang. Masuk dulu pak, tunggu didalam..” Jawab mereka sangat ramah.Aku disana bersama anak-anak muda yang seumuran denganku, tapi yang membuat berbeda adalah penampilan mereka yang sangat formal dan cara bicara mereka yang cukup tertata dengan baik. Mereka berbicara tentang banya hal, dan hampir semua yang mereka bicarakan aku tidak paham sama sekali. Hampir 30 menit aku menunggu disana tanpa banyak komunikasi, hanya sebatas pendengar saja, akhirnya Pak Anton datang, beliau datang dengan menggunakan motor bebek dengan tampilan yang formal berdasi.“Selamat siang semuanya?” Sapa Pak Anton ke kami semua.“Siang master…!!!” Jawab teman-teman yang lain dengan semangat.Pak Anton masuk ke sebuah ruangan dan kami disuruh masuk keruang tamu mereka, ruang tamu yang tidak terlalu besar hanya papan tulis putih saja ruangan ini, sembari aku kembali menunggu, aku mulai berfikir pekerjaan apa yang nanti akan ditawarkan ke aku ya.“Hallo temen-teman suksesku.. Salam sukses!!!” Sapa Pak Anton dengan tangan mengepal diatas.“Salam sukses..!!! Kami akan suksesss..!!!” Tiba-tiba orang-orang disekitarku berteriak dengan sangat ramai dan meriah, teriakan mereka cukup membuatku takut, karena terakhir aku mendengar teriakan semeriah itu saat warga dikampungku berhasil menangkap pencuri sapi.“Kurang keras suaranya!!! Calon orang sukses harus kuat!!!” Teriak Pak Anton dengan semangat.“Salam sukses..!!! Kami akan suksesss..!!!” Orang-orang disekitarku berteriak lagi dengan lebih semangat dan aku hanya diam saja melihat itu.“Bapak yang dipojok pakai baju merah..” Ucap Pak Anton tiba-tiba sambil menunjuku.“Hah.. Saa.. saya??” Tanyaku sambil menunjuk diri sendiri.“Iya Bapak, Mana suara suksesnya???” Tanya Pak Anton sambil menyuruhku.“Sa.. saa. salam sukses..!!! Kami akan suu..suksesss..!!!” Jawabku dengan datar.“Kurang semangat bapak!!! Lebih keras lagi!!!” Seru Pak Anton sambil menghampiriku.“Salam sukses..!!! Kami akan suksesss..!!!” Jawabku sambil berteriak kencang sambil melempar botol ke wajah Pak Anton. (Eh.. yang melempar botol itu hanya imajinasiku saja.)Setelah Pak Anton cukup puas dengan jawabanku, kali ini dia mengajak kami untuk menyanyikan lagu wajib mereka, seperti Indonesia raya tapi versi mereka.“Cengkraman abadi.. jayalah… dinegeri.. pertiwi… …. …. Kami… akan.. memberi.. bukti bukan janji… ….. sukses kami… tidak hanya untuk negeri tapi juga untuk seluruh penduduk bumi… jayalah cengkraman abadi..” Kurang lebih liriknya seperti itu, sambil berdiri kami bernyanyi dan bertepuk tangan.Setelah menyanyikan lagu, Pak Anton mulai bercerita bagaimana caranya menjadi orang sukses, dia menceritakan kisahnya-kisahnya hingga dia menjadi orang sukses dengan pendapatan setiap bulan hampir 10 juta. Cerita itu membuatku sangat antusias mendengarkan setiap apa yang disampaikan Pak Anton, sampai pada akhirnya Pak Anton memberi tahu kami rahasia agar mendapatkan penghasilan sebanyak itu, hampir 30 menit Pak Anton menjelakan bagaimana cara bisa sukses, selama itu juga aku tidak paham dengan yang Pak Anton jelaskan, aku hanya bisa menangkap bahwa Pak Anton memiliki sebuah produk kesehatan dan produk itu bisa kita konsumsi atau kita jual, kita juga bisa mengajak teman kita untuk bergabung dengan bisnis ini dan kita akan mendapat uang 500 ribu dari uang rekrutan temen kita. Aaahh.. aku juga bingung gimana cara menjelaskan dan memahaminya, aku ingin sekali bertanya tapi malu terlihat bodoh diantara yang lainya, karena yang lain semua terlihat paham dan mengerti.Setelah hampir 4 jam aku berada ditempat itu, aku memutuskan kembali ke kos, Pak Anton menyuruh aku kembali datang ketempat ini besok dengan mengajak beberapa teman bergabung dibisnis ini, disepanjang perjalanan aku berfikir keras tentang apa yang dijelaskan Pak Anton dengan harapan aku segera paham.Sampai dikos aku langsung menceritakan semua kegiatanku ke Agus, aku bercerita bahwa aku akan mendapat pekerjaan apabila aku mengajak teman ke tempat itu, aku jelaskan sebisaku ke Agus dan respon Agus sesuai dengan bayanganku yaitu dia tidak paham sama sekali penjelasanku, sampai akhirnya aku menerangkan ke 3 kalinya ke Agus.“Gimana Gus paham?” Tanyaku antusias ke Agus.“Enggak Man?” Jawab Agus dengan tatapan kosong, terlihat jelas Agus berusaha memahami tapi takdir berkata lain, kecerdasan dasarnya sudah jauh terkubur. “Yaudah Gus besok ikut aku aja.” Ucapku sedikit gemas.Pagi hari aku dan Agus berangkat ke kantor Cengkraman Abadi, pakaian kami sudah cukup formal hanya kurang dasi saja. Sesampainya dikantor terkerjut dengan ramainya kondisi kantor.“Waduh.. Man rame banget ya?” Tanya Agus ke aku.“Iya Gus, gajinya aja 8 juta, pasti banyak yang mau kerja disini.” Jawabku dengan bangga.“Wahh mantap Man gajinya..” Sahut Agus sambal melihat kanan-kiri.“Gus nanti dengerin baik-baik ya apa yang dibicarakan Pak Anton?” Ucapku ke Agus.“Siiaap Man, aku sudah membawa buku ini.” Jawab Agus dengan bangga.Akhirnya Pak Anton datang dengan semangat yang sama dengan energi yang sama, hampir 2 jam Pak Anton berbicara didepan dengan kalimat yang sama seperti kemaren, aku dan Agus sama-sama fokus dengan apa yang disampaikan Pak Anton sampai kami berdua sama sekali tidak berbicara.Setelah kegiatan selesai aku mencoba bertemu dengan Pak Anton untuk menanyakan lebih jelas system kerjanya, karena dijelaskan 2 kali dengan Pak Anton masih saja aku tidak paham.“Permisi Pak?” Tanyaku ke Pak Anton dengan canggung.“Iya Bapak, ada yang bisa saya bantu?” Jawab Pak Agus dengan semangat, aku curiga dia setiap pagi sarapan baterai, karena selalu semangat tidak mengenal lemas.“Saya Wagiman..” Ucapku “Iya saya tahu Bapak Wagiman..” Sahut Pak Anton memotong pembicaraan.“Ini teman saya pak, Namanya Agus..” Ucapku sambal memperkenalkan Agus.“Hallo Pak Agus..” Jawab Pak Anton dengan ramah.“Gimana tadi sudah paham ya materinya? sudah siap sukses ya?” Tanya Pak Anton ke kami.Kami berdua hanya senyum dan menggangguk.“Yasudah ayo segera daftar, selagi kuotanya masih ada.” Ajak Pak Anton dengan semangat.Dalam bisnis ini aku harus membayar uang pendafataran sebilai 500 ribu, nominal yang tidak kecil bagi kami. Akhirnya aku pamit pulang dulu ke Pak Anton karena mau mengambil uang untuk daftar, kebetulan saat itu aku hanya membawa uang 100 ribu saja.Disepanjang jalan aku dan Agus membicarakan tentang apa yang disampaikan Pak Anton.“Gimana Gus paham kan tadi?” Tanyaku sambil mengendarai motor.“Enggak Man.. Hehehe..” Jawab Agus cengenggesan.“Gimana sih Gus, sudah diulang kok gak paham aja bisnisnya.” Ucapku berasa paham, meski sebenarnya aku juga tidak terlalu paham.“Bahasanya rumit banget Man…” Jawab Agus.Iya menurutku memang bahasa yang disampaikan sangat rumit, antara kami yang terlalu bodoh atau memang bahasanya yang terlalu tinggi, itu yang membuat kami bingung.Sesampainya dikos aku melihat Devi sedang diteras sedang mengerjakan tugas, melihat kami lewat Devi langsung berteriak.“Wooi Gus Man dari mana kalian? Teriak Devi.“Dari interview kerja Dev.” Sahut Agus menjawab pertanyaan Devi.Kami datang menghampiri Devi bermaksud ingin menceritakan lowongan kerja ini, kali aja dia tertarik.“Dev kamu gak pengen kerja?” Tanyaku ke Devi.“Pengen lah Man, Cuma waktunya yang gak ada..” Jawab Devi singkat.“Gajinya lumayan loh Dev, 8 juta!!!” Sahut Agus menyela obrolan kita.“Wow.. beneran 8 juta? Kerja apa?” Tanya Devi mulai antusias.“Giman yang paham Dev, aku diajak dia soalnya. Man jelasin ke Devi..” Ucap Agus sambil menunjuku.Aku mulai menjelaskan sesuai dengan apa yang aku pahami dari pembicaraan Pak Anton, hampir 15 menit aku jelasin ke Devi.“Gimana Dev paham?” Tanyaku ke Devi.“Paham Man.” Jawab Devi dengan tegas.“Mau gabung?” Tanyaku lagi.“Enggak Man..” Jawab Devi.“Kenapa Dev, cuma bayar 500 ribu bisa 8 juta Dev..” Rayuku ke Devi.“Sudah banyak bisnis kayak gitu Man dikampusku, itu multilevel marketing.” Ucap Devi.“Maksutnya apa? Penipuan?” Tanyaku antusias.“Penipuan sepertinya Man..” Sahut Agus sok tahu.“Bukan penipuan kok, cuma kerjanya harus extra tidak semudah yang diterangkan..” Jawab Devi mejelaskan.Kami berdua hanya bisa menganggukan kepala, antara tidak percaya dan tidak paham dengan ucapan Devi. “Kalau menurutku ya Man Gus jangan mau kalau sampai disuruh mengeluarkan uang untuk kerja, kita kan kerja untuk cari uang kenapa kita yang malah bayar.” Ucap Devi menasehati kita.“Dengerin Man... Bener tuh kata Devi. Aku juga bingung Dev dari tadi yang diomongin sama bos nya, muter-muter mulu..” Ucap Agus dengan belagunya, seolah-olah menyembunyikan kebodohanya.“Dev ayo besok ikut kita, ke kantornya cengkraman abadi, biar kamu tahu sendiri.” Ajaku ke Devi.“Hadduh Man, mau ngapain..” Jawab Devi menolak.“Biar kamu tahu bisnisnya, pokonya ikut aja nemenin kami, bentar aja..” Rayuku ke Devi.“Jangan paksa Devi man, kasian dia kan kuliah.” Ucap Agus yang sok membela Devi, dasar otak kosong, kesal sekali aku melihat expresi Agus yang sok perduli itu.“Yaudah ayook deh, aku temenin..” Jawab Devi mengiyakan.Besok paginya kami bertiga datang menggunakan motor, Devi dibonceng dengan Agus, dan aku sendiri. Dikantor cengkraman abadi kali ini jauh lebih ramai dari biasanya, sampai kami bertiga tidak bisa masuk dan terpaksa mendengarkan penjelasan dari Pak Anton diparkiran atau diteras.Baru saja Pak Anton mamenjelaskan 30 menit, tiba-tiba beberapa warga disekitar mendatangi kami dengan marah-marah.“Wooiii bubuar..!!! Ngapain kalian setiap hari kumpul-kumpul disini..!!! Jangan bikin rusuh dikampung sini..!!! Penipuan ini..!!!” Sahut beberapa warga yang bisa aku dengar karena terlalu gaduhnya.Kami bertiga yang kebetulan diluar ikut panik dan langsung bergegas kabur menyelamatkan diri karena takut terjadi apa-apa dengan kami. Sesampainya dirumah Devi marah-marah ke kami.“Tuh Man beneran kan bisnis itu gak bener..” Ucap Devi Emosi.“Iya Dev maaf..” Jawabku singkat.“Untung kita gak dihajar warga..” Ucap Agus mendramatisir.Meskipun aku juga tahu tidak mungkin kita akan dihajar warga, karena kita disana hanya diluar saja mendengarkan.Akhirnya aku mulai melupakan pekerjaan di cengkraman abadi yang Devi bilang bisnis multilevel marketing atau MLM, beberapa kali Pak Anton menghubungi aku menanyakan keseriusan dan memberi informasi kantor yang baru katanya.Tapi yasudahlah cukup tahu saja, bahwa mencari pekerjaan dikota tidak semuda yang ada disinetron-sinetron, dimana ada orang menolong kakek-kakek yang sedang dirampok lalu orang yang menolong diangkat menjadi anak angkat dan diberi jabatan manager perusahaan, sesederhana itu kalau disinetron.Sudah hampir 1 bulan aku di Kota Malang bersama Agus, aku merasa tidak ada perubahan yang berarti dalam hidupku. Bangun siang, makan, rebahan, keluyuran atau nongkrong sampai larut malam, kegiatan itu yang lebih sering aku lakukan dengan Agus dan beberapa teman-temanku satu kos. Aku sudah mengenal hampir seluruh penghuni kos ini yang mayoritas adalah mahasiswa dan hanya aku dan Agus yang pengangguran. Jujur sebagai anak muda aku sangat menikmati kegiatan ini, apa lagi Agus dia sangat senang sampai-sampai setiap disuruh pulang bapak ibunya dikampung pasti ada saja alasan dia agar tidak pulang.Seperti malam-malam sebelumnya , aku menghabiskan waktu diwarung kopi dengan Agus karena hampir setiap hari ngopi, sampai-sampai aku punya tempat nonkrong langganan disini. Disini kita bisa nongkrong 24 jam kalau mau, bahkan kata pegawai café banyak yang sampai ketiduran disini.Berbeda dengan dikampungku, warung kopi paling ramai dari pagi sampai sore atau maksimal
Pagiku terbangun karena suara Agus yang cukup keras, dia sedang ditelephone oleh orang tuanya karena disuruh pulang.“Agus belum bisa pulang bu,” ucap Agus ditelephone.“Aku keterima kerja di Malang bulan ini bu,” alasan Agus ke ibunya.Aku terbangun dan langsung beranjak ke kamar mandi dan tidak mendengarkan lagi apa yang Agus bicarakan, melakukan aktivitas yang sama dipagi hari, yaitu bangun, mandi, makan dan rebahan sampai tiba sore hari waktunya bekerja.“Kenapa Gus kok ibumu telephone pagi-pagi?” tanyaku sambil mengusap rambut setelah mandi.“Iya Man aku disuruh pulang,” jawab Agus dengan bingung.“Yaa pulang Gus, udah lebih dari 1 bulan kamu gak pulang, kamu juga izinya dulu cuma 3 hari,” jawabku dengan santai.“Haduh.. gimana ya man, udah betah di sini,” jawab Agus cengengesan.Agus ke Kota Malang hanya bermodal 3 pasang baju & celana karena niat dia yang
“Mannn.. bangun Maaaann, menurutmu ini bagus gak?” tanya Agus membangunkan tidurku.“Apa sih Gus masih pagi berisik banget,” jawabku dengan jengkel.“Pagi apa Man..!!! Udah sore ini!!!” balas Agus dengan nyolot.Aku melihat jam dinding dan ternyata memang sudah sekitar jam 3 sore, tidurku benar-benar pulas hari ini. Mungkin karena terlalu lelah, semalam warung bener-bener ramai sampai tidak sempat untuk duduk. Agus membangunkan aku dengan menujukan kotak kecil yang aku sendiri tidak begitu jelas apa itu.“Apa itu Gus?” tanyaku ke Agus.“Lihat Man, ini cicin buat Devi,” jawab Agus sambil menujukan cicin emas yang dia bawa.“Hahh.. Emas asli Gus?” tanyaku dengan ragu.“Iya dong Man tapi Cuma 2 gram,” jawab Agus dengan bangga.“Serius Gus mau ngasi itu?” tanyaku dengan tegas ke Agus.“Iya Man, doain aku diterima ya nanti,” jawab
Pagi hari ini aku bangun cukup pagi, sesuatu yang sederhana tapi sulit aku lakukan beberapa bulan ini. Bukan karena aku malas, tapi aku saja pulang kadang-kadang sudah hampir larut pagi. Aku melihat Agus masih tertidur pulas, aku tidak berani membangunkan dia untuk menanyakan gimana acara makan malam sama Devi apakah sesuai dengan rencana.Aku pergi keluar untuk mencari sarapan, kali ini aku lumayan jauh mencarinya sambil jalan-jalan mencari udara segar di pagi hari. Aku berhenti di sebuah warung pecel yang cukup rame di sekitar kampus UB, aku penasaran apa yang membuat warung ini rame.“Mannn…!!!” terdengar suara sapa seorang dari belakang.Aku menoleh dan mencoba mencari tahu siapa orang yang memanggilku, ternyata dia adalah Cindy.“Hayy.. Cin,” jawabku sembari tersenyum.“Jauh banget man cari sarapan?” tanya Cindy sembari memukul pundaku.“Iya Cin, sambil jalan-jalan sekalian main ketempat
Cindy adalah nama yang mulai akrab ditelingaku dalam beberapa hari ini, ada peran Agus yang tidak terlihat dalam hubungan aku dengan Cindy. Semenjak Devi berpacaran dengan Agus jelas Devi lebih sering keluar dan main dengan Agus, padahal dulu Cindy dan Devi sering menghabiskan waktu Bersama.Cindy beberapa kali minta tolong untuk di antar kebeberapa tempat, karena memang di Malang ini dia tidak membawa kendaraan. Dulu dia sering minta tolong ke Devi untuk mengantar, setelah Devi punya pasangan Cindy merasa tidak enak kalau mau merepotkan temanya yang sedang kasmaran. Kalau aku sih tidak keberatan selagi bisa, apa lagi itu adalah kesempatan aku untuk bisa lebih dekat dengan Cindy.Cantik, pandai dan sederhana adalah gambaran singkat untuk Cindy, apakah dia seperti Sari? Aku pikir mereka memiliki banyak persamaan, hanya ada satu yang membuat berbeda. Cindy orang yang sangat ramah dan mudah akrab, sedangkan Sari cenderung tertutup dan pendiam.Suara telephone
“Hehehe... Bercanda ya Man,” ucap Cindy sambil tertawa.“Hehehe.. Iya Cind,” jawabku dengan senyum yang mulai berubah.Lucu sekali cara bercandamu Cindy, membuat mulutku tertawa dan hatiku menangis.Kalian mungkin tahu rasanya suka dengan seseorang yang memperlakukanmu dengan baik, tapi kalian tidak yakin bahwa kebaikan itu hanya ditujukan untukmu. Bisa saja memang dia bersikap baik ke semua temannya. Ingin sekali nekat mengungkapkan perasaan agar lega tidak ada beban dalam hati, tapi banyak pertimbangan yang menghantui. Aku tidak takut untuk ditolak oleh Cindy, yang membuat aku takut adalah ketika Cindy tahu bahwa aku memiliki harapan khusus dalam pertemanan ini yang membuat Cindy berubah menjauh karena merasa tidak nyaman.“Man... Mann,” tegur Cindy mengacaukan lamunanku.“Ohh.. iy... iya Cin,” jawabku dengan kaget.“Are you oke?” tanya Cindy.“Haahh apa itu?” jawabku b
Suara berisik orang berlari membangunkan aku dari tidur, aku tidak tahu apa yang terjadi di depanku karena dalam setengah sadar aku hanya bisa melihat beberapa orang terlihat panic. Aku mencoba membuka mata sepenuhnya, tapi malah aku melihat Agus tergeletak tidur di depan mataku.Sepertinya ini masih cukup pagi atau mungkin ini masih malam, aku belum melihat cahaya matahari saat ini. Saat aku mencoba bangun ternyata badanku terselimuti oleh jaket Cindy, mungkin ini yang membuat tidurku begitu nyenyak. Aroma parfum Cindy yang khas membuatku nyaman. Aku mencoba membangunkan Agus yang tertidur di depanku.“Gus bangun Gus,” ucapku sembari menggoyangkan badan Agus.“Hmmm..,” jawab Agus sambil memejamkan mata.Aku tidak tahu sejak kapan makhluk ini berada di sini, aku mencoba mengingat malam hari aku tertidur mungkin sekitar jam 11 malam dan itu belum ada Agus, hanya ada David. Berarti bisa jadi Agus datang lebih malam dari itu. Setelah aku inga
Siang ini Cindy tampak lebih segar dari sebelumnya, senyum manisnya sudah mulai sering terlihat di antara obrolan kita. Meski senyuman dia tetap menggambarkan ada rasa sakit yang masih tertahan. Sudah hampir 2 hari aku belum pulang dan aku juga menggunakan baju yang sama dari awal aku masuk tempat ini, aku sudah tidak terlalu peduli lagi dengan penampilan saat ini, yang terpenting adalah kesembuhan Cindy. Malam hari Agus tiba-tiba datang ke sini karena diberi tahu oleh Devi kalau aku di rumah sakit menjaga Cindy sendirian, karena saat ini Devi memang sedang cukup sibuk banyak tugas dan harus membantu mengerjakan tugas Cindy yang sedang sakit. Agus datang dengan tujuan menjenguk Cindy dan menemaniku menjaga Cindy supaya aku bisa pulang untuk ganti baju atau sekedar istirahat, tapi aku tidak ingin meninggalkan Cindy disini dengan siapapun, bahkan dengan Agus teman dekatku. Sebisa mungkin aku akan terus menemani Cindy sampai sembuh, karena mungkin ini adalah kesempatan aku untuk lebih
“Ayo Gim balik,” ucap Vina memecah keheningan.“Oh iyaaa,” jawabku singkat.Suasana memang seperti berbeda saat aku dan Vina beranjak pulang, seolah udara semakin dingin dan cahaya lampu kota yang semakin redup. Mungkin karena perjalanan kali ini kami lalui tanpa ada canda dan tanpa ada tutur kata yang terucap, yang menemani perjalan pulang hanya keheningan dan suara angin malam yang tidak seindah biasanya.“Vin Maaf ya,” ucapku ketika sampai dikos Vina.“Udah gak apa-apa, santai aja. Oh iya aku masuk dulu ya Gim, thanks untuk hari ini,” jawab Vina sembari masuk membuka pagar kosnya.Hmmm.. sepertinya tidak ada yang sedang baik-baik saja dalam keadaan sekarang yang sepertinya serba salah, aku sedang berfikir bagaimana caranya supaya dapat memperbaiki hubunganku dengan Vina yang sepertinya bermasalah.Sepanjang jalan menuju pulang aku mencoba berfikir bagaimana cara memperbaiki hubungan, sampai ditengah p
Selang satu hari setelah aku dan Vina membuat kesepakatan untuk membantu Ezza tanpa sengaja aku melihat Vina sedang asik ngobrol dengan Andhini cewek incaran Ezza, dari jauh aku melihat mereka cukup akrab entah bagaimana cara Vina mendekati Andhini tapi yang terlihat didepan mataku seolah tidak ada rasa kaku dari obrolan mereka berdua.“Giiimmm…,” teriak Vina yang mengetahui kehadiranku.“Siniii Gim,” ucap Vina sembari mengayunkan tanganya.Aku hanya tersenyum dan menganggukkan kepala sembari berjalan mendekati Vina dan Andhini di lorong kampus.“Kenalin Gim ini temenku,” ucap Vina sembari menarik tanganku.“Ohh.. iy.. iya Vin,” jawabku dengan terkejut karena semudah itu Vina menyuruh aku untuk kenalan dengan Andhini.“Andhini kak,” ucap Andhini sembari menjulurkan tangan kearah aku.“Gim.. Gimman,” jawabku dengan gugup karena jujur ketika melihat And
Dua hari telah berlalu setelah semua yang aku perintahkan ke Ezza, dia datang lagi menghampiriku sembari menceritakan semua informasi yang dia dapat tentang cewek yang dia suka.Cewek malang yang di sukai oleh Ezza itu bernama Andhini Natasya Putri Purnomo dia adalah mahasiswi baru jurusan management bisnis dia berasal dari Kalimantan Utara tempatnya dari Nunukan, Adhini adalah anak pertama dari lima bersaudara, ayahnya adalah seorang penguasaha dan ibunya adalah ibu rumah tangga. Bahkan Ezza juga menceritakan tanggal lahir Andhini lengkap dengan tanggal lahir keluarganya beserta alamat keluarga Andhini tinggal sesuai dengan catatan yang dia bawa.“Wahhhh keren kamu Za bisa tahu sedetail itu,” ucapku memuji data observasi Ezza yang sangat lengkap.“Hehehehe, ini sih gampang Man,” jawab Ezza sembari memegang kerah bajunya.“Eh kamu tahu makanan kesukaan dia gak?” tanyaku dengan antusias.“Enggak,” jawab Ezza
Melihat dari jauh cewek incaran Ezza membuat aku merasa pesimis dan merasa Ezza adalah cowok yang tidak tahu diri karena selera cewek dia yang terlampau tinggi. Cewek incaran Ezza memiliki paras cantik, modis dan terlihat selalu ceria berbanding terbalik dengan Ezza yang cupu, pemalu dan lebih sering murung.“Man giamana bajuku bagus gak?” tiba-tiba Ezza datang di hadapanku dengan baju anehnya.“Hahhh.., Oh Bagus Za,” jawabku dengan singkat.“Gimana Man?” tanya Ezza lagi dengan antusias.“Gimana apanya?” jawabku pura-pura bodoh.“Apa tugas awalku untuk deketin dia?” tanya Ezza dengan percaya diri.Sial sekali, kenapa aku merasa tertekan dengan semangat Ezza untuk punya pacar. Membuat aku harus berfikir bagaimana solusianya supaya Ezza tidak kecewa ke dua kalinya.“Nanti dulu deh Za aku masih cari strategi,” jawabku memasang muka serius.“Oh gitu, oke deh Man kalau
“Gim kamu bisa temenin aku beli baju?”“Gim kamu mau gak nemenin aku cari kado?”“Gim malam ini nongkrong yuk?”“Gim ayo nanti makan malam bareng?”“Gim sibuk gak? Aku bosen,”Itu adalah beberapa contoh ucapan yang semakin sering aku dengar dari mulut Vina dan yang aneh adalah aku mulai menikmati moment itu dan sama sekali tidak merasa keberatan akan hal itu.Sore hari saat aku sedang duduk santai dikedai kopi depan kampus, Vina datang dengan mobilnya dan dia berhenti tepat didepan gerbang kampus. Setelah aku melihat Vina keluar dan ternyata dia keluar dari bangku penumpang, suara gaduh bisikan teman-teman yang ada disekitarku membuat aku kurang begitu fokus tapi sekilas aku lihat mobil Vina dikemudikan oleh seorang cewek, karena perawakanya yang putih dan berambut panjang.Untunglah yang memakai mobil Vina bukan cowok, sehingga membuat mentalku masih tetap terjaga untuk sedikit berharap d
Semenjak aku meminjam uang Vina hubungan kami semakin dekat, aku merasa harus terus bersikap baik dengan Vina supaya tidak di anggap orang yang tidak tahu balas budi. Meskipun sebelumnya aku juga baik dengan Vina, tapi setelah kebaikan Vina aku merasa harus lebih baik lagi.Beberapa hari ini aku semakin sering di ajak keluar oleh Vina entah hanya sekedar makan atau nongkrong sampai larut malam, aku tidak tahu alasan Vina yang semakin sering mengajak aku untuk keluar. Antara dia tahu aku tidak akan menolak ajakanya karena aku punya hutang atau memang tidak ada pilihan lain selain aku.“Gim nanti kamu kuliah sampai jam berapa?” tanya Vina ketika kami bertemu diparkiran kampus.“Hmmm.. cuma sampai jam enam sore aja Vin, kenapa?” jawabku sembari bertanya balik.“Ayo nanti sore kita nonton,” ajak Vina dengan antusias.“Haahh.. nanti?” tanyaku memastikan.“Iya nanti malam, bisa ya?” jawab Vina dengan
Hari demi hari mulai berlalu, aku masih belum mendapatkan tambahan uang satu juta untuk biaya semesteran kuliah aku. Kepala sudah mulai semakin tegang lagi karena waktu yang semakin terbatas, ada satu solusi yang sepertinya akan aku pakai. Tapi mungkin solusi ini cukup beresiko, aku berencana meminjam uang perusahaan untuk tambahan uang semesteran, mungkin ini sangat beresiko tapi bagaimana lagi aku sudah tidak punya solusi lagi untuk mencari dana tambahan.Ketika pimpinan datang aku mencoba mengawasi raut wajahnya, apakah sedang dalam kondisi senang atau dalam kondisi yang kurang baik. Setelah aku perhatikan seharian ini sepertinya pimpinan dalam kondisi kurang baik karena tidak ada senyum sama sekali sepanjang hari, sehingga aku memutuskan untuk mengurungkan niatku berbicara hari ini.Dikampus teman-temanku sibuk dan mengeluh masalah tugas dan pembelajaran sedangkan aku masih harus sibuk dengan bayar kuliah, tapi beruntungnya aku punya teman-teman yang sangat paham denga
Sore ini aku menunggu jam kuliah dengan Vina dikantin kampus, entah kenapa memang beberapa jadwal kami sering bersama.“Man kamu punya pacar?” tanya Vina tiba-tiba kepadaku.“Enggak, kenapa?” jawabku sembari bertanya balik.“Oh.. enggak apa-apa,” ucap Vina singkat.Iya aku dan Vina semakin hari memang semakin dekat, aku tidak tahu apakah ini proses pendekatan atau memang proses pertemanan kami yang seperti ini. Aku merasa memang Vina menaruh rasa denganku, salah satunya selain seringnya kami chat bersama sampai larut malam Vina juga tidak pernah nolak kalau aku ajak keluar, entah hanya nongkrong tidak jelas atau berhubungan dengan dunia model. Beberapa temanku sampai penasarana dengan hubungan aku dan Vina, temanku Ryan pernah bertanya tentang hubungan kami.“Kamu beneran gak ada hubungan apa-apa sama Vina?” tanya Ryan saat kami nongrkong berdua.“Hmmm enggak ada,” jawabku singkat.“
Aku mulai menjalani dunia baruku di dunia model, tapi kehidupanku yang lain masih sama tentang pekerjaan dan kuliah tidak pernah tergantikan. Yang sedikit berbeda adalah aku sekarang ke kampus dengan motor sport yang gagah berbeda dengan bulan lalu aku datang ke kampus dengan motor tuaku. Aku sangat bangga dengan motor yang baru aku beli, bukan hanya karena model yang bagus tapi juga motor ini aku beli dari jerih payahku. Ehhh.. tapi tunggu dulu, motor ini belum lunas, bahkan aku belum mengawali cicilan pertama, jadi mungkin motor ini belum sepenuhnya menjadi miliki. Jadi aku ganti alasanku bangga adalah karena motor ini keren dan cocok dengan apa yang aku mau, aku merasa hampir setiap perjalanan cewek-cewek melihatku dengan motor baru dengan rasa kagum. Entah itu kenyataan atau hanya aku saja yang terlalu percaya diri, tapi aku mulai menikmati semua itu. Heheheh.. Setiap hari aku cuci motorku sampai tidak ada noda tersisa, kotor sedikit langsung aku bersihkan bahkan hampir se