“Hey… kamu cantik sekali… apakah kamu tersesat? Tuanmu pasti mencari,” ujar Renata berkomunikasi dengan kucing tersebut.
Sepertinya kucing tersebut tidak ingin didekati, ia berlari keluar pagar, Renata mengejarnya, hingga tiba di depan gerbang Rumah Reynaldi.
“Re… “ suara Reynaldi memanggil dari dalam Rumahnya.
“Hi.. Rey,” sapa Renata.
“Sedang apa?”
“Tadi ada seekor kucing spertinya ia tersesat diRumahku.”
“Apa dia yang kamu maksud?” tanya Reynaldi seraya menunjuk seekor kucing yang sedang menikmati makanannya.
“Iyaaa.. itu kucingnya, apa dia milikmu?”
“Betul, namanya Mochi, kalau sedang lapar dia memang selalu pergi kemana-mana tapi akhirnya akan kembali,” tutur Reynaldi.
Tiba-tiba terdengar suara berasal dari perut Renata, reflek Renata lantas memegang perutnya dengan rasa malu.
“Kamu laper?” tanya Reynaldi.
“Aku tidak berselera makan, semua terasa mual di perutku,” ucap Renata.
“Jika kamu mau makanlah di sini, aku memiliki asisten rumah tangga yang cukup handal dan akan membuatkan makanan yang special, calon babymu pasti menyukainya.” Reynaldi memberikan tawaran.
Renata nampak berpikir sejenak sebelum memutuskan untuk menerima tawaran Reynaldi.
“Kamu tidak perlu takut, dari luar rumahku nampak sepi, tapi didalam, ada Bi Sum asisten rumah tangga ku beserta kedua anaknya, ada juga asisten pribadiku, cukup ramai bukan?”
“Ok,” jawab Renata dengan senyum sumringah.
Renata mengikuti langkah Reynaldi kedalam, benar saja ada banyak orang di dalam rumah tersebut, suasananya begitu hangat penuh canda seakan tidak ada jarak antara pekerja dan majikan.
“Apa semua pekerja di sini laki-laki?” tanya Renata seraya menebar pandangan ke seluruh ruangan yang nampak mewah dengan lukisan-lukisan asli sang maha karya.
“Tidak, dua asisten rumah tanggaku wanita paruh baya.”
“Kamu tunggulah di sini, aku akan minta mereka menyiapkan makan malam,” sambung Reynaldi.
Renata merasa heran mengapa kehidupan Reynaldi terkesan begitu mewah.
“Re… ayo, makanan sudah siap,” ajak Reynaldi.
“Wah… banyak sekali makanan ini, apa kamu akan memakannya semua?” tanya Renata melihat begitu banyak makanan yang terhidang.
“Apa iya aku habiskan semua makanan ini? Sebagian ini akan dikirim ke suatu tempat,” ujar Reynaldi.
“Kemana?”
“Rahasia…” jawab Reynaldi sambil terkekeh.
Renata nampak mencabikkan bibirnya, mendengar jawaban Reynaldi.
“Ada yang mau ikut makan bersama kami?” ujar Reynaldi kepada para pekerjanya.
“Tidak Tuan, kami masih menyelesaikan packing makanan terlebih dahulu,” jawab salah satu pekerja.
“Okelah kalu begitu,” timpal Reynaldi sambil mengangkat kedua bahunya.
“Suami kamu pasti masih sibuk dengan perempuan yang suka keluar masuk di rumah kamu?” tanya Reynaldi di sela makannya
“Apa pekerjaanmu seorang cenayang?”
Pertanyaan Renata membuat Reynaldi tertawa. “Aku hanya bertanya,” kilahnya.
“Itu bukan pertanyaan, tetapi tuduhan.”
“Kenyataannya memang seperti itu, bukan?”
“Seorang pengusaha yang sukses, memiliki istri bak bidadari tapi sayang kehidupannyatidak sesempurna yang orang lain bayangkan.”
“Rey… aku memang menerima pertemanan kita, tapi bukan berarti kamu punya hak untuk ikut campur dengan urusan rumah tanggaku.”
“Aku bukan ikut campur, siapa yang tidak kenal dengan Davin Anggara, bahkan di majalah-majalah bisnis suamimu selalu menjadi line teratas di setiap beritanya.”
“Seperti apapun kehidupan aku dan suamiku, aku mencintainya dan aku bahagia bersamanya,” ujar Renata namun Reynaldi menangkap sedikit keraguan dalam ucapan Renata.
“Kamu yakin ini cinta? Dan kamu bahagia?” tanya Reynaldi memastikan.
“Satu hal yang perlu kamu tau Re… cinta itu serakah, untuk sekedar melirik pun kita tidak akan rela, apalagi membiarkan hidup dengan orang lain.” lanjutnya.
“Kamu sudah terlalu jauh Rey,” sanggah Renata.
“Re… yang kamu jalani itu bukan cinta, hanya saja kalian terbiasa bersama, hal itu menjadi ketergantungan dan saling membutuhkan,” tutur Reynaldi.
“Biarlah itu hanya akan menjadi urusanku dan Tuhan,” jawab Renata singkat.
“Hhmmh!... aku tau, tapi maaf, kehidupan yang kamu jalani itu jauh dari kata normal,” ucap Reynaldi berempati.
“Kenapa senyum-senyum?” sambung Reynaldi karena melihat Renata sedang menompang dagu dengan kedua tangan seraya tersenyum memandang ke arahnya.
“Kamu terlalu fokus bicara sampai-sampai gak sadar kalau aku sudah selesai makan sejak tadi,” papar Renata, gelak tawa mereka hingga terdengar oleh para pekerja dan mengundang mereka tersenyaum saling pandang, karena baru kali ini mereka melihat sang bos tertawa lepas.
“Ok… Rey, terimakasih banyak akhirnya aku bisa makan malam dengan nikmat malam ini,” lanjut Renata dengan senyum.
“Sudah mau pulang?” tanya Reynaldi sambil memiringkan kepalanya dan dijawab dengan anggukan kepala oleh renata.
“Tunggu sebentar,” setelah bicara Reynaldi melangkah kedalam dan kembali dengan tentengan di tangannya.
“Apa itu Rey?”
“Untuk kamu bawa pulang isinya sama dengan yang kamu makan tadi, ibu hamil biasanya nafsu makannya meningkat,” tutur Reynaldi.
“Sepertinya kamu tau banyak tentang ibu hamil, apakah kamu sudah beristri?” tanya Renata.
“Itu bagian dari Rahasia hidupku,” ucapnya penuh rahasia, lagi-lagi Renata mencabikkan mulutnya.
“Mau aku antar?” sambung Reynaldi.
“Nggak usah, aku bisa pulang sendiri, sekali lagi terimakasih untuk semuanya,” ucap Renata sambil mengangkat paperbag pemberian Reynaldi dengan kedua tangannya.
Renata pun berlalu dari hadapan Reynaldi dengan membawa buah tangan, Reynaldi tersenyum bahagia, wanita yang selama ini hanya bisa ia lihat dari kejauhan, wanita yang selalu ia cari tahu tentang kehidupannya, malam ini mau makan malam bersamanya.
“Nona dari mana? Lama sekali,” Sapa Bi Imah menyambut kedatangan Renata.“Dari rumah tetangga sebelah Bi, ini aku bawa oleh-oleh makanlah selagi hangat,” ucap Renata sambil memberikan paper bag ke tangan Bi Imah.“Dari mana ini Non?”“Dari tetangga sebelah, aku sudah makan banyak di sana.”“Tetangganya laki-laki apa perempuan Non?”“Bi Imah, kepoooo!” goda Renata sambil mencondongkan kepalanya kearah Bi Imah lalu tertawa dan melangkah menuju kamar.Renata merebahkan dirinya di ranjang king size bersepraikan putih, pikirannya melayang, kembali terngiang kata-kata Reynaldi.“Apa benar yang diucapkan Reynaldi tadi, cinta? Atau hanya karena sering bersama?” gumam Renata sambil memainkan ujung rambutnya.Renata dan Davin sudah bersahabat sejak kecil, selalu bersama melewati hari hingga sebuah pernikahan menjebak keduanya dalam kehidupan yang sangat menyiksa untuk Renata, bertahan rasa begitu menyakitkan, pergi pun terasa sulit untuk dilakukan.Renata berdiri di balkon kamar, menatap rumah
SOSOK MISTERIUSDi kediaman Reynaldi.Sosok lelaki dewasa dengan rahang tegas, hidung mancung, sorot mata tajam, sedang duduk memainkan goresan-goresan kuas di atas kanvas, Reynaldi adalah seorang pelukis ternama berkelas internasional, namanya tidak di kenal oleh banyak orang karena satu alasan ia tidak mencantumkan nama asli dalam setiap karyanya, akan tetapi semua karyanya bernilai ratusan dolar. Reynaldi adalah anak seorang pengusaha terbesar di Asia Tenggara perusahaan sang ayah yang bergerak di bidang elektronik.Rianti,Wanita yang sangat ia sayangi dan ia cintai, sebagai seorang ibu sosok Rianti menjadi pelabuhan cinta dan rindunya hingga saat ini, wanita lemah, hidup dalam siksaan batin dari sang ayah yang hanya menjadikannya sebagai mesin pencetak anak demi kerajaan bisnis.Reynaldi remaja pun tidak tahan dengan perlakuan sang ayah terhadap ibunya karena alasan itulah Reynaldi pergi dari rumah belasan tahun silam, mencoba hidup tanpa
DIA PUTERI KANDUNGKURenata baru saja merebahkan dirinya di sofa menikmati waktu bersantai di rumah tanpa menyaksikan kedua manusia yang tidak tau malu pamer kemesraan di hadapannya.Ponsel miliknya berdering tertera di layar handphone -Davin is calling- dengan tarikan nafas malas Renata menjawab panggilan ponselnya. “Ya… Halo Davin?” “Hallo… Re, bersiap yah 15 menit lagi aku jemput,” suara Davin dari sebrang sana.“Baik,” jawab Renata singkat, Seraya menutup panggilan.Renata beranjak menuju kamarnya, Setiba di dalam kamar entah kenapa dorongan hatinya untuk melihat rumah tetangga lewat jendela, Ia menyibak gordyn dan menoleh kearah rumah Reynaldi, Ada rasa sedikit kecewa setelah melihat Rumah Reynaldi tertutup rapat.“Sudahlah Renata, Apa yang kamu lakukan?” gumamnya lirih, Ia pun melanjutkan mencari gaun yang akan ia kenakan untuk makan malam bersama keluarga Davin dan juga kedua orang tuanya.Setelah rapih berpakaia
CENAYANG“Puluhan tahun aku sangat merindukanya, Sejak kalian membawa pergi ke Luar Negri dan tinggal di sana,” ujar Rianti.“Aku sangat mengerti perasaanmu, Renata anak yang sangat baik, pintar, memiliki perasaan yang halus seperti dirimu, aku yakin jika sudah saat nya nanti, ia tidak akan memberi sikap yang mengecewakan kita,” papar Martha seraya menggenggam tangan Rianti.“Oiya… bagaimana kabar putra mu?” sambung Martha.“Sama dengan Renata, ia tumbuh menjadi laki-laki yang hebat, baik, halus budi pekerti, meski tidak satu prinsip dengan suamiku dan akhirnya ia memeilih tinggal dan hidup sendiri.”“Di mana dia tinggal?”“Di Indo hanya saja dia jarang sekali mengunjungi kami, darah seni yang mengalir dalam tubuhnya menjadikan ia seorang pelukis ternama dan menolak untuk meneruskan perusahaan kami.”Bersamaan dengan itu datang Renata menghampri mereka. “Mama aku cari-cari ternyata disini,” ucap Renata dengan senyum mani
HADIAH MEWAH UNTUK RENATA“Renata belum bangun Bi?” tanya Davin kepada bi Imah pagi ini.“Belum Tuan Muda, mungkin Nona Muda terlalu lelah acara tadi malam,” jawab bi Imah, Davin mengangguk kecil sambil berlalu meninggalkan dapur.Bi Imah berlari kecil menuju pintu setelah mendengar suara bell berbunyi. “Sudah Bi, biar saya saja yang buka,” ucap Davin yang sedang duduk di Ruang tamu.Kanza sudah berada di balik pintu dengan senyum menggodanya setelah ia tahu yang membukakan pintu untuknya adalah Davin. “Hai… honey… kenapa tidak menelponku sepanjang malam?” ucap Kanza sedikit merajuk.“Aku sibuk sekali, makan malam kemarin menyita banyak waktu ku,” kilah Davin.Davin dan Kanza berbincang di runag tengah yang menghubungkan semua ruangan di rumah besar tersebut.Pandangan Davin menoleh ke arah tangga di mana Renata sedang berjalan menuruni anak tangga, wajah khas bangun tidur, Rambut diikat sembarangan dan terkesan berantakan, n
MENEMUKAN FAKTA“Siang Mbak Re…” sapa salah seorang karyawan setelah Renata tiba di Butiq.“Siang… Mama sedang ada tamu ya?” tanya Renata setelah mendengar suara orang berbincang di ruangan sang mama.“Iyah Mbak, Nyonya Rianti,” jawab karyawan butiq tersebut.Renata tersenyum sambil berjalan menuju ruangan namun langkahnya terhenti tatkala lamat-lamat mendengar perbincangan dua wanita paruh baya di dalam sana.Tangan yang sudah memegang handle pintu pun diurungkan untuk membukanya.“Martha, aku mohon beri aku kesempatan untuk memeluknya sebagai putriku,” suara Rianti sambil terisak.“Aku tidak melarangnya, Cuma kondisi dan situasi sedang tidak memungkinkan untuk saat ini,” timpal Martha memberi pengertian.“Siapa yang sedang mereka bicarakan, putri Tante Rianti siapa?” gumam Renata di balik pintu.“Kamu tau, puluhan tahun aku merindukannya, puluhan tahun aku hidup dalam penyesalan,” kembali suara Rinati terd
TUJUH BULANANWanita cantik dengan perut yang mulai membesar menambah keanggunannya sebagai ibu muda.Renata sibuk mempersiapkan acara tujuh bulanan yang tepat di hari ulang tahunnya.Tidak ada pesta yang meriah, hanya pesta kebun di tepi kolam renang belakang Rumah dengan menghadirkan bebrapa anak-anak dari panti asuhan terdekat.Acara tujuh bulanan berlangsung dengan di iringi lantunan doa dan naeshat dari bebrapa ulama yang diundang. Begitu sakral dengan beberapa rangkaian tradisi dalam acara tujuh bulanan.Renata nampak anggun dengan kebaya hamil Rancangan disainer ternama, rambut sanggul modern, bunga ronce melati yang menghiasi kepala sebagai bandana menambah aura kecantikan seorang Renata. Di dampingi Davin Erlangga sang suami menggunakan kemeja batik warna senada dengan Renata, nampak sangat serasi dengan ketampanan yan Davin miliki.Senyum yang selalu menghiasi bibir mungilnya. Renata menyambut kedatangan para tamu hingga ran
KECELAKAANPestapun usai satu persatu para tamu sudah pamit untuk pulang, tanpa terkecuali Reynaldi dan Ibunya.“Re… selamat ulang tahun ya sayang, semoga panjang umur, sehat-sehat bersama Babynya, salam dari om Gunawan maaf tidak bisa hadir tapi titip doa yang terbaik untuk kamu,” ucap Rianti seraya mengelus perut Renata yang sudah mulai membesar.“Iya Tante terimakasih banyak sudah hadir dan turut mendoakan, Rey… terimakasih banyak juga ya… aku pikir kamu adalah orang asing tapi ternyata kita sedekat ini,” papar Renata yang telah mengetahui bahwa ia dan Reynaldi adalah beraudara, meski belum faham saudara seperti apa mereka yang sebanarnya.Rianti memutuskan untuk bermalam di rumah Raynaldi untuk pertama kalinya Rianti tahu tempat tinggal putranya, selain itu Rianti ingin sekali bercerita tentang siapa Renata.Kedua oarang tua Davin dan Renata pun ikut pamit setelah para tamu benar-benar sudah habis.“Bi Imah kami titip Renata
APAKAH INI RINDU?“Siang, Bu?” sapa, Dita sang sekretaris begitu melihat Renata nberjalan mendekati mejanya.“Siang, Dit. Apa jadwalku hari ini?” tanya Renata.“Tidak ada, Bu. Hanya bebrapa berkas yang perlu Ibu tandatangani,” ujar Dita.“Ok, antarkan keruanganku ya.” kemudian Renata berjalan menuju ruangannya, diiringi Bimantara.Tidak seberapa lama Dita masuk dengan membawa berkas-berkas ke meja Renata.“Dita, apakah ruanganku sudah bisa digunakan?” tanya Bimantara yang sedang duduk di sofa.“Untuk saat ini belum, Pak. Kemungkinan lusa sudah bisa digunakan,” jawab Dita.“Ruangan? Ruangan apa?” tanya Renata tidak mengerti.“Aku sudah resmi di angkat menjadi asisten pribadimu,” ujar Bagaskara dengan rasa percaya diri.“Asisten pribadiku? Siapa yang menganggkatnya?” “Mas, Rey.”“Ish! Kenapa orang itu selalu bertindak sesuka hatinya?” heran Renata.“Maaf, Pak, Bu… saya
SIDANG PERTAMA PERCERAIANPagi-pagi sekali, Renata sudah rapih dan bermain dengan putra kecilnya yang semakin hari semakin menggemaskan.“Apa rencana hari ini, Re,” tanya Martha di sela candanya dengan sang cucu.“Pagi ini sidang pertama aku dan Davin akan di laksanakan, Mah,” ucap Renata sambil menghela nafas.“Papa tidak bisa menemanimu hari ini, Nak,” ucap Gunawan sambil berjalan mendekat.“Tidak apa, Pah, nanti akan ada Bima yang menemaniku,” ucap Renata sambil tersenyum.“Semoga semua berjalan dengan baik,” ujar Martha seraya menggenggam tangan sang putri.Renata, mengangguk serta mengaminkan ucapan mamanya, disusul kecupan sayang dari sang papa.“Jangan pernah merasa sendiri, Papa tau kamu anak yang kuat dan mandiri, Papa akan lakukan apapun untuk kebahagiaan kamu dan Arkana,” ujar Gunawan memebrikan suport.“Terimakasih, Mah, Pah. Kalian selalu memberikan yang terbaik untukku,” ucap Renata.
PESONA SANG CEOSuara ketukan pintu menghentikan perbincangan Reynaldi dan Renata dalam ruangan CEO.“Permisi, Pak, Bu. Meeting akan segera dimulai,” ucap seorang wanita muda dengan penampilan kantor yang rapih.“Oiya… Dita, kenalkan ini Ibu Renata, mulai saat ini kamu akan bekerja untuk beliau, Re… kenalkan ini Dita yang akan menjadi sekretarismu,” ucap Reynaldi memeperkenalkan kedua wanita di hadapannya.“Baik, Bu Renata, selamat datang dikantor,” ucap Dita sambil membungkukkan badannya.“Terimakasih, Dita semoga kedepannya kita dapat bekerjasama dengan baik,” sambut Renata seraya mengulurkan jabatan tangan.“Baik, kita keruangan meeting sekerang, Dita semua berkas sudah di persiapkan?” ujar Reynaldi.“Semua sudah beres, Pak.” Jawab Dita.Mereka berjalan menuju ruangan meeting dimana para direksi dan petinggi perusahaan sudah berkumpul.“Selamat siang semuanya,” sapa Reynaldi, setibanya mereka di ruan
HARI BARU UNTUK RENATADavin, menepikan mobilnya, diikuti Renata, belum sempurna ia memarkirkan kendaraannya di trotoar jalan, nampak Davin berjalan ke arahnya. Laki-laki tampan yang diam-diam ia puja sejak kecil, yang berhasil mengukir senyum di bibirnya sekaligus menorehkan luka yang teramat dalam di hatinya.Davin, membantu membukakan pintu mobil Renata.“Tidak perlu berlebihan, Davin. Aku bisa sendiri,” ujar Renata.“Aku hanya ingin membantu membukakan pintu mobil,” jawab Davin.“Katakan apa maumu?” tanya Renata.“Kita bicara di sana,” ucap Davin, seraya menunjuk ke arah mini market yang terdapat tempat duduk di depannya.Tanpa bertanya lagi, Renata langsung berjalan menuju tempat yang di maksud oleh Davin.“Re… aku merindukanmu,” ucap Davin sambil berusaha meraih tangan Renata yang berada di atas meja.“Sudah cukup sandiwaramu,” ucap Renata tanpa melihat Davin yang duduk di hadapannya dan menarik tangan
PERJUMPAAN DI LAMPU MERAHKanza, terbelalak melihat notif di layar handponenya, ada no tidak di kenal mengirimkan beberapa gambar dirinya yang sedang bersama dengan, Kevin teman lelakinya.Ia berusaha menghubungi, tetapi sepertinya nomer tersebut adalah nomer fiktif yang hanya sekali pakai.Kanza, membanting hanphonenya ke atas sofa, lalu berjalan ke arah whastafel membasuh wajah tegangnya.“Siapa yang berani melakukan hal ini?” tanyanya dalam hati.“Apa mungkin, Renata?” sambungnya sambil megerutkan kedua alisnya.Davin, keluar dari kamar, bergegas Kanza meraih ponsel dan menyembunyikannya di balik badan, Davin napak rapih pagi ini, setahu Kanza, Davin sudah tidak lagi bekerja.“Mau kemana, Mas?” tanya, Kanza seraya memandang penampilan, Davin.“Kantor,” jawab Davin singkat.“Sudah mendapat pekerjaan?”Davin, tidak mejawab pertanyaan, Kanza. Ia memasukan laptop ke dalam tasnya.“Mungkin, a
DENDAM RENATADi dalam kamar, Renata baru saja membuka mata, ia memperhatikan sekeliling ruangan.“Di mana aku?” ucapnyan lirih, ia pun terkejut dengan pakaian yang ia kenakan.“Apa yang terjadi?” Renata beringsut dari atas tempat tidur, langsung berdiri dan berjalan ke arah kaca, ia memandang wajah dan sekujur tubuhnya.Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. “Re… sudah bangun?” tanya Reynaldi, seraya membuka pintu.“Apa yang terjadi denganku?” tanya Renata.“Kamu, tidak ingat sama sekali?” tanya, Reynaldi. “Coba di ingat-ingat, apa yang kamu makan atau minum di tempat acara tadi malam,” ucap Reynaldi, seraya menyentil kening, Renata dengan jarinya. Lalu duduk di sudut tempat tidur.Renata, duduk di bangku depan cermin, Reynaldi memperhatikan wajah cantik di hadapannya. Hanya dengan mengenakan kaos oblong, celana pendak, rambut di ikat sembarangan terkesan berantakan, namun tidak mengurangi kecantikan seorang,
OBAT PERANGSANGAcara berlangsung dengan penuh keakraban sesama pengusaha, tiba acara puncak. Fihak panitia mengumumkan. Perusahan-perusahaan yang akan mengajukan tander kepada salah satu perusahaan terbesar di asia, perusahaan Renata dan Davin termasuk di dalamnya.“Aku mau ke toilet,” bisik Kanza di saat Davin sedang focus dengan acaranya, Davin hanya mengangguk.Semua focus dengan acara puncak tersebut, tidak ada yang melihat apa yang dilakukan Kanza.“Mas… berikan minuman ini kepada wanita yang mengenakan gaun hitam panjang itu,” ucap Kanza kepada salah satu witres yang bertugas melayani tamu malam itu, seraya menunjuk ke arah Renata.Dengan patuh sang pelayan pun memberikan minuman tersebut, tanpa menoleh siapa yang memberikan minuman, Renata langsung menerima dan meminumnya.“Rasakan! Malam ini adalah malam istimewa untukmu, Renata! Keberuntungan tidak akan selalu berfihak padamu,” seru Kanza bergumam sendiri, sambil tersen
CALON MANTAN ISTRIMalam ini, Reynaldi menjemput, Renata. Wanita yang telah mendapatkan tempat khusus dalam hatinya.“Mah, aku pergi dulu, titip Arkana ya,” pamit, Renata.“Iya, sayang… hati-hati yah,” jawab Martha, seraya memeluk sang putri.“Kamu, cantik sekali malam ini,” sambung, Martha sambil mencubit dagu Renata. Senyum simpul Renata mendengar pujian sang Mama membuat rona pipi menambah kecantikannya.Reynaldi menunggu di dalam mobil, ia sengaja tidak turun untuk mempersingkat waktu, agar tidak terlambat ke tempat acara.“Cantik,” ucap, Reynaldi reflek, setelah melihat Renata mendekat ke arah mobilnya.“Rey! Seru Renata, sambil mengetuk jendela mobil. Dengan gugup Reynaldi segera membuka kunci otomatis, agar pintu dapat di buka.“Kenapa? Kok malah melamun, ayo… jalan,” ujar Renata, melihat Reynaldi belum juga menjalankan kendaraannya.Reynaldi pun menjalankan kendaraannya dengan perasaan yang masi
WANITA PEMBURU HARTADengan wajah ceria, Kanza memasuki gedung apartemen, sesekali melirik tentengan paper bag di tangan kanan dan kirinya, ia memasuki lift menuju unit apartemen miliknya.Setiba di kamar, Davin tengah menunggu dengan raut wajah marah.“Hei… sudah pulang, Mas?” ucap Kanza, seraya mendekat ingin memeluk, Davin. Davin menepis pergerakan, Kanza.“Darimana saja kamu?” tanya Davin sambil melihat ke arah belanjaan, Kanza.“Aku? Habis dari Mall, kenapa?”“Apa maksudnya ini!” seru Davin sambil membanting amplop surat ke atas meja.“Dari mana kamu dapat itu?” tanya, Kanza heran, sementara ia merasa sudah membuang surat itu di tempat yang aman.“Aku menemukannya di tumpukan berkas, yang kamu buang di tempat sampah,” ujar Davin.“Apa kamu sengaja membuangnya?”“Aku tidak tahu.”“Kamu, kan yang menerima surat itu?”“Aku tidak menerimanya!” seru, Kanza.Kanza memang tidak menerima surat dari pengadilan agama tersebut, ia menemukan surat itu terselip di pagar rumah, Davin saat ia k