Gemuruh kenalpot sepedah motor membangunkan tidurku di pagi hari, hati cukup jengkel kenapa ada orang yang menyalakan motor sekencang ini, aku mencoba membuka dan baru tersadar bahwa ternyata aku tidur tidak dikamarku yang dikampung, dimana jarak jalan yang biasa dilewati kendaraan bermotor hampir 100 meter lebih jadi suara kenalpot sekeras apapun tidak akan membangunkan aku, kecuali temanku sendiri, sedangkan disini tepat dijendela yang jaraknya hanya 3 meter sudah lalu-lalang motor berjalan.
Aku bangun dan mencari Agus, karena saat aku periksa diseluruh ruangan kos tidak aku temukan panampakan Agus. Akhirnya aku pergi mandi, yang keren dari kos ku ini dia pakai shower jadi aku berasa hujan-hujanan apabila mandi, tidak seperti dikampung yang harus menimba air dulu untuk mandi. Setelah aku selesai mandi aku bersiap untuk keluar mencari sarapan, sepertinya tidak terlalu jauh karena kemaren aku melihat sepanjang jalan banyak warung berjejer jadi aku memutuskan tidak mengunci kamar, karena takut nanti kalau sampai Agus pulang aku tidak dikamar.
“Maann.. mau kemana?” Teriak Agus tiba-tiba dari belakang yang membuatku terkejut. Ternyata Agus sedang duduk diteras ditemani secangkir kopi.
“Loh.. dari kapan kamu disini Gus?” Tanyaku balik ke Agus.
“Dari jam 7 aku sudah duduk disini man..” Jawab Agus santai.
“Ngapain Gus..?” Tanyaku lagi.
“Ngopi Man, sambil lihat-lihat jalan.. hehehe..” Jawab Agus sambil tersenyum.
“Bilang aja lihat-lihat cewek Gus..” Ucapku sambil beranjak pergi.
“Mau kemana Man?” Teriak Agus.
“Cari sarapan Gus buat kita berdua..” Jawabku singkat.
“Oke Man sippp…!!!” Ucap Agus sambil mengacungkan jempolnya.
Aku baru tahu tempat aku tinggal sangat padat bangunanya, bahkan didepan kos kami sangat ramai banyak mahasiswa dan mahasiswi yang lalu-lalang untuk aktivitas, bahkan untuk membeli makanan saja aku hanya tinggal melangkah kurang lebih 20 meter. Aku melihat Agus sangat antusias dengan keramaian tempat ini ditambah lagi dia terbebas dari tugasnya untuk kesawah dan mencari rumput.
Setelah sarapan rencanaku akan mengajak Agus untuk jalan-jalan kebeberapa kampus dikota Malang, sambil mencari-cari lowongan pekerjaan, saat kami akan berangkat tiba-tiba Devi datang ketempat kami.
“Mau kemana Man?” Tanya Devi Antusias.
“Mau jalan-jalan Dev sambil cari pekerjaan..” Jawabku santai.
“Agus juga mau cari kerja?” Tanya Devi ke Agus.
“Eee.. eee.. engg.. gak.” Jawab Agus terbata-bata.
“Yaudah Agus ikut aku aja, nemenin nyari buku..” Ucap Devi sambil menarik Agus.
Disana Agus hanya cengengesan tanpa ada perlawanan, seolah-olah setuju dengan ajakan Devi. Aku juga tidak mau memaksa Agus untuk ikut denganku, karena aku mengajak Agus karena dari pada dia berdiam diri di kos sendiri.
Kampus yang aku datangi pertama adalah Universitas Brawijaya atau biasa disingkat UB, aku berkeliling santai sambil menengok kanan kiri, berharap apa yang aku cari aku temukan disana, iya Sari yang aku cari disini. Sebenarnya dalam pikiranku sudah tidak terlalu peduli dengan itu semua, tetapi hati ini seakan mengajaku bernostalgia melihat dia dari kejauhan. Semudah itu bagi hati ini menepis rindu terhadap orang yang tidak pernah bertamu.
Aku berhenti digedung fakultas manajemen, aku tahu itu karena tulisan manajemen tertempel jelas diatas gedung, aku memarkir motorku dan mulai berjalan kaki menyusuri lorong-lorong dan jalan-jalan disana, menengok kekanan dan kekiri.
“Kereenn banget ini kampus..” Gumanku dalam hati.
Aku tidak tahu Sari jurusan apa, karena saat Agus aku tanya dia juga tidak tahu apa-apa tentang itu, berbekal informasi dari Devi, paling sering cewek kuliah ambil jurusan Administrasi, Manajemen dan sejenisny, akhirnya aku berkeliling di gedung ini. Aku melihat kanan kiri hanya terlihat cewek-cewek cantik dan cowok-cowok ganteng yang berpenampilan modern, mereka terlihat sangat pintar menurutku dengan gayanya yang sangat gaul.
“Beruntung sekali cowok-cowok disini yang bisa dekat dengan Sari..” Gumanku dalam hati.
“Ahh.. sudahi halusinasimu, kembali kedunia mu Man” Gumanku sendiri sembari berhenti berkhayal.
Hampir 2 jam aku di kampus ini, aku tidak menemukan apa yang aku cari. Mungkin memang belum rezekiku, disini aku melihat banyak sekali cewek yang jauh lebih cantik dari Sari, tapi nyatanya bagi mataku yang sudah nyaman melihat kesederhanaan Sari membuat wanita lain tidak terlihat begitu menarik. Akhirnya aku memutuskan kembali ke tempat kos.
Aku sampai ditempat kos dan tidak melihat Agus disana, aku biarkan saja tanpa menanyakan posisi Agus, mungkin dia sedang bersenang-senang dengan Devi. Aku membaringkan badanku sembari melihat lowongan pekerjaan dimedia social, sangat banyak pekerjaan yang tersedia dikota ini ternyata, membuatku bingung sendiri. Akhirnya aku memutuskan membuat lamaran yang banyak agar bisa aku taruh dibanyak tempat kerja, ditengah-tengah aku menulis lamaran tiba-tiba aku terkejut dengan kedatangan Agus yang masuk kamar tanpa mengetuk pintu dan tanpa basa-basi dia langsung tidur dikasur.
“Kenapa Gus?” Tanyaku sambil melihatnya.
“Oke man…” Jawab dia sambil cengengesan.
Aku berfikir apa Agus kesurupan jin dieskalator, karena aku perhatikan dia hanya senyum-senyum sendiri dan tidak nyambung saat ditanya. Ahh.. aku tidak mau berfikir aneh-aneh, aku mau fokus menulis lamaran saja biar cepat selesai.
“Assalamuallaikum Bu..” Tiba-tiba suara keras Agus menelphone ibunya.
“Bu aku tidak jadi pulang besok, Giman sakit sekarang, kasihan kalau ditinggal sendiri…” Ucap Agus saat telephone dengan ibunya.
“Yaudah bu salam sama bapak, Assalamuallaikum..” Ucap Agus sembari menutup telephone.
Aku cukup terkejut mendengar Agus yang bercerita ke ibunya kalau aku sakit, padahal kondisiku sehat-sehat saja, yang aku takut kalau sampai Ibu Agus memberi kabar ke Ibuku kalau aku sakit, pasti orang-orang rumah akan panik dan bisa-bisa juga menyuruhku untuk pulang.
“Heh.. Gus.. yang bener aja..!!! Kenapa bilang kalau aku sakit ke ibumu?” Tanyaku sembari melempar bantal.
“Ya gak apa-apa Man, biar aku bisa dibolehin lama disini, kan sama nemenin kamu Man..” Jawab Agus cengengesan.
Baru 2 hari di Malang Agus sudah menujukan perubahan yang aneh, aku tidak tahu apa yang sebenarnya ada dalam pikiranya.
“Man kalau orang kayak aku kuliah bisa gak ya?” Tanya Agus tiba-tiba ke Aku.
“Ya Bisa Gus, semua orang bisa kuliah..” Jawabku singkat.
“Tapi aku males mikir berat Man..” Ucap Agus sambil menggaruk kepalanya.
“Gampang Gus, kamu tinggal cari jurusan yang mudah, kayak pertanian atau peternakan itukan sesuai buat kamu, kayak kegiatanmu dikampung.” Jawabku sambil menulis lamaran.
“Owalah ada ya kayak gitu Man, Devi itu jurusan apa ya Man?” Tanya Agus antusias.
“Dia jurusan Desain Gus.” Jawabku singkat.
Obrolan tentang kuliah dengan Agus masih terus berjalan, mulai dari berapa lama kuliah, jurusan apa saja yang ada dikampus sampai berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk kuliah, aku hanya menjawab sesuai dengan apa yang aku tahu sambil menunjukan browsur-browsur kampus yang aku miliki. Tapi yang bikin aku kaget, dia sangat ingin kuliah, sampai-sampai dia ingin daftar saat ini juga saat aku kasih tahu browsur biaya kuliah jurusan pertanian, yaa mungkin setelah melihat itu Agus berfikir biaya kuliah ternyata tidak terlalu mahal, bisa dijualkan 1 sapi dikampung, tapi aku yakin orang tua Agus tidak akan mengizinkan Agus kuliah.
“Kenapa Gus tiba-tiba pengen kuliah?” Tanyaku penasaran.
“Hehehe.. Biar pinter aja man.” Jawab Agus cengengesan
“Gara-gara Devi ya?” Tanyaku lagi.
“Hehehe enggak man…” Jawab Agus.
“Yang bener Gus..?” Tanyaku lagi untuk memastikan.
“Hehehe.. sebenernya iya Man..” Jawab Agus malu.
“Waduh Gus baru kenal mahasiswi udah mau kuliah aja Gus.” Ucapku sambil menggelengkan kepala.
“Kenapa Man? Katamu harus berfikir maju kan.” Jawab Agus dengan yakin.
“Iya Gus aku dukung, jhoosss pokonya kamu!!!” Jawabku sambil mengacungkan jempol.
“Iyo Man, kita harus berubah..” Ucap Agus yang tiba-tiba terlihat cerdas.
“Tapi bagaiman kamu izin ke bapak ibumu Gus?” Tanyaku singkat ke Agus.
“Waduh.. iya gimana ya man..” Jawab Agus bingung.
Agus bercerita tentang bagaimana pertama kali melihat Devi, Agus berkata langsung suka saat itu, baik dari wajah maupun dari pembawaanya Devi yang menurut Agus menyenangkan, Agus juga menceritakan setelah tadi dia mengantar Devi ke toko buku, Agus merasa Devi sangat pandai dan dewasa, Agus sempat bertemu dengan teman-teman Devi ditoko buku dan dia bilang kalau semua temen-temen Devi sangat ramah kepada dia. Mendengar cerita panjang Agus, akhirnya aku menyimpulkan yang pertama Agus ingin kuliah karena ingin mengimbangi wawasan Devi agar bisa lebih dekat dengan Devi dan yang kedua agar bisa memiliki karakter seperti Devi dan teman-temanya.
Aku menjelaskan ke Agus bahwa untuk tahun ini semua pendaftaran kuliah sudah selesai, kita baru bisa daftar kuliah tahun ajaran selanjutnya yaitu 1 tahun lagi. Agus pun mulai memikirkan sama seperti apa yang aku pikirkan yaitu mencari pekerjaan dulu.
Ternyata cinta bisa merubah pola pikir Agus menjadi jauh berbeda, untungnya berubah kepada positif, karena sejatinya perubahan cinta tidak mengenal positif atau negative tapi yang ada adalah bagimana cara kita mengarahkanya.
Seminggu sudah aku bersama Agus di kota Malang menjadi pengganguran ditempat orang, aku belum mendapatkan pekerjaan dan Agus juga sama belum mendapatkan pekerjaan, tapi Agus masih beruntung dia mendapatkan Devi dan dia ke Malang sejatinya tidak untuk mencari pekerjaan. Hampir setiap hari Agus dan Devi keluar bareng, entah itu pergi jauh atau hanya sekedar mencari makan disekitar kos.Ternyata mencari pekerjaan dikota tidak semudah yang aku bayangkan, semua harus bener-bener butuh proses dan perjuangan lebih, tidak seperti dikampungku yang banyak banget pekerjaan, bahkan orang-orang yang sudah berumur masih bisa mendapat pekerjaan, namun memang hasilnya tidak sebanyak dikota karena memang biaya hidup didesa sangat murah.Mencari, mencari dan mencari, tiba-tiba aku mendapatkan informasi lowongan pekerjaan yang aku pikir sesuai denganku, yaitu lulusan SMA/SMK mau bekerja keras dan memiliki cita-cita yang tinggi, dilamaran tersebut tertulis nominal gajinya yaitu 8 sampai 10 ju
Sudah hampir 1 bulan aku di Kota Malang bersama Agus, aku merasa tidak ada perubahan yang berarti dalam hidupku. Bangun siang, makan, rebahan, keluyuran atau nongkrong sampai larut malam, kegiatan itu yang lebih sering aku lakukan dengan Agus dan beberapa teman-temanku satu kos. Aku sudah mengenal hampir seluruh penghuni kos ini yang mayoritas adalah mahasiswa dan hanya aku dan Agus yang pengangguran. Jujur sebagai anak muda aku sangat menikmati kegiatan ini, apa lagi Agus dia sangat senang sampai-sampai setiap disuruh pulang bapak ibunya dikampung pasti ada saja alasan dia agar tidak pulang.Seperti malam-malam sebelumnya , aku menghabiskan waktu diwarung kopi dengan Agus karena hampir setiap hari ngopi, sampai-sampai aku punya tempat nonkrong langganan disini. Disini kita bisa nongkrong 24 jam kalau mau, bahkan kata pegawai café banyak yang sampai ketiduran disini.Berbeda dengan dikampungku, warung kopi paling ramai dari pagi sampai sore atau maksimal
Pagiku terbangun karena suara Agus yang cukup keras, dia sedang ditelephone oleh orang tuanya karena disuruh pulang.“Agus belum bisa pulang bu,” ucap Agus ditelephone.“Aku keterima kerja di Malang bulan ini bu,” alasan Agus ke ibunya.Aku terbangun dan langsung beranjak ke kamar mandi dan tidak mendengarkan lagi apa yang Agus bicarakan, melakukan aktivitas yang sama dipagi hari, yaitu bangun, mandi, makan dan rebahan sampai tiba sore hari waktunya bekerja.“Kenapa Gus kok ibumu telephone pagi-pagi?” tanyaku sambil mengusap rambut setelah mandi.“Iya Man aku disuruh pulang,” jawab Agus dengan bingung.“Yaa pulang Gus, udah lebih dari 1 bulan kamu gak pulang, kamu juga izinya dulu cuma 3 hari,” jawabku dengan santai.“Haduh.. gimana ya man, udah betah di sini,” jawab Agus cengengesan.Agus ke Kota Malang hanya bermodal 3 pasang baju & celana karena niat dia yang
“Mannn.. bangun Maaaann, menurutmu ini bagus gak?” tanya Agus membangunkan tidurku.“Apa sih Gus masih pagi berisik banget,” jawabku dengan jengkel.“Pagi apa Man..!!! Udah sore ini!!!” balas Agus dengan nyolot.Aku melihat jam dinding dan ternyata memang sudah sekitar jam 3 sore, tidurku benar-benar pulas hari ini. Mungkin karena terlalu lelah, semalam warung bener-bener ramai sampai tidak sempat untuk duduk. Agus membangunkan aku dengan menujukan kotak kecil yang aku sendiri tidak begitu jelas apa itu.“Apa itu Gus?” tanyaku ke Agus.“Lihat Man, ini cicin buat Devi,” jawab Agus sambil menujukan cicin emas yang dia bawa.“Hahh.. Emas asli Gus?” tanyaku dengan ragu.“Iya dong Man tapi Cuma 2 gram,” jawab Agus dengan bangga.“Serius Gus mau ngasi itu?” tanyaku dengan tegas ke Agus.“Iya Man, doain aku diterima ya nanti,” jawab
Pagi hari ini aku bangun cukup pagi, sesuatu yang sederhana tapi sulit aku lakukan beberapa bulan ini. Bukan karena aku malas, tapi aku saja pulang kadang-kadang sudah hampir larut pagi. Aku melihat Agus masih tertidur pulas, aku tidak berani membangunkan dia untuk menanyakan gimana acara makan malam sama Devi apakah sesuai dengan rencana.Aku pergi keluar untuk mencari sarapan, kali ini aku lumayan jauh mencarinya sambil jalan-jalan mencari udara segar di pagi hari. Aku berhenti di sebuah warung pecel yang cukup rame di sekitar kampus UB, aku penasaran apa yang membuat warung ini rame.“Mannn…!!!” terdengar suara sapa seorang dari belakang.Aku menoleh dan mencoba mencari tahu siapa orang yang memanggilku, ternyata dia adalah Cindy.“Hayy.. Cin,” jawabku sembari tersenyum.“Jauh banget man cari sarapan?” tanya Cindy sembari memukul pundaku.“Iya Cin, sambil jalan-jalan sekalian main ketempat
Cindy adalah nama yang mulai akrab ditelingaku dalam beberapa hari ini, ada peran Agus yang tidak terlihat dalam hubungan aku dengan Cindy. Semenjak Devi berpacaran dengan Agus jelas Devi lebih sering keluar dan main dengan Agus, padahal dulu Cindy dan Devi sering menghabiskan waktu Bersama.Cindy beberapa kali minta tolong untuk di antar kebeberapa tempat, karena memang di Malang ini dia tidak membawa kendaraan. Dulu dia sering minta tolong ke Devi untuk mengantar, setelah Devi punya pasangan Cindy merasa tidak enak kalau mau merepotkan temanya yang sedang kasmaran. Kalau aku sih tidak keberatan selagi bisa, apa lagi itu adalah kesempatan aku untuk bisa lebih dekat dengan Cindy.Cantik, pandai dan sederhana adalah gambaran singkat untuk Cindy, apakah dia seperti Sari? Aku pikir mereka memiliki banyak persamaan, hanya ada satu yang membuat berbeda. Cindy orang yang sangat ramah dan mudah akrab, sedangkan Sari cenderung tertutup dan pendiam.Suara telephone
“Hehehe... Bercanda ya Man,” ucap Cindy sambil tertawa.“Hehehe.. Iya Cind,” jawabku dengan senyum yang mulai berubah.Lucu sekali cara bercandamu Cindy, membuat mulutku tertawa dan hatiku menangis.Kalian mungkin tahu rasanya suka dengan seseorang yang memperlakukanmu dengan baik, tapi kalian tidak yakin bahwa kebaikan itu hanya ditujukan untukmu. Bisa saja memang dia bersikap baik ke semua temannya. Ingin sekali nekat mengungkapkan perasaan agar lega tidak ada beban dalam hati, tapi banyak pertimbangan yang menghantui. Aku tidak takut untuk ditolak oleh Cindy, yang membuat aku takut adalah ketika Cindy tahu bahwa aku memiliki harapan khusus dalam pertemanan ini yang membuat Cindy berubah menjauh karena merasa tidak nyaman.“Man... Mann,” tegur Cindy mengacaukan lamunanku.“Ohh.. iy... iya Cin,” jawabku dengan kaget.“Are you oke?” tanya Cindy.“Haahh apa itu?” jawabku b
Suara berisik orang berlari membangunkan aku dari tidur, aku tidak tahu apa yang terjadi di depanku karena dalam setengah sadar aku hanya bisa melihat beberapa orang terlihat panic. Aku mencoba membuka mata sepenuhnya, tapi malah aku melihat Agus tergeletak tidur di depan mataku.Sepertinya ini masih cukup pagi atau mungkin ini masih malam, aku belum melihat cahaya matahari saat ini. Saat aku mencoba bangun ternyata badanku terselimuti oleh jaket Cindy, mungkin ini yang membuat tidurku begitu nyenyak. Aroma parfum Cindy yang khas membuatku nyaman. Aku mencoba membangunkan Agus yang tertidur di depanku.“Gus bangun Gus,” ucapku sembari menggoyangkan badan Agus.“Hmmm..,” jawab Agus sambil memejamkan mata.Aku tidak tahu sejak kapan makhluk ini berada di sini, aku mencoba mengingat malam hari aku tertidur mungkin sekitar jam 11 malam dan itu belum ada Agus, hanya ada David. Berarti bisa jadi Agus datang lebih malam dari itu. Setelah aku inga
“Ayo Gim balik,” ucap Vina memecah keheningan.“Oh iyaaa,” jawabku singkat.Suasana memang seperti berbeda saat aku dan Vina beranjak pulang, seolah udara semakin dingin dan cahaya lampu kota yang semakin redup. Mungkin karena perjalanan kali ini kami lalui tanpa ada canda dan tanpa ada tutur kata yang terucap, yang menemani perjalan pulang hanya keheningan dan suara angin malam yang tidak seindah biasanya.“Vin Maaf ya,” ucapku ketika sampai dikos Vina.“Udah gak apa-apa, santai aja. Oh iya aku masuk dulu ya Gim, thanks untuk hari ini,” jawab Vina sembari masuk membuka pagar kosnya.Hmmm.. sepertinya tidak ada yang sedang baik-baik saja dalam keadaan sekarang yang sepertinya serba salah, aku sedang berfikir bagaimana caranya supaya dapat memperbaiki hubunganku dengan Vina yang sepertinya bermasalah.Sepanjang jalan menuju pulang aku mencoba berfikir bagaimana cara memperbaiki hubungan, sampai ditengah p
Selang satu hari setelah aku dan Vina membuat kesepakatan untuk membantu Ezza tanpa sengaja aku melihat Vina sedang asik ngobrol dengan Andhini cewek incaran Ezza, dari jauh aku melihat mereka cukup akrab entah bagaimana cara Vina mendekati Andhini tapi yang terlihat didepan mataku seolah tidak ada rasa kaku dari obrolan mereka berdua.“Giiimmm…,” teriak Vina yang mengetahui kehadiranku.“Siniii Gim,” ucap Vina sembari mengayunkan tanganya.Aku hanya tersenyum dan menganggukkan kepala sembari berjalan mendekati Vina dan Andhini di lorong kampus.“Kenalin Gim ini temenku,” ucap Vina sembari menarik tanganku.“Ohh.. iy.. iya Vin,” jawabku dengan terkejut karena semudah itu Vina menyuruh aku untuk kenalan dengan Andhini.“Andhini kak,” ucap Andhini sembari menjulurkan tangan kearah aku.“Gim.. Gimman,” jawabku dengan gugup karena jujur ketika melihat And
Dua hari telah berlalu setelah semua yang aku perintahkan ke Ezza, dia datang lagi menghampiriku sembari menceritakan semua informasi yang dia dapat tentang cewek yang dia suka.Cewek malang yang di sukai oleh Ezza itu bernama Andhini Natasya Putri Purnomo dia adalah mahasiswi baru jurusan management bisnis dia berasal dari Kalimantan Utara tempatnya dari Nunukan, Adhini adalah anak pertama dari lima bersaudara, ayahnya adalah seorang penguasaha dan ibunya adalah ibu rumah tangga. Bahkan Ezza juga menceritakan tanggal lahir Andhini lengkap dengan tanggal lahir keluarganya beserta alamat keluarga Andhini tinggal sesuai dengan catatan yang dia bawa.“Wahhhh keren kamu Za bisa tahu sedetail itu,” ucapku memuji data observasi Ezza yang sangat lengkap.“Hehehehe, ini sih gampang Man,” jawab Ezza sembari memegang kerah bajunya.“Eh kamu tahu makanan kesukaan dia gak?” tanyaku dengan antusias.“Enggak,” jawab Ezza
Melihat dari jauh cewek incaran Ezza membuat aku merasa pesimis dan merasa Ezza adalah cowok yang tidak tahu diri karena selera cewek dia yang terlampau tinggi. Cewek incaran Ezza memiliki paras cantik, modis dan terlihat selalu ceria berbanding terbalik dengan Ezza yang cupu, pemalu dan lebih sering murung.“Man giamana bajuku bagus gak?” tiba-tiba Ezza datang di hadapanku dengan baju anehnya.“Hahhh.., Oh Bagus Za,” jawabku dengan singkat.“Gimana Man?” tanya Ezza lagi dengan antusias.“Gimana apanya?” jawabku pura-pura bodoh.“Apa tugas awalku untuk deketin dia?” tanya Ezza dengan percaya diri.Sial sekali, kenapa aku merasa tertekan dengan semangat Ezza untuk punya pacar. Membuat aku harus berfikir bagaimana solusianya supaya Ezza tidak kecewa ke dua kalinya.“Nanti dulu deh Za aku masih cari strategi,” jawabku memasang muka serius.“Oh gitu, oke deh Man kalau
“Gim kamu bisa temenin aku beli baju?”“Gim kamu mau gak nemenin aku cari kado?”“Gim malam ini nongkrong yuk?”“Gim ayo nanti makan malam bareng?”“Gim sibuk gak? Aku bosen,”Itu adalah beberapa contoh ucapan yang semakin sering aku dengar dari mulut Vina dan yang aneh adalah aku mulai menikmati moment itu dan sama sekali tidak merasa keberatan akan hal itu.Sore hari saat aku sedang duduk santai dikedai kopi depan kampus, Vina datang dengan mobilnya dan dia berhenti tepat didepan gerbang kampus. Setelah aku melihat Vina keluar dan ternyata dia keluar dari bangku penumpang, suara gaduh bisikan teman-teman yang ada disekitarku membuat aku kurang begitu fokus tapi sekilas aku lihat mobil Vina dikemudikan oleh seorang cewek, karena perawakanya yang putih dan berambut panjang.Untunglah yang memakai mobil Vina bukan cowok, sehingga membuat mentalku masih tetap terjaga untuk sedikit berharap d
Semenjak aku meminjam uang Vina hubungan kami semakin dekat, aku merasa harus terus bersikap baik dengan Vina supaya tidak di anggap orang yang tidak tahu balas budi. Meskipun sebelumnya aku juga baik dengan Vina, tapi setelah kebaikan Vina aku merasa harus lebih baik lagi.Beberapa hari ini aku semakin sering di ajak keluar oleh Vina entah hanya sekedar makan atau nongkrong sampai larut malam, aku tidak tahu alasan Vina yang semakin sering mengajak aku untuk keluar. Antara dia tahu aku tidak akan menolak ajakanya karena aku punya hutang atau memang tidak ada pilihan lain selain aku.“Gim nanti kamu kuliah sampai jam berapa?” tanya Vina ketika kami bertemu diparkiran kampus.“Hmmm.. cuma sampai jam enam sore aja Vin, kenapa?” jawabku sembari bertanya balik.“Ayo nanti sore kita nonton,” ajak Vina dengan antusias.“Haahh.. nanti?” tanyaku memastikan.“Iya nanti malam, bisa ya?” jawab Vina dengan
Hari demi hari mulai berlalu, aku masih belum mendapatkan tambahan uang satu juta untuk biaya semesteran kuliah aku. Kepala sudah mulai semakin tegang lagi karena waktu yang semakin terbatas, ada satu solusi yang sepertinya akan aku pakai. Tapi mungkin solusi ini cukup beresiko, aku berencana meminjam uang perusahaan untuk tambahan uang semesteran, mungkin ini sangat beresiko tapi bagaimana lagi aku sudah tidak punya solusi lagi untuk mencari dana tambahan.Ketika pimpinan datang aku mencoba mengawasi raut wajahnya, apakah sedang dalam kondisi senang atau dalam kondisi yang kurang baik. Setelah aku perhatikan seharian ini sepertinya pimpinan dalam kondisi kurang baik karena tidak ada senyum sama sekali sepanjang hari, sehingga aku memutuskan untuk mengurungkan niatku berbicara hari ini.Dikampus teman-temanku sibuk dan mengeluh masalah tugas dan pembelajaran sedangkan aku masih harus sibuk dengan bayar kuliah, tapi beruntungnya aku punya teman-teman yang sangat paham denga
Sore ini aku menunggu jam kuliah dengan Vina dikantin kampus, entah kenapa memang beberapa jadwal kami sering bersama.“Man kamu punya pacar?” tanya Vina tiba-tiba kepadaku.“Enggak, kenapa?” jawabku sembari bertanya balik.“Oh.. enggak apa-apa,” ucap Vina singkat.Iya aku dan Vina semakin hari memang semakin dekat, aku tidak tahu apakah ini proses pendekatan atau memang proses pertemanan kami yang seperti ini. Aku merasa memang Vina menaruh rasa denganku, salah satunya selain seringnya kami chat bersama sampai larut malam Vina juga tidak pernah nolak kalau aku ajak keluar, entah hanya nongkrong tidak jelas atau berhubungan dengan dunia model. Beberapa temanku sampai penasarana dengan hubungan aku dan Vina, temanku Ryan pernah bertanya tentang hubungan kami.“Kamu beneran gak ada hubungan apa-apa sama Vina?” tanya Ryan saat kami nongrkong berdua.“Hmmm enggak ada,” jawabku singkat.“
Aku mulai menjalani dunia baruku di dunia model, tapi kehidupanku yang lain masih sama tentang pekerjaan dan kuliah tidak pernah tergantikan. Yang sedikit berbeda adalah aku sekarang ke kampus dengan motor sport yang gagah berbeda dengan bulan lalu aku datang ke kampus dengan motor tuaku. Aku sangat bangga dengan motor yang baru aku beli, bukan hanya karena model yang bagus tapi juga motor ini aku beli dari jerih payahku. Ehhh.. tapi tunggu dulu, motor ini belum lunas, bahkan aku belum mengawali cicilan pertama, jadi mungkin motor ini belum sepenuhnya menjadi miliki. Jadi aku ganti alasanku bangga adalah karena motor ini keren dan cocok dengan apa yang aku mau, aku merasa hampir setiap perjalanan cewek-cewek melihatku dengan motor baru dengan rasa kagum. Entah itu kenyataan atau hanya aku saja yang terlalu percaya diri, tapi aku mulai menikmati semua itu. Heheheh.. Setiap hari aku cuci motorku sampai tidak ada noda tersisa, kotor sedikit langsung aku bersihkan bahkan hampir se