Sementara di dalam kamar Davin dan Kanza, dua insan berlawanan jenis itu sedang menghabiskan malam panjang dengan berbagi kehangatan. Lalu dengan nafas yang masih tersegal, Davin berbisik di telinga Kanza, “Aku sangat mencintaimu."
“Aku juga mencintaimu Mas,” balas Kanza dengan suara manja sambil mengusap peluh di dada Davin.
“Mas, kapan kamu akan menceraikan Renata,” lanjut Kanza.
“Aku tidak akan menceraikan Renata.”
“Mau sampai kapan kalian berpura-pura menjadi suami istri?”
“Aku tidak berpura-pura menjadi suami Renata, pernikahan kami sah di mata hukum negara dan agama, jadi tidak ada kepura-puraan.”
“Lagi pula keluargaku sangat menyayangi Renata bahkan melebihi kasih sayang papi terhadapku,” sambung Davin.
“Jika begitu biarkan Renata memiliki kekasih, dengan begitu orang tuamu tidak akan menyalahkanmu, mereka akan menyalahkan Renata,” papar Kanza.
“Maksud kamu membiarkan Renata berselingkuh?” tanya Davin dan dijawab anggukan oleh Kanza.
“Hal itu tidak akan aku biarkan, sampai kapanpun aku tidak akan menceraikan Renata,” ucap Davin seraya menyibakkan selimut dan bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi.
Entah kenapa setiap kali Kanza meminta Davin menceraikan Renata ia selalu murka.
“Tanpa kamu sadari kamu sudah jatuh cinta dengan Renata Mas,” gumam Kanza seorang diri menahan amarah dan rasa cemburu.
Renata baru saja selesai mandi pagi ini, ia menuju ruang makan untuk mencari makanan, perutnya terasa sangat lapar, karena sejak semalem belum terisi makanan barang sedikitpun, roti yang ia bawa saat kembali ke rumah belum sempat ia makan.
Kanza dan Davin sudah berada di sana dengan penampilan yang rapih.
“Sini Re, aku sudah buatkan sarapan untuk kamu,” ucap Davin seraya menyodorkan sepiring nasi goreng seafood ke hadapan Renata.
“Sorry Dav, aku mau joging dulu,” ujar Renata segera meninggalkan meja makan tanpa menoleh lagi, rasa lapar yang sejak tadi ia dirasakan hilang saat melihat kemesraan Davin dan Kanza.
Renata keluar rumah tanpa semangat, sebenarnya ia tidak ingin joging pagi ini semua hanya alasan agar ia tidak melihat kemesraan mereka.
Baru beberapa langkah Renata keluar dari halaman, seorang laki-laki muda menghamprinya.
“Hai, apakah kamu penghuni rumah sebelah?” sapa lelaki tersebut.
Renata menoleh ke arahnya lalu ke belakang menengok rumah yang baru saja ditinggalkan.
“Aku Reynaldi, panggil saja Rey, aku tinggal di sebelah rumahmu,” sambung lelaki itu.
“Darimana anda tau kalau saya penghuni rumah ini?” tanya Renata sedikit ketus.
“Aku lihat kamu keluar dari sana,” jawab Rey datar.
“Kamu memata-mataiku?”
“Hai Nona, kita baru saja kenal bahkan aku belum tau siapa namamu, lalu bagaimana mungkin aku memata-mataimu,” jawa Rey sambil mengimbangi langkah kaki Renata.
Langkah mereka terhenti seiring suara klakson mobil dari arah belakang, kaca mobil terbuka, “Renata, aku mau antar Kanza dulu keapartemennya, kamu jangan lupa sarapan,” ujar Davin sambil melirik sekilas kearah Reynaldi yang berdiri di samping Renata.
Renata hanya menganggukan kepala, sepintas ia melihat di dalam mobil, nampak Kanza melemparkan senyum penuh arti kearahnya.
“Siapa mereka?” tanya Reynaldi setelah mobil yang ditumpangi Davin dan Kanza kembali melaju.
“Suamiku.”
“Oya… lalu wanita di sebelahnya tadi?”
“Kekasihnya,” jawab Renata datar sambil melangkahkan kakinya.
Reynaldi termenung sejenak, tak habis pikir, dan tersadar setelah Renata berada beberapa langkah di depannya, sambil berlari kecil ia kembali mensejajarkan langkahnya dengan Renata.
“Renata tunggu!” seru Reynaldi dari belakang.
“Darimana kamu tau namaku?” tanya Renata tanpa menoleh.
“Tadi suamimu panggil kamu dengan nama Renata,” jawab Rey yang kembali berada di sampingnya
Tiba-tiba Renata berbalik arah menuju rumahnya, membuat Reynaldi semakin bingung.
“Hey… Renata! arah tempat joging bukan ke sana,” teriak Reynaldi.
“Aku mau pulang gak jadi joging!” balas Renata sedikit berteriak juga.
“Dasar cewek aneh,” umpat Reynaldi.
Reynaldi pun kembali melanjutkan joging dengan beribu tanya memenuhi benak dan kepalanya. Lelaki itu suaminya? dan wanita di dalam mobil tadi kekasih suaminya? Lalu... Aah sudahlah! ucap Reynaldi dalam hati sambil berlari kecil.
“Halloo… Renata sayang, lagi apa?” suara Davin menyapa Renata yang sedang duduk di sofa sambil memainkan handponenya.
“Tumben kamu nganter Kanza cuma sebentar?” tanya Renata yang merasa heran karena biasanya jika sudah bersama Kanza, Davin akan menghabiskan waktu yang lama.
“Mama tadi telepon, katanya mau datang kesini sore nanti.”
“Sore ini?”
“Heum,” jawab Davin sambil merebahkan kepalanya di bahu kiri Renata.
“Ya sudah kalau begitu aku mau bikin masakan buat makan nanti, mereka pasti makan malam di sinikan?” ucap Renata hendak bangkit dari duduknya.
“Tidak perlu, Mama pasti bawa masakan dari rumah,” ujar Davin menarik lengan Renata agar kembali duduk di sisinya.
Seperti yang disampaikan Davin, hampir pukul 5 sore kedua orang tua Davin tiba. “Gimana kabar kalian,” tanya nyonya Iriana, mamanya Davin kepada anak dan menantunya.
“Baik Ma. Oiya, Mama Papa mau minum apa, aku buatkan ya?” tanya Renata.
“Nanti aja, ini Mama bawa makanan, letakkan di meja makan,” ucap nyonya Iriana sambil memberikan sejumlah bungkusan berisi makanan kepada Renata.
"Kalian sampai sekarang belum punya ART?" tanya mamanya Davin saat melihat Renata membawa sendiri bungkusan itu ke meja makan.
"Belum Ma, dan Renata memang lebih suka mengerjakannya sendiri," jawab Davin sambil menyusul Renata ke meja makan.
“Davin, kamu ngapain ikut aku ke sini?” tanya Renata setengah berbisik saat mengetahui Davin mengekor di belakangnya.
“Gak ngapa-ngapain, cuma ikutin kamu aja.”
“Ish… gak jelas,” gumam Renata.
Tak lama berselang setelah Renata menata makanan yang dibawa oleh mamanya Davin di meja, kemudian ia kembali ke ruang tamu untuk mempersilahkan kedua mertuanya beristirahat.
"Mama Papa pasti lelah, silahkan istirahat dulu, kamar dan perlengkapan mandi sudah aku siapkan," ucap Renata.
“Duduklah ada yang ingin kami bicarakan,” perintah nyonya Iriana kepada anak dan menantunya.
Mereka pun duduk berdampingan, siap mendengarkan apa yang akan dibicarakan oleh mama dan papanya Davin.
“Apa tidak sebaiknya nanti selesai makan malam saja baru kita bicarakan, sekarang kita istirahat saja dulu,” Tuan Anggara, papanya Davin menimpali.
Tidak ada perbincangan di atas meja makan, semua menikmati hidangan yang tersedia, hanya suara denting sendok dan garpu yang terdengar.“Mama punya sesuatu untuk kalian,” kata nyonya Iriana setelah selesai makan malam sambil duduk di ruang tengah rumah.“Apa ini Ma?” tanya Davin.“Itu Madu hitam, bagus untuk kalian konsumsi.”“Untuk apa?” Davin kembali bertanya sambil memutar-mutar botol yang diberikan mamanya.“Agar Renata cepat hamil,” ujar nyonya Iriana sambil melihat kearah Renata.Davin dan Renata saling berpandangan. “Apa perlu Ma, aku rasa kita hanya belum dikasih momongan saja,” ucap Renata.“Kalian sudah dua tahun menikah, mau menunggu berapa lama lagi?”“Sudahlah Dav, ikuti saja saran Mamamu, tidak ada salahnya juga dicoba,” ujar sang papa menjelaskan.“Benar Davin, papa dan mama sudah sangat kangen untuk menimang cucu,” ikut menimpali ucapan suaminya.Tidak ada jawaban dari Davin maupun Renata, mereka memilih diam dari pada memberikan jawaban yang justru akan membuat berdeb
Renata terkejut mendengar penuturan Reynaldi hingga tidak bisa berkata sepatah katapun, kalimat ‘hamil’ yang barusan ia dengar membuat ia berada di posisi yang benar-benar bingung, harus bahagia atau sedih dengan kondisi ini.“Aku mau pulang,” ucap Renata tiba-tiba.“Ok! Mobilmu masih di apotek, biar nanti aku suruh orang mengantarkan ke rumahmu.”Mereka kemudian meninggalkan klinik tersebut dengan mengendarai mobil milik Reynaldi. Selama perjalanan pulang keduanya terdiam dengan pikiran masing-masing. Sesekali Reynaldi melirik ke arah Renata yang selalu membuang pandangannya keluar jendela mobil."Re, kamu baik-baik saja kan?" tanya Reynaldi melihat Renata menyandarkan kepalanya di kaca pintu mobil.Renata hanya mengangguk. Beribu fikiran berkecamuk di benaknya.Tak lama berselang, mereka sampai di rumah besar milik Renata dan Davin, kemudian Reynaldi membukakan pintu untuk Renata yang masih tampak lemah."Bagaimana, aku bantu atau bisa sendiri?" tanya Reynaldi sambil hendak membantu
“Hey… kamu cantik sekali… apakah kamu tersesat? Tuanmu pasti mencari,” ujar Renata berkomunikasi dengan kucing tersebut.Sepertinya kucing tersebut tidak ingin didekati, ia berlari keluar pagar, Renata mengejarnya, hingga tiba di depan gerbang Rumah Reynaldi.“Re… “ suara Reynaldi memanggil dari dalam Rumahnya.“Hi.. Rey,” sapa Renata.“Sedang apa?”“Tadi ada seekor kucing spertinya ia tersesat diRumahku.”“Apa dia yang kamu maksud?” tanya Reynaldi seraya menunjuk seekor kucing yang sedang menikmati makanannya.“Iyaaa.. itu kucingnya, apa dia milikmu?”“Betul, namanya Mochi, kalau sedang lapar dia memang selalu pergi kemana-mana tapi akhirnya akan kembali,” tutur Reynaldi.Tiba-tiba terdengar suara berasal dari perut Renata, reflek Renata lantas memegang perutnya dengan rasa malu.“Kamu laper?” tanya Reynaldi.“Aku tidak berselera makan, semua terasa mual di perutku,” ucap Renata.“Jika kamu mau makanlah di sini, aku memiliki asisten rumah tangga yang cukup handal dan akan membuatkan
“Nona dari mana? Lama sekali,” Sapa Bi Imah menyambut kedatangan Renata.“Dari rumah tetangga sebelah Bi, ini aku bawa oleh-oleh makanlah selagi hangat,” ucap Renata sambil memberikan paper bag ke tangan Bi Imah.“Dari mana ini Non?”“Dari tetangga sebelah, aku sudah makan banyak di sana.”“Tetangganya laki-laki apa perempuan Non?”“Bi Imah, kepoooo!” goda Renata sambil mencondongkan kepalanya kearah Bi Imah lalu tertawa dan melangkah menuju kamar.Renata merebahkan dirinya di ranjang king size bersepraikan putih, pikirannya melayang, kembali terngiang kata-kata Reynaldi.“Apa benar yang diucapkan Reynaldi tadi, cinta? Atau hanya karena sering bersama?” gumam Renata sambil memainkan ujung rambutnya.Renata dan Davin sudah bersahabat sejak kecil, selalu bersama melewati hari hingga sebuah pernikahan menjebak keduanya dalam kehidupan yang sangat menyiksa untuk Renata, bertahan rasa begitu menyakitkan, pergi pun terasa sulit untuk dilakukan.Renata berdiri di balkon kamar, menatap rumah
SOSOK MISTERIUSDi kediaman Reynaldi.Sosok lelaki dewasa dengan rahang tegas, hidung mancung, sorot mata tajam, sedang duduk memainkan goresan-goresan kuas di atas kanvas, Reynaldi adalah seorang pelukis ternama berkelas internasional, namanya tidak di kenal oleh banyak orang karena satu alasan ia tidak mencantumkan nama asli dalam setiap karyanya, akan tetapi semua karyanya bernilai ratusan dolar. Reynaldi adalah anak seorang pengusaha terbesar di Asia Tenggara perusahaan sang ayah yang bergerak di bidang elektronik.Rianti,Wanita yang sangat ia sayangi dan ia cintai, sebagai seorang ibu sosok Rianti menjadi pelabuhan cinta dan rindunya hingga saat ini, wanita lemah, hidup dalam siksaan batin dari sang ayah yang hanya menjadikannya sebagai mesin pencetak anak demi kerajaan bisnis.Reynaldi remaja pun tidak tahan dengan perlakuan sang ayah terhadap ibunya karena alasan itulah Reynaldi pergi dari rumah belasan tahun silam, mencoba hidup tanpa
DIA PUTERI KANDUNGKURenata baru saja merebahkan dirinya di sofa menikmati waktu bersantai di rumah tanpa menyaksikan kedua manusia yang tidak tau malu pamer kemesraan di hadapannya.Ponsel miliknya berdering tertera di layar handphone -Davin is calling- dengan tarikan nafas malas Renata menjawab panggilan ponselnya. “Ya… Halo Davin?” “Hallo… Re, bersiap yah 15 menit lagi aku jemput,” suara Davin dari sebrang sana.“Baik,” jawab Renata singkat, Seraya menutup panggilan.Renata beranjak menuju kamarnya, Setiba di dalam kamar entah kenapa dorongan hatinya untuk melihat rumah tetangga lewat jendela, Ia menyibak gordyn dan menoleh kearah rumah Reynaldi, Ada rasa sedikit kecewa setelah melihat Rumah Reynaldi tertutup rapat.“Sudahlah Renata, Apa yang kamu lakukan?” gumamnya lirih, Ia pun melanjutkan mencari gaun yang akan ia kenakan untuk makan malam bersama keluarga Davin dan juga kedua orang tuanya.Setelah rapih berpakaia
CENAYANG“Puluhan tahun aku sangat merindukanya, Sejak kalian membawa pergi ke Luar Negri dan tinggal di sana,” ujar Rianti.“Aku sangat mengerti perasaanmu, Renata anak yang sangat baik, pintar, memiliki perasaan yang halus seperti dirimu, aku yakin jika sudah saat nya nanti, ia tidak akan memberi sikap yang mengecewakan kita,” papar Martha seraya menggenggam tangan Rianti.“Oiya… bagaimana kabar putra mu?” sambung Martha.“Sama dengan Renata, ia tumbuh menjadi laki-laki yang hebat, baik, halus budi pekerti, meski tidak satu prinsip dengan suamiku dan akhirnya ia memeilih tinggal dan hidup sendiri.”“Di mana dia tinggal?”“Di Indo hanya saja dia jarang sekali mengunjungi kami, darah seni yang mengalir dalam tubuhnya menjadikan ia seorang pelukis ternama dan menolak untuk meneruskan perusahaan kami.”Bersamaan dengan itu datang Renata menghampri mereka. “Mama aku cari-cari ternyata disini,” ucap Renata dengan senyum mani
HADIAH MEWAH UNTUK RENATA“Renata belum bangun Bi?” tanya Davin kepada bi Imah pagi ini.“Belum Tuan Muda, mungkin Nona Muda terlalu lelah acara tadi malam,” jawab bi Imah, Davin mengangguk kecil sambil berlalu meninggalkan dapur.Bi Imah berlari kecil menuju pintu setelah mendengar suara bell berbunyi. “Sudah Bi, biar saya saja yang buka,” ucap Davin yang sedang duduk di Ruang tamu.Kanza sudah berada di balik pintu dengan senyum menggodanya setelah ia tahu yang membukakan pintu untuknya adalah Davin. “Hai… honey… kenapa tidak menelponku sepanjang malam?” ucap Kanza sedikit merajuk.“Aku sibuk sekali, makan malam kemarin menyita banyak waktu ku,” kilah Davin.Davin dan Kanza berbincang di runag tengah yang menghubungkan semua ruangan di rumah besar tersebut.Pandangan Davin menoleh ke arah tangga di mana Renata sedang berjalan menuruni anak tangga, wajah khas bangun tidur, Rambut diikat sembarangan dan terkesan berantakan, n
APAKAH INI RINDU?“Siang, Bu?” sapa, Dita sang sekretaris begitu melihat Renata nberjalan mendekati mejanya.“Siang, Dit. Apa jadwalku hari ini?” tanya Renata.“Tidak ada, Bu. Hanya bebrapa berkas yang perlu Ibu tandatangani,” ujar Dita.“Ok, antarkan keruanganku ya.” kemudian Renata berjalan menuju ruangannya, diiringi Bimantara.Tidak seberapa lama Dita masuk dengan membawa berkas-berkas ke meja Renata.“Dita, apakah ruanganku sudah bisa digunakan?” tanya Bimantara yang sedang duduk di sofa.“Untuk saat ini belum, Pak. Kemungkinan lusa sudah bisa digunakan,” jawab Dita.“Ruangan? Ruangan apa?” tanya Renata tidak mengerti.“Aku sudah resmi di angkat menjadi asisten pribadimu,” ujar Bagaskara dengan rasa percaya diri.“Asisten pribadiku? Siapa yang menganggkatnya?” “Mas, Rey.”“Ish! Kenapa orang itu selalu bertindak sesuka hatinya?” heran Renata.“Maaf, Pak, Bu… saya
SIDANG PERTAMA PERCERAIANPagi-pagi sekali, Renata sudah rapih dan bermain dengan putra kecilnya yang semakin hari semakin menggemaskan.“Apa rencana hari ini, Re,” tanya Martha di sela candanya dengan sang cucu.“Pagi ini sidang pertama aku dan Davin akan di laksanakan, Mah,” ucap Renata sambil menghela nafas.“Papa tidak bisa menemanimu hari ini, Nak,” ucap Gunawan sambil berjalan mendekat.“Tidak apa, Pah, nanti akan ada Bima yang menemaniku,” ucap Renata sambil tersenyum.“Semoga semua berjalan dengan baik,” ujar Martha seraya menggenggam tangan sang putri.Renata, mengangguk serta mengaminkan ucapan mamanya, disusul kecupan sayang dari sang papa.“Jangan pernah merasa sendiri, Papa tau kamu anak yang kuat dan mandiri, Papa akan lakukan apapun untuk kebahagiaan kamu dan Arkana,” ujar Gunawan memebrikan suport.“Terimakasih, Mah, Pah. Kalian selalu memberikan yang terbaik untukku,” ucap Renata.
PESONA SANG CEOSuara ketukan pintu menghentikan perbincangan Reynaldi dan Renata dalam ruangan CEO.“Permisi, Pak, Bu. Meeting akan segera dimulai,” ucap seorang wanita muda dengan penampilan kantor yang rapih.“Oiya… Dita, kenalkan ini Ibu Renata, mulai saat ini kamu akan bekerja untuk beliau, Re… kenalkan ini Dita yang akan menjadi sekretarismu,” ucap Reynaldi memeperkenalkan kedua wanita di hadapannya.“Baik, Bu Renata, selamat datang dikantor,” ucap Dita sambil membungkukkan badannya.“Terimakasih, Dita semoga kedepannya kita dapat bekerjasama dengan baik,” sambut Renata seraya mengulurkan jabatan tangan.“Baik, kita keruangan meeting sekerang, Dita semua berkas sudah di persiapkan?” ujar Reynaldi.“Semua sudah beres, Pak.” Jawab Dita.Mereka berjalan menuju ruangan meeting dimana para direksi dan petinggi perusahaan sudah berkumpul.“Selamat siang semuanya,” sapa Reynaldi, setibanya mereka di ruan
HARI BARU UNTUK RENATADavin, menepikan mobilnya, diikuti Renata, belum sempurna ia memarkirkan kendaraannya di trotoar jalan, nampak Davin berjalan ke arahnya. Laki-laki tampan yang diam-diam ia puja sejak kecil, yang berhasil mengukir senyum di bibirnya sekaligus menorehkan luka yang teramat dalam di hatinya.Davin, membantu membukakan pintu mobil Renata.“Tidak perlu berlebihan, Davin. Aku bisa sendiri,” ujar Renata.“Aku hanya ingin membantu membukakan pintu mobil,” jawab Davin.“Katakan apa maumu?” tanya Renata.“Kita bicara di sana,” ucap Davin, seraya menunjuk ke arah mini market yang terdapat tempat duduk di depannya.Tanpa bertanya lagi, Renata langsung berjalan menuju tempat yang di maksud oleh Davin.“Re… aku merindukanmu,” ucap Davin sambil berusaha meraih tangan Renata yang berada di atas meja.“Sudah cukup sandiwaramu,” ucap Renata tanpa melihat Davin yang duduk di hadapannya dan menarik tangan
PERJUMPAAN DI LAMPU MERAHKanza, terbelalak melihat notif di layar handponenya, ada no tidak di kenal mengirimkan beberapa gambar dirinya yang sedang bersama dengan, Kevin teman lelakinya.Ia berusaha menghubungi, tetapi sepertinya nomer tersebut adalah nomer fiktif yang hanya sekali pakai.Kanza, membanting hanphonenya ke atas sofa, lalu berjalan ke arah whastafel membasuh wajah tegangnya.“Siapa yang berani melakukan hal ini?” tanyanya dalam hati.“Apa mungkin, Renata?” sambungnya sambil megerutkan kedua alisnya.Davin, keluar dari kamar, bergegas Kanza meraih ponsel dan menyembunyikannya di balik badan, Davin napak rapih pagi ini, setahu Kanza, Davin sudah tidak lagi bekerja.“Mau kemana, Mas?” tanya, Kanza seraya memandang penampilan, Davin.“Kantor,” jawab Davin singkat.“Sudah mendapat pekerjaan?”Davin, tidak mejawab pertanyaan, Kanza. Ia memasukan laptop ke dalam tasnya.“Mungkin, a
DENDAM RENATADi dalam kamar, Renata baru saja membuka mata, ia memperhatikan sekeliling ruangan.“Di mana aku?” ucapnyan lirih, ia pun terkejut dengan pakaian yang ia kenakan.“Apa yang terjadi?” Renata beringsut dari atas tempat tidur, langsung berdiri dan berjalan ke arah kaca, ia memandang wajah dan sekujur tubuhnya.Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. “Re… sudah bangun?” tanya Reynaldi, seraya membuka pintu.“Apa yang terjadi denganku?” tanya Renata.“Kamu, tidak ingat sama sekali?” tanya, Reynaldi. “Coba di ingat-ingat, apa yang kamu makan atau minum di tempat acara tadi malam,” ucap Reynaldi, seraya menyentil kening, Renata dengan jarinya. Lalu duduk di sudut tempat tidur.Renata, duduk di bangku depan cermin, Reynaldi memperhatikan wajah cantik di hadapannya. Hanya dengan mengenakan kaos oblong, celana pendak, rambut di ikat sembarangan terkesan berantakan, namun tidak mengurangi kecantikan seorang,
OBAT PERANGSANGAcara berlangsung dengan penuh keakraban sesama pengusaha, tiba acara puncak. Fihak panitia mengumumkan. Perusahan-perusahaan yang akan mengajukan tander kepada salah satu perusahaan terbesar di asia, perusahaan Renata dan Davin termasuk di dalamnya.“Aku mau ke toilet,” bisik Kanza di saat Davin sedang focus dengan acaranya, Davin hanya mengangguk.Semua focus dengan acara puncak tersebut, tidak ada yang melihat apa yang dilakukan Kanza.“Mas… berikan minuman ini kepada wanita yang mengenakan gaun hitam panjang itu,” ucap Kanza kepada salah satu witres yang bertugas melayani tamu malam itu, seraya menunjuk ke arah Renata.Dengan patuh sang pelayan pun memberikan minuman tersebut, tanpa menoleh siapa yang memberikan minuman, Renata langsung menerima dan meminumnya.“Rasakan! Malam ini adalah malam istimewa untukmu, Renata! Keberuntungan tidak akan selalu berfihak padamu,” seru Kanza bergumam sendiri, sambil tersen
CALON MANTAN ISTRIMalam ini, Reynaldi menjemput, Renata. Wanita yang telah mendapatkan tempat khusus dalam hatinya.“Mah, aku pergi dulu, titip Arkana ya,” pamit, Renata.“Iya, sayang… hati-hati yah,” jawab Martha, seraya memeluk sang putri.“Kamu, cantik sekali malam ini,” sambung, Martha sambil mencubit dagu Renata. Senyum simpul Renata mendengar pujian sang Mama membuat rona pipi menambah kecantikannya.Reynaldi menunggu di dalam mobil, ia sengaja tidak turun untuk mempersingkat waktu, agar tidak terlambat ke tempat acara.“Cantik,” ucap, Reynaldi reflek, setelah melihat Renata mendekat ke arah mobilnya.“Rey! Seru Renata, sambil mengetuk jendela mobil. Dengan gugup Reynaldi segera membuka kunci otomatis, agar pintu dapat di buka.“Kenapa? Kok malah melamun, ayo… jalan,” ujar Renata, melihat Reynaldi belum juga menjalankan kendaraannya.Reynaldi pun menjalankan kendaraannya dengan perasaan yang masi
WANITA PEMBURU HARTADengan wajah ceria, Kanza memasuki gedung apartemen, sesekali melirik tentengan paper bag di tangan kanan dan kirinya, ia memasuki lift menuju unit apartemen miliknya.Setiba di kamar, Davin tengah menunggu dengan raut wajah marah.“Hei… sudah pulang, Mas?” ucap Kanza, seraya mendekat ingin memeluk, Davin. Davin menepis pergerakan, Kanza.“Darimana saja kamu?” tanya Davin sambil melihat ke arah belanjaan, Kanza.“Aku? Habis dari Mall, kenapa?”“Apa maksudnya ini!” seru Davin sambil membanting amplop surat ke atas meja.“Dari mana kamu dapat itu?” tanya, Kanza heran, sementara ia merasa sudah membuang surat itu di tempat yang aman.“Aku menemukannya di tumpukan berkas, yang kamu buang di tempat sampah,” ujar Davin.“Apa kamu sengaja membuangnya?”“Aku tidak tahu.”“Kamu, kan yang menerima surat itu?”“Aku tidak menerimanya!” seru, Kanza.Kanza memang tidak menerima surat dari pengadilan agama tersebut, ia menemukan surat itu terselip di pagar rumah, Davin saat ia k