Share

35. Pembunuh

Author: Black Aurora
last update Last Updated: 2024-09-01 11:46:35
Pasti ini kamarnya.

Raven menatap dingin ke arah pintu yang berada tak begitu jauh dari tangga menuju ke lantai dua, menilik dengan manik kelabu asapnya dengan seksama, lalu mulai menganalisa.

Jenis pintu geser elektrik, yang hanya bisa diaktifkan dengan scan sidik jari si pemilik.

Fuck! Dia tidak punya banyak waktu untuk omong kosong semacam ini!

Raven mengarahkan senjatanya ke bagian pengunci, lalu menembak sebanyak empat kali. Seketika terdengar alarm nyaring yang memekakkan telinga, namun pria itu tampak seperti tuli dan tidak peduli.

Dengan satu kakinya, Raven pun menendang kuat pintu yang kini telah setengah hancur karena ia terus menembak dengan membabi-buta.

BRAK!

Dan pintu kamar yang terkunci itu pun akhirnya terbuka dari arah luar, rubuh dan tak berbentuk.

Dengan senjata yang masih tergenggam di tangannya, pria itu bergegas menyerbu masuk. Waktunya semakin sempit, dan ia harus segera menemukan Maura secepatnya.

Namun lagi-lagi ia mengutuk saat mengedarkan
Black Aurora

Makin lama buku ini makin dikit yg baca deh, wkwkwk... btw, aku mau info kalau ada bukuku yg up di GN judulnya Wanita Untuk Sang Penguasa. Itu buku lama yg sudah tamat di bab 50an ya. Jadi aku akan up rutin tiap hari di sini. yuk, diramaikan \⁠(⁠ϋ⁠)⁠/⁠♩

| 43
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (16)
goodnovel comment avatar
Arnezza Deandra
semangat yaa kaa, sya bru baca lhoo
goodnovel comment avatar
Jinlove Cha
Aku baca lho
goodnovel comment avatar
Black Aurora
maunya begitu, up tiap hari, cuma kepentok real life yg bikin tenagaku habis dan ga bisa mikir ;( tapi jika banyak yg komen spt bab ini, mungkin akan bikin semangatku terpacu dan haluku semakin mengembaraa hehee... makasih komennya ya kak ♡♡
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Virginity For Sale    36. Ajari Aku

    Tiga hari telah berlalu sejak penyelamatan Maura oleh Raven, dan dalam tiga hari itu juga tubuh Maura yang terluka telah berangsur-angsur jauh lebih baik dari sebelumnya. Hari ini masih pagi, namun Raven telah kedatangan tamu yang sengaja jauh-jauh datang untuk menemuinya. Seorang pria kurus tinggi berkacamata yang juga manajer sekaligus editornya, Stefan. "Sudah kubilang, tidak!" Raven menatap Stefan dengan sorot gusar. "Jangan memaksaku lagi, Stefan." Pria yang duduk di sofa berhadapan dengan Raven itu pun menarik napas pelan mendengar penolakan tegasnya. "Raven, tolong pertimbangkanlah lebih dulu. Ini cuma satu kali wawancara serta tour di Mansion-mu, itu pun hanya dengan lokasi yang kamu inginkan," sergahnya berusaha membujuk. "Aku tidak peduli. Tidak akan ada yang bisa memasuki Mansion ini selain orang-orang yang kuinginkan. Dan kehidupan pribadiku bukanlah untuk menjadi konsumsi orang lain!" Seusai mengucapkan kalimat itu, Raven pun berdiri lalu berjalan menuju bar

    Last Updated : 2024-09-02
  • Virginity For Sale    37. Masih Hidup

    Menggunakan Senjata?? Satu sudut bibir Raven pun seketika menukik naik membentuk seringai samar penuh arti, kala mendengar permintaan Maura. Tangan rapuh gadis itu yang masih berada dalam genggamannya itu pun ia tekan sedikit lebih kuat, membuat kening Maura berkerut dan melirik ke bawah, dimana tangannya dan Raven sedang bertaut. "Kamu yakin, Moora?" Raven bertanya seraya mengangkat tangan Maura dan mengecup jemarinya lembut. "Berhati-hatilah dengan permintaanmu, Sugar Cookie. Senjata adalah alat yang digunakan untuk melukai, menghancurkan, dan juga... membunuh." Maura terpaku pada kilau yang terpantul dari manik kelabu Raven, yang sejenak membuatnya terpesona kala pria itu sedang berucap. Raven selalu seperti itu, memiliki kekuatan yang mampu membuatnya seolah terhipnotis. Maura mengerjap-kerjapkan matanya ketika telah tersadar pada akhirnya, lalu mendehem pelan sembari menggigit bibirnya. "Ya... aku yakin," desahnya dengan menghela napas. "Aku tidak ingin menjadi le

    Last Updated : 2024-09-04
  • Virginity For Sale    38. Dilema

    Rhexton... masih hidup?! Maura menatap Raven dengan sorot penuh harap dan tanya, hingga akhirnya pria itu pun ikut menatapnya seraya tersenyum samar. "Ya. Dia memang masih hidup... paling tidak untuk sekarang," ujar Raven datar dan penuh maksud tersirat di dalamnya, seolah setiap saat ia pun dapat mengambil nyawa saudara kembarnya itu kapan pun ia mau. Lalu Raven pun kembali menatap Alberto. "Kami akan turun menemui Rhexton sebentar lagi, terima kasih, Alberto." Alberto mengangguk penuh hormat, kemudian permisi untuk undur diri meninggalkan Maura dan Raven kembali berdua. "Apa yang kamu rasakan kepada Rhexton?" Maura mengerjap kaget mendengar pertanyaan Raven yang datang dengan sangat tiba-tiba itu dan tidak disangka itu. "Aku memang tidak terlalu mengenalnya, namun menurutku... Rhexton adalah pria yang baik." Maura hanya memberikan jawaban yang dirinya bayangkan tentang Rhexton. Manik kelabu terang Raven tampak semakin berkilat-kilat sesudahnya, atau mungkin itu hanya

    Last Updated : 2024-09-06
  • Virginity For Sale    39. Jangan Temui Dia Lagi

    Suara dua langkah kaki yang menuruni tangga membuat tatapan Rhexton yang waspada pun terarah ke sana. Pria dengan surai yang agak panjang itu menatap lekat penuh tanya pada jemari Maura, yang sedang berada di dalam genggaman erat Raven. Rhexton pun memaki dalam hati saat menyadari bahwa ia sudah terlambat. Raven dengan semua trik liciknya itu pasti telah berhasil mempengaruhi pikiran Maura, dan pasti akan sangat sulit baginya untuk membawa gadis itu pergi dari sini. "Rhexton. Kamu tidak apa-apa?" Maura-lah yang pertama kali berucap, saat mereka bertiga pada akhirnya saling bertemu tatap. Gadis itu terlihat ingin mendekati Rhexton untuk memeriksa salah satu lengannya yang diberi penyangga, namun tampak tak berkutik karena tangannya yang masih digenggam oleh Raven dengan sengaja. "Peluru itu hanya mengenai lenganku," tukas Rhexton sambil tersenyum, berusaha menenangkan raut khawatir di wajah Maura. "Ya. Hanya lengan. Sayang sekali," tukas Raven sembari sedikit memiringkan

    Last Updated : 2024-09-06
  • Virginity For Sale    40. Di Tanganku

    Malam itu terasa sunyi, hanya suara detak jam dinding yang samar terdengar dari sudut kamar. Cahaya temaram lampu tidur melukiskan bayangan di dinding, menciptakan suasana yang misterius dan mendebarkan. Maura berbaring di atas ranjang, jantungnya berdegup cepat. Dia merasakan udara di sekelilingnya sedikit lebih tebal, hangat, dan pekat. Raven mengamati setiap gerak dan lekuk tubuh Maura yang menggiurkan. Dia tampak seperti bayangan yang hidup, penuh rahasia yang kapan pun dapat meledak. Maura pun menelan ludahnya, mencoba untuk menenangkan dirinya. Ada sesuatu di dalam cara Raven menatapnya yang membuatnya merasa kecil dan tak berdaya, namun sekaligus juga membuatnya terpesona. Raven duduk di tepi ranjang dengan tangan yang terulur untuk menyentuh pipi Maura, lembut dan tak terduga "Kamu gemetar," bisiknya, suaranya berat dan dalam, seperti menggenggam seluruh ruang. "Apa kamu masih takut padaku, Moora?" Maura pun terdiam dengan benak yang mencoba untuk menyusun k

    Last Updated : 2024-09-08
  • Virginity For Sale    41. Surat

    "Halo lagi, Raven King. Been a while, how are you?" Sapa seorang wanita cantik bersurai pirang yang tersenyum memikat kepada Raven. "Halo juga, Shailene. Kabarku baik. Bagaimana denganmu?" Raven pun menyahut seraya membalas senyum wanita itu. Ini adalah pertemuan kedua mereka dalam sesi wawancara, dan sesuai rencana dengan Stefan sebelumnya, lokasi shooting kali ini bertempat di Mansion milik Raven. "Aku? Aku merasa sangat luar biasa!" cetus Shailene sembari tertawa. "Terima kasih sekali karena telah mengundangku ke Pulau Little Olive dan berada di dalam Mansion milikmu yang megah dan luar biasa ini, Raven. Sungguh, aku benar-benar merasa terhormat." Raven tersenyum tipis ke arah kamera yang menyorotnya, meskipun sebenarnya ia ingin sekali memutar bola mata bosan. Siapa juga yang ingin mengundang Shailene beserta timnya? Jika saja Stefan tidak memaksanya, Raven sudah pasti tidak akan pernah membiarkan orang luar tidak jelas masuk ke dalam area pribadinya! "Well, selamat dat

    Last Updated : 2024-09-08
  • Virginity For Sale    42. Tidak Seharusnya

    Maura menatap nanar amplop lusuh itu di tangannya, sembari menghela napas pelan dan mengutuk diri sendiri. Aaarghh... apa sih yang dia pikirkan ketika tanpa ragu mengambil benda ini dari laci meja kerja Raven?! Bodoh. Jelas-jelas amplop dengan tulisan ini adalah benda yang sangat pribadi dan berharga bagi Raven, karena masih disimpan dengan baik meskipun rupanya sudah lecek dan kumal. Lalu kenapa Maura malah dengan santai mengambilnya? Bagaimana jika ketahuan oleh Raven?? Tangan Maura pun mulai gemetar membayangkan kemarahan pria itu atas sikap lancangnya. Apa sebaiknya ia kembalikan saja amplop ini ke dalam laci kerja Raven?? Hanya saja... Maura tak bisa menampik rasa penasaran yang memenuhi benaknya, ketika membaca kalimat yang tertera di bagian depan amplop itu. "Untuk putraku, Raven. Maafkan aku." Maura membaca kalimat itu dengan lirih, mencoba mengurai makna yang tersirat di dalamnya. Ia bisa merasakan sebuah benda yang tebal di dalam amplop, mungkin selemba

    Last Updated : 2024-09-09
  • Virginity For Sale    43. Seberapa Jauh

    Untuk Raven, anakku tersayang. Maafkan ibu. Selama bertahun-tahun ini, ibu tak pernah mengirim surat, tak pernah menelepon, juga tak pernah datang. Mungkin kamu bertanya-tanya, mengapa ibu meninggalkanmu? Mengapa ibu memilih Rhexton dan tidak membawa kamu bersama-sama? Ibu tahu, ada banyak pertanyaan yang menghantui hati dan pikiranmu. Hari ini, ibu ingin menjawabnya, walau tahu kata-kata ini mungkin terlambat dan terasa begitu pahit. Ketika ibu dan ayahmu memutuskan untuk berpisah, ibu berada dalam pilihan yang tak pernah ibu bayangkan sebelumnya. Ayahmu... kamu kan tahu betapa keras, kaku dan dinginnya dia? Dia menginginkanmu, Raven. Tapi bukan karena dia sangat mencintaimu, tetapi karena dia melihat sesuatu yang dia inginkan ada dalam dirimu. Yaitu kekuatanmu, ketangguhanmu, serta keberanianmu. Ibu tahu kamu lebih kuat dibandingkan Rhexton yang rapuh, yang sering sakit-sakitan. Ibu tidak bisa membiarkan Rhexton hidup di bawah aturan ayahmu yang begitu keta

    Last Updated : 2024-09-10

Latest chapter

  • Virginity For Sale    EXTRA PART

    Musim semi tiba dengan segala keindahannya, membawa serta aroma manis bunga-bunga yang bermekaran dan langit biru yang begitu cerah. Di tengah taman yang luas, dengan dekorasi klasik yang elegan, pernikahan Shane King dan Leona digelar dengan khidmat dan penuh kehangatan. Siapa sangka, seorang pria yang telah menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam kesendirian akhirnya menemukan cinta sejatinya pada wanita yang usianya hampir setengah dari umurnya? Leona, awalnya hanya ditugaskan oleh Raven untuk merawat kesehatan Shane yang menurun. Namun dalam setiap perawatan, setiap percakapan, setiap sentuhan yang terjadi antara mereka, sesuatu mulai tumbuh tanpa bisa mereka cegah. Cinta. Cinta yang datang tanpa diminta, menghapus segala batas yang ada, menghilangkan segala perbedaan, dan akhirnya membawa mereka pada hari ini. Raven duduk di barisan terdepan bersama Maura. Matanya sekilas menatap sang paman, pria yang selama ini berada dalam tawanan serta siksaan keji, kini m

  • Virginity For Sale    133. Rumah Untuk Kembali

    Malam ini terasa begitu panjang bagi Maura. Di dalam villa yang seharusnya menjadi tempat paling aman baginya, ia justru tak bisa memejamkan mata sedetik pun. Kegelisahan merayap di benaknya, membuat setiap detik yang berlalu terasa seperti siksaan. Di luar jendela, bulan sudah tenggelam digantikan gelapnya malam yang semakin pekat. Maura duduk di tepi ranjang, mendekap dirinya sendiri sambil menatap kosong ke arah pintu. Lewis telah membawanya ke tempat ini atas perintah Raven, berkata bahwa ia akan aman di sini. Tapi keamanannya bukanlah yang ia risaukan saat ini. Yang ia tunggu adalah satu hal. Satu orang, lebih tepatnya. Namun ternyata hingga pagi datang menjelang, sosok itu pun tak jua datang. Saat jarum jam di dinding menunjukkan pukul tujuh pagi, Maura akhirnya menyerah. Ia bangkit dari tempat tidur dengan langkah lesu. Percuma saja memaksa dirinya tidur ketika seluruh pikirannya penuh dengan kecemasan. Ia berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas

  • Virginity For Sale    132. Hidup

    Tobias hanya tersenyum, seolah itulah jawaban yang ia harapkan. Tobias menatap Raven tajam. “Dan sekarang, pertanyaannya… apa yang akan kau lakukan, Raven? Membunuhku?” Tobias mencondongkan tubuh ke depan, ekspresinya menantang. “Silakan. Aku sudah tua. Kematian bukanlah sesuatu yang kutakuti. Aku telah menyelesaikan tugasku. Aku telah menemukan penggantiku yang paling sempurna.” Sambil tersenyum tipis, Tobias menjentikkan jarinya. Seorang pria di sudut ruangan melangkah maju, menyerahkan sebuah map tebal. Tobias meletakkannya di atas meja, menatap Raven dengan penuh kemenangan. “Ini dokumen yang telah kususun dengan sangat hati-hati,” ujar Tobias. “Melibatkan tiga puluh pengacara terbaik di dunia. Di dalamnya, ada keputusan yang tak akan bisa diganggu gugat oleh siapa pun.” Raven tetap diam, membiarkan Tobias melanjutkan. “Dokumen ini menunjuk CEO baru untuk King’s Enterprise. Dan itu adalah kamu, Raven.” Terdengar suara Rhexton menghirup napas tajam. Tobias mena

  • Virginity For Sale    131. Pembuktian

    "Kudeta?" ulang Rhexton dengan nada tajam. Sejak tadi, ia hanya berdiri di samping Tobias, menatap Raven dengan sorot mata yang tak dapat ditebak. "Tidak bisakah kita menyelesaikan ini dengan cara lain, Raven?" lanjutnya. "Keluarga seharusnya tidak saling menghancurkan." Raven menatap saudara kembarnya dengan ekspresi datar, seolah kata-kata Rhexton sama sekali tidak berarti apa-apa baginya. “Keluarga?” Raven tertawa kecil tapi dengan nada yang dingin. “Sejak kapan aku benar-benar merasakan hakikat dari keluarga?” Ia melangkah lebih dekat, hingga kini hanya berjarak beberapa langkah dari Rhexton dan Tobias. “Nama belakang itu hanyalah sebuah label, gelar yang tidak pernah benar-benar kuanggap memiliki arti. Bukankah sejak kecil, aku tidak lebih dari sebuah alat?" Maniknya yang kelabu berkilat tajam saat ia menatap langsung ke mata Rhexton. “Aku bukan keluarga. Aku hanya pion, senjata, dan alat manipulasi untuk membodohi pihak lain demi kepentingan keluarga King. Dan ka

  • Virginity For Sale    130. Kudeta

    Manik biru dingin itu mengamati SUV hitam yang bergerak semakin menjauh, hingga akhirnya menghilang menjadi sebuah titik kecil di ujung jalan. Raven pun lalu sedikit mengangkat tangannya, memberikan isyarat singkat kepada salah satu pengawal yang berada tak jauh darinya. Tanpa perlu kata-kata, orang itu langsung memahami perintahnya dan segera menekan tombol kecil di perangkat komunikasi yang tersembunyi di pergelangan tangan. Dan hanya dalam hitungan detik, seluruh Mansion yang sebelumnya gelap gulita, kini tiba-tiba saja disinari oleh cahaya yang terang. Generator cadangan yang sebelumnya dinonaktifkan oleh orang-orang Raven pun telah kembali menyala, turut menghidupkan semua lampu dan sistem keamanan di dalam Mansion seperti sedia kala. Saat seluruh cahaya telah memenuhi ruangan, Raven pun mengayunkan kaki untuk kembali masuk dengan langkah tenang. Ia masih melangkah seraya tangan kanannya pun ikut terangkat ke wajah. Dengan gerakan perlahan tapi pasti, ia mulai m

  • Virginity For Sale    129. Yang Seharusnya Hanya Milikku

    Kalimat itu keluar dengan penuh percaya diri, setiap suku katanya terasa seperti pukulan telak kepada ego Rhexton. Nada penuh arogansi tersebut seolah disengaja untuk memprovokasi, dan terbukti berhasil. Rhexton yang kini wajahnya memerah karena kemarahan, mengepalkan tangannya hingga buku-bukunya memutih. Ia mengulurkan tangannya ke depan dengan geram, mencoba untuk menggapai sosok yang ingin sekali ia tantang untuk berbaku hantam. Tapi sayangnya, hanya angin kosong yang berhasil ia sentuh. Rhexton pun semakin frustrasi. Ia menggerakkan tangannya lebih agresif, seolah yakin Raven berada di dekatnya. Namun setiap usahanya tetaplah sia-sia. Di sisi lain, Raven yang telah diam-diam mengenakan kacamata infra merah sejak awal, hanya bisa tersenyum samar. Ia menyaksikan semua gerakan Rhexton yang terlihat putus asa dalam kegelapan, membuat situasi ini menjadi pemandangan yang hampir menggelikan baginya. Raven lalu melirik ke arah tiga orang pengawalnya yang telah bers

  • Virginity For Sale    128. Belum Selesai

    Maura terdiam. Tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan bagaimana perasaannya saat itu, sebuah euforia kebahagiaan bercampur dengan rasa tidak percaya. Ia ingin sekali menanyakan semuanya. Bagaimana Raven bisa hidup, apa yang sebenarnya terjadi, lalu tubuh siapa yang dimakamkan waktu itu... tapi tidak ada satu pun pertanyaan yang berhasil keluar dari bibirnya. Ia hanya memeluk Raven lebih erat, seolah takut pria itu akan menghilang lagi. Momen itu terasa seperti keabadian. Maura tahu bahwa perjalanan mereka belum selesai. Akan ada lebih banyak rahasia yang terungkap, lebih banyak bahaya yang harus mereka hadapi. Tapi untuk saat ini ia hanya ingin menikmati kenyataan bahwa pria yang ia cintai, pria yang selama ini ia kira telah pergi, kini kembali dalam hidupnya. Maka Maura pun tak lagi berkata-kata. Ia diam dalam gendongan hangat Raven, dan semakin mengeratkan pelukannya. Dalam kegelapan yang telah menelan seluruh cahaya ini, Maura pun mempercayakan segalanya ha

  • Virginity For Sale    127. Pengakuan

    “Pengkhianat!” Rhexton mendesis tajam, wajahnya memerah karena amarah yang tidak bisa ia kendalikan. Tangannya terkepal erat, sementara tiga pengawal yang masih setia kepadanya segera mengangkat senjata mereka, siap menargetkan ketiga pembelot tersebut. “Turunkan senjata kalian!” Rhexton memerintahkan ketiga pengawal yang berpihak pada Ryland dengan suara bergetar, entah karena kemarahan atau kegelisahan. Namun mereka tidak menggubrisnya. Ketegangan pun memuncak. Suasana kamar yang semula hening kini terasa begitu penuh tekanan. Udara seolah membeku di antara kedua belah pihak, masing-masing mengarahkan senjata mereka tampak tidak ada yang mau mengalah. Maura berdiri di tengah-tengah dengan tubuh yang gemetar hebat. Ia menatap ke arah Rhexton, lalu beralih ke Ryland, yang masih berdiri tanpa bergerak dengan tatapan yang dingin dan penuh kendali. Meski tak berkata sepatah pun, namun hanya dengan kehadirannya saja telah terasa mendominasi seluruh ruangan. “Mau

  • Virginity For Sale    126. The Bigger Plan

    "Apa yang pernah menjadi milikmu?" tanya Maura bingung. Ryland menatap Maura dalam keheningan yang menegangkan. Kemudian dengan satu gerakan cepat, ia meraih tangan Maura dan menariknya mendekat, untuk memeluk dengan erat. Namun semua sentuhannya itu penuh dengan kehati-hatian, terutama pada bagian perut Maura. Seolah ia sangat menyadari keberadaan dua nyawa kecil yang sedang tumbuh di sana. "Ryland, apa yang kamu~" Maura berusaha untuk melepaskan diri, tapi kekuatannya tak cukup untuk melawan pria itu. Ia terdiam ketika tangan besar Ryland bergerak perlahan menuju ke perutnya, lalu mengusapnya dengan lembut. Sentuhan itu begitu kontras dengan sikap dingin dan tegas Ryland, membuat Maura terkejut dan kehilangan kata-kata. "Ryland..." bisiknya nyaris tak terdengar, suaranya bergetar antara kebingungan dan emosi yang tak mampu ia jelaskan. Pria itu menunduk, memandangnya dengan lebih intens, sebelum tiba-tiba saja mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir Maura. Sentuhannya l

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status