Pagi hari ini dihari ke 4 Sari sakit aku menuju kos Sari dengan membawa 1 bungkus bubur ayam, dengan harapan semoga Sari sudah sehat hari ini. Aku akan membeli bubur tidak jauh dari kos Sari kata dia itu adalah bubur yang paling enak yang pernah dia makan, memang bubur disini cukup popular bagi mahasiswa dan pekerja kantoran. Disamping rasanya enak dan porsinya juga banyak disini juga lumayan terjangkau harganya, sebenarnya aku tidak perduli dengan itu semua, aku tidak tertarik untuk membeli, karena antrianya yang cukup panjang dan ramai sekali. Aku bukan orang yang suka antri karena makanan, menurutku semua cita rasa makanan itu sama aja, tapi karena demi Sari akhirnya aku turuti saja dan rela antri demi mendapatkan sebungkus bubur ini.
Hampir 30 menit aku masih saja belum mendapatkan bubur yang aku pesan, jujur aku sedikit jengkel dengan kondisi seperti ini. Aku hanya bisa menunggu sembari bermain ponsel tanpa ada aktivtas lain. Saat sedang menunggu tiba-tiba aku melihat Kina“Selamat pagi sayang, hari ini aku sudah sembuh jadi kamu bisa bekerja hari ini ya, semangat,” Itu adalah pesan singkat dari Sari pagi ini, alhamdullilah Sari sudah kembali sembuh dan aku bisa kembali bekerja seperti biasanya. Ada rasa sedikit tidak enak saat aku harus kembali masuk kerja setelah libur selama 4 hari, apakah nanti akan ada masalah baru dari kantor karena tidakan aku yang kurang disiplin. Aku mencoba membiarkan pikiranku berperasangka baik, semoga semua sesuai dengan bayangan baikku. Sesampainya dikantor aku langsung dihadapkan dengan HRD, beliau menyuruh aku untuk menghadap ke ruangnya. “Mas kenapa kok 4 hari kemarin tidak masuk?” tanya HRD dengan wajah yang serius. “Iya maaf pak,” jawabku dengan singkat. “Lain kali kalau mau tidak masuk wajib izin dan izin tersebut hanya berlaku sehari ya mas,” ucap HRD. “Iya pak ma’af,” jawabku sembari menundukan kepala. Aku keluar ruangan dengan rasa malu, aku hanya bis
Aku pulang dari kos Sari dengan membawa rasa sakit hadiah pemberian Sari, sesampainya dikos aku ingin segera istirahat, membaringkan ragaku dan memejamkan mataku lalu berharap esok kembali seperti biasa. Tapi ternyata tidak semudah itu, pikiran dan hati ini seolah-olah tidak mau bekerja sama. Aku mencoba untuk melupakan tapi hati selalu penasaran, banyak tanda tanya yang belum terjawab oleh Sari tapi hati seolah menemukan jawabanya sendiri.“Ayolah.. sudah malam, lupakan hari ini, yakin bahwa Sari masih milikmu esok pagi,” gumanku memotivasi hati.Pagi hari aku tak mendengar suara ayam, aku hanya mendengar hatiku yang masih bertanya-tanya.“Hallo selamat pagi sayang,” sapaku menggunakan pesan singkat, seolah tidak terjadi apa-apa.Hampir 15 menit mataku tertuju kepada ponsel, biasanya jam 5 pagi Sari sudah bangun. Sudah hampir jam 6 tetapi belum ada respon sama sekali, laporan pesanku sudah dibaca oleh Sari, jadi tidak mungkin ada alasan d
Malam ini aku akan bergegas tidur, aku akan lupakan semuanya. Aku tidak akan menunggu lagi kabar dari Sari, aku tidak akan memikirkan lagi semua tentang Sari, aku akan mulai belajar menganggap tugasku sudah selesai dengan Sari.Pagi ini aku mulai berhenti menyapa Sari, bukan karena aku tidak perduli lagi dengan Sari tapi lebih kepada aku yang tidak diperdulikan. Jadi untuk apa aku menyirami tanaman yang jelas-jelas itu bukan miliku lagi . Aku mencoba berangkat kerja seperti biasanya, tanpa ada harapan kabar dari Sari aku memulai aktivitasku hari ini, meskipun dalam hati kecilku masih berharap, tapi akal sehatku menuyuruh untuk pergi karena telah di abaikan beberapa hari. “Sudahlah lupakan Sari, jangan bahas apa pun tentang dia, dia hanya akan menyakitimu,” isi otak mengingatkan hati.“Tunggu dulu, mungkin Sari membutuhkanmu saat ini, harusnya kamu ada disebelah dia untuk menguatkan,” ucap hati.Pertempuran antara akal sehat dan hati sakit
Tepat hari ke 5 Sari tanpa kabar, apakah aku harus menganggap dia benar-benar pergi? Atau hanya sekedar istirahat? “Sudahlah aku tidak perduli,” itu adalah kalimat yang selalu aku ucapkan tapi tidak pernah aku lakukan. Kenyataan memang tidak semudah itu, mengaplikasikan semua rasa yang masih tertinggal.Hari ini adalah hari pengumuman terkait apakah aku lulus atau tidak masuk ke Universitas Negeri Malang, aku mencoba menghubungi Devi dan Chaca tapi ternyata mereka sedang tidak ada dikampus. Aku harus sabar menunggu kabar pengumuman kelulusan aku sampai nanti sore aku bisa datang langsung ke kampus.Saat sedang bekerja tiba-tiba ponselku berbunyi.“Assalmuallaikum mas, gimana apakah keterima di UM?” tanya Kina ditelepon.“Wallaikumsalam, aku belum liat Kin ini masih dikantor,” jawabku.“Oh gitu, yaudah deh mas lanjutin dulu kerjanya, semangat ya,” ucap Kina dengan halusnya.Ternyata Kina masih ingat dengan
“Terimakasih ya sayang,”Kalimat itu yang di ucapkan Sari saat aku mengantar dia kembali, dia tersenyum dengan lambaian tanganya mengantar perjalananku kembali. Aku merasa kali ini tidak ada yang spesial dari lambaian tanganya, tidak ada perasaan yang membuat aku menjadi lebih berarti. Justru aku beranjak pergi dangan perasaan cemas, entah apa yang aku cemaskan seolah-olah ada pertempuran batin yang membuat hatiku masih saling berdebat. Sempat goyah hati ini dalam beberapa hari atas hilangnya kabar dari Sari, lalu tiba-tiba Kina datang menguatkan lagi dan mulai memperbaiki hati yang mulai goyah dengan cara dia yang berbeda namun membuatku merasa kembali berharga. Kini Sari hadir lagi dengan senyuman yang beberapa hari lalu aku cobakan lupakan, tapi sekarang saat dia kembali aku harus mulai membiasakannya lagi dengan senyuman itu. Aku sudah mulai menikmati kedekatanku dengan Kina dan mulai terbiasa tanpa Sari, aku tidak tahu apakah seharusnya aku senang atau se
Tenggelamnya matahari menandakan waktunya kami untuk kembali, ditemani riuhnya jalanan kota dan rasa lelah seharian bekerja membuat raga ini seolah tidak bisa menahan dirinya sendiri untuk sekedar berdiri, saat ini aku ingin segera merebahkan badan dengan nyaman. Entah sadar atau tidak dengan posisi duduk menyamping Kina menyandarkan kepalanya dipunggungku, sejenak aku terkejut tapi aku mencoba tenang seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Jalanan yang macet seolah-olah menjadi teman yang mendukungku dalam perjalanan kali ini, aku tidak akan membuat manuver untuk mencari jalan alternative. Saat ini aku malah berharap jalanan macet total agar aku bisa menghabiskan waktu bersama Kina jauh lebih lama lagi.Tapi seperti kata orang tua, apa yang kita sukai akan segera berlalu dan apa yang kita benci akan terasa lama berlalu, aku benci dengan realitas yang seperti ini.“Mas besok keluar yuk,” ucap Kina.“Hahh.. kemana?” tanyaku yang terkejut.&ldq
“Mas aku udah pulang kuliah,” isi pesan singkat dari Kina.“Siiaappp aku kesana sekarang,” jawabku sembari bergegas menjemput Kina dikampus.Sampai dikampus aku melihat Kina sedang duduk dibawah pohon yang rindang sembari membaca buku, aku menyapanya dan dia langsung menoleh ke arahku. Kina mendekat menghampiriku, aku melihat kali ini Kina nampak cantik sekali. Sepertinya dia menggunakan make up tipis ditambah lip ice yang menemani bibir manisnya membuat setiap goresan dari senyumnya membuat semakin menawan.Sejenak aku terpana melihatnya, kecantikan dan kesederhanaan ini tidak dapat aku abaikan begitu saja.“Kita mau kemana tuan putri?” tanyaku dengan nada bercanda.“Hehehe.. nanti aku kasih tahu,” jawab Kina sembari tersipu malu.“Kemanapun aku siap mengantar tuan putri,” ucapku sembari menggoda.“Ahhh.. jangan gitu dong mas,” jawab Kina sembari malu-malu.“Kenapa
Sore hari sepulang dari kerja, seperti biasanya aku keluar bersama Kina. Kali ini Kina meminta tolong aku untuk ke acara ulang tahun temanya. Kina yang pemalu meminta aku menemani dia, sebelum menjemput Kina aku pulang dahulu untuk mengganti baju yang sesuai dengan acara ulang tahun temannya. Setelah mengganti baju aku bersiap berangkat untuk menjemput Kina, ada tantangan yang harus aku lalui saat menjemput Kina. Aku menjemput Kina dikosnya Sari, saat ini tempat itu adalah salah satu tempat yang paling aku hindari. Meskipun dulu tempat itu sering aku gunakan untuk menghabiskan waktu bersama Sari, tapi saat ini kegiatan itu yang paling aku hindari bersama Sari. Aku mencoba menghubungi Sari untuk memastikan apakah dia sedang berada dikos, tapi untungnya dia sedang ada jam kuliah dikampusnya. Informasi sederhana itu mampu membuat aku merasa jauh lebih nyaman untuk melangkah ke tempat Kina. Aku menyuruh Kina untuk bersiap diteras kosnya sembari aku mulai melakukan perjalanan untuk menje