Share

5 Tutup Mulutmu 1

Penulis: Lis Susanawati
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-04 21:11:12

USAI KEPUTUSAN CERAI

- Tutup Mulutmu

"Beneran kamu yang sengaja menggoda Tristan?" Dengan tak sabar Pak Ardi menyerangku yang baru saja duduk. Aku sudah menduga, mereka memanggilku karena hal ini.

"Maaf, itu hanya salah paham, Pak," ujarku tenang meski gemetar dan amarah memenuhi dada. Aku benci dengan tuduhan itu. Untuk apa aku menggoda suami orang, sementara aku sudah muak dengan yang namanya lelaki.

"Kamu di sini hanya staf. Harusnya kamu tahu diri." Mata lelaki itu menyala-nyala penuh amarah. Wajahnya sangat sinis memandang pegawai rendahan sepertiku.

Pak Fadlan berdehem. "Sabar, Pak Ardi. Kita bisa membicarakan hal ini baik-baik." Pria berkacamata itu memang bos yang sangat bijaksana.

Lalu Pak Fadlan memandangku dengan suara tenang, beliau berkata, "Hilya, bisa kamu jelaskan tentang video itu. Aruna mengamuk pasti ada sebabnya."

"Itu hanya salah paham, Pak. Pak Fadlan bisa bertanya langsung pada Pak Tristan. Kami tidak memiliki hubungan apapun selain sebagai bos dan karyawan," jawabku setenang mungkin. Sebelum memanggilku, seharusnya mereka bertanya secara detail pada anak dan menantunya.

Tapi beberapa hari ini Pak Tristan memang ada pekerjaan di Jakarta. Entah kapan akan pulang.

Pak Ardi marah dan mengeluarkan umpatan yang merendahkanku. Pak Fadlan berusaha menenangkan, tapi lelaki itu begitu emosi. Aku diam mendengarkan. Kalau dia bukan bos dan orang yang lebih tua, tentu aku sudah membalasnya.

Di tengah segala amarah, pintu ruangan tiba-tiba terbuka. Muncul Tristan memakai jas hitam dan kemeja biru sebagai dalamannya. Ternyata dia sudah pulang dari Jakarta. "Ada apa, Pa?"

Spontan Pak Ardy memandang menantunya. "Kamu sudah melihat video itu?"

"Ya. Siapa yang merekam dan menyebarkan sampai karyawan tahu?" Tristan tampak marah. Apa dia tidak tahu kalau itu ulah dari istrinya sendiri. Di video itu hanya aku yang tampak jelas sedangkan Aruna hanya terlihat dari samping.

"Mbak Aruna sendiri, Pak." Kuceritakan peristiwa tiga hari yang lalu. Wajah Tristan merah menahan amarah. Pak Ardi tampak pias. Kaget karena anaknya sendiri yang merencanakan semuanya.

"Aruna nggak mungkin bertindak kalau nggak ada alasan dan bukti." Pak Ardi berkata dengan tatapan sinis padaku juga pada menantunya. "Kamu membuat ulah di rumah tangga putriku dan sekarang semua karyawan heboh membicarakan kalian."

"Maaf, Pak. Siapa yang mengambil video itu? Siapa juga yang menyebarkannya. Bukan saya, tapi Mbak Aruna sendiri. Mbak Aruna hanya salah paham." Lalu aku memandang Tristan. Lelaki tampan itu rahangnya mengeras. "Apa kita punya hubungan, Pak Tristan ?" tanyaku.

"Tidak ada," jawab pria itu tegas.

"Bagaimana dengan semua chat itu?" Pak Ardi memandang Tristan tajam.

"Chat biasa kan, Pa. Apa ada aku janjian kencan dengan Hilya? Tidak ada. Mungkin Aruna yang salah paham. Nanti kami bicarakan."

Hening. Aku memandang Tristan sejenak. Lelaki ternyata di mana-mana sama saja. Chat-nya tampak biasa, tapi setiap ada kesempatan bertemu denganku, tatapannya yang tidak biasa. Dia tidak mungkin mengaku pada mertuanya.

Pak Fadlan menegakkan duduknya lalu memandang sang besan. "Tidak perlu diperpanjang lagi. Ini hanya salah paham. Nanti minta Aruna untuk menghapus video itu, Pak Ardi."

"Maaf, jika semua tuduhan itu tidak benar jatuhnya fitnah, Pak. Nama baik saya sudah dipermalukan di hadapan para staf kantor dan karyawan. Kalau sampai video itu ter-upload di media sosial dan nama saya tercemar. Saya tidak akan tinggal diam," ujarku yang membuat tiga lelaki kelas atas itu terkejut. Tentu tidak menyangka aku seberani ini bicara.

"Kamu mengancam?" Pak Ardi menatapku tajam.

"Tidak, Pak. Ini bukan ancaman. Tapi ini pembelaan diri karena saya tidak melakukan apa yang dituduhkan. Bahkan Pak Ardi sendiri sudah mendengar dari Pak Tristan, kami tidak berselingkuh."

Hening.

"Hilya, saya akan bicarakan ini dengan Aruna." Tristan memandangku.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Aminah Adjaa
nyiiiiiiiiiiiiimaaaak
goodnovel comment avatar
Adfazha
Good job hilya jgn mw terlihat lemah kna km gk salah
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
good Hilya.. jangan mau ngalah.. meskipun mereka orang kaya & atasanmu tapi kamu perlu mempertahankan harga dirimu..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Usai Keputusan Cerai   6. Tutup Mulutmu 2

    "Kalau sampai video itu viral, saya tidak akan bungkam, Pak Tristan. Saya bisa membuat video untuk klarifikasi dan mengatakan kalau Mbak Aruna hanya cemburu buta dan bertindak tak tahu etika. Saya bisa menuntut balik dengan dalih pencemaran nama baik. Pak Tristan, juga harus begitu. Membuat video klarifikasi kalau di antara kita tidak ada hubungan apapun. Istri Anda yang salah paham."Mereka terkejut. Terutama Pak Ardi yang melotot tajam padaku.Sungguh ini keberanian dari mana, spontan aku mengatakan hal itu. Tidak ada rasa takut dalam hati. Aku benar. Aku tidak sedang menggoda suami orang yang notabene bosku sendiri.Padahal aku hanya debu di hadapan mereka yang berkuasa. Aku punya apa coba? Dilibas sekali saja, aku hanya tinggal nama. Bahkan aku bisa kehilangan pekerjaan. Lalu bagaimana dengan anakku? Tapi kalau aku diam, siapa yang akan membelaku. Sejauh ini aku menjaga diri dengan sebaik-baiknya, agar status janda yang kusandang tetap terhormat dan tidak mendapatkan citra buruk

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04
  • Usai Keputusan Cerai   7. Hilya

    USAI KEPUTUSAN CERAI- HilyaLelaki berwibawa itu berdiri tepat di hadapanku. Kedua tangannya masuk ke dalam saku celana.Buru-buru aku bangkit dari duduk. "Ya, Pak," ucapku sopan. Dadaku bergemuruh, apa mungkin ini hari terakhir aku bekerja di sini?"Saya suka perempuan ber-value sepertimu. Kerja baik-baik, Hilya." Ucapan singkat Pak Fadlan membuatku terkejut. Tak mengira sama sekali kalau Big Bos akan berkata seperti itu. Beliau memang sangat bijaksana sebagai pimpinan. Tapi bukankah Aruna itu menantunya? Apa nanti tindakannya ini tidak menimbulkan masalah dengan keluarga besan. Walaupun begitu aku lega. Kupikir Pak Fadlan akan memecatku, rupanya tidak. Alhamdulillah, aku masih bekerja. Mencari pekerjaan sekarang tidak gampang. "Eh, i-iya, Pak," jawabku gugup. "Terima kasih banyak dan maafkan atas kelancangan saya tadi."Pak Fadlan hanya tersenyum lantas melangkah pergi. Longgar sekali rasa dalam dadaku. Meski aku tahu ini bukan akhir dari kemelut, tapi setidaknya aku masih bisa b

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04
  • Usai Keputusan Cerai   8. Cemas

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Cemas"Jangan pandangi saya seperti itu, Pak. Tatapan Pak Tristan bisa menimbulkan banyak masalah bagi saya," ujarku pelan tapi penuh penekanan."Saya tidak ingin permasalahan pagi tadi berkelanjutan," lanjutku memohon. Karena aku capek sekali dengan banyaknya permasalahan dalam hidupku.Tristan mengatai Mas Arham, apa ia tidak sadar kalau dirinya juga hampir seperti mantanku itu. Punya istri tapi menggoda perempuan lain. Janda pula itu."Kalau kita saling menghindar. Malah dikira kita memang ada hubungan. Santai saja." Pria itu mencondongkan tubuhnya ke depan. Spontan aku menarik diri ke belakang. Kemudian memperhatikan sekeliling, siapa tahu ada yang melihat ke arah kami."Pak Tristan, bisa saja santai tapi imbasnya ke saya. Tolonglah saya di sini untuk bekerja. Saya single mom, tolong hargai saya." Baru kali ini aku benar-benar memohon pada pria itu. Tak mengapa demi tetap bertahan kerja karena aku belum siap mencari pekerjaan lainnya. Di sini gaji bagus dan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-08
  • Usai Keputusan Cerai   9. Maafkan Bunda

    USAI KEPUTUSAN CERAI - Maafkan BundaDuh, Tristan ini memang cari masalah. Bukankah bininya ada di kantor tadi? Maunya apa sih. Dia sama saja kayak Arham.Kuletakkan ponsel di atas meja. Membalas pesannya hanya akan menciptakan permasalahan makin ke mana-mana. Kembali kupandangi Rifky yang terlelap. Selang infus menancap di lengannya yang kecil, membuat hatiku perih.Aku menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan hati yang sesak. Tangan kecil Rifky kusentuh pelan. "Sembuh, ya, Nak," bisikku.Ponsel kembali bergetar di atas meja. Lagi-lagi nama Tristan muncul di layar. Kali ini dia menelepon. Nekat sekali orang ini. Aku mengabaikannya. Lalu menekan tombol 'silent' dan memasukkan ponsel ke dalam tas. Aku tidak ingin mendengar suara siapa pun saat ini.Rifky menggerakkan jemari, tubuhnya menggeliat pelan. Aku langsung mendekat, menelusuri wajah mungilnya yang mulai bergerak. Matanya terbuka tampak sayu."Unda," suaranya serak."Iya, Sayang. Bunda di sini." Aku tersenyum.Dia mena

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-09
  • Usai Keputusan Cerai   10. Bertemu

    USAI KEPUTUSAN CERAI - Bertemu "Aku suka dengan perempuan sepertimu."Aku terhenyak dan berusaha tetap tenang. Cari penyakit jika meladeni. "Mari kita lanjutkan pembahasan yang kemarin, Pak," ujarku mengalihkan pembicaraan."Saya serius!" ucapnya."Saya juga serius, Pak. Di sini saya bekerja bukan menggoda bos. Bukan menggoda suami orang. Saya cari uang bukan mencari cinta."Tristan tersenyum miring lantas menegakkan duduknya dan menyalakan laptop. Kami mulai membahas masalah keuangan dalam projek dengan serius. Dari sudut mata, aku bisa melihat lelaki kaya ini sering diam sejenak memandangku. Lima belas menit kemudian, masuk tiga orang yang menjadi tim inti kerja kami. Aku senang ada yang lainnya daripada hanya berdua dengan bos genit ini."Nggak perlu menatap curiga dengan saya dan Hilya. Kami bekerja secara profesional. Tentang gosip dan video kemarin, tolong abaikan." Tristan berkata pada timnya yang baru datang. Mencegah dan mengultimatum pada stafnya yang menatap aneh pada ka

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-10
  • Usai Keputusan Cerai   11. Maunya Apa?

    USAI KEPUTUSAN CERAI - Maunya apa?Panggilan itu membuatku menoleh. Mas Arham berdiri menenteng godie bag di tangannya. Perlahan lelaki itu mendekat."Titip ini buat Rifky. Aku janjiin beliin robot buat dia. Nunggu hari Minggu nanti kelamaan," ujarnya seraya mengulurkan godie bag padaku."Terima kasih." Aku mengambil goodie bag itu tanpa banyak bicara. Tapi saat aku hendak berbalik, dia tiba-tiba berbicara lagi."Hilya."Aku berhenti dan kembali menoleh."Aku minta maaf."Aku menatapnya dengan dingin.Dia terdiam. Rahangnya mengencang. Seolah ada banyak hal yang ingin dia katakan, tapi tidak tahu harus mulai dari mana."Maaf, Pak Arham. Saya ingin pulang. Untuk urusan pekerjaan, bisa kita bahas dipertemuan berikutnya," kataku formal setelah dia diam tak segera bicara."Aku minta maaf, Hilya." Dia menatapku dengan ekspresi yang sulit diartikan. Ada luka, ada penyesalan. Tapi aku sudah terlalu lelah untuk peduli dan itu bukan urusanku lagi. Kuletakkan godie bag di cantolan motor lantas

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-11
  • Usai Keputusan Cerai   12. Tidak Mudah

    USAI KEPUTUSAN CERAI - Tidak Mudah "Hari ini kita pulang, Sayang," ujarku pada Rifky yang duduk di atas tempat tidur. Seorang perawat tengah melepas selang infusnya.Rifky menangis. Mungkin agak sakit. Aku buru-buru meraih dan menggendongnya. Mengusap lembut punggungnya. Sedangkan Mbak Asmi yang baru kembali mengantarkan Yazid pulang karena harus sekolah, langsung berkemas-kemas. Saat itu jarum jam menunjukkan pukul delapan pagi."Kamu sama Rifky naik taksi saja, biar mbak pulang naik motor," kata Mbak Asmi setelah barang-barang beres semua."Apa nggak Mbak saja yang naik taksi sama Rifky.""Nggak usah. Rifky mau sama kamu itu. Yuk, kita pulang sekarang."Aku menggendong Rifky, Mbak Asmi membawa barang-barang kami. Pagi itu lorong klinik lumayan ramai oleh pembesuk.Sepuluh menit kemudian, kami sudah sampai di rumah. Rifky langsung diseka dan digantikan baju oleh Mbak Asmi, sementara aku bersiap-siap berangkat ke kantor. "Assalamu'alaikum." Suara di depan membuatku terkejut. "Wa

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12
  • Usai Keputusan Cerai   13. Tahu Diri 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI - Tahu Diri "Assalamu'alaikum." Seorang wanita anggun berpakaian syar'i mengucap salam. Di belakangnya, Mas Arham mengikuti."Wa'alaikumsalam," jawabku dan Mbak Asmi bersamaan.Kami bersalaman dan dia memelukku erat. Namanya Mbak Yana. Kakak kandungnya Mas Arham. Mereka tiga bersaudara dan Mas Arham anak nomer dua, satu-satunya lelaki. "Apa kabar, Hilya?" tanyanya memandangku. Matanya basah saat itu. Kami sudah lama sekali tidak bertemu. Semenjak aku dan Mas Arham berpisah."Kabar baik, Mbak. Silakan duduk," jawabku sopan. Kuraih Rifky dan membimbingnya bersalaman dengan Mbak Yana. Namun Rifky memelukku erat. Dia takut karena tidak pernah bertemu."Rifky sayang. Ikut budhe, yuk. Katanya kamu baru sembuh dari sakit, ya?" Mbak Yana membujuk, tapi Rifky tetap menolak. Sampai wanita itu menangis. Rifky tidak mau memandang dan melingkarkan tangan kecilnya di leherku.Kami berbasa-basi sebentar. "Hilya, kamu nggak ikut pergi bersama kami untuk bertemu Mama?""Mbak As

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-13

Bab terbaru

  • Usai Keputusan Cerai   195. Setelah Tujuh Tahun 3

    Mbak Asmi juga diam. Tak ada air mata yang jatuh. Justru luka yang dulu menganga terasa kembali. Ia telah memaafkan Heru, tapi luka pengkhianatan dan penelantaran itu tidak pernah benar-benar hilang. Bertahun-tahun pula ia berusaha sekuat tenaga menjadi ibu dan sekaligus ayah bagi Yazid. Begitu sulitnya waktu itu."Mas Heru, sekarang tinggal di mana?" tanya Ustadz Izam."Saya sekarang tinggal di Lamongan, Mas. Sudah dua bulan ini." Namun Heru tidak menceritakan kehancuran pernikahan keduanya. Dia hanya bilang kalau sudah menduda. Dulu setelah bercerai dari Mbak Asmi, Heru tinggal di Jakarta bersama selingkuhannya. Lamongan adalah kota asal lelaki itu."Maaf, Ibu di mana. Saya ingin bertemu dan meminta maaf." Heru bicara sambil memandang ke dalam."Ibu sudah meninggal empat tahun yang lalu," jawab Mbak Asmi dengan raut wajah sedih."Innalilahi wa inna ilaihi raji'un." Heru kaget juga. Padahal dia ingin bertemu mantan mertuanya dan memohon maaf. Tapi rupanya sudah terlambat. "Apa kabar

  • Usai Keputusan Cerai   194. Setelah Tujuh Tahun 2

    Lelaki itu mengangguk. Dia melangkah ke depan sambil membawa beberapa paper bag di tangannya. Memilih duduk di bangku kayu samping toko. Sedangkan Mbak Asmi masuk ke dalam dan menutup pintu. Ia menidurkan bayinya di bouncer.Dadanya berdegup kencang. Tidak mengira pada akhirnya lelaki itu mencari anaknya. Setelah bercerai, tak pernah memberi nafkah anak. Jangankan mengirim uang untuk kebutuhan anak, bertanya kabar pun tidak pernah. Dia lenyap bersama selingkuhannya seolah hilang ditelan bumi."Ayah sudah di telepon, Kak?" tanya Mbak Asmi pada Yazid yang memegang ponsel milik bundanya."Sudah, Bun. Tapi nggak diangkat. Mungkin ayah sedang diperjalanan.""Iya. Kamu jagain adek dulu ya. Bunda mau nyoba telepon ayah."Yazid mengangguk. Lalu duduk di sebelah sang adik yang tertidur pulas. Mbak Asmi membawa ponsel ke belakang untuk menelepon suaminya. Tadi Ustadz Izam pamit hendak ke rumah sepupunya sebentar. Rumahnya tidak jauh, makanya hanya naik motor.Sementara di luar rumah, Heru, ayah

  • Usai Keputusan Cerai   193. Setelah Tujuh Tahun 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Setelah Tujuh Tahun Author's POV Sinar keemasan mentari pagi memantul di permukaan lantai ruang santai di rumah Tristan. Aruna tengah duduk bersila di atas matras yoga. Usia kandungannya sudah delapan bulan, dan tubuhnya tampak lebih berisi sekarang. Nafasnya teratur saat mengikuti gerakan senam hamil yang rutin ia lakukan melalui panduan video di layar televisi. Sementara itu Tristan mengawasi dari sofa sambil memegang tablet, sesekali memperhatikan ke arah sang istri. Aruna terlihat lebih ceria sekarang, meski tetap jarang bicara kalau tidak benar-benar perlu. Dia masih memasang tirai tipis di antara mereka."Istirahat dulu, Runa. Sudah lama kamu senam pagi ini," seloroh Tristan.Aruna menoleh sekilas, lalu kembali fokus pada gerakan stretching yang dirancang untuk memperbaiki posisi janin. Bayinya memang sungsang. Untuk menghindari lahiran secara caesar, Aruna rajin melakukan senam agar bisa melahirkan secara normal."Kalau nanti pun harus caesar, nggak a

  • Usai Keputusan Cerai   192. Satu Hari di Kota Malang 3

    Matahari di Minggu pagi bersinar lembut di atas pekarangan rumah rumah Bre. Langit sedikit berawan dan embun masih menetes di dedaunan yang tumbuh rapi di sekeliling taman. Di kursi kayu berlapis bantal putih, Bre duduk dengan santai memangku baby Rafka yang baru berusia dua minggu. Si kecil mengenakan topi rajut biru muda, memakai kacamata bundar untuk melindunginya dari silaunya sinar matahari.Di sebelahnya, Rifky duduk di kursi kecil berwarna hijau. Kakinya mengayun-ayun sembari menggenggam botol susu yang sudah setengah kosong. Matanya sesekali melirik adiknya, lalu menatap sang papa dan mereka bercerita."Papa, boleh Rifky cium adek?""Boleh. Pelan-pelan, ya."Rifky bangkit berdiri dan menempelkan pipinya ke pipi adiknya. Rafka bergerak lembut merespon sang kakak. Bre tersenyum melihat tingkah mereka. Dua bayi bagaikan magnet yang membuatnya ingin segera pulang ke rumah setelah urusan pekerjaan selesai.Walaupun malamnya kurang tidur kalau Rafka mengajak begadang, tapi Bre meni

  • Usai Keputusan Cerai   191. Satu Hari di Kota Malang 2

    "Semua sudah selesai, Run. Aku sudah memaafkan," jawab Zara sambil merangkul adik sepupunya."Terima kasih."Setelah itu Aruna hanya diam. Sama sekali tidak lagi memperhatikan entah bagaimana Tristan dan Zara berinteraksi dalam pertemuan itu. Ia sudah tidak peduli.Giska yang didampingi orang tua Tristan, hanya sebentar mendekat dan memeluk mamanya. Lalu Bu Fadlan merangkul sang cucu untuk duduk di depan.Tristan mencoba bicara saat malam tiba. Mereka duduk di kamar, Aruna mengelus perutnya pelan. Lelah dan mengantuk setelah sehari semalam nyaris tidak tidur. Perutnya juga terasa menegang beberapa kali."Runa, aku minta maaf. Seharusnya aku peduli saat kamu bilang mengkhawatirkan papa pagi kemarin. Aku tahu permintaan maaf nggak bisa mengembalikan apa pun. Tapi aku ingin kamu tahu, aku menyesal.""Nggak apa-apa," jawab Aruna datar. Tristan memandang istrinya. Perempuan itu tak marah. Tapi nada bicaranya datar dan yang terlihat hanya kelelahan dan luka. Dia tahu Aruna kecewa dan menyes

  • Usai Keputusan Cerai   190. Satu Hari di Kota Malang 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Satu Hari di Kota Malang Author's POV Tristan menghela nafas panjang. Dia harus memberitahu istrinya daripada Aruna bakalan kaget nantinya. "Runa, kita tunggu papa di rumah. Papa akan dibawa pulang."Perasaan Aruna sudah tidak karuan. Namun masih berusaha menepis ketakutannya. Papanya masih ada. Papanya bisa tertolong dan akan pulang dalam keadaan baik-baik saja. Meski hati kecilnya merasakan pesimis.Ketika mobil memasuki halaman rumah, Aruna lemas saat melihat suasana begitu terang benderang dan beberapa kerabat sudah berkumpul di sana. Di teras dan ruang tamu duduk para saudara dan tetangga."Runa ....""Aku sudah tahu," potong Aruna cepat dengan air mata sudah membanjiri pipinya. Ketakutannya menjadi kenyataan. Ia yakin, papanya sudah tiada.Tristan turun dari mobil dan membuka pintu untuk istrinya. Aruna yang sempoyongan berusaha berjalan sendiri masuk ke rumah lewat pintu samping. Dia tidak peduli dengan Tristan yang begitu khawatir di sampingnya.Aruna

  • Usai Keputusan Cerai   189. Kehilangan 3

    Malang ....Hawa dingin terasa begitu menusuk ke tulang. Gerimis di luar belum berhenti. Tristan membawakan segelas teh hangat dan di letakkan di meja depan Aruna. Lelaki itu juga menangkupkan selimut ke tubuh sang istri yang tengah duduk menikmati pemandangan di luar, dari balik jendela kaca."Mau kupesankan roti bakar?" tanya Tristan sambil duduk merapat pada istrinya. Lengannya merangkul bahu Aruna yang ringkih."Nggak usah. Aku masih kenyang."Keduanya memandang jauh keluar. Sebenarnya Aruna kepikiran tentang papanya. Kesehatannya makin menurun dari hari ke hari. Namun Aruna tidak pernah membahas hal itu dengan Tristan.Sejak awal, Tristan memang tidak cocok dengan papa mertuanya. Untuk itu Aruna pun tidak ingin membicarakan tentang sang papa dengan suaminya. Ia sadar kesalahan papanya waktu itu sangat menyakitkan bagi Tristan. Meski mereka sudah bisa saling menerima dan memaafkan. Aruna sekarang benar-benar menjaga diri dan berhati-hati."Kamu nggak ngantuk?" Tristan mengecup ke

  • Usai Keputusan Cerai   188. Kehilangan 2

    Tristan duduk menunggu di sisi tempat tidur. Memperhatikan perut Aruna yang membuncit. Karena kehamilannya, Aruna mengurangi banyak kegiatan di luar. Termasuk melanjutkan ikut pelatihan. Trimester pertama waktu itu membuatnya harus banyak bed rest karena tubuhnya terasa sangat lemah. Sempat opname tiga hari karena kondisinya yang ngedrop.Ada perasaan lega, tapi juga getir di dada Tristan. Ia tahu Aruna berusaha keras untuk menyesuaikan diri dengan keadaan, meski hatinya telah remuk oleh kondisi mereka saat itu. Namun Aruna sekarang terlihat lebih baik daripada beberapa bulan yang lalu.Tristan sendiri membuktikan untuk berubah. Memperbaiki diri dan banyak belajar dari kesalahannya. Memprioritaskan istri dan anak-anaknya."Yuk, kita berangkat sekarang!" Tristan bangkit dari duduk lalu mengangkat koper kecil keluar kamar. Aruna mengikuti sambil menutup pintu kamar. Pria itu meraih tangan sang istri dan mereka menuruni tangga bersama-sama."Aku sebenarnya khawatir dengan kondisi papa,"

  • Usai Keputusan Cerai   187. Kehilangan 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Kehilangan Author's POV "Kamu nggak nyoba telepon Bre dulu, Ham?" Bu Rida yang menenteng kado mengingatkan putranya."Sudah kukirim pesan, Ma. Dijawab agar kita langsung ke sini."Sebenarnya Arham tidak sengaja datang di waktu Hilya lahiran. Dia sudah janjian dengan Bre tiga hari yang lalu, kalau akan ke Malang bersama mamanya untuk bertemu Rifky. Kebetulan Bu Rida juga baru sembuh dari sakit dan dia ingin sekali bertemu cucunya.Tadi pas datang ke rumah mereka, ART di sana memberitahu kalau Hilya melahirkan. Bre juga membalas pesannya agar Arham mengajak sang mama langsung ke klinik saja. Bu Rida tadi sempat meminta mampir ke toko untuk membeli kado.Ketika mereka tengah melangkah di lorong, ponsel Arham berdering. Bre yang menelepon. "Halo, Mas. Saya dan mama sudah sampai di klinik.""Kami tunggu, Mas. Saya di depan kamar perawatan. Paviliun 302.""Iya." Arham menyimpan kembali ponselnya dan mengajak sang mama melangkah mencari paviliun yang dimaksud oleh B

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status