CINTA untuk RENATA
Oleh : Violet Senja
Bab 1 Sandiwara dalam perkawinan
Selain memiliki paras cantik, Renata Aprilia pun termasuk gadis yang cerdas. Ia menikah dengan putra seorang pengusaha ternama di kotanya, Davin Anggara. Pernikahan mereka terjadi karena perjodohan yang dilakukan oleh orang tua keduanya atas nama relasi bisnis.
Dua tahun sudah mereka menjalani hidup sebagai suami istri. Kehidupan rumah tangga mereka terlihat normal, romantis dan bahagia. Davin memenuhi tugasnya sebagai seorang suami, begitu juga dengan Renata, memposisikan layaknya seorang istri yang selalu mempersiapkan keperluan suami ketika akan berangkat ataupun pulang dari kantor tempat Davin bekerja.
Namun siapa yang menyangka di balik kenormalan, keromantisan yang mereka jalani selama dua tahun ini tersembunyi rahasia yang mereka jaga dengan rapih, tak ada yang mengetahui termasuk keluarga besar mereka, hanya demi satu alasan untuk kebaikan bersama meski terkadang sangat menyiksa keduanya.
“Kanza akan datang ke Indonesia pekan ini Re,” kata Davin malam itu dengan sangat hati-hati saat mereka sedang berada di kamar.
“Lalu?” jawab Renata singkat.
“Aku bingung harus bagaimana,” ucap Davin lirih.
Kanza adalah kekasih Davin, seorang foto model yang tinggal di Aussie, sebuah kota di Australia. Selama ini Renata dan Davin menikah hanya sebatas sandiwara di hadapan keluarga dan orang-orang di sekitarnya, sebagai seorang CEO pewaris perusahaan "Anggara group" Davin harus menjaga image yang baik.
“Bukankah kamu yang menawarkan hubungan ini? Aku hanya mengikuti permainanmu. lalu kenapa sekarang kamu yang nampak bingung?” kata Renata.
Sejak pernikahan terjadi, tidak sekalipun Davin menyentuh Renata layaknya suami istri, sandiwara yang Davin ciptakan begitu sempurna, meski sebenarnya Renata memendam rasa untuk Davin.
“Kapan Kanza tiba di Jakarta?” tanya Renata datar.
“Kanza merubah jaduwal, besok sore pesawatnya tiba, dan aku akan menjemputnya ke bandara.”
“Kalau gitu aku mau ke rumah mamah, papah aja, bolehkan?”
“Boleh, tapi jangan lama-lama,” ucap Davin seraya mencubit hidung Renata.“Nggaklah palingan dua mingguan,” ujar Renata sambil mengunyah cemilan.
“Hah, lama banget!” seru Davin.
“Kamu juga akan melepas rindu dengan Kanza, bawa saja dia ke sini, kamu bisa bebas tanpa aku,” papar Renata dengan hati yang mulai teriris.
“Tapi konsepnya tidak seperti itu Renata.”
“Lalu seperti apa?”
“Kalau kamu tidak ada di rumah terus aku bawa Kanza menginap di sini apa kata tetangga?”
“Kita lihat nantilah,” ucap Renata menyimpulkan.
“Makasih yaa, my love Rena, teman baikku,” kata Davin tersenyum dengan sangat manis. Teman baik. Ya, benar-benar hanya sebatas teman baik, hanya teman.
Menjelang malam Renata tiba di kediamannya, sebelum ia melangkah masuk. sesaat ia pandangi rumah mewah di hadapannya itu, rumah yang selama ini menjadi tempatnya bernaung menjalani hidup yang bisa dibilang tidak normal.“Halooo… aku pulang!!” seru Renata seraya meletakkan tentengan berisi makanan di atas meja makan. Namun wajah sumringahnya tiba-tiba berubah tatkala melihat seorang wanita keluar dari kamar menyambut kedatangannya. Wanita itu berjalan dengan elok menghampiri Renata.
“Kanza. Kamu pasti Renatakan?” kata wanita itu memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan kepada Renata.
Renata menyambut uluran tangan itu dengan dingin, hatinya terasa semakin nyeri.
“Apa kabar Renata?” sapa Kanza mencoba untuk akrab.
“Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja,” ujar Renata sambil melangkah menuju dispenser untuk mengambil segelas air, membasahi tenggorokan yang terasa kering.
“Kamu lebih cantik dari yang aku bayangkan, aku jadi iri,” ucap Kanza.
Renata merasa sangat muak dengan sikap Kanza ini. "Iri? Apa yang kamu irikan dari pajangan rumah seperti aku?" batin Renata.
“Kamu cantik loh, apa kamu tidak punya pacar?”
“Aku akan cari pacar setelah pacarmu menceraikanku,” ketus Renata.
“Kasian kamu ya Ren, nanti aku coba bicara dengan Mas Davin tentang hal ini.”
“Sok bijak sekali perempuan ini, padahal dialah duri dalam daging di rumah tanggaku,” batin Renata lagi.
Renata pergi tanpa pamit meninggalkan Kanza yang sedang duduk di meja makan, setiba nya di kamar Davin baru saja selesai mandi dengan rambut yang masih basah, Renata membayangkan Davin dan Kanza baru saja bercinta di rumahnya, bak tertusuk ribuan belati sakit yang dirasakan Renata melihat kenyataan itu.
“Renata? Kamu sudah pulang aku kira beneran akan lama kamu di sana,” sapa Davin setelah sadar akan ke hadiran Renata.
“Kenapa? Terganggu?!” seru Renata setengah emosi.
“Tidak begitu juga, aku malah rindu sama kamu, biasanyakan kamu yang selalu merecoki aku makan, gangguin aku kalau lagi kerja di rumah, hal itu yang membuat aku selalu ingat sama kamu,” papar Davin sambil tertawa kecil.
“Itu biasanya, sekarang sudah ada wanita kesayangan kamu yang datang merecoki kamu, nikmatilah.”
Saat Renata melangkah ke walk in closet hendak berganti pakaian, tiba-tiba Davin mencekal lengannya.
“Re, selama Kanza ada di rumah ini gimana kalau kamu gunakan kamar tamu,” ucap Davin.
“Baik untuk malam ini dan seterusnya aku akan tidur di kamar tamu, kalian berbuatlah sesuka hati, anggap aku tidak ada,” jawab Renata seraya menghempaskan tangan Davin dengan menahan emosi yang mulai menguasai dirinya
“Kamu marah?”
“Apa ada gunanya aku marah?” ujar Renata sambil melangkah keluar dari kamar yang selama ini menjadi tempat peristirahatannya.
Davin terdiam, dia tau persis karakter istrinya karena sejak kecil mereka berteman dan melewati hari bersama, saat ini Renata sedang menyembunyikan kemarahannya.
Renata sangat menyadari kebodohannya untuk hal ini, membiarkan wanita lain memasuki rumah tangganya, namun Renata biasa apa?
Selama ini rasa percayanya terhadap laki-laki memang telah sirna dalam kehidupan Renata, pengalaman masa lalunya yang menjadikannya seperti itu, lalu ia pun menyetujui untuk bersandiwara menikah dan hidup bersama dengan Davin.
Pintu kamar ditutup dengan bantingan yang cukup keras, Renata lantas merebahkan dirinya di atas tempat tidur dan membenamkan kepala di balik bantal, ia berteriak melepas sesak, berharap Allah mencabut rasa yang ada dalam hatinya untuk Davin.
Malam semakin larut namun Renata tak dapat memejamkan mata, sakit dan sesak rongga dadanya membayangkan saat ini sang suami tengah berada dalam satu kamar dengan wanita lain.
Sementara di dalam kamar Davin dan Kanza, dua insan berlawanan jenis itu sedang menghabiskan malam panjang dengan berbagi kehangatan. Lalu dengan nafas yang masih tersegal, Davin berbisik di telinga Kanza, “Aku sangat mencintaimu."“Aku juga mencintaimu Mas,” balas Kanza dengan suara manja sambil mengusap peluh di dada Davin.“Mas, kapan kamu akan menceraikan Renata,” lanjut Kanza.“Aku tidak akan menceraikan Renata.”“Mau sampai kapan kalian berpura-pura menjadi suami istri?”“Aku tidak berpura-pura menjadi suami Renata, pernikahan kami sah di mata hukum negara dan agama, jadi tidak ada kepura-puraan.”“Lagi pula keluargaku sangat menyayangi Renata bahkan melebihi kasih sayang papi terhadapku,” sambung Davin.“Jika begitu biarkan Renata memiliki kekasih, dengan begitu orang tuamu tidak akan menyalahkanmu, mereka akan menyalahkan Renata,” papar Kanza.“Maksud kamu membiarkan Renata berselingkuh?” tanya Davin dan dijawab anggukan oleh Kanza.“Hal itu tidak akan aku biarkan, sampai kapa
Tidak ada perbincangan di atas meja makan, semua menikmati hidangan yang tersedia, hanya suara denting sendok dan garpu yang terdengar.“Mama punya sesuatu untuk kalian,” kata nyonya Iriana setelah selesai makan malam sambil duduk di ruang tengah rumah.“Apa ini Ma?” tanya Davin.“Itu Madu hitam, bagus untuk kalian konsumsi.”“Untuk apa?” Davin kembali bertanya sambil memutar-mutar botol yang diberikan mamanya.“Agar Renata cepat hamil,” ujar nyonya Iriana sambil melihat kearah Renata.Davin dan Renata saling berpandangan. “Apa perlu Ma, aku rasa kita hanya belum dikasih momongan saja,” ucap Renata.“Kalian sudah dua tahun menikah, mau menunggu berapa lama lagi?”“Sudahlah Dav, ikuti saja saran Mamamu, tidak ada salahnya juga dicoba,” ujar sang papa menjelaskan.“Benar Davin, papa dan mama sudah sangat kangen untuk menimang cucu,” ikut menimpali ucapan suaminya.Tidak ada jawaban dari Davin maupun Renata, mereka memilih diam dari pada memberikan jawaban yang justru akan membuat berdeb
Renata terkejut mendengar penuturan Reynaldi hingga tidak bisa berkata sepatah katapun, kalimat ‘hamil’ yang barusan ia dengar membuat ia berada di posisi yang benar-benar bingung, harus bahagia atau sedih dengan kondisi ini.“Aku mau pulang,” ucap Renata tiba-tiba.“Ok! Mobilmu masih di apotek, biar nanti aku suruh orang mengantarkan ke rumahmu.”Mereka kemudian meninggalkan klinik tersebut dengan mengendarai mobil milik Reynaldi. Selama perjalanan pulang keduanya terdiam dengan pikiran masing-masing. Sesekali Reynaldi melirik ke arah Renata yang selalu membuang pandangannya keluar jendela mobil."Re, kamu baik-baik saja kan?" tanya Reynaldi melihat Renata menyandarkan kepalanya di kaca pintu mobil.Renata hanya mengangguk. Beribu fikiran berkecamuk di benaknya.Tak lama berselang, mereka sampai di rumah besar milik Renata dan Davin, kemudian Reynaldi membukakan pintu untuk Renata yang masih tampak lemah."Bagaimana, aku bantu atau bisa sendiri?" tanya Reynaldi sambil hendak membantu
“Hey… kamu cantik sekali… apakah kamu tersesat? Tuanmu pasti mencari,” ujar Renata berkomunikasi dengan kucing tersebut.Sepertinya kucing tersebut tidak ingin didekati, ia berlari keluar pagar, Renata mengejarnya, hingga tiba di depan gerbang Rumah Reynaldi.“Re… “ suara Reynaldi memanggil dari dalam Rumahnya.“Hi.. Rey,” sapa Renata.“Sedang apa?”“Tadi ada seekor kucing spertinya ia tersesat diRumahku.”“Apa dia yang kamu maksud?” tanya Reynaldi seraya menunjuk seekor kucing yang sedang menikmati makanannya.“Iyaaa.. itu kucingnya, apa dia milikmu?”“Betul, namanya Mochi, kalau sedang lapar dia memang selalu pergi kemana-mana tapi akhirnya akan kembali,” tutur Reynaldi.Tiba-tiba terdengar suara berasal dari perut Renata, reflek Renata lantas memegang perutnya dengan rasa malu.“Kamu laper?” tanya Reynaldi.“Aku tidak berselera makan, semua terasa mual di perutku,” ucap Renata.“Jika kamu mau makanlah di sini, aku memiliki asisten rumah tangga yang cukup handal dan akan membuatkan
“Nona dari mana? Lama sekali,” Sapa Bi Imah menyambut kedatangan Renata.“Dari rumah tetangga sebelah Bi, ini aku bawa oleh-oleh makanlah selagi hangat,” ucap Renata sambil memberikan paper bag ke tangan Bi Imah.“Dari mana ini Non?”“Dari tetangga sebelah, aku sudah makan banyak di sana.”“Tetangganya laki-laki apa perempuan Non?”“Bi Imah, kepoooo!” goda Renata sambil mencondongkan kepalanya kearah Bi Imah lalu tertawa dan melangkah menuju kamar.Renata merebahkan dirinya di ranjang king size bersepraikan putih, pikirannya melayang, kembali terngiang kata-kata Reynaldi.“Apa benar yang diucapkan Reynaldi tadi, cinta? Atau hanya karena sering bersama?” gumam Renata sambil memainkan ujung rambutnya.Renata dan Davin sudah bersahabat sejak kecil, selalu bersama melewati hari hingga sebuah pernikahan menjebak keduanya dalam kehidupan yang sangat menyiksa untuk Renata, bertahan rasa begitu menyakitkan, pergi pun terasa sulit untuk dilakukan.Renata berdiri di balkon kamar, menatap rumah
SOSOK MISTERIUSDi kediaman Reynaldi.Sosok lelaki dewasa dengan rahang tegas, hidung mancung, sorot mata tajam, sedang duduk memainkan goresan-goresan kuas di atas kanvas, Reynaldi adalah seorang pelukis ternama berkelas internasional, namanya tidak di kenal oleh banyak orang karena satu alasan ia tidak mencantumkan nama asli dalam setiap karyanya, akan tetapi semua karyanya bernilai ratusan dolar. Reynaldi adalah anak seorang pengusaha terbesar di Asia Tenggara perusahaan sang ayah yang bergerak di bidang elektronik.Rianti,Wanita yang sangat ia sayangi dan ia cintai, sebagai seorang ibu sosok Rianti menjadi pelabuhan cinta dan rindunya hingga saat ini, wanita lemah, hidup dalam siksaan batin dari sang ayah yang hanya menjadikannya sebagai mesin pencetak anak demi kerajaan bisnis.Reynaldi remaja pun tidak tahan dengan perlakuan sang ayah terhadap ibunya karena alasan itulah Reynaldi pergi dari rumah belasan tahun silam, mencoba hidup tanpa
DIA PUTERI KANDUNGKURenata baru saja merebahkan dirinya di sofa menikmati waktu bersantai di rumah tanpa menyaksikan kedua manusia yang tidak tau malu pamer kemesraan di hadapannya.Ponsel miliknya berdering tertera di layar handphone -Davin is calling- dengan tarikan nafas malas Renata menjawab panggilan ponselnya. “Ya… Halo Davin?” “Hallo… Re, bersiap yah 15 menit lagi aku jemput,” suara Davin dari sebrang sana.“Baik,” jawab Renata singkat, Seraya menutup panggilan.Renata beranjak menuju kamarnya, Setiba di dalam kamar entah kenapa dorongan hatinya untuk melihat rumah tetangga lewat jendela, Ia menyibak gordyn dan menoleh kearah rumah Reynaldi, Ada rasa sedikit kecewa setelah melihat Rumah Reynaldi tertutup rapat.“Sudahlah Renata, Apa yang kamu lakukan?” gumamnya lirih, Ia pun melanjutkan mencari gaun yang akan ia kenakan untuk makan malam bersama keluarga Davin dan juga kedua orang tuanya.Setelah rapih berpakaia
CENAYANG“Puluhan tahun aku sangat merindukanya, Sejak kalian membawa pergi ke Luar Negri dan tinggal di sana,” ujar Rianti.“Aku sangat mengerti perasaanmu, Renata anak yang sangat baik, pintar, memiliki perasaan yang halus seperti dirimu, aku yakin jika sudah saat nya nanti, ia tidak akan memberi sikap yang mengecewakan kita,” papar Martha seraya menggenggam tangan Rianti.“Oiya… bagaimana kabar putra mu?” sambung Martha.“Sama dengan Renata, ia tumbuh menjadi laki-laki yang hebat, baik, halus budi pekerti, meski tidak satu prinsip dengan suamiku dan akhirnya ia memeilih tinggal dan hidup sendiri.”“Di mana dia tinggal?”“Di Indo hanya saja dia jarang sekali mengunjungi kami, darah seni yang mengalir dalam tubuhnya menjadikan ia seorang pelukis ternama dan menolak untuk meneruskan perusahaan kami.”Bersamaan dengan itu datang Renata menghampri mereka. “Mama aku cari-cari ternyata disini,” ucap Renata dengan senyum mani
APAKAH INI RINDU?“Siang, Bu?” sapa, Dita sang sekretaris begitu melihat Renata nberjalan mendekati mejanya.“Siang, Dit. Apa jadwalku hari ini?” tanya Renata.“Tidak ada, Bu. Hanya bebrapa berkas yang perlu Ibu tandatangani,” ujar Dita.“Ok, antarkan keruanganku ya.” kemudian Renata berjalan menuju ruangannya, diiringi Bimantara.Tidak seberapa lama Dita masuk dengan membawa berkas-berkas ke meja Renata.“Dita, apakah ruanganku sudah bisa digunakan?” tanya Bimantara yang sedang duduk di sofa.“Untuk saat ini belum, Pak. Kemungkinan lusa sudah bisa digunakan,” jawab Dita.“Ruangan? Ruangan apa?” tanya Renata tidak mengerti.“Aku sudah resmi di angkat menjadi asisten pribadimu,” ujar Bagaskara dengan rasa percaya diri.“Asisten pribadiku? Siapa yang menganggkatnya?” “Mas, Rey.”“Ish! Kenapa orang itu selalu bertindak sesuka hatinya?” heran Renata.“Maaf, Pak, Bu… saya
SIDANG PERTAMA PERCERAIANPagi-pagi sekali, Renata sudah rapih dan bermain dengan putra kecilnya yang semakin hari semakin menggemaskan.“Apa rencana hari ini, Re,” tanya Martha di sela candanya dengan sang cucu.“Pagi ini sidang pertama aku dan Davin akan di laksanakan, Mah,” ucap Renata sambil menghela nafas.“Papa tidak bisa menemanimu hari ini, Nak,” ucap Gunawan sambil berjalan mendekat.“Tidak apa, Pah, nanti akan ada Bima yang menemaniku,” ucap Renata sambil tersenyum.“Semoga semua berjalan dengan baik,” ujar Martha seraya menggenggam tangan sang putri.Renata, mengangguk serta mengaminkan ucapan mamanya, disusul kecupan sayang dari sang papa.“Jangan pernah merasa sendiri, Papa tau kamu anak yang kuat dan mandiri, Papa akan lakukan apapun untuk kebahagiaan kamu dan Arkana,” ujar Gunawan memebrikan suport.“Terimakasih, Mah, Pah. Kalian selalu memberikan yang terbaik untukku,” ucap Renata.
PESONA SANG CEOSuara ketukan pintu menghentikan perbincangan Reynaldi dan Renata dalam ruangan CEO.“Permisi, Pak, Bu. Meeting akan segera dimulai,” ucap seorang wanita muda dengan penampilan kantor yang rapih.“Oiya… Dita, kenalkan ini Ibu Renata, mulai saat ini kamu akan bekerja untuk beliau, Re… kenalkan ini Dita yang akan menjadi sekretarismu,” ucap Reynaldi memeperkenalkan kedua wanita di hadapannya.“Baik, Bu Renata, selamat datang dikantor,” ucap Dita sambil membungkukkan badannya.“Terimakasih, Dita semoga kedepannya kita dapat bekerjasama dengan baik,” sambut Renata seraya mengulurkan jabatan tangan.“Baik, kita keruangan meeting sekerang, Dita semua berkas sudah di persiapkan?” ujar Reynaldi.“Semua sudah beres, Pak.” Jawab Dita.Mereka berjalan menuju ruangan meeting dimana para direksi dan petinggi perusahaan sudah berkumpul.“Selamat siang semuanya,” sapa Reynaldi, setibanya mereka di ruan
HARI BARU UNTUK RENATADavin, menepikan mobilnya, diikuti Renata, belum sempurna ia memarkirkan kendaraannya di trotoar jalan, nampak Davin berjalan ke arahnya. Laki-laki tampan yang diam-diam ia puja sejak kecil, yang berhasil mengukir senyum di bibirnya sekaligus menorehkan luka yang teramat dalam di hatinya.Davin, membantu membukakan pintu mobil Renata.“Tidak perlu berlebihan, Davin. Aku bisa sendiri,” ujar Renata.“Aku hanya ingin membantu membukakan pintu mobil,” jawab Davin.“Katakan apa maumu?” tanya Renata.“Kita bicara di sana,” ucap Davin, seraya menunjuk ke arah mini market yang terdapat tempat duduk di depannya.Tanpa bertanya lagi, Renata langsung berjalan menuju tempat yang di maksud oleh Davin.“Re… aku merindukanmu,” ucap Davin sambil berusaha meraih tangan Renata yang berada di atas meja.“Sudah cukup sandiwaramu,” ucap Renata tanpa melihat Davin yang duduk di hadapannya dan menarik tangan
PERJUMPAAN DI LAMPU MERAHKanza, terbelalak melihat notif di layar handponenya, ada no tidak di kenal mengirimkan beberapa gambar dirinya yang sedang bersama dengan, Kevin teman lelakinya.Ia berusaha menghubungi, tetapi sepertinya nomer tersebut adalah nomer fiktif yang hanya sekali pakai.Kanza, membanting hanphonenya ke atas sofa, lalu berjalan ke arah whastafel membasuh wajah tegangnya.“Siapa yang berani melakukan hal ini?” tanyanya dalam hati.“Apa mungkin, Renata?” sambungnya sambil megerutkan kedua alisnya.Davin, keluar dari kamar, bergegas Kanza meraih ponsel dan menyembunyikannya di balik badan, Davin napak rapih pagi ini, setahu Kanza, Davin sudah tidak lagi bekerja.“Mau kemana, Mas?” tanya, Kanza seraya memandang penampilan, Davin.“Kantor,” jawab Davin singkat.“Sudah mendapat pekerjaan?”Davin, tidak mejawab pertanyaan, Kanza. Ia memasukan laptop ke dalam tasnya.“Mungkin, a
DENDAM RENATADi dalam kamar, Renata baru saja membuka mata, ia memperhatikan sekeliling ruangan.“Di mana aku?” ucapnyan lirih, ia pun terkejut dengan pakaian yang ia kenakan.“Apa yang terjadi?” Renata beringsut dari atas tempat tidur, langsung berdiri dan berjalan ke arah kaca, ia memandang wajah dan sekujur tubuhnya.Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. “Re… sudah bangun?” tanya Reynaldi, seraya membuka pintu.“Apa yang terjadi denganku?” tanya Renata.“Kamu, tidak ingat sama sekali?” tanya, Reynaldi. “Coba di ingat-ingat, apa yang kamu makan atau minum di tempat acara tadi malam,” ucap Reynaldi, seraya menyentil kening, Renata dengan jarinya. Lalu duduk di sudut tempat tidur.Renata, duduk di bangku depan cermin, Reynaldi memperhatikan wajah cantik di hadapannya. Hanya dengan mengenakan kaos oblong, celana pendak, rambut di ikat sembarangan terkesan berantakan, namun tidak mengurangi kecantikan seorang,
OBAT PERANGSANGAcara berlangsung dengan penuh keakraban sesama pengusaha, tiba acara puncak. Fihak panitia mengumumkan. Perusahan-perusahaan yang akan mengajukan tander kepada salah satu perusahaan terbesar di asia, perusahaan Renata dan Davin termasuk di dalamnya.“Aku mau ke toilet,” bisik Kanza di saat Davin sedang focus dengan acaranya, Davin hanya mengangguk.Semua focus dengan acara puncak tersebut, tidak ada yang melihat apa yang dilakukan Kanza.“Mas… berikan minuman ini kepada wanita yang mengenakan gaun hitam panjang itu,” ucap Kanza kepada salah satu witres yang bertugas melayani tamu malam itu, seraya menunjuk ke arah Renata.Dengan patuh sang pelayan pun memberikan minuman tersebut, tanpa menoleh siapa yang memberikan minuman, Renata langsung menerima dan meminumnya.“Rasakan! Malam ini adalah malam istimewa untukmu, Renata! Keberuntungan tidak akan selalu berfihak padamu,” seru Kanza bergumam sendiri, sambil tersen
CALON MANTAN ISTRIMalam ini, Reynaldi menjemput, Renata. Wanita yang telah mendapatkan tempat khusus dalam hatinya.“Mah, aku pergi dulu, titip Arkana ya,” pamit, Renata.“Iya, sayang… hati-hati yah,” jawab Martha, seraya memeluk sang putri.“Kamu, cantik sekali malam ini,” sambung, Martha sambil mencubit dagu Renata. Senyum simpul Renata mendengar pujian sang Mama membuat rona pipi menambah kecantikannya.Reynaldi menunggu di dalam mobil, ia sengaja tidak turun untuk mempersingkat waktu, agar tidak terlambat ke tempat acara.“Cantik,” ucap, Reynaldi reflek, setelah melihat Renata mendekat ke arah mobilnya.“Rey! Seru Renata, sambil mengetuk jendela mobil. Dengan gugup Reynaldi segera membuka kunci otomatis, agar pintu dapat di buka.“Kenapa? Kok malah melamun, ayo… jalan,” ujar Renata, melihat Reynaldi belum juga menjalankan kendaraannya.Reynaldi pun menjalankan kendaraannya dengan perasaan yang masi
WANITA PEMBURU HARTADengan wajah ceria, Kanza memasuki gedung apartemen, sesekali melirik tentengan paper bag di tangan kanan dan kirinya, ia memasuki lift menuju unit apartemen miliknya.Setiba di kamar, Davin tengah menunggu dengan raut wajah marah.“Hei… sudah pulang, Mas?” ucap Kanza, seraya mendekat ingin memeluk, Davin. Davin menepis pergerakan, Kanza.“Darimana saja kamu?” tanya Davin sambil melihat ke arah belanjaan, Kanza.“Aku? Habis dari Mall, kenapa?”“Apa maksudnya ini!” seru Davin sambil membanting amplop surat ke atas meja.“Dari mana kamu dapat itu?” tanya, Kanza heran, sementara ia merasa sudah membuang surat itu di tempat yang aman.“Aku menemukannya di tumpukan berkas, yang kamu buang di tempat sampah,” ujar Davin.“Apa kamu sengaja membuangnya?”“Aku tidak tahu.”“Kamu, kan yang menerima surat itu?”“Aku tidak menerimanya!” seru, Kanza.Kanza memang tidak menerima surat dari pengadilan agama tersebut, ia menemukan surat itu terselip di pagar rumah, Davin saat ia k