Jemari Tika menyusuri setiap sudut kamar yang biasa dia huni, tiap kali pulang ke kampung halaman. Lagi dan lagi, lamunannya terpecah-berai saat terbersit sekilas ingatan masa lampau. Apalagi saat pandangannya jatuh pada sebuah bingkai foto yang menunjukkan kebersamaan dengan sang mantan suami serta Akbar masih terpajang di atas kepala ranjang. "Waktu kasus tentang mantan suami Teteh mencuat, Marni udah mau turunin fotonya. Tapi, Ibu bilang katanya tunggu Teteh, biar Teteh yang memutuskan," cetus salah satu asisten rumah tangga Nek Euis yang mengantar Tika sampai ke kamar."Bisa tinggalin saya sendiri, Marni?!" pinta Tika tanpa menoleh ke arahnya. "Siap, Teh!" Marni mengangguk, lalu undur diri. Sepeninggal Marni, Tika merobohkan dirinya di atas pembaringan berukuran besar itu. Dia usap perutnya berkali-kali, sebelum beralih menyusuri ranjang dengan jemari. Tiap jejak kebahagiaan itu masih terekam jelas dalam ingatannya. Canda-tawa bersama putranya serta kemesraan yang selalu Mifta
"Ras, gimana hubungan kamu sama Ahmad? Bukannya dari syukuran Tika dia minta WA, terus kalian sempet jalan?" Bu Wulan nyeletuk saat Laras adiknya berkunjung ke kediamannya setelah beberapa pekan. "Lost konteks, Teh. Gatau. Mungkin kita nggak cocok," jawab gadis dua puluh tiga tahun itu sekenanya. "Ah, yang bener kamu? Padahal di awal-awal si Ahmad keliatan tertarik, kok." Bu Wulan masih coba menyangkal. "Mungkin dia cuma penasaran, kebanyakan cowok, kan begitu. Bodo amatlah." Laras terlihat masa bodo, meski raut wajahnya tak menunjukkan demikian. "Bodo amat, bodo amat. Tapi, SW-nya penuh sindiran dan menggalau," cibir Bu Wulan sembari menjentikkan jari di dahi adiknya. "Dah, ah. Mending fokus kuliah sama cari kerja. Bulan depan, kan aku mau ikut tes CPNS. Ngapain juga mikirin laki tukang PHP doang, kemarin aja aku liat dia di supermarket bareng cewek seneng-seneng."Bu Wulan mengerutkan kening. Dia akhirnya duduk di samping adiknya yang sejak tadi sibuk berkutat dengan laptop. "
"Kenapa buru-buru banget, sih pulangnya?" cetus Tika saat melihat Ahmad sudah berkemas, padahal baru semalam adiknya itu menginap. Dia bahkan belum sempat kirim doa di makam orang tua mereka. "Ahmad cuma dikasih cuti dua hari, Teh. Masih banyak kerjaan juga di Bandung.""Bukan gara-gara obrolan kita kemarin, kan?" terka Tika. "Nggaklah. Ngapain, begitu doang," sungut Ahmad, tanpa Tika tahu sedikit banyak percakapan mereka juga menjadi salah satu alasan dia buru-buru pulang. "Nggak mampir ke makam Ibu, Bapak, atau Abah dulu?" tawar Tika. "Nanti ajalah, Teh. Masih banyak waktu, kok," dalih Ahmad. Tika menghela napas panjang, lalu meletakkan sebelah tangan di bahu adiknya lebar. "Ya udah, jaga diri di sana. Teteh titip usaha sama mobil yang kemarin, nanti kamu bisa ganti-ganti kalau ada keperluan. Di sini mungkin teteh bakal lebih banyak diem di rumah, bantu-bantu Nini."Ahmad mengangguk mantap, dia peluk Tika erat, sebelum mengecup keningnya sejenak. "Sehat-sehat, ya, Teteh sama
"Pak, udah denger kabar tentang manager Gema cabang Karawang?" Salah satu staf Gema pusat menyikut tangan Andri, saat mereka sama-sama keluar untuk makan siang. "Pak Indra? Kenapa emang?" tanya Andri. Sebenarnya dia tak ingin terlalu kepo tentang masalah-masalah yang menyangkut rekan kerjanya. Jadi, hanya sesekali menimpali. "Katanya baru-baru ini terungkap kalau dia pernah deket sama almarhum Desi sebelum nikah sama Miftah!"Andri tertegun. Setelahnya dia mengerutkan kening. "Ya, terus?" "Selain pernah dekat sama Desi, ternyata dia juga temen deketnya mantan istri Bapak. Teh Nia.""Jadi, apa hubungannya sama saya?" Andri yang tak suka basa-basi apalagi menyangkut mantan istri dan masa lalunya, hanya bisa ketus menanggapi. "Ya, siapa tahu Pak Andri pengen tahu. Dulu, kan Bapak pernah tanya orang-orang yang dekat sama Desi, salah satunya Tia--yang sekarang jadi Kabag di Karawang." Lelaki yang hanya selisih dua tahun depan Andri itu mendekatkan wajahnya, lalu berbisik. "Lagi rame
"Gila, adem banget, nih rumah." Bu Nur mengempaskan tubuhnya di atas ranjang yang sudah dilengkapi kasur ukuran dua, dalam salah satu kamar di rumah Tika.Rumah dua lantai yang baru sempat kakak kandung Ahmad itu tinggali beberapa bulan, setelah rumah utama yang menciptakan banyak luka dijualnya. Tak cukup sampai di situ, ternyata bayang tentang trauma dan masa lalu kelam yang masih mengusik pikiran, membuat Tika mengambil langkah besar untuk meninggalkan Bandung, dan semua aset-asetnya yang tersisa. Tanpa diketahuinya, lewat perantara Ahmad, rumah itu kini justru ditinggali mantan mertua dan adik ipar yang sebenarnya belum sepenuhnya mampu Tika maafkan. "Iya. Aku aja nggak nyangka A Ahmad bakal ngontrakin rumah bekas kakaknya. Mana dikasih harga murah lengkap dengan isinya!" Berbinar-binar mata Dini menatap sekeliling rumah beserta isinya yang tak sempat Tika bawa semua, karena di Cianjur sana, semua fasilitas sudah lengkap disediakan Nek Euis dalam rumah besar yang hanya dia dan b
"Saudara Miftah, ada kerabat yang ingin bertemu!" Di balik jeruji besi dengan tahanan-tahanan khusus kasus pembunuhan itu Miftah berada. Sebelah alisnya terangkat naik saat melihat salah satu petugas polisi datang mengabari. Heran, sudah pasti. Karena baru beberapa hari lalu ibu dan adiknya mengunjungi, lantas siapa yang datang kini? "Mari!"Meski sempat kebingungan, Miftah tetap beranjak bangkit setelah dituntun salah satu petugas menuju ruang kunjungan, dahinya bertautan saat melihat wanita berambut sebahu dengan pakaian modis yang sudah duduk manis menunggu. "Ngapain lo ke sini, Nia!" sentak Miftah begitu duduk di hadapan kakak dari mantan istrinya tersebut. "Kalau mau bahas tentang Bila, lo bisa hubungi Mama."Nia melepas kacamata hitamnya, wanita cantik itu mendekatkan wajahnya, dan berguman tepat di hadapan Miftah. "Gue denger lo udah kasih keterangan ke polisi tentang motif pembunuhan Desi. Jadi, perselingkuhan motifnya?"Miftah menarik diri, lelaki itu mengerutkan kening,
M.H terdakwa kasus penghilang nyawa istrinya D yang ditemukan di kontrakan daerah Cijerah Bandung, hari ini resmi diputuskan dengan vonis lima tahun penjara, setelah terbukti bahwa motif pelaku adalah murni gelap mata karena mengetahui perselingkuhan sang istri. Siaran berita yang mengabarkan tentang putusan sidang kasus Miftah itu ditayangkan di TV. Nek Euis, Tika, serta beberapa asisten rumah tangga yang ikut menyaksikan terlihat geram sendiri. "Kok, cuma lima tahun, sih?" celetuk Nek Euis yang membuat Tika beranjak dari tempatnya. Berbulan-bulan menunggu, ternyata putusan sidang tak cukup memuaskan, apalagi mengingat sama sekali tak ada bantahan dari pihak keluarga korban. Meskipun almarhumah Desi yang membuat dia sampai ada di titik ini, tapi Tika merasa perempuan itu tetap layak mendapatkan keadilan yang seharusnya didapatkan. Sebagai seorang ibu, dia tahu bagaimana rasanya ditinggalkan atau meninggalkan, apalagi di sini posisinya Bila masih baru beberapa bulan lahir ke duni
Hari ini, bertepatan dengan tanggal dua puluh April. Hanya selisih beberapa hari dari waktu yang diperkirakan bidan, Tika akan segera melahirkan. Ditemani Nek Euis dan salah satu asisten rumah tangga yang sudah dekat dengan Tika yaitu Marni. Sejak subuh tadi mereka sudah membawa berbagai perlengkapan persalinan ke Klinik Bersalin Bidan Weni. Memang tak mudah ada di posisinya sekarang, melahirkan tanpa didampingi seorang suami setelah melewati pasang-surut kehidupan seorang diri. Bahkan Ahmad yang menjadi satu-satunya tumpuan sebagai seorang adik yang seharusnya bisa diandalkan justru tak ada di sampingnya kini. Namun, Tika cukup kuat sampai akhirnya ada di titik ini. Hanya Tuhan tempatnya mengadu, hanya sajadah tempatnya menumpahkan tangis. Ketika nyerinya kontraksi bercampur dengan kecamuk perasaan dalam diri, perempuan dalam balutan daster dan kerudung instan itu hanya bisa menggumamkan takbir dan istigfar. "Kuat, nyak, Geulis! Bismillah cing lungsur-langsar. (Kuat, ya, cantik
Berbagai kecamuk perasaan menghinggapi Tika saat dia berjalan menyusuri lorong Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, menuju ruang ICU. Tak ada ekspresi berarti yang dia tunjukkan saat Bu Wulan mengatakan bahkan sudah berbulan-bulan Miftah menjalani pengobatan secara intensif setelah dokter mendiagnosis bahwa mantan suaminya itu mengidap Bronchitis, dan secara pribadi Bu Nur memohon padanya untuk menyampaikan pesan. Sebenarnya Tika sudah tak peduli dengan apa yang terjadi pada Miftah dan keluarganya, sebab tak ada lagi yang tersisa dari lelaki itu selain kenangan pahit yang masih kerap kali menjadi mimpi buruk di tiap tidurnya. Namun, saat Andri mengatakan bahwa mungkin itu adalah permintaan terakhir mantan suaminya, Tika benar-benar tak kuasa untuk menolaknya.Melihat seseorang hanya berdiri di depan pintu ruang ICU, sontak Bu Nur bangkit setelah menyuapi putranya yang sudah tak bisa melakukan apa-apa. "Makasih, makasih banyak udah sudi datang, Tik. Dua hari ini Miftah nggak mau makan
Tak ada luka yang benar-benar abadi, waktu selalu mampu memperbaiki situasi, meski yang tersisa dari memori kerapkali kali masih menyisakan sedikit nyeri dalam hati. Awan mendung tak berarti hujan turun, tapi Matahari selalu adil menerangi setiap inti bumi. Setiap duka pasti ada suka, setiap kehilangan pasti ada penggantinya, dan setiap yang ditanam pasti akan ada yang dituai, karena begitulah kehidupan berjalan.Hari berganti, bulan-bulan dilewati. Demi menjaga kewarasan diri dari bayang-bayang masa lalu, Andri bersedia mengikuti sang istri untuk menetap di Cianjur. Meski harus pulang-pergi Bandung-Cianjur seminggu dua kali, meski rindu kerap kali menghinggapi. Lelaki itu tak peduli dengan jarak, selama mereka bisa terus bersama sampai akhir hayat nanti. Setelah apa yang terjadi pada Tika pun Ahmad, perempuan itu seolah tak mau tahu lagi tentang mantan suam dan keluarga benalunya itu. Dia memilih melanjutkan usaha dari modal yang ditinggalkan orang tua, serta menata hidupnya kembali
Ternyata pribahasa darah lebih kental daripada air itu benar adanya. Ikatan persaudaraan yang erat membuat Tika tak kuasa menahan tangis, lelaki itu bersimpuh, menangis meraung di kaki Tika, dan mengakui bahwa dia memang telah salah selama empat tahun ini. Mengikuti hawa nafsu, tak peduli nasihat kakak kandung sendiri, terjebak dalam pernikahan dengan perempuan yang ternyata hanya ingin memanfaatkan harta bendanya. Madu yang dia tuang ternyata dibalas racun mematikan. Empat tahun menampung keluarga benalu membuat Ahmad benar-benar berhasil mempelajari banyak hal. Belajar tentang kegagalan Tika juga dirinya sekarang. "Maaf, hampura, Teh. Hampura Ahmad khilaf!" Ahmad masih bersimpuh di lantai memeluk kaki Tika. Sementara yang bersangkutan tampak masih shock setelah mendengar pengakuan sang adik tentang kondisi kehidupannya pasca pernikahan dengan Dini. Tika benar-benar tak menyangka, ternyata di balik kebungkaman, di balik komunikasi yang nyaris terputus selama empat tahun ini ada
Tok! Tok! Tok! "Buka pintunya, Nia! Jangan bikin papa hilang kesabaran, ya."Suara ketukan yang sudah berubah jadi gedoran itu terdengar di salah satu kamar dalam rumah milik mantan pejabat yang cukup disegani pada masanya. Sudah tiga hari sejak pria paruh baya tersebut mendapati sang putri mengurung diri. Hari ini kesabarannya sudah benar-benar habis. Dia seolah sudah lelah menghadapi satu-satunya putri yang tersisa, karena terlalu terobsesi pada mantan suaminya, Andri. "Kalau nggak dibuka juga papa dobrak pintunya, ya, Nia!"" .... " Tetap tak ada jawaban dari dalam. Hal itu membuatnya mulai dilingkupi perasaan khawatir."Dang, bawa kunci serep di gudang. Si Nia nggak mau keluar ini." Lelah menunggu dan penasaran dengan apa yang membuat putrinya mengurung diri sampai tiga hari. Papa Nia akhirnya meminta salah seorang tukang di rumahnya untuk mengambil kunci serep. Hanya beberapa menit setelah diminta, sopir yang juga tukang kebun itu datang membawa kunci cadangan. "Sial, nyang
Miftah kembali ke rumah saat dia melihat ibunya duduk mematung di atas kursi. Sementara Dini menangis meraung di kakinya. Syakil dan Bila yang melihat itu hanya bisa menatap kehadiran mereka dengan penuh kebingungan. Sebenarnya Bu Nur sudah tahu kalau Syakil adalah anak dari Rifky, mantan kekasih putrinya. Namun, dia tak menyangka kalau Dini masih menjalin hubungan dengan montir bengkel itu. Bertahun-tahun, di belakang Ahmad. Bahkan bisa dipastikan anak yang Dini kandung sekarang juga berasal dari benih Rifky. Sekali lagi kebodohan anaknya berhasil menjerumuskan. Akankah kesenangan yang sudah didapatkan selama empat tahun ini akan dicabut kembali? "Ada apa ini?" Miftah akhirnya bertanya setelah lama membaca situasi. Melihat tangisan adiknya serta beberapa barang yang dia bawa serta ke mari. Miftah mulai menduga bahwa ada sesuatu yang terjadi antara rumah tangga Dini dan Ahmad. Mendengar kehadiran kakaknya, Dini langsung memburu Miftah, lalu bersimpuh di kakinya. "Tolongin Dini, A
Tika duduk bersedekap di atas sajadah. Mukena membalut tubuhnya dari ujung kepala sampai kaki. Berbagai doa dia panjatkan sejak Magrib tadi. Memohon tak henti agar tak ada bala yang mendekati.Ketakutan mulai menyelimuti. Padahal selama empat tahun dilewati dia tak pernah merasakan hal semacam ini. Entah kenapa, selama Miftah dan keluarganya masih berpijak di bumi yang sama. Tika merasa tak akan pernah bisa mendapatkan ketenangan lagi. "Buna ...." Panggilan pelan dari suara yang lembut itu menginterupsi zikirnya. Sejenak Tika seka air mata dengan mukena, lalu beralih pada Zahra yang malam ini dia tempatkan di satu kamar bersamanya. "Ya, Sayang.""Om gateng tadi siapa, Buna? Kenapa dia bilang Ayah Zahla."Tika terdiam sejenak dengan kebingungan yang menggelayutinya. Setelahnya napas panjang dia hela. "Bukan siapa-siapa, cuma orang iseng aja." Masih terbalut mukena Tika bangkit, lantas berjalan menghampiri Zahra yang duduk di tepi ranjang. "Kalo bukan siapa-siapa. Kenapa Buna mara
" ... aku muak, Miftah. Aku jijik!"Masih berdiri mematung di tempatnya. Kalimat itu terus menerus ternging-ngiang di telinga Miftah. Bahkan Berputar-putar di kepalanya. Ada yang menghantam dada saat melihat lirih suara sang mantan istri memaki, memerah matanya menahan murka dan amarah. Dan anehnya Miftah tak merasa tersinggung saat dia dihina dan dicaci-maki bahkan dilempar uang ke depan muka. Yang terasa justru sesak, sesak yang dirasa saat melihat sedemikian dalam Tika membenci, karena luka yang sudah dia torehkan selama ini. Apakah empat tahun di balik jeruji besi tanpa disadari justru membuatnya introspeksi? Atau ceramah serta nasehat yang dicekokki para pemuka agama yang datang ke lapas, membuatnya cukup mawas diri? Bahkan saat dia tak sengaja membunuh Desi atau mencaci-maki Tika tentang anak yang dikandungnya ia tak pernah merasa seperti ini. Kalau sudah begini, bagaimana dengan empat tahun rencana matang yang sudah dia susun bersama Nia?"Pergi!" Jeritan itu menarik kesada
"Nggak apa-apa, kalau kita ketahuan. Aku yang bakal tanggung jawab," yakinnya. "Halah tanggung jawab apaan. Waktu aku hamil Syakil aja kamu pergi." "Aku cuma butuh waktu buat nenangin diri. Lagian saat itu aku belum ada kerjaan. Buktinya aku balik, tapi kamu malah milih nikah sama cowok yang nggak kamu cintai!" Dini memalingkan muka. Matanya kembali mengembun. "Karena aku nggak bisa hidup miskin, Ky. Aku nggak mau. Cuman dengan dia aku bisa hidup enak. Cuma dengan dia masa depan Syakil terjamin." Air mata Dini kembali tumpah. "Kalau kamu udah ngerasa bahagia, kenapa masih hubungin aku? Bahkan selama setahun ini kamu selalu datang saat butuh. Aku ngerasa kayak dimanfaatin. Padahal aku tulus cinta sama kamu."Dini menarik napas panjang. Dia menatap mata lelaki yang sampai detik ini masih merajai hati. "Karena cuma kamu yang aku cinta. Karena cuma kamu yang bisa menyenangkanku. Si Ahmad payah, Ky. Dia nggak pernah bisa kasih kepuasan batin buat aku kayak kamu. Hubungan kita hambar,
"Eh, Mad!" "Reza!" Langkah Ahmad terhenti di ambang pintu keluar resto saat dia berpapasan dengan sosok yang dikenal. Lelaki bernama Reza Anugerah itu adalah teman seprofesi Ahmad di Pabrik Kahatex sebagai pengawas. Sudah lama sejak mereka tak pernah lagi bertemu, karena Reza resign hanya sebulan setelah Dini mengundurkan diri.Hal itu jelas semakin mematik rasa curiga Ahmad akan hubungan mereka berdua yang terjadi sebelum kehamilan Dini. Sudah empat tahun berlalu, tetap dia masih belum juga tahu ayah biologis dari anak yang selama ini tinggal bersamanya.Sebenarnya saat memutuskan menikahi wanita itu Ahmad sudah menerima, akan tetapi rasa penasaran itu kerap kali hinggap saat dia tak sengaja memerhatikan Syakil. Sebenarnya dari benih siapa dia berasal? Apa benar dari benih lelaki di hadapannya ini, seperti yang dia duga selama ini?"Hampura teu bisa datang pas hajat. Sumpah sabenerna mah urang teu nyangka maneh ngawin si Dini, Mad. (Maaf nggak bisa datang saat resepsi. Sumpah seb