“Nona dari mana? Lama sekali,” Sapa Bi Imah menyambut kedatangan Renata.
“Dari rumah tetangga sebelah Bi, ini aku bawa oleh-oleh makanlah selagi hangat,” ucap Renata sambil memberikan paper bag ke tangan Bi Imah.
“Dari mana ini Non?”
“Dari tetangga sebelah, aku sudah makan banyak di sana.”
“Tetangganya laki-laki apa perempuan Non?”
“Bi Imah, kepoooo!” goda Renata sambil mencondongkan kepalanya kearah Bi Imah lalu tertawa dan melangkah menuju kamar.
Renata merebahkan dirinya di ranjang king size bersepraikan putih, pikirannya melayang, kembali terngiang kata-kata Reynaldi.
“Apa benar yang diucapkan Reynaldi tadi, cinta? Atau hanya karena sering bersama?” gumam Renata sambil memainkan ujung rambutnya.
Renata dan Davin sudah bersahabat sejak kecil, selalu bersama melewati hari hingga sebuah pernikahan menjebak keduanya dalam kehidupan yang sangat menyiksa untuk Renata, bertahan rasa begitu menyakitkan, pergi pun terasa sulit untuk dilakukan.
Renata berdiri di balkon kamar, menatap rumah milik Reynaldi, “Kenapa di rumah itu aku bisa makan tanpa rasa mual? Di rumah itu pula aku bisa tertawa lepas, meski terkadang aku sangat tidak suka dengan pemilik rumah, sikapnya yang seakan dia tau segalanya tentang aku, siapa dia sebenarnya?” gumam Renata lirih seakan berbicara pada dirinya sendiri.
Ketukan pintu kamar membuyarkan lamunannya, ia pun melangkah kearah pintu, “Davin? Mau apa?” tanya Renata setelah membuka pintu kamar.
Davin melangkah mendekati Renata, namun tiba-tiba Renata berlari ke kamar mandi, “uuuwwekk!... Uuweekk!.”
“Re.. Renata!” seru Davin seraya mengetuk pintu kamar mandi.
Davin mendekati Renata yang baru saja keluar dari kamar mandi, tangan Davin hendak menyentuh wajah sang istri namun segera ditepis oleh Renata.
“Tolong Davin jangan mendekat, aku selalau mual jika berdekatan denganmu.”
“Kenapa bisa seperti itu, malam ini aku akan tidur di sini bersamamu.”
“Keluar dari kamarku, aku mohon,” ucap Renata memelas agar Davin segera keluar dari kamarnya.Renata mendorong tubuh kekar Davin memaksa agar Davin keluar dari kamarnya.
“Renata! Apa yang kamu lakukan aku ini suamimu, sudah seharusnya aku menamanimu di sini!” seru Davin di tengah dorongan kedua tangan Renata, namun sang istri seperti tidak menghiraukan kata-katanya, ia terus mendorong Davin hingga ke pintu dan menutup pintu dengan keras.
Renata menyandarkan tubuhnya di balik pintu, air mata mengalir deras tanpa bisa ditahan, rasa sakit, lelah dengan semua yang ia hadapi begitu mendera jiwa dan mentalnya.
“Ya… Tuhan mengapa aku harus mencintai laki-laki menjijikan seperti Davin?” ujarnya di tengah isak tangis yang memilukan, tak dihiraukan ketukan pintu kamar dan suara Davin yang terus memanggil namanya.
Renata membaringkan tubuhnya di ranjang membungkus diri dengan selimut tebal, mencoba memejamkan mata dalam himpitan rasa sesak yang mendera, berharap mimpi indah dan menyambut esok yang lebih baik.
Sementara Davin kembali ke kamarnya setelah menerima penolakan dari Renata, ia menjatuhkan tubuhnya di sofa sudut kamar seakan tak mempedulikan Kanza yang sudah menunggu sejak tadi dengan gaun malam yang seksi dan menggoda.
Ingatan Davin kembali pada Renata, Istri yang sedang mengandung darah dagingnya kini sedang terbaring sendiri di kamar yang tidak seharusnya ia tempati.
“Apa yang terjadi dengan Renata, akhir-akhir ini Renata seperti sedang menentangnya, apa karena bawaan ia sedang mengandung atau ada faktor lain?” bathin Davin terus mempertanyakan perubahan sikap Renata.
Davin melangkah ke arah jendela menyibak sedikit gordyn kamar dan memandang ke arah rumah Reynaldi. “Sepertinya laki-laki di rumah itu menyukai Renata, aku akan buat perhitungan jika ia berani menganggu istriku,” gumam Davin.
“Ada apa Mas… sepertinya dari tadi melamun terus,” ucap Kanza seraya memeluk Davin dari belakang.
“Tidak apa-apa, sudahlah tidur saja sudah larut malam,” ujar Davin sambil melerai pelukan Kanza dan berjalan menuju tempat tidur.
Tidak biasanya sikap Davin sedingin itu pada Kanza dan membuat Kanza terbakar cemburu.
“Mas… apa kamu sedang memikirkan Renata?” tanya Kanza setelah menyusul Davin keatas tempat tidur.
“Jangan ada perdebatan apapun, aku cape mau istirahat,” runtuk Davin sambil membalikan badan memunggungi Kanza, entah kenapa Kanza di rasa sudah tidak lagi menggairahkan seperti hari-hari kemarin di mata Davin, perubahan yang terlalu cepat membuat Kanza terbakar api cemburu.
SOSOK MISTERIUSDi kediaman Reynaldi.Sosok lelaki dewasa dengan rahang tegas, hidung mancung, sorot mata tajam, sedang duduk memainkan goresan-goresan kuas di atas kanvas, Reynaldi adalah seorang pelukis ternama berkelas internasional, namanya tidak di kenal oleh banyak orang karena satu alasan ia tidak mencantumkan nama asli dalam setiap karyanya, akan tetapi semua karyanya bernilai ratusan dolar. Reynaldi adalah anak seorang pengusaha terbesar di Asia Tenggara perusahaan sang ayah yang bergerak di bidang elektronik.Rianti,Wanita yang sangat ia sayangi dan ia cintai, sebagai seorang ibu sosok Rianti menjadi pelabuhan cinta dan rindunya hingga saat ini, wanita lemah, hidup dalam siksaan batin dari sang ayah yang hanya menjadikannya sebagai mesin pencetak anak demi kerajaan bisnis.Reynaldi remaja pun tidak tahan dengan perlakuan sang ayah terhadap ibunya karena alasan itulah Reynaldi pergi dari rumah belasan tahun silam, mencoba hidup tanpa
DIA PUTERI KANDUNGKURenata baru saja merebahkan dirinya di sofa menikmati waktu bersantai di rumah tanpa menyaksikan kedua manusia yang tidak tau malu pamer kemesraan di hadapannya.Ponsel miliknya berdering tertera di layar handphone -Davin is calling- dengan tarikan nafas malas Renata menjawab panggilan ponselnya. “Ya… Halo Davin?” “Hallo… Re, bersiap yah 15 menit lagi aku jemput,” suara Davin dari sebrang sana.“Baik,” jawab Renata singkat, Seraya menutup panggilan.Renata beranjak menuju kamarnya, Setiba di dalam kamar entah kenapa dorongan hatinya untuk melihat rumah tetangga lewat jendela, Ia menyibak gordyn dan menoleh kearah rumah Reynaldi, Ada rasa sedikit kecewa setelah melihat Rumah Reynaldi tertutup rapat.“Sudahlah Renata, Apa yang kamu lakukan?” gumamnya lirih, Ia pun melanjutkan mencari gaun yang akan ia kenakan untuk makan malam bersama keluarga Davin dan juga kedua orang tuanya.Setelah rapih berpakaia
CENAYANG“Puluhan tahun aku sangat merindukanya, Sejak kalian membawa pergi ke Luar Negri dan tinggal di sana,” ujar Rianti.“Aku sangat mengerti perasaanmu, Renata anak yang sangat baik, pintar, memiliki perasaan yang halus seperti dirimu, aku yakin jika sudah saat nya nanti, ia tidak akan memberi sikap yang mengecewakan kita,” papar Martha seraya menggenggam tangan Rianti.“Oiya… bagaimana kabar putra mu?” sambung Martha.“Sama dengan Renata, ia tumbuh menjadi laki-laki yang hebat, baik, halus budi pekerti, meski tidak satu prinsip dengan suamiku dan akhirnya ia memeilih tinggal dan hidup sendiri.”“Di mana dia tinggal?”“Di Indo hanya saja dia jarang sekali mengunjungi kami, darah seni yang mengalir dalam tubuhnya menjadikan ia seorang pelukis ternama dan menolak untuk meneruskan perusahaan kami.”Bersamaan dengan itu datang Renata menghampri mereka. “Mama aku cari-cari ternyata disini,” ucap Renata dengan senyum mani
HADIAH MEWAH UNTUK RENATA“Renata belum bangun Bi?” tanya Davin kepada bi Imah pagi ini.“Belum Tuan Muda, mungkin Nona Muda terlalu lelah acara tadi malam,” jawab bi Imah, Davin mengangguk kecil sambil berlalu meninggalkan dapur.Bi Imah berlari kecil menuju pintu setelah mendengar suara bell berbunyi. “Sudah Bi, biar saya saja yang buka,” ucap Davin yang sedang duduk di Ruang tamu.Kanza sudah berada di balik pintu dengan senyum menggodanya setelah ia tahu yang membukakan pintu untuknya adalah Davin. “Hai… honey… kenapa tidak menelponku sepanjang malam?” ucap Kanza sedikit merajuk.“Aku sibuk sekali, makan malam kemarin menyita banyak waktu ku,” kilah Davin.Davin dan Kanza berbincang di runag tengah yang menghubungkan semua ruangan di rumah besar tersebut.Pandangan Davin menoleh ke arah tangga di mana Renata sedang berjalan menuruni anak tangga, wajah khas bangun tidur, Rambut diikat sembarangan dan terkesan berantakan, n
MENEMUKAN FAKTA“Siang Mbak Re…” sapa salah seorang karyawan setelah Renata tiba di Butiq.“Siang… Mama sedang ada tamu ya?” tanya Renata setelah mendengar suara orang berbincang di ruangan sang mama.“Iyah Mbak, Nyonya Rianti,” jawab karyawan butiq tersebut.Renata tersenyum sambil berjalan menuju ruangan namun langkahnya terhenti tatkala lamat-lamat mendengar perbincangan dua wanita paruh baya di dalam sana.Tangan yang sudah memegang handle pintu pun diurungkan untuk membukanya.“Martha, aku mohon beri aku kesempatan untuk memeluknya sebagai putriku,” suara Rianti sambil terisak.“Aku tidak melarangnya, Cuma kondisi dan situasi sedang tidak memungkinkan untuk saat ini,” timpal Martha memberi pengertian.“Siapa yang sedang mereka bicarakan, putri Tante Rianti siapa?” gumam Renata di balik pintu.“Kamu tau, puluhan tahun aku merindukannya, puluhan tahun aku hidup dalam penyesalan,” kembali suara Rinati terd
TUJUH BULANANWanita cantik dengan perut yang mulai membesar menambah keanggunannya sebagai ibu muda.Renata sibuk mempersiapkan acara tujuh bulanan yang tepat di hari ulang tahunnya.Tidak ada pesta yang meriah, hanya pesta kebun di tepi kolam renang belakang Rumah dengan menghadirkan bebrapa anak-anak dari panti asuhan terdekat.Acara tujuh bulanan berlangsung dengan di iringi lantunan doa dan naeshat dari bebrapa ulama yang diundang. Begitu sakral dengan beberapa rangkaian tradisi dalam acara tujuh bulanan.Renata nampak anggun dengan kebaya hamil Rancangan disainer ternama, rambut sanggul modern, bunga ronce melati yang menghiasi kepala sebagai bandana menambah aura kecantikan seorang Renata. Di dampingi Davin Erlangga sang suami menggunakan kemeja batik warna senada dengan Renata, nampak sangat serasi dengan ketampanan yan Davin miliki.Senyum yang selalu menghiasi bibir mungilnya. Renata menyambut kedatangan para tamu hingga ran
KECELAKAANPestapun usai satu persatu para tamu sudah pamit untuk pulang, tanpa terkecuali Reynaldi dan Ibunya.“Re… selamat ulang tahun ya sayang, semoga panjang umur, sehat-sehat bersama Babynya, salam dari om Gunawan maaf tidak bisa hadir tapi titip doa yang terbaik untuk kamu,” ucap Rianti seraya mengelus perut Renata yang sudah mulai membesar.“Iya Tante terimakasih banyak sudah hadir dan turut mendoakan, Rey… terimakasih banyak juga ya… aku pikir kamu adalah orang asing tapi ternyata kita sedekat ini,” papar Renata yang telah mengetahui bahwa ia dan Reynaldi adalah beraudara, meski belum faham saudara seperti apa mereka yang sebanarnya.Rianti memutuskan untuk bermalam di rumah Raynaldi untuk pertama kalinya Rianti tahu tempat tinggal putranya, selain itu Rianti ingin sekali bercerita tentang siapa Renata.Kedua oarang tua Davin dan Renata pun ikut pamit setelah para tamu benar-benar sudah habis.“Bi Imah kami titip Renata
KOMA“Jadi Renata butuh pendonor darah?” tanya Rianti dan dijawab dengan anggukan lemah olah Martha.“Golongan darah Renata sama dengan Mas Wicaksana, aku akan menelphonenya.”Rianti pun menjauh dari semua orang, mencari tempat yang lebih kondusif untuk menelphone suaminya.“Mas aku mohon pulang lah. Untuk saat ini Renata membutuhkan bantuanmu,” ucap Rianti menephone sang suami.“Aku tidak bisa pulang untuk saat ini,” timpal suara dari seberang sana.“Demi Renata Mas, jangan samapai kita menyesal di kemudian hari,” isak Rianti mulai terdengar.Bersamaan dengan itu Reynaldi mendekati Rianti tanpa sepengetahuan Rianti Reynaldi mendengar semua percakapan telpohone mereka.“Bu… apa maksud percakapan Ibu sama Ayah tadi?” tanya Reynaldi setelah komunikasi mereka selesai.Rianti langsung menghamburkan diri ke pelukan Reynaldi dan menumpahkan tangis dalam pelukan sang putra.“Renata, Rey… dia harus dioperas
APAKAH INI RINDU?“Siang, Bu?” sapa, Dita sang sekretaris begitu melihat Renata nberjalan mendekati mejanya.“Siang, Dit. Apa jadwalku hari ini?” tanya Renata.“Tidak ada, Bu. Hanya bebrapa berkas yang perlu Ibu tandatangani,” ujar Dita.“Ok, antarkan keruanganku ya.” kemudian Renata berjalan menuju ruangannya, diiringi Bimantara.Tidak seberapa lama Dita masuk dengan membawa berkas-berkas ke meja Renata.“Dita, apakah ruanganku sudah bisa digunakan?” tanya Bimantara yang sedang duduk di sofa.“Untuk saat ini belum, Pak. Kemungkinan lusa sudah bisa digunakan,” jawab Dita.“Ruangan? Ruangan apa?” tanya Renata tidak mengerti.“Aku sudah resmi di angkat menjadi asisten pribadimu,” ujar Bagaskara dengan rasa percaya diri.“Asisten pribadiku? Siapa yang menganggkatnya?” “Mas, Rey.”“Ish! Kenapa orang itu selalu bertindak sesuka hatinya?” heran Renata.“Maaf, Pak, Bu… saya
SIDANG PERTAMA PERCERAIANPagi-pagi sekali, Renata sudah rapih dan bermain dengan putra kecilnya yang semakin hari semakin menggemaskan.“Apa rencana hari ini, Re,” tanya Martha di sela candanya dengan sang cucu.“Pagi ini sidang pertama aku dan Davin akan di laksanakan, Mah,” ucap Renata sambil menghela nafas.“Papa tidak bisa menemanimu hari ini, Nak,” ucap Gunawan sambil berjalan mendekat.“Tidak apa, Pah, nanti akan ada Bima yang menemaniku,” ucap Renata sambil tersenyum.“Semoga semua berjalan dengan baik,” ujar Martha seraya menggenggam tangan sang putri.Renata, mengangguk serta mengaminkan ucapan mamanya, disusul kecupan sayang dari sang papa.“Jangan pernah merasa sendiri, Papa tau kamu anak yang kuat dan mandiri, Papa akan lakukan apapun untuk kebahagiaan kamu dan Arkana,” ujar Gunawan memebrikan suport.“Terimakasih, Mah, Pah. Kalian selalu memberikan yang terbaik untukku,” ucap Renata.
PESONA SANG CEOSuara ketukan pintu menghentikan perbincangan Reynaldi dan Renata dalam ruangan CEO.“Permisi, Pak, Bu. Meeting akan segera dimulai,” ucap seorang wanita muda dengan penampilan kantor yang rapih.“Oiya… Dita, kenalkan ini Ibu Renata, mulai saat ini kamu akan bekerja untuk beliau, Re… kenalkan ini Dita yang akan menjadi sekretarismu,” ucap Reynaldi memeperkenalkan kedua wanita di hadapannya.“Baik, Bu Renata, selamat datang dikantor,” ucap Dita sambil membungkukkan badannya.“Terimakasih, Dita semoga kedepannya kita dapat bekerjasama dengan baik,” sambut Renata seraya mengulurkan jabatan tangan.“Baik, kita keruangan meeting sekerang, Dita semua berkas sudah di persiapkan?” ujar Reynaldi.“Semua sudah beres, Pak.” Jawab Dita.Mereka berjalan menuju ruangan meeting dimana para direksi dan petinggi perusahaan sudah berkumpul.“Selamat siang semuanya,” sapa Reynaldi, setibanya mereka di ruan
HARI BARU UNTUK RENATADavin, menepikan mobilnya, diikuti Renata, belum sempurna ia memarkirkan kendaraannya di trotoar jalan, nampak Davin berjalan ke arahnya. Laki-laki tampan yang diam-diam ia puja sejak kecil, yang berhasil mengukir senyum di bibirnya sekaligus menorehkan luka yang teramat dalam di hatinya.Davin, membantu membukakan pintu mobil Renata.“Tidak perlu berlebihan, Davin. Aku bisa sendiri,” ujar Renata.“Aku hanya ingin membantu membukakan pintu mobil,” jawab Davin.“Katakan apa maumu?” tanya Renata.“Kita bicara di sana,” ucap Davin, seraya menunjuk ke arah mini market yang terdapat tempat duduk di depannya.Tanpa bertanya lagi, Renata langsung berjalan menuju tempat yang di maksud oleh Davin.“Re… aku merindukanmu,” ucap Davin sambil berusaha meraih tangan Renata yang berada di atas meja.“Sudah cukup sandiwaramu,” ucap Renata tanpa melihat Davin yang duduk di hadapannya dan menarik tangan
PERJUMPAAN DI LAMPU MERAHKanza, terbelalak melihat notif di layar handponenya, ada no tidak di kenal mengirimkan beberapa gambar dirinya yang sedang bersama dengan, Kevin teman lelakinya.Ia berusaha menghubungi, tetapi sepertinya nomer tersebut adalah nomer fiktif yang hanya sekali pakai.Kanza, membanting hanphonenya ke atas sofa, lalu berjalan ke arah whastafel membasuh wajah tegangnya.“Siapa yang berani melakukan hal ini?” tanyanya dalam hati.“Apa mungkin, Renata?” sambungnya sambil megerutkan kedua alisnya.Davin, keluar dari kamar, bergegas Kanza meraih ponsel dan menyembunyikannya di balik badan, Davin napak rapih pagi ini, setahu Kanza, Davin sudah tidak lagi bekerja.“Mau kemana, Mas?” tanya, Kanza seraya memandang penampilan, Davin.“Kantor,” jawab Davin singkat.“Sudah mendapat pekerjaan?”Davin, tidak mejawab pertanyaan, Kanza. Ia memasukan laptop ke dalam tasnya.“Mungkin, a
DENDAM RENATADi dalam kamar, Renata baru saja membuka mata, ia memperhatikan sekeliling ruangan.“Di mana aku?” ucapnyan lirih, ia pun terkejut dengan pakaian yang ia kenakan.“Apa yang terjadi?” Renata beringsut dari atas tempat tidur, langsung berdiri dan berjalan ke arah kaca, ia memandang wajah dan sekujur tubuhnya.Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. “Re… sudah bangun?” tanya Reynaldi, seraya membuka pintu.“Apa yang terjadi denganku?” tanya Renata.“Kamu, tidak ingat sama sekali?” tanya, Reynaldi. “Coba di ingat-ingat, apa yang kamu makan atau minum di tempat acara tadi malam,” ucap Reynaldi, seraya menyentil kening, Renata dengan jarinya. Lalu duduk di sudut tempat tidur.Renata, duduk di bangku depan cermin, Reynaldi memperhatikan wajah cantik di hadapannya. Hanya dengan mengenakan kaos oblong, celana pendak, rambut di ikat sembarangan terkesan berantakan, namun tidak mengurangi kecantikan seorang,
OBAT PERANGSANGAcara berlangsung dengan penuh keakraban sesama pengusaha, tiba acara puncak. Fihak panitia mengumumkan. Perusahan-perusahaan yang akan mengajukan tander kepada salah satu perusahaan terbesar di asia, perusahaan Renata dan Davin termasuk di dalamnya.“Aku mau ke toilet,” bisik Kanza di saat Davin sedang focus dengan acaranya, Davin hanya mengangguk.Semua focus dengan acara puncak tersebut, tidak ada yang melihat apa yang dilakukan Kanza.“Mas… berikan minuman ini kepada wanita yang mengenakan gaun hitam panjang itu,” ucap Kanza kepada salah satu witres yang bertugas melayani tamu malam itu, seraya menunjuk ke arah Renata.Dengan patuh sang pelayan pun memberikan minuman tersebut, tanpa menoleh siapa yang memberikan minuman, Renata langsung menerima dan meminumnya.“Rasakan! Malam ini adalah malam istimewa untukmu, Renata! Keberuntungan tidak akan selalu berfihak padamu,” seru Kanza bergumam sendiri, sambil tersen
CALON MANTAN ISTRIMalam ini, Reynaldi menjemput, Renata. Wanita yang telah mendapatkan tempat khusus dalam hatinya.“Mah, aku pergi dulu, titip Arkana ya,” pamit, Renata.“Iya, sayang… hati-hati yah,” jawab Martha, seraya memeluk sang putri.“Kamu, cantik sekali malam ini,” sambung, Martha sambil mencubit dagu Renata. Senyum simpul Renata mendengar pujian sang Mama membuat rona pipi menambah kecantikannya.Reynaldi menunggu di dalam mobil, ia sengaja tidak turun untuk mempersingkat waktu, agar tidak terlambat ke tempat acara.“Cantik,” ucap, Reynaldi reflek, setelah melihat Renata mendekat ke arah mobilnya.“Rey! Seru Renata, sambil mengetuk jendela mobil. Dengan gugup Reynaldi segera membuka kunci otomatis, agar pintu dapat di buka.“Kenapa? Kok malah melamun, ayo… jalan,” ujar Renata, melihat Reynaldi belum juga menjalankan kendaraannya.Reynaldi pun menjalankan kendaraannya dengan perasaan yang masi
WANITA PEMBURU HARTADengan wajah ceria, Kanza memasuki gedung apartemen, sesekali melirik tentengan paper bag di tangan kanan dan kirinya, ia memasuki lift menuju unit apartemen miliknya.Setiba di kamar, Davin tengah menunggu dengan raut wajah marah.“Hei… sudah pulang, Mas?” ucap Kanza, seraya mendekat ingin memeluk, Davin. Davin menepis pergerakan, Kanza.“Darimana saja kamu?” tanya Davin sambil melihat ke arah belanjaan, Kanza.“Aku? Habis dari Mall, kenapa?”“Apa maksudnya ini!” seru Davin sambil membanting amplop surat ke atas meja.“Dari mana kamu dapat itu?” tanya, Kanza heran, sementara ia merasa sudah membuang surat itu di tempat yang aman.“Aku menemukannya di tumpukan berkas, yang kamu buang di tempat sampah,” ujar Davin.“Apa kamu sengaja membuangnya?”“Aku tidak tahu.”“Kamu, kan yang menerima surat itu?”“Aku tidak menerimanya!” seru, Kanza.Kanza memang tidak menerima surat dari pengadilan agama tersebut, ia menemukan surat itu terselip di pagar rumah, Davin saat ia k