"Argh menyebalkan! Nenek lampir ini benar-benar menyusahkan. Kenapa dia harus muntah di bajuku?" gumamku kesal.
Aku mendorong tubuhnya menjauh dariku. Seketika ia pun terjatuh duduk di paving sambil terus meracau.
Beruntung aku selalu memakai baju kaos sebelum mengenakan kemeja. Segera kulepas satu per satu kancing kemejaku, dan menanggalkan kemeja yang sudah dipenuhi muntah berbau alkohol ini.
Sedangkan Nenek lampir ini, dia terus berteriak tak karuan.
Tak lama kemudian, dari dalam club, keluar segerombolan wanita dengan gaya sosialita yang sepertinya juga mabuk berat seperti Adel. Mereka menghampiri Adel yang terduduk di atas paving seperti orang gila.
"Ternyata lo disini, Del? Gue cari-cari di dalam nggak ada! Ngapain lo ngesot disini? Gue sama yang lain mau pulang, pala gue pusing! Nih, tas 'lo!" ucap salah seorang dari mereka sambil melempar tas berukuran cukup besar ke hadapan Adel.
"Tungguin gue, dong! Pala gue juga pusing, nih!" teri
"Udah jangan banyak omong! Cepet tutup mata, lo! Atau lo sengaja nggak mau nutup mata agar bisa ngintip gue ganti baju, hah?"Bener-bener nih cewek, bisa-bisanya dia mau ganti baju di dalam mobil. Padahal jelas-jelas ada cowok asing di sebelahnya.Aku pun segera memalingkan wajah ke lain arah dan menutup mata rapat-rapat. Beberapa saat kemudian baju dan rok mini yang ia kenakan sudah terlempar ke dashboard mobil.Lampu kembali ia nyalakan, tapi aku tetap dalam posisiku dengan perasaan yang cemas."Cepet bantuin gue!" ucapnya menepuk bahuku."Lo budeg, ya! Cepet bantuin gue!" kali ia berbicara sedikit berteriak.
Sebuah bra berwarna hitam dengan motif kupu-kupu di bagian belakangnya. Aku tidak habis pikir, kenapa bisa ada pakaian dalam perempuan di mobilku?Sepertinya benda ini milik si Nenek lampir yang menyebalkan itu. Bisa saja bra itu terjatuh dari tas nya saat ia mengganti baju. Benar-benar pembawa sial tuh orang, bikin aku malu saja di hadapan Sulis."A-anu! I-itu, sepertinya punya temen saya tertinggal! Kamu taruh saja disana! Biar nanti saya kasih tau temen saya!" ucapku salah tingkah. Aku benar-benar malu dihadapkan Sulis. Seketika Sulis pun mengangguk dengan ragu-ragu.Mudah-mudahan saja setelah menemukan pakaian dalam wanita di mobilku ia tidak berpikiran buruk tentangku."Sulis, sebaiknya kita langsung masuk
Sebuah pesan gambar yang memperlihatkan tubuhnya mengenakan balutan lingerie sexy dengan pose yang menggoda.[Aku sudah di hotel Alexis! Cepet kesini, ya' sayang!] tulisnya dalam keterangan foto itu.'Yang benar saja nih Nenek lampir, kenapa dia bisa senekat ini mengirimku pesan gambar yang vulgar seperti ini. Apa mungkin ia salah kirim pesan?'Tanganku menekan tombol keyboard, berniat untuk membalas pesannya dan menanyakan maksud dan tujuannya mengirimku gambar tak senonoh ini. Namun, belum sempat aku mengetikkan pesan di layar, tiba-tiba saja Nenek lampir itu menghapus pesan yang ia kirim.Benar dugaanku, sepertinya ia memang salah kirim pesan itu padaku. Dasar Nenek lampir tak punya etika, ganggu orang tidur saja!&
"Kamu apa-apa, Nis?" ucapku lalu mendorong tubuh Nisa menjauh dariku.Aku segera bangkit dari kasur dan berusaha keluar dari kamar. Namun, dengan cepat Nisa menahanku agar tidak keluar dan tetap di dalam kamar."Kenapa kamu dorong aku, Mas? Kamu nggak kangen sama aku?" ucapnya bertanya dengan polos."Kamu jangan ngaco, Nis! Sekarang kita bukan muhrim! Aku sudah bukan suamimu lagi. Kita berdua sudah resmi bercerai! Hakim sudah memutuskan perceraian kita!" tegas ku pada Nisa.Ia menggeleng tidak percaya, tangannya menjambak rambut frustasi. Kemudian ia berteriak histeris."Bohong! Kamu pasti bohong, Mas! Aku nggak mau bercerai sa
Sepanjang perjalanan aku terus memikirkan Nisa. Aku merasa tak tenang, takut jika Nisa mencelakai Emak seperti di rumah sakit kemarin. Terlebih, kondisi Emak juga baru sembuh. Dia pasti belum bisa maximal mengurus Nisa.Setelah melewati jalan tol yang panjang, akhirnya aku tiba di Ibu kota.Drtt… Drt… Drt…Sebuah pesan whatsapp dari Ayah.[Anton! Kamu dimana? Ayah dan Om Tio menunggu kamu di kantor! Segeralah ke kantor! ] bunyi pesan dari Ayah.[Anton masih di jalan, Yah! Sebentar lagi sampai] balasku pada Ayah.Aku pun menambah la
"Ya sudah kalau begitu! Cepet ganti baju! Kita akan mulai makan malamnya!" seru Ayah padaku. Aku pun mengangguk dan bergegas masuk ke dalam kamar. Meninggalkan si Nenek lampir yang tampak shock. Terlihat kedua bola matanya membulat sempurna tak percaya melihatku disini.Selesai mengganti baju, gegas ku menghampiri mereka di meja makan. Menarik kursi dan duduk tepat dihadapkan Nenek lampir bar-bar itu."Ayo! Silahkan di cicipi hidangannya!" ucap Ayah mempersilahkan Om Tio dan istrinya untuk menikmati menu makan malam yang sudah dihidangkan di meja makan.Aneka menu yang tersaji begitu menggugah selera. Ayah menyiapkan jamuan yang sangat istimewa untuk Om Tio dan keluarganya.•"Anton! Bukannya Sulis
Kami semua sudah duduk di ruang tamu, menunggu si Nenek lampir itu keluar dari kamar Sulis. Kulihat, Tante Wina dan Om Tio sudah tak sabar menunggu putri semata wayangnya keluar.Mereka sepertinya benar-benar tidak enak hati pada Ayah karena ulah anaknya itu. Sejak tadi, Om Tio bahkan tak berani menatap wajah Ayah. Ia terus menunduk malu.Setelah lama menunggu akhirnya Sulis pun keluar dari kamar, di belakangnya si Nenek lampir itu berjalan mengekor dengan ragu-ragu."A-adel!" ucap Tante Wina melongo tak percaya, melihat anaknya keluar dari kamar mengenakan baju gamis yang menutupi seluruh auratnya.Begitupun dengan Om Tio, ia terlihat tak berkedip sedikitpun. Seolah terhipnotis oleh pe
"Stop! Hentikan! Jangan macam-macam, kamu!" ucapku. Berusaha mundur dan menjauh darinya. Tapi si nenek lampir itu semakin mendekat. Sepertinya dia sengaja membuatku gugup seperti ini."Kenapa? Lo' takut?" ucapnya mendorong tubuhku ke tembok, mendekatkan wajahnya dengan wajahku."Masuk ke kamar gue, adalah kesalahan fatal yang sudah lo lakukan! Dan itu artinya, lo' harus Terima konsekuensinya!" ancam nya dengan senyuman licik.Kurang ajar, nih' nenek lampir! Beraninya dia memancing emosiku."Mundur dan menjauh dari saya! Kalau tidak--""Kalau tidak, lo 'mau apa, hah? Jangan pernah macam-macam sama gue!" ucapnya melotot penuh percaya diri. "Mau lo apa teriak-teriak masuk ke kamar orang seenaknya?""Saya ingin membuat perhitungan sama kamu! Apa maksud kamu mengedit foto anak saya seperti itu, hah? Kamu pikir lelucon itu bagus? Dimana hati nuranimu sebagai seorang wanita? Sampai hati kamu mengolok-olok dan menjadikan foto anak saya sebagai
Hallo semuanya 🥰🥰 Akhirnya setelah penantian dan proses yang cukup lama. Novel Vonis mandul ditengah kehamilan istriku atau disingkat menjadi (VMDKI) Ending juga 🥳🥳🥳Pertama-tama Saya mengucapkan terimakasih pada Tuhan Yang Maha Esa dan juga kepada Keluarga besar saya yang telah mendukung saya menjadi seorang Penulis. Dan yang paling spesial adalah terimakasih saya kepada seluruh pembaca setia novel VMDKI yang mengikuti novel ini dari awal terbit sampai tamat. 200 bab bukanlah jumlah yang sedikit, dan tentunya banyak diantara kalian semua yang sudah menghabiskan dana untuk membaca novel ini. Saya mohon maaf telah membuat kalian menghabiskan uang jajan atau bahkan uang dapur kalian untuk cerita ini. Semoga kalian bisa mendapat ganti yang berlipat ganda, semoga selalu di beri kesehatan, dan di lancarkan rezekinya. Mohon maaf jika masih banyak kekurangan dan Typo di dalam Novel ini. Jika berkenan yuk, baca juga novel ottor yang lainnya. *Yang suka dr
***Setelah pertemuan itu mereka tidak lagi bertemu sampai acara pernikahan tiba. Anton dan Adelia hanya berkomunikasi lewat telepon dan watsap. Hari terus berganti, kedua keluarga semakin sibuk mempersiapkan acara sakral itu. Mereka ingin acara itu menjadi pernikahan termewah di Jakarta. Malam ini kedua keluarga mengadakan pertemuan tertutup. Dua pasangan paruh baya itu mengadakan jamuan di sebuah restoran VVIP untuk membahas persiapan pesta yang akan digelar besok. Mereka ingin memastikan jika semua persiapan sudah seratus persen. "Syukurlah jika semuanya sudah siap, saya sangat lega mendengarnya! Ini adalah momen spesial untuk kami," ucap Tuan Romy lega. "Iya, Pak. Kami pun begitu, rasanya tidak sabar untuk menunggu hari esok," jawab Pak Tio. "Kalau begitu, kita akhiri saja pertemuan ini, sepertinya sudah malam juga, sudah waktunya kita istirahat agar besok pagi tidak terlambat," ucapnya. Mereka p
***Dengan wajah memerah, Anton keluar dari minimarket membawa bungkusan berwarna merah muda itu. "Sial! Gara-gara Adel, aku jadi di ketawain anak-anak ABG tadi, mana jadi bahan olok-olokkan mereka lagi," cetus Anton menutup pintu mobilnya dengan kesal."Lagian, ngapain juga tuh kasir banyak tanya, pake acara nawarin merek lain segala lagi, memang dia pikir' saya ngerti apa dengan merek-merek pembalut? Aneh-aneh aja tuh orang," Anton menyalakan mesin mobilnya dan pergi meninggalkan minimarket berlogo merah kuning itu.Sesampainya di rumah Adel, Anton pun langsung masuk ke dalam rumah yang tidak di kunci itu sesuai perintah Adel saat ia menelpon."Adel! Kamu dimana?""Gue di kamar! Lo sini aja! Gue nggak bisa turun nih," teriak Adel menyahut dari kejauhan."Jangan bercanda dong, Del! Di rumah kamu nggak ada siapa-siapa, ntar kalau tiba-tiba Papa dan Mama kamu datang dan melihat saya ada di k
🍀🍀🍀"Ibu langsung istirahat saja! Ibu pasti capek, kan? Barang-barangnya biar si Mbok dan Sulis yang urus!" ucap Anton saat mereka tiba di rumah sang Ayah. Wanita paruh baya itu pun mengangguk dan menuruti seruan anaknya. Sedangkan Anton segera masuk ke dalam kamarnya, ia pun merasa lelah setelah membantu memindahkan barang-barang ibunya.Kring! Kring! Ponsel Anton berdering, dengan cepat ia mengangkat panggilan masuk dari Lilis. "Halo, assalamualaikum' Mbak,""Waalaikumsalam, Mas. Maaf mengganggu, saya hanya ingin mengucapkan terimakasih atas paket yang dikirim mas Anton. Anak-anak senang sekali, Mas,""Syukurlah kalau paketnya sudah sampai, Mbak. Semoga Fadlan dan Aqila menyukainya," ucap Anton lega. Tiga hari lalu Anton mengirim perlengkapan sekolah untuk kedua adik iparnya itu. Mulai dari baju seragam, sepatu, tas dan perlengkapan lainnya. "Suka banget, Mas. Dari tadi mereka nggak sabar ingin bilang terima
🍀🍀🍀Satu minggu sebelum pernikahan Anton di gelar, Tuan Romy dan Bu Minah pun melangsungkan acara pernikahan mereka di kediaman Tuan Romy, acaranya berlangsung khidmat dan sederhana sesuai permintaan Bu Aminah. Hanya kerabat dan orang-orang terdekat mereka yang menghadiri acara tersebut. Bu Aminah tampak begitu cantik dengan balutan kebaya Jawa, begitupun dengan Tuan Romy, pria lima puluh dua tahun itu tampak gagah dengan busana adat dan juga blangkon khas Jawa yang ia kenakanan. Pasangan paruh baya itu pun duduk di depan penghulu. "Bagaimana Pak Romy, sudah siap?" tanya penghulu itu memastikan. Tuan Romy pun langsung mengangguk yakin. Anton dan kekasihnya duduk di sebelah mereka, menyaksikan betapa sakralnya ijab kabul yang diucapkan sang Ayah. Suasana hening sejenak saat Tuan Romy dengan lugas dan lancar mengucapkan ijab kabul dengan satu tarikan nafas."Bagaimana saksi? Sah?" tanya penghulu memastikan."Sah!"
***Satu minggu setelah perdebatan itu, suasana kembali mencair. Bu Minah berusaha untuk menghilangkan kebenciannya kepada Jannah. Bagaimanapun anak itu memang tidak berdosa. Tidak mungkin ia harus menanggung beban atas perbuatan keji yang dilakukan kedua orang tuanya. Bu Minah berusaha meyakinkan dirinya, meski itu tidak semudah yang dipikirkan. Tapi ia yakin, lambat laun rasa sayang itu akan tumbuh dengan sendirinya. Kring! Kring! Dering ponselnya berbunyi. Nama Tuan Romy terpampang di layar. Dengan antusias Bu Minah segera menggeser tombol hijau dan berbicara dengan pria yang kini kembali mengisi kekosongan hatinya. "Halo, Mas. Sudah berangkat?" tanya Bu Minah saat seseorang memanggil namanya. "Sudah, Minah. Ini Mas sudah di jalan, sebentar lagi sampai. Kamu sudah siap' kan?" "Sudah, Mas. Saya tunggu di luar ya, biar kita langsung berangkat," Sahutnya sebelum memutus panggilan. Hari
Sore menjelang malam, mereka pun tiba di Jakarta. Setelah mengantar Adel sampai ke rumahnya, Anton pun bergegas pulang. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat Bu Minah ada di rumah sang Ayah dan menyambut dirinya dengan wajah tak bersahabat."Ibu? Sejak kapan ibu disini?" tanya Anton meraih tangan ibunya dan menciumnya takzim."Kamu dari mana saja Anton? Kenapa nomormu tidak bisa dihubungi?" tanya Bu Minah menatap tajam Anak sulungnya itu. Melihat raut wajah ibunya yang kesal, Anton pun bingung harus menjawab apa. "Kenapa diam saja Anton? Kamu tidak dengar apa yang ibu tanyakan?! Kamu dari mana saja? Kenapa pergi tidak pamit sama ibu?""Maaf kan Anton, Bu. Anton … Anton ada urusan,""Urusan? Urusan apa? Mengurus wanita jalang itu maksudmu?! Jawab Anton! Benarkan apa yang ibu katakan?" Mendengar cercaran pertanyaan dari ibunya, Anton pun hanya bisa mengangguk mengiyakan. Ia tidak mungkin berdebat dengan sang ibu d
Mereka bertiga pun akhirnya memutuskan untuk pulang, Anton dan Adel mengantar Lilis terlebih dahulu sebelum mereka berdua kembali ke Jakarta. "Terimakasih, ya' Mas Anton, maaf sudah terlalu banyak merepotkan," ucap Lilis saat mereka tiba di rumahnya. "Tidak apa, Mbak. Itu sudah menjadi tanggung jawab saya. Kalau begitu saya pamit dulu' ya, Mbak. Salam pada anak-anak," "Baik, Mas. Nanti saya sampaikan salam dari Mas Anton pada Qila dan Fadlan jika mereka sudah pulang dari sekolah. Mas Anton dan Mbak Adel hati-hati di jalan," sahut Lilis dan segera di anggukan oleh Anton maupun Adel. Dua sejoli itu pun akhirnya pergi meninggalkan kampung halaman Nisa.Tidak bisa dipungkiri, di kampung ini Anton sempat menjadi bagian dari keluarga besar Abah dan Emak. Kenangan masa lalu yang indah sempat terukir, walau hanya sesaat."Anton? Lo kenapa' sih? Ko malah ngelamun? Ayo jalan!" ucap Adel menegur kekasihnya yang masih dudu
"E-elo … nggak sedang bohongin gue kan?" tanya Adel terbata. Seketika ada perasaan bersalah karena telah menuduhnya yang tidak-tidak. "Untuk apa saya bohongin kamu, Del? Apa untungnya buat saya?" sahut Anton membuang nafas kasar. Ia tidak menyangka jika gadisnya itu bisa berpikiran buruk terhadapnya. "Lebih baik' sekarang kamu balik ke Jakarta! Kamu kesini diantar Pak Amin' kan? Biar saya bilang sama Pak Amin untuk bawa kamu pulang ke Jakarta," ucap Anton. Ia pun berjalan menuju mobil hendak menghampiri sang supir. Namun, seketika tangan Adel menghadangnya. "Gue nggak mau balik! Gue mau disini nemenin lo!" ujar Adel yakin."Tapi, Del! Disini saya repot dengan urusan Nisa. Saya tidak mungkin bisa jagain kamu! Dari pada nantinya kamu kesal, lebih baik kamu pulang. Jika urusan disini selesai, saya akan segera menyusul kamu ke Jakarta!" "Pokoknya gue nggak mau balik! Gue tidak akan kembali ke Jakarta tanpa lo! Gue mau nemenin lo sampai semua urusan