DENDAM RENATA
Di dalam kamar, Renata baru saja membuka mata, ia memperhatikan sekeliling ruangan.“Di mana aku?” ucapnyan lirih, ia pun terkejut dengan pakaian yang ia kenakan.“Apa yang terjadi?” Renata beringsut dari atas tempat tidur, langsung berdiri dan berjalan ke arah kaca, ia memandang wajah dan sekujur tubuhnya.Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. “Re… sudah bangun?” tanya Reynaldi, seraya membuka pintu.“Apa yang terjadi denganku?” tanya Renata.“Kamu, tidak ingat sama sekali?” tanya, Reynaldi.“Coba di ingat-ingat, apa yang kamu makan atau minum di tempat acara tadi malam,” ucap Reynaldi, seraya menyentil kening, Renata dengan jarinya. Lalu duduk di sudut tempat tidur.Renata, duduk di bangku depan cermin, Reynaldi memperhatikan wajah cantik di hadapannya. Hanya dengan mengenakan kaos oblong, celana pendak, rambut di ikat sembarangan terkesan berantakan, namun tidak mengurangi kecantikan seorang,PERJUMPAAN DI LAMPU MERAHKanza, terbelalak melihat notif di layar handponenya, ada no tidak di kenal mengirimkan beberapa gambar dirinya yang sedang bersama dengan, Kevin teman lelakinya.Ia berusaha menghubungi, tetapi sepertinya nomer tersebut adalah nomer fiktif yang hanya sekali pakai.Kanza, membanting hanphonenya ke atas sofa, lalu berjalan ke arah whastafel membasuh wajah tegangnya.“Siapa yang berani melakukan hal ini?” tanyanya dalam hati.“Apa mungkin, Renata?” sambungnya sambil megerutkan kedua alisnya.Davin, keluar dari kamar, bergegas Kanza meraih ponsel dan menyembunyikannya di balik badan, Davin napak rapih pagi ini, setahu Kanza, Davin sudah tidak lagi bekerja.“Mau kemana, Mas?” tanya, Kanza seraya memandang penampilan, Davin.“Kantor,” jawab Davin singkat.“Sudah mendapat pekerjaan?”Davin, tidak mejawab pertanyaan, Kanza. Ia memasukan laptop ke dalam tasnya.“Mungkin, a
HARI BARU UNTUK RENATADavin, menepikan mobilnya, diikuti Renata, belum sempurna ia memarkirkan kendaraannya di trotoar jalan, nampak Davin berjalan ke arahnya. Laki-laki tampan yang diam-diam ia puja sejak kecil, yang berhasil mengukir senyum di bibirnya sekaligus menorehkan luka yang teramat dalam di hatinya.Davin, membantu membukakan pintu mobil Renata.“Tidak perlu berlebihan, Davin. Aku bisa sendiri,” ujar Renata.“Aku hanya ingin membantu membukakan pintu mobil,” jawab Davin.“Katakan apa maumu?” tanya Renata.“Kita bicara di sana,” ucap Davin, seraya menunjuk ke arah mini market yang terdapat tempat duduk di depannya.Tanpa bertanya lagi, Renata langsung berjalan menuju tempat yang di maksud oleh Davin.“Re… aku merindukanmu,” ucap Davin sambil berusaha meraih tangan Renata yang berada di atas meja.“Sudah cukup sandiwaramu,” ucap Renata tanpa melihat Davin yang duduk di hadapannya dan menarik tangan
PESONA SANG CEOSuara ketukan pintu menghentikan perbincangan Reynaldi dan Renata dalam ruangan CEO.“Permisi, Pak, Bu. Meeting akan segera dimulai,” ucap seorang wanita muda dengan penampilan kantor yang rapih.“Oiya… Dita, kenalkan ini Ibu Renata, mulai saat ini kamu akan bekerja untuk beliau, Re… kenalkan ini Dita yang akan menjadi sekretarismu,” ucap Reynaldi memeperkenalkan kedua wanita di hadapannya.“Baik, Bu Renata, selamat datang dikantor,” ucap Dita sambil membungkukkan badannya.“Terimakasih, Dita semoga kedepannya kita dapat bekerjasama dengan baik,” sambut Renata seraya mengulurkan jabatan tangan.“Baik, kita keruangan meeting sekerang, Dita semua berkas sudah di persiapkan?” ujar Reynaldi.“Semua sudah beres, Pak.” Jawab Dita.Mereka berjalan menuju ruangan meeting dimana para direksi dan petinggi perusahaan sudah berkumpul.“Selamat siang semuanya,” sapa Reynaldi, setibanya mereka di ruan
SIDANG PERTAMA PERCERAIANPagi-pagi sekali, Renata sudah rapih dan bermain dengan putra kecilnya yang semakin hari semakin menggemaskan.“Apa rencana hari ini, Re,” tanya Martha di sela candanya dengan sang cucu.“Pagi ini sidang pertama aku dan Davin akan di laksanakan, Mah,” ucap Renata sambil menghela nafas.“Papa tidak bisa menemanimu hari ini, Nak,” ucap Gunawan sambil berjalan mendekat.“Tidak apa, Pah, nanti akan ada Bima yang menemaniku,” ucap Renata sambil tersenyum.“Semoga semua berjalan dengan baik,” ujar Martha seraya menggenggam tangan sang putri.Renata, mengangguk serta mengaminkan ucapan mamanya, disusul kecupan sayang dari sang papa.“Jangan pernah merasa sendiri, Papa tau kamu anak yang kuat dan mandiri, Papa akan lakukan apapun untuk kebahagiaan kamu dan Arkana,” ujar Gunawan memebrikan suport.“Terimakasih, Mah, Pah. Kalian selalu memberikan yang terbaik untukku,” ucap Renata.
APAKAH INI RINDU?“Siang, Bu?” sapa, Dita sang sekretaris begitu melihat Renata nberjalan mendekati mejanya.“Siang, Dit. Apa jadwalku hari ini?” tanya Renata.“Tidak ada, Bu. Hanya bebrapa berkas yang perlu Ibu tandatangani,” ujar Dita.“Ok, antarkan keruanganku ya.” kemudian Renata berjalan menuju ruangannya, diiringi Bimantara.Tidak seberapa lama Dita masuk dengan membawa berkas-berkas ke meja Renata.“Dita, apakah ruanganku sudah bisa digunakan?” tanya Bimantara yang sedang duduk di sofa.“Untuk saat ini belum, Pak. Kemungkinan lusa sudah bisa digunakan,” jawab Dita.“Ruangan? Ruangan apa?” tanya Renata tidak mengerti.“Aku sudah resmi di angkat menjadi asisten pribadimu,” ujar Bagaskara dengan rasa percaya diri.“Asisten pribadiku? Siapa yang menganggkatnya?” “Mas, Rey.”“Ish! Kenapa orang itu selalu bertindak sesuka hatinya?” heran Renata.“Maaf, Pak, Bu… saya
CINTA untuk RENATAOleh : Violet SenjaBab 1 Sandiwara dalam perkawinanSelain memiliki paras cantik, Renata Aprilia pun termasuk gadis yang cerdas. Ia menikah dengan putra seorang pengusaha ternama di kotanya, Davin Anggara. Pernikahan mereka terjadi karena perjodohan yang dilakukan oleh orang tua keduanya atas nama relasi bisnis.Dua tahun sudah mereka menjalani hidup sebagai suami istri. Kehidupan rumah tangga mereka terlihat normal, romantis dan bahagia. Davin memenuhi tugasnya sebagai seorang suami, begitu juga dengan Renata, memposisikan layaknya seorang istri yang selalu mempersiapkan keperluan suami ketika akan berangkat ataupun pulang dari kantor tempat Davin bekerja.Namun siapa yang menyangka di balik kenormalan, keromantisan yang mereka jalani selama dua tahun ini tersembunyi rahasia yang mereka jaga dengan rapih, tak ada yang mengetahui termasuk keluarga besar mereka, hanya demi satu alasan untuk kebaikan bersama meski terkadang sangat menyiksa keduanya.“Kanza akan datan
Sementara di dalam kamar Davin dan Kanza, dua insan berlawanan jenis itu sedang menghabiskan malam panjang dengan berbagi kehangatan. Lalu dengan nafas yang masih tersegal, Davin berbisik di telinga Kanza, “Aku sangat mencintaimu."“Aku juga mencintaimu Mas,” balas Kanza dengan suara manja sambil mengusap peluh di dada Davin.“Mas, kapan kamu akan menceraikan Renata,” lanjut Kanza.“Aku tidak akan menceraikan Renata.”“Mau sampai kapan kalian berpura-pura menjadi suami istri?”“Aku tidak berpura-pura menjadi suami Renata, pernikahan kami sah di mata hukum negara dan agama, jadi tidak ada kepura-puraan.”“Lagi pula keluargaku sangat menyayangi Renata bahkan melebihi kasih sayang papi terhadapku,” sambung Davin.“Jika begitu biarkan Renata memiliki kekasih, dengan begitu orang tuamu tidak akan menyalahkanmu, mereka akan menyalahkan Renata,” papar Kanza.“Maksud kamu membiarkan Renata berselingkuh?” tanya Davin dan dijawab anggukan oleh Kanza.“Hal itu tidak akan aku biarkan, sampai kapa
Tidak ada perbincangan di atas meja makan, semua menikmati hidangan yang tersedia, hanya suara denting sendok dan garpu yang terdengar.“Mama punya sesuatu untuk kalian,” kata nyonya Iriana setelah selesai makan malam sambil duduk di ruang tengah rumah.“Apa ini Ma?” tanya Davin.“Itu Madu hitam, bagus untuk kalian konsumsi.”“Untuk apa?” Davin kembali bertanya sambil memutar-mutar botol yang diberikan mamanya.“Agar Renata cepat hamil,” ujar nyonya Iriana sambil melihat kearah Renata.Davin dan Renata saling berpandangan. “Apa perlu Ma, aku rasa kita hanya belum dikasih momongan saja,” ucap Renata.“Kalian sudah dua tahun menikah, mau menunggu berapa lama lagi?”“Sudahlah Dav, ikuti saja saran Mamamu, tidak ada salahnya juga dicoba,” ujar sang papa menjelaskan.“Benar Davin, papa dan mama sudah sangat kangen untuk menimang cucu,” ikut menimpali ucapan suaminya.Tidak ada jawaban dari Davin maupun Renata, mereka memilih diam dari pada memberikan jawaban yang justru akan membuat berdeb
APAKAH INI RINDU?“Siang, Bu?” sapa, Dita sang sekretaris begitu melihat Renata nberjalan mendekati mejanya.“Siang, Dit. Apa jadwalku hari ini?” tanya Renata.“Tidak ada, Bu. Hanya bebrapa berkas yang perlu Ibu tandatangani,” ujar Dita.“Ok, antarkan keruanganku ya.” kemudian Renata berjalan menuju ruangannya, diiringi Bimantara.Tidak seberapa lama Dita masuk dengan membawa berkas-berkas ke meja Renata.“Dita, apakah ruanganku sudah bisa digunakan?” tanya Bimantara yang sedang duduk di sofa.“Untuk saat ini belum, Pak. Kemungkinan lusa sudah bisa digunakan,” jawab Dita.“Ruangan? Ruangan apa?” tanya Renata tidak mengerti.“Aku sudah resmi di angkat menjadi asisten pribadimu,” ujar Bagaskara dengan rasa percaya diri.“Asisten pribadiku? Siapa yang menganggkatnya?” “Mas, Rey.”“Ish! Kenapa orang itu selalu bertindak sesuka hatinya?” heran Renata.“Maaf, Pak, Bu… saya
SIDANG PERTAMA PERCERAIANPagi-pagi sekali, Renata sudah rapih dan bermain dengan putra kecilnya yang semakin hari semakin menggemaskan.“Apa rencana hari ini, Re,” tanya Martha di sela candanya dengan sang cucu.“Pagi ini sidang pertama aku dan Davin akan di laksanakan, Mah,” ucap Renata sambil menghela nafas.“Papa tidak bisa menemanimu hari ini, Nak,” ucap Gunawan sambil berjalan mendekat.“Tidak apa, Pah, nanti akan ada Bima yang menemaniku,” ucap Renata sambil tersenyum.“Semoga semua berjalan dengan baik,” ujar Martha seraya menggenggam tangan sang putri.Renata, mengangguk serta mengaminkan ucapan mamanya, disusul kecupan sayang dari sang papa.“Jangan pernah merasa sendiri, Papa tau kamu anak yang kuat dan mandiri, Papa akan lakukan apapun untuk kebahagiaan kamu dan Arkana,” ujar Gunawan memebrikan suport.“Terimakasih, Mah, Pah. Kalian selalu memberikan yang terbaik untukku,” ucap Renata.
PESONA SANG CEOSuara ketukan pintu menghentikan perbincangan Reynaldi dan Renata dalam ruangan CEO.“Permisi, Pak, Bu. Meeting akan segera dimulai,” ucap seorang wanita muda dengan penampilan kantor yang rapih.“Oiya… Dita, kenalkan ini Ibu Renata, mulai saat ini kamu akan bekerja untuk beliau, Re… kenalkan ini Dita yang akan menjadi sekretarismu,” ucap Reynaldi memeperkenalkan kedua wanita di hadapannya.“Baik, Bu Renata, selamat datang dikantor,” ucap Dita sambil membungkukkan badannya.“Terimakasih, Dita semoga kedepannya kita dapat bekerjasama dengan baik,” sambut Renata seraya mengulurkan jabatan tangan.“Baik, kita keruangan meeting sekerang, Dita semua berkas sudah di persiapkan?” ujar Reynaldi.“Semua sudah beres, Pak.” Jawab Dita.Mereka berjalan menuju ruangan meeting dimana para direksi dan petinggi perusahaan sudah berkumpul.“Selamat siang semuanya,” sapa Reynaldi, setibanya mereka di ruan
HARI BARU UNTUK RENATADavin, menepikan mobilnya, diikuti Renata, belum sempurna ia memarkirkan kendaraannya di trotoar jalan, nampak Davin berjalan ke arahnya. Laki-laki tampan yang diam-diam ia puja sejak kecil, yang berhasil mengukir senyum di bibirnya sekaligus menorehkan luka yang teramat dalam di hatinya.Davin, membantu membukakan pintu mobil Renata.“Tidak perlu berlebihan, Davin. Aku bisa sendiri,” ujar Renata.“Aku hanya ingin membantu membukakan pintu mobil,” jawab Davin.“Katakan apa maumu?” tanya Renata.“Kita bicara di sana,” ucap Davin, seraya menunjuk ke arah mini market yang terdapat tempat duduk di depannya.Tanpa bertanya lagi, Renata langsung berjalan menuju tempat yang di maksud oleh Davin.“Re… aku merindukanmu,” ucap Davin sambil berusaha meraih tangan Renata yang berada di atas meja.“Sudah cukup sandiwaramu,” ucap Renata tanpa melihat Davin yang duduk di hadapannya dan menarik tangan
PERJUMPAAN DI LAMPU MERAHKanza, terbelalak melihat notif di layar handponenya, ada no tidak di kenal mengirimkan beberapa gambar dirinya yang sedang bersama dengan, Kevin teman lelakinya.Ia berusaha menghubungi, tetapi sepertinya nomer tersebut adalah nomer fiktif yang hanya sekali pakai.Kanza, membanting hanphonenya ke atas sofa, lalu berjalan ke arah whastafel membasuh wajah tegangnya.“Siapa yang berani melakukan hal ini?” tanyanya dalam hati.“Apa mungkin, Renata?” sambungnya sambil megerutkan kedua alisnya.Davin, keluar dari kamar, bergegas Kanza meraih ponsel dan menyembunyikannya di balik badan, Davin napak rapih pagi ini, setahu Kanza, Davin sudah tidak lagi bekerja.“Mau kemana, Mas?” tanya, Kanza seraya memandang penampilan, Davin.“Kantor,” jawab Davin singkat.“Sudah mendapat pekerjaan?”Davin, tidak mejawab pertanyaan, Kanza. Ia memasukan laptop ke dalam tasnya.“Mungkin, a
DENDAM RENATADi dalam kamar, Renata baru saja membuka mata, ia memperhatikan sekeliling ruangan.“Di mana aku?” ucapnyan lirih, ia pun terkejut dengan pakaian yang ia kenakan.“Apa yang terjadi?” Renata beringsut dari atas tempat tidur, langsung berdiri dan berjalan ke arah kaca, ia memandang wajah dan sekujur tubuhnya.Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. “Re… sudah bangun?” tanya Reynaldi, seraya membuka pintu.“Apa yang terjadi denganku?” tanya Renata.“Kamu, tidak ingat sama sekali?” tanya, Reynaldi. “Coba di ingat-ingat, apa yang kamu makan atau minum di tempat acara tadi malam,” ucap Reynaldi, seraya menyentil kening, Renata dengan jarinya. Lalu duduk di sudut tempat tidur.Renata, duduk di bangku depan cermin, Reynaldi memperhatikan wajah cantik di hadapannya. Hanya dengan mengenakan kaos oblong, celana pendak, rambut di ikat sembarangan terkesan berantakan, namun tidak mengurangi kecantikan seorang,
OBAT PERANGSANGAcara berlangsung dengan penuh keakraban sesama pengusaha, tiba acara puncak. Fihak panitia mengumumkan. Perusahan-perusahaan yang akan mengajukan tander kepada salah satu perusahaan terbesar di asia, perusahaan Renata dan Davin termasuk di dalamnya.“Aku mau ke toilet,” bisik Kanza di saat Davin sedang focus dengan acaranya, Davin hanya mengangguk.Semua focus dengan acara puncak tersebut, tidak ada yang melihat apa yang dilakukan Kanza.“Mas… berikan minuman ini kepada wanita yang mengenakan gaun hitam panjang itu,” ucap Kanza kepada salah satu witres yang bertugas melayani tamu malam itu, seraya menunjuk ke arah Renata.Dengan patuh sang pelayan pun memberikan minuman tersebut, tanpa menoleh siapa yang memberikan minuman, Renata langsung menerima dan meminumnya.“Rasakan! Malam ini adalah malam istimewa untukmu, Renata! Keberuntungan tidak akan selalu berfihak padamu,” seru Kanza bergumam sendiri, sambil tersen
CALON MANTAN ISTRIMalam ini, Reynaldi menjemput, Renata. Wanita yang telah mendapatkan tempat khusus dalam hatinya.“Mah, aku pergi dulu, titip Arkana ya,” pamit, Renata.“Iya, sayang… hati-hati yah,” jawab Martha, seraya memeluk sang putri.“Kamu, cantik sekali malam ini,” sambung, Martha sambil mencubit dagu Renata. Senyum simpul Renata mendengar pujian sang Mama membuat rona pipi menambah kecantikannya.Reynaldi menunggu di dalam mobil, ia sengaja tidak turun untuk mempersingkat waktu, agar tidak terlambat ke tempat acara.“Cantik,” ucap, Reynaldi reflek, setelah melihat Renata mendekat ke arah mobilnya.“Rey! Seru Renata, sambil mengetuk jendela mobil. Dengan gugup Reynaldi segera membuka kunci otomatis, agar pintu dapat di buka.“Kenapa? Kok malah melamun, ayo… jalan,” ujar Renata, melihat Reynaldi belum juga menjalankan kendaraannya.Reynaldi pun menjalankan kendaraannya dengan perasaan yang masi
WANITA PEMBURU HARTADengan wajah ceria, Kanza memasuki gedung apartemen, sesekali melirik tentengan paper bag di tangan kanan dan kirinya, ia memasuki lift menuju unit apartemen miliknya.Setiba di kamar, Davin tengah menunggu dengan raut wajah marah.“Hei… sudah pulang, Mas?” ucap Kanza, seraya mendekat ingin memeluk, Davin. Davin menepis pergerakan, Kanza.“Darimana saja kamu?” tanya Davin sambil melihat ke arah belanjaan, Kanza.“Aku? Habis dari Mall, kenapa?”“Apa maksudnya ini!” seru Davin sambil membanting amplop surat ke atas meja.“Dari mana kamu dapat itu?” tanya, Kanza heran, sementara ia merasa sudah membuang surat itu di tempat yang aman.“Aku menemukannya di tumpukan berkas, yang kamu buang di tempat sampah,” ujar Davin.“Apa kamu sengaja membuangnya?”“Aku tidak tahu.”“Kamu, kan yang menerima surat itu?”“Aku tidak menerimanya!” seru, Kanza.Kanza memang tidak menerima surat dari pengadilan agama tersebut, ia menemukan surat itu terselip di pagar rumah, Davin saat ia k