Sebuah bra berwarna hitam dengan motif kupu-kupu di bagian belakangnya. Aku tidak habis pikir, kenapa bisa ada pakaian dalam perempuan di mobilku?
Sepertinya benda ini milik si Nenek lampir yang menyebalkan itu. Bisa saja bra itu terjatuh dari tas nya saat ia mengganti baju. Benar-benar pembawa sial tuh orang, bikin aku malu saja di hadapan Sulis.
"A-anu! I-itu, sepertinya punya temen saya tertinggal! Kamu taruh saja disana! Biar nanti saya kasih tau temen saya!" ucapku salah tingkah. Aku benar-benar malu dihadapkan Sulis. Seketika Sulis pun mengangguk dengan ragu-ragu.
Mudah-mudahan saja setelah menemukan pakaian dalam wanita di mobilku ia tidak berpikiran buruk tentangku.
"Sulis, sebaiknya kita langsung masuk
Sebuah pesan gambar yang memperlihatkan tubuhnya mengenakan balutan lingerie sexy dengan pose yang menggoda.[Aku sudah di hotel Alexis! Cepet kesini, ya' sayang!] tulisnya dalam keterangan foto itu.'Yang benar saja nih Nenek lampir, kenapa dia bisa senekat ini mengirimku pesan gambar yang vulgar seperti ini. Apa mungkin ia salah kirim pesan?'Tanganku menekan tombol keyboard, berniat untuk membalas pesannya dan menanyakan maksud dan tujuannya mengirimku gambar tak senonoh ini. Namun, belum sempat aku mengetikkan pesan di layar, tiba-tiba saja Nenek lampir itu menghapus pesan yang ia kirim.Benar dugaanku, sepertinya ia memang salah kirim pesan itu padaku. Dasar Nenek lampir tak punya etika, ganggu orang tidur saja!&
"Kamu apa-apa, Nis?" ucapku lalu mendorong tubuh Nisa menjauh dariku.Aku segera bangkit dari kasur dan berusaha keluar dari kamar. Namun, dengan cepat Nisa menahanku agar tidak keluar dan tetap di dalam kamar."Kenapa kamu dorong aku, Mas? Kamu nggak kangen sama aku?" ucapnya bertanya dengan polos."Kamu jangan ngaco, Nis! Sekarang kita bukan muhrim! Aku sudah bukan suamimu lagi. Kita berdua sudah resmi bercerai! Hakim sudah memutuskan perceraian kita!" tegas ku pada Nisa.Ia menggeleng tidak percaya, tangannya menjambak rambut frustasi. Kemudian ia berteriak histeris."Bohong! Kamu pasti bohong, Mas! Aku nggak mau bercerai sa
Sepanjang perjalanan aku terus memikirkan Nisa. Aku merasa tak tenang, takut jika Nisa mencelakai Emak seperti di rumah sakit kemarin. Terlebih, kondisi Emak juga baru sembuh. Dia pasti belum bisa maximal mengurus Nisa.Setelah melewati jalan tol yang panjang, akhirnya aku tiba di Ibu kota.Drtt… Drt… Drt…Sebuah pesan whatsapp dari Ayah.[Anton! Kamu dimana? Ayah dan Om Tio menunggu kamu di kantor! Segeralah ke kantor! ] bunyi pesan dari Ayah.[Anton masih di jalan, Yah! Sebentar lagi sampai] balasku pada Ayah.Aku pun menambah la
"Ya sudah kalau begitu! Cepet ganti baju! Kita akan mulai makan malamnya!" seru Ayah padaku. Aku pun mengangguk dan bergegas masuk ke dalam kamar. Meninggalkan si Nenek lampir yang tampak shock. Terlihat kedua bola matanya membulat sempurna tak percaya melihatku disini.Selesai mengganti baju, gegas ku menghampiri mereka di meja makan. Menarik kursi dan duduk tepat dihadapkan Nenek lampir bar-bar itu."Ayo! Silahkan di cicipi hidangannya!" ucap Ayah mempersilahkan Om Tio dan istrinya untuk menikmati menu makan malam yang sudah dihidangkan di meja makan.Aneka menu yang tersaji begitu menggugah selera. Ayah menyiapkan jamuan yang sangat istimewa untuk Om Tio dan keluarganya.•"Anton! Bukannya Sulis
Kami semua sudah duduk di ruang tamu, menunggu si Nenek lampir itu keluar dari kamar Sulis. Kulihat, Tante Wina dan Om Tio sudah tak sabar menunggu putri semata wayangnya keluar.Mereka sepertinya benar-benar tidak enak hati pada Ayah karena ulah anaknya itu. Sejak tadi, Om Tio bahkan tak berani menatap wajah Ayah. Ia terus menunduk malu.Setelah lama menunggu akhirnya Sulis pun keluar dari kamar, di belakangnya si Nenek lampir itu berjalan mengekor dengan ragu-ragu."A-adel!" ucap Tante Wina melongo tak percaya, melihat anaknya keluar dari kamar mengenakan baju gamis yang menutupi seluruh auratnya.Begitupun dengan Om Tio, ia terlihat tak berkedip sedikitpun. Seolah terhipnotis oleh pe
"Stop! Hentikan! Jangan macam-macam, kamu!" ucapku. Berusaha mundur dan menjauh darinya. Tapi si nenek lampir itu semakin mendekat. Sepertinya dia sengaja membuatku gugup seperti ini."Kenapa? Lo' takut?" ucapnya mendorong tubuhku ke tembok, mendekatkan wajahnya dengan wajahku."Masuk ke kamar gue, adalah kesalahan fatal yang sudah lo lakukan! Dan itu artinya, lo' harus Terima konsekuensinya!" ancam nya dengan senyuman licik.Kurang ajar, nih' nenek lampir! Beraninya dia memancing emosiku."Mundur dan menjauh dari saya! Kalau tidak--""Kalau tidak, lo 'mau apa, hah? Jangan pernah macam-macam sama gue!" ucapnya melotot penuh percaya diri. "Mau lo apa teriak-teriak masuk ke kamar orang seenaknya?""Saya ingin membuat perhitungan sama kamu! Apa maksud kamu mengedit foto anak saya seperti itu, hah? Kamu pikir lelucon itu bagus? Dimana hati nuranimu sebagai seorang wanita? Sampai hati kamu mengolok-olok dan menjadikan foto anak saya sebagai
"Ja-jangan macam-macam, lo' ya! Lepasin tangan gue!" teriaknya ingin berontak."Sudahlah, Nona cantik! Jangan banyak bergerak, nanti handuk yang kamu pakai lepas! Dan itu artinya--saya akan semakin gampang untuk melahapmu!" ucapku menakuti nya."Jadi bagaimana? Non Adel? Hapus semua fotonya, atau anda siap untuk saya nikmati!"Adel terdiam sesaat sebelum akhirnya ia pun kembali bersuara."Lo pikir gue takut, hah? Gue tau, lo' hanya menggertak gue' kan agar gue mau menghapus foto-foto si anak cacat lo itu? Laki-laki cupu kaya lo' mana mungkin berani menodai seorang wanita!" ujar nya mengentengkan ancaman ku."Oh … Sepertinya ka
Setelah acara makan siang bersama Ayah dan Om Tio, aku memutuskan untuk langsung pulang ke rumah Ibu. Kebetulan pekerjaanku di kantor juga sudah beres."Hati-hati di jalan, Anton! Sampaikan salam sama Ibumu!" ucap Ayah saat aku berpamitan padanya."Baik, Yah! Pasti Anton sampaikan pada ibu! Kalau begitu, Anton berangkat dulu, mari Om 'saya pulang duluan!" gegas ku pergi meninggalkan mereka berdua.**Dirumah, Ibu menyambutku dengan gembira. Ia begitu senang melihat kedatanganku yang tiba-tiba."Akhirnya kamu pulang juga, Anton! Bagaimana kerjaanmu? Lancar?""Alhamdulillah, Bu! Semuanya lancar! Ibu sendiri bagaimana? Sehat, kan? Maaf, ya' Bu. Satu minggu ini Anton sibuk banget, jadi nggak sempat jenguk Ibu,""Tidak apa! Ibu ngerti bagaimana sibuknya seorang direktur perusahaan besar seperti mu!" sahut Ibu menyodorkan kopi susu ke