Share

BAB 92. Panik.

“Heh, Ta, kok malah bengong begitu! Ini ambil!” titah ibu mertuaku.

“Eh, i—iya ... Bu,” jawabku terbata.

“Ya, sudah, Ibu pulang dulu, ya, Nak ... semoga kamu suka oleh-oleh dari Lili.” Tiba-tiba mulut ibu manis sekali.

Jadi, Maghrib ini aku tidak hanya dikejutkan oleh sosok dua ibu mertuaku, tapi juga oleh sikap manisnya yang tiba-tiba datang.

Kututup pintu dan gegas ke kamar, menghampiri Mas Danu. Ritme jantungku tidak teratur. Aku deg-degan dan juga sedikit takut.

“Sudah Mas, zikirnya?” Mas Danu heran dengan pertanyaanku.

“Alhamdulillah ... ada apa, Dik. Kamu seperti gelisah gitu?”

Aku jawab pertanyaan Mas Danu dengan cerita yang barusan saja aku alami. Dia tidak percaya, tapi aku bilang dapat bingkisan juga dari ibu yang pertama datang.

Kami gegas ke dapur, bingkisan tadi aku taruh di meja makan. Kugendong Kia yang sudah ngantuk aku takut Kia kenapa-napa kalau aku tinggal sendiri di kamar.

“Mas, ya Allah itu bingkisannya masih!” teriakku.

Mas Danu mengambil bingkisan itu, mengendus
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status