“Tolong, kirim seseorang ke tempat kos saya untuk mengambil naskah untuk besok,” sungut Sonia lewat telepon rumah kost.
Terdengar gerutu Redaksi Pelaksana di seberang sana, tetapi Sonia tidak perduli. Bukankah ia telah mengerjakan pekerjaan dua orang hari ini, dan siapa yang berani menyalahkannya jika sekarang ia begitu kecapekan dan tak berniat mengantarkan sendiri naskah ke kantor?
Dan ia juga tak mau repot-repot turun dari kamarnya menuju warnet terdekat untuk mengirimkannya lewat email. Sementara ponselnya jaringan internetnya mendadak ngadat. Ia terpaksa harus segera mengecas ponsel cadangannya.
Cukup. Hari ini cukup. Keletihan fisik bukanlah alasan utama. Yang lebih membuatnya kehilangan semua energinya adalah situasi yang baru saja dihadapinya. Semua hal tentang vampir itu betul-betul telah menyerap semua kekuatan dan semangatnya.
Siapa orang-orang ini yang mengaku telah terlibat dengan vampir dan sampai sejauh ini masih mampu berd
Pagi basah oleh gerimis semalam.Telanjang kaki Sonia menuju kios koran di ujung jalan. Kakinya terasa nyaman, meskipun sesekali sebuah kerikil tengik terinjak di telapak kakinya dan mengakibatkan mulutnya mengernyit setengah geli, setengah pedih. Melewati tiang listrik dimana semalam seorang lelaki mengawasi jendela kamarnya, Sonia sedikit ngeri. Dan kegundahan semalam beringsut muncul kembali mengganggu benak dan perasaannya. Dengan murung Sonia mengambil satu eksemplar koran edisi Minggu Berita Harian dari tumpukan yang masih terbungkus oleh selembar kertas minyak coklat. Ia menjatuhkan empat lembar uang kertas ribuan, dan tanpa menunggu kembalian ia berbalik kembali menuju rumah kost di seberang jalan. Sebelum sampai di gerbang rumah kost, Sonia telah mendapatkan naskahnya dimuat. Makian lirih berdesis dari mulutnya. Naskahnya tentang vampir dirombak habis-habisan. Di situ keterlibatan Sam dalam pemusnahan vampir sama sekali telah d
Dalam perjalanan semua masalah Sonia tumpah. Pertama dengan kekasaran Albert yang bukan pacarnya atau apa-apanya. Lalu kelakuan Sam yang membuatnya muak. Setelah itu ia menyaksikan peristiwa mengerikan berkaitan dengan vampir. Dan semalam seseorang mengawasi kamarnya di lantai dua. Dan pagi ini naskahnya diobrak-abrik seseorang yang bukan Redpel dan naskahnya tentang Svida dibuang oleh Redpel begitu saja. Sambil membiarkan angin Minggu pagi membelai rambutnya, Sonia sedikit demi sedikit menemukan kelucuan situasinya sekarang. Mengapa ia begitu cengeng? Dan bagaimana awalnya sehingga tiba-tiba ia telah berada di mobil jeep Svida dan menceritakan semuanya dengan emosi mengalir sederas air terjun, sementara Svida mendengarkan dengan sabar sambil mengemudikan jeepnya? Bukan seharusnya ia menceritakan semua permasalahannya kepada Svida. Baru beberapa kali ia berjumpa dengannya, dan mengapa ia bisa mempercayakan semuanya kepada Svida? Apakah karena ia s
Tanpa kata Svida berbalik ke arah jeepnya. Ia membuka pintu belakang, dan dari sana ia menjinjing sebuah tas yang dikenali Sonia seperti tas yang dilihatnya kemarin di rumah Bu Hadi. Apakah Svida...? Sonia tidak berani meneruskan dugaannya. Dengan tertatih-tatih ia menyongsong Svida. Waktu mengetahui apa yang dikeluarkan Svida dari dalam tas itu, Sonia menatap dengan kengerian yang tak mampu ditutupinya. Mulutnya ternganga. “Maaf, Sonia. Gue harus melakukan ini sebelum jatuh korban lebih banyak lagi,” ucap Svida. Celurit di tangan kanannya berputar-putar seakan dengan itu pergelangan tangannya akan makin luwes memakai senjata mengerikan itu. Svida menusuk-nusukkan samurai pendek itu ke udara kosong untuk melemaskan otot-otot tangannya. Melihat ujung lancip-tajam samurai pendek di tangan kiri Svida, Sonia mundur dengan ketakutan. “Kau?” Svida mengangguk. Kemudian tanpa memedulikan Sonia ia melangkah mendekati pintu gudan
“Kemana orang-orang yang kalian sekap semalam?” hardik Svida galak, matanya melirik ke bawah lantai dan menemukan pedang samurai pendeknya tergelatak tepat di bawah meja dekat pintu. Masalahnya di ambang pintu itu vampir laki-laki itu berdiri menghadangnya dengan seringai mengejek yang merendahkannya.Vampir perempuan itu menunjuk ke sudut lain di balik meja. Svida melihat setumpukan tubuh yang berdarah-darah di sana. Svida menduga mereka sudah tewas dan mungkin akan berubah menjadi vampir seperti pemangsa mereka.“Aku mengenal seorang vampir yang tidak memangsa manusia secara sembarangan seperti kalian,” sergah Svida, dan ujung matanya menemukan celuritnya tergeletak di lantai persis di depannya—jika ia menggeser jauh meja yang terbalik di depannya. Dengan perlahan ia melangkahi meja itu dan kakinya telah menginjak ujung celuritnya.Vampir lelaki itu melihatnya, dan seringai di wajahnya menunjukkan ia tak keberatan Svida mengin
Rumah Rastri tampak lebih sepi dan tua dari yang diingat Sam kemarin-kemarin. Ada kesan rumah itu sedang mengalami proses keruntuhan yang lambat namun pasti. Akan tetapi Sam yakin itu semua hanya perasaannya belaka, setelah ia melewati gang-gang kecil naik-turun yang dipenuhi rumah-rumah yang indah dan kokoh di bawah tadi. Angin kering dan guguran daun-daun di halaman yang kosong itu, serta kesunyian yang mengelilingi rumah itu, mungkin yang membuat kesan tua dan rapuh rumah itu makin kuat. Akan tetapi melihat ketebalan tembok rumah utama, Sam tahu ia salah telah meremehkan rumah tua itu. Sam tak mendapati siapapun di ruang depan. Pintu depannya dibiarkan terbuka, pintu dalam yang terbuat dari teralis besi tebal juga tak terkunci, dan debu-debu halaman belum disapu dari lantai teras. Ketika memasuki rumah, kesunyian makin menyergapnya. Dan Sam menyadari kesan tua rumah itu disebabkan tak adanya bau kehidupan di sana. Piring-piring dan gelas kotor be
Orang-orang memandang nyaris tak percaya pada mata mereka sendiri ketika Svida keluar dari pintu gudang pabrik itu. Ada percikan darah di sekujur tubuh Svida. Kulitnya yang mulus tampak lebam dan banyak luka tergores. Sebagian jins yang dikenakannya basah oleh darah, menempel ketat di pahanya. T-shirt yang dikenakannya tak lagi berbentuk, sangat kusut dengan noda darah bercampur debu.Namun yang membuat orang-orang kehilangan kata-kata adalah raut muka Svida yang merupakan perpaduan antara kepucatan dan kekejaman. Dengan heran mereka melihat wajah cantik itu bersaput dingin-beku kebrutalan yang belum seluruhnya luruh. Dan mata yang menyorot itu—merah, keras dan tajam—seakan mata yang telah melihat sesuatu yang belum pernah dilihat oleh siapapun di situ. Mata liar yang sorotnya dipertajam oleh pengalaman kegilaan dan petualangan yang tak pernah bisa dibayangkan.Bukan kali itu saja Papi melihat sorot mata Svida yang aneh. Jika melihat
Minggu yang gerah berlalu. Angin terasa makin kering ketika matahari mencapai puncaknya di tengah hari. Sam menatap bayangan pepohonan makin menipis dan debu beterbangan ketika angin menghempas di sela-sela semak. Di tengah ruang yang porak poranda itu, Sam berusaha memejamkan matanya. Namun cahaya dari luar mengusiknya.Dalam perasaannya bising lalu-lintas di balik bukit itu terdengar keras di telinganya. Kemana Rastri dan orang-orang pergi? Mengapa mereka meninggalkan rumah terbuka seolah-olah mereka pergi tergesa-gesa? Dengan malas Sam bangkit dan menutup tirai-tirai di sekitarnya. Ia kembali telentang di sofa tua di ruang tengah dengan desah letih, dan mulutnya komat-kamit seakan menghitung mundur dari seratus ke satu. Sebuah bayangan dari pintu membuatnya terbangun. Dalam kebingungannya Sam perlahan menyadari orang yang menatapnya di ambang pintu itu adalah Jani. Dengan refleks Sam meloncat dari sofa, akan tetapi entah bagaimana
Terkurung di kamarnya, Sonia seharian berusaha menentramkan dirinya yang terguncang. Kamarnya menjadi terasa sangat pengap, namun sebaliknya ia menemukan sedikit ketentraman yang aneh, yang hilang-timbul seirama gundah gelisah hatinya yang tak kunjung henti. Hentikan. Hentikan. Hentikan, pleaaaaase. Batinnya berteriak kalang-kabut. Namun perasaannya sama sekali tak mampu dikendalikannya. Akal sehatnya hanya mampu menatap dengan memelas bagaimana hati dan perasaannya menggelinding bagai bola bowling, menjauh dan menabrak semua bangunan ketenangan yang sia-sia dibangunnya di dalam jiwa.Sonia merasa luluh lantak. Ia merasa telah retak dan akan pecah dalam kegilaan yang disulut ketakutan.Dan kengerian. Kengerian yang tak berujung.Bagaimana Svida mampu mencapai keberaniannya yang demikian solid membatu dan menghadapi para vampir dengan gagah berani, sementara Sonia ha