Beranda / Romansa / WATER / Water 100

Share

WATER
WATER
Penulis: Yoshina

Water 100

Di penghujung jalan terlihatlah seorang anak perempuan yang sedang melangkahkan kakinya dengan tergesa-gesa agar ia dapat sampai di depan rumahnya secepat mungkin. Dan tak terjebak oleh badai salju yang kian besar. Walau ia ingat jika berita cuaca mengatakan hari akan cerah. Tetapi kali ini peramal itu salah besar membuat anak perempuan itu menyesal telah mendengarkan sang pembohong.

Anak perempuan itu tidak tahu apa yang ia mimpikan semalam. Hingga mendapatkan kesialan yang terus-terusan menghampirinya bahkan sampai detik ini. 

Tetapi yang ia ingat jika tadi malam. Ia bermimpi tentang seekor ular kecil berwarna putih datang mengikutinya entah dari mana lalu mengejarnya. Hingga ular itu menggigit anak perempuan itu dan teriakan pagi pun keluar dari mulutnya yang mengharuskan ia mendengar ocehan mamanya yang sangat menyebalkan. Sungguh pagi yang sial.

"Mimpi yang seram." batin anak perempuan itu bergidik ngeri mengingat mimpi menakutkan itu menghampiri kepalanya.

Ia berharap itu semua tidak pernah terjadi di dalam hidupnya atau untuk detik ini. Tidak sampai ia bertemu seseorang yang akan mengubah hidupnya.

Anak perempuan itu menoleh ke sana kemari untuk melihat situasi jalan. Apakah ia telah diperbolehkan untuk menyebrang karena ia tidak mau mati setelah bermimpi di gigit ular putih menakutkan, tetapi saat lampu telah berganti warna hijau. Kakinya harus berhenti karena sebuah suara yang menyerukan namanya dan menghampiri telinganya membuat ia seketika berdiri seperti patung hidup.

"Hei!" seru seseorang.

Anak perempuan itu menoleh ke belakang dan matanya menangkap sosok anak laki-laki yang mungkin seusianya yang kini tengah berdiri menatapnya.

Tatapan mereka terkunci satu sama lain. Waktu seketika berhenti. Angin menerpa kulit tubuh kecil kedua sang bocah. Mata anak laki-laki itu begitu indah bagi sang anak perempuan. Yang membuatnya terpaku di dalam sejuta keindahan di bawah hujan salju yang mengenai mereka.

Bibir anak perempuan itu berucap, "Ya?"

Anak laki-laki itu mendengarnya. Ia beranjak dari tempat ia berdiri dan menghampiri seorang gadis kecil dengan rambut pirang sebahu yang di kuncir seperti ekor kuda membuat sebuah senyuman terukir di bibir kecilnya yang begitu manis untuk orang lain. Tetapi tidak untuk anak perempuan yang terus saja mematung tanpa berniat sedikitpun untuk pergi walau salju semakin besar dan mungkin akan ada badai salju.

"Emi," ucapnya.

Anak perempuan itu hanya terdiam tanpa mengucapkan sepatah katapun. Ia telah berdiri di hadapannya dengan sebungkus coklat dan setangkai bunga Mimosa di tangannya. 

Anak laki-laki itu kembali tersenyum, namun anak perempuan yang bernama Emi itu masih saja terdiam. Ia bingung tidak tahu harus mengatakan apa-apa selain melihat apa yang akan bocah itu lakukan.

Bulan Januari sebentar lagi akan berakhir. Salju masih turun dengan orang-orang mulai kembali dengan kesibukan rutinitasnya setelah merayakan natal dan tahun baru yang sekali dalam setahun terjadi yang sangat membahagiakan. Begitu pula dengan perasaan anak laki-laki itu sesaat melihat seorang gadis cantik yang hampir setiap hari berada dipikirannya.

Ia masih saja berdiri menatap anak perempuan itu. Yang dapat terus membuatnya tersenyum walau sekalipun musim dinginnya sebentar lagi akan usai. Tetapi itu tidak membuatnya bersedih karena musim lainnya akan datang menghampirinya. Lalu dengan penuh semangat ia kembali berseru, "Emi!"

Dahi anak perempuan itu mulai berkerut karena ia merasa jika orang aneh itu sepertinya ingin mengusilinya membuat berbagai pertanyaan muncul di kepala kecilnya. 

"Siapa orang gila ini?" batinnya.

"Aku bukan orang gila, tetapi aku hanya ingin bertemu dengan orang yang ingin kutemui!" jawab anak laki-laki itu. Seakan ia dapat membaca pikiran sang gadis kuncir kuda yang terlihat imut bersama dengan hidungnya yang kecil dan berwarna merah karena kedinginan oleh cuaca.

Anak perempuan itu masih saja terdiam. Ia tidak tahu orang seperti apa yang sedang ia hadapi saat ini. Namun, ia tidak pernah berpikir jika tiba hari dimana dirinya akan menjumpai orang sepertinya. Lalu semua hari-harinya yang harus ia lalui bersamanya kelak.

"Emi!" ucap anak laki-laki itu untuk ketiga kalinya membuat dahi anak perempuan itu berhasil berkerut. Tapi itu tidak membuat wajah anak perempuan itu menjadi jelek bahkan ia terlihat seperti tetesan air hujan yang indah di mata anak laki-laki itu.

Setelahnya ia pergi meninggalkan anak perempuan itu sendirian di trotoar jalan menuju rumahnya. Dengan sedikit menggeleng lalu Emi berjalan pulang karena hari hampir gelap bahkan tanpa sadar matahari sudah tidak lagi di atas kepalanya. Membuat Emi secepatnya berlari agar seorang wanita yang ada di rumah ia tumpangi tidak menceramahinya dan akan membuat telinganya pecah atau sekedar mempekikan rumah siputnya.

Dengan nafas yang terengah-engah Emi memasuki rumah yang ia tinggali. Ia menyesal karena hari ini tidak membawa sepeda. Tetapi Emi bahagia dapat melihat bola mata seindah itu. Ya, walaupun pemiliknya sedikit menyebalkan dan tentunya aneh dalam ukuran anak normal lainnya.

"Kenapa pulang malam, Emi?" tanya seorang wanita paruh baya yang tengah berjalan mendekatinya dengan dress pendek berwarna putih membuat siapapun yang melihatnya tidak akan percaya jika wanita itu telah memiliki seorang putri yang telah besar dan sebentar lagi akan menjadi seorang gadis yang begitu cantik.

Emi menoleh mendapati mamanya dari atas tangga membuat kepalanya mengernyit seolah sesuatu yang tak ia inginkan telah terjadi membuatnya dengan cepat bertanya, "Mama tidak dari kamarku bukan?"

Wanita itu menggeleng sembari tersenyum lalu dengan pelan ia membawa tas Emi. Ia mengeluarkan sebuah sapu tangan putih untuk mengelap cairan yang terus keluar dari pelipis putrinya. Bahkan rasanya cairan itu telah menjadi dingin akibat cuaca yang semakin menurun di tambah langit malam.

Melihat gelengan mamanya membuat Emi dapat bernafas lega karena hal yang tak ia inginkan tidak terjadi. Jika itu terjadi maka habislah ia dan semua jiwa raganya yang harus mendengar omong kosong mamanya yang dapat membuatnya lebih hancur dari hari-hari sebelumnya.

"Apa saat pulang tadi Emi pergi ke rumah Daisy untuk merayakan tahun baru? Kalau memang iya. Apa yang Emi bawa untuk mama?" tanya wanita itu lagi sembari mengelap seluruh wajah putrinya dengan lembut agar putrinya tak kesakitan karena tangannya.

"Tidak. Aku hanya bermain lebih lama karena sekolah dua hari lagi akan di buka!" jawab Emi yang tengah berdiri menunggu mamanya berhenti melakukan hal memalukan itu dan tentunya sangat menyebalkan karena ia paling tidak suka jika seseorang menyentuh tubuhnya. Tetapi wanita itu tidak pernah tahu bahkan mungkin tak akan pernah tahu.

Setelah cukup dirasa lalu wanita itu menyuruh Emi untuk naik ke kamarnya agar ia dapat secepatnya mandi. Sebelum air semakin dingin dan mengajaknya untuk makan malam. 

Namun, Emi menolaknya membuat wanita itu hanya dapat menatap punggung putrinya yang semakin jauh. Seperti hubungan mereka yang semakin hari kian renggang bahkan rasanya mereka tidak lagi memiliki hal yang dapat dilakukan bersama seperti dulu.

"Sehabis mandi kau turun ke bawah agar kita makan malam atau Emi punya keinginan? Kalau memang ada. Beritahu mama biar mama masak, selagi kau mandi dan mama janji itu tidak akan lama. Apa kau mau, nak?"

"Tidak, mama saja yang makan. Aku tidak lapar!" jawab Emi pendek. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rikha
aku suka... lanjut ...️
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status