Share

7. Hilya

Penulis: Lis Susanawati
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-04 21:12:24

USAI KEPUTUSAN CERAI

- Hilya

Lelaki berwibawa itu berdiri tepat di hadapanku. Kedua tangannya masuk ke dalam saku celana.

Buru-buru aku bangkit dari duduk. "Ya, Pak," ucapku sopan. Dadaku bergemuruh, apa mungkin ini hari terakhir aku bekerja di sini?

"Saya suka perempuan ber-value sepertimu. Kerja baik-baik, Hilya." Ucapan singkat Pak Fadlan membuatku terkejut. Tak mengira sama sekali kalau Big Bos akan berkata seperti itu. Beliau memang sangat bijaksana sebagai pimpinan. Tapi bukankah Aruna itu menantunya? Apa nanti tindakannya ini tidak menimbulkan masalah dengan keluarga besan.

Walaupun begitu aku lega. Kupikir Pak Fadlan akan memecatku, rupanya tidak. Alhamdulillah, aku masih bekerja. Mencari pekerjaan sekarang tidak gampang.

"Eh, i-iya, Pak," jawabku gugup. "Terima kasih banyak dan maafkan atas kelancangan saya tadi."

Pak Fadlan hanya tersenyum lantas melangkah pergi. Longgar sekali rasa dalam dadaku. Meski aku tahu ini bukan akhir dari kemelut, tapi setidaknya aku masih bisa bekerja. Aku menunduk, tersenyum samar dengan netra berkabut. Bayangan Rifky yang selalu ceria saat menyambutku pulang kerja, kembali menjelma di pepuk mata. Anakku.

"Hilya," panggilan itu membuatku kembali kaget. Menyebabkan air mata luruh ke pipi dalam sekali kedipan.

"Pak Tristan," ujarku seraya menghapus air mata dengan cekatan. Pria itu masih memandangku. Segera kuambil map yang ada di atas meja. Kemudian memberikan padanya. "Saya sudah membenahi laporannya, Pak."

Lelaki itu membuka map. Meneliti setiap tulisan dan angka yang tertera di sana. Dia memang sangat jeli. Setiap apa yang dikerjakan oleh bawahannya, harus benar dan sempurna.

"Pak, lebih baik saya dipindahkan saja ke divisi lain," ujarku lirih. Semoga staf di sekelilingku yang hanya tersekat papan setinggi dada orang dewasa tidak mendengar ucapanku.

Sama sekali lelaki di hadapanku ini tidak merespon. Dia hanya memandangku sekilas kemudian kembali fokus ke berkas. Aku pun akhirnya diam. Daripada di dengar karyawan lain dan masalah bisa runyam. Jika ada kesempatan, aku akan bicara langsung saja pada Pak Fadlan.

"Oke, ini kubawa." Tristan mengacungkan map sejenak, lantas melangkah pergi menuju ke ruangannya.

Aku kembali duduk. Lega tapi tetap harus waspada dan berhati-hati. Orang kaya bisa berbuat apa saja dengan uangnya.

Jangankan orang kaya, Arham saja tega mencampakkan perempuan yang sudah berkorban segalanya. Dia lupa bagaimana kami berdua sama-sama bangkit membina hidup dan karir.

Lalu, lelaki mana yang bisa kupercaya sekarang?

Perih kembali menghujam dada.

***L***

Aku tidak berselera makan siang itu. Meski Ani dan Ika menghiburku.

"Jangan khawatir, Pak Fadlan orang bijak, Hil. Beliau nggak akan ngambil keputusan sembrono mecat kamu. Buktinya tadi. Beliau malah ngasih support ke kamu. Beliau pasti paham menantunya itu kayak gimana," kata Ani.

"Santai saja, Hilya. Kalau Mbak Aruna ke kantor, nggak usah pedulikan. Lagian dia nggak setiap hari ke sini, kan?" ujar Ika.

Aruna memang bekerja di kantor papanya sendiri. Perusahaan yang bekerjasama dengan Global Company, tempatku bekerja. Wanita itu sering bolak-balik antara kantor papanya dan kantor mertuanya. Di sini juga ada asistennya Aruna.

"Ssttt, dia tuh 100 kurang 5%." Ika berbisik lirih. Membuat Ani terkekeh dan aku tersenyum getir. Aku bahagia, mempunyai sahabat yang selalu mendukungku.

Menurutku Aruna tidak seperti itu. Dia bersikap semaunya sendiri karena punya uang dan kuasa. Sanggup melakukan apa yang ia inginkan. Merasa di atas angin karena mempunyai segalanya. Jadi dia begitu gampang merendahkan orang lain. Tidak punya sikap menghargai pada sesama.

"Aku tahu kamu wanita yang strong, Hilya. Kalau aku diposisimu, mungkin sudah gila." ujar Ika di antara denting piring dan sendoknya. "Dikhianati, dicerai saat hamil, kehilangan ibu, dituduh jadi selingkuhan pula. Kuat banget kamu. Hatimu terbuat dari apa, sih?" lanjutnya.

Aku tersenyum kecil. Bukan karena lucu, tapi karena kegetiran yang bahkan sudah tidak bisa kutangisi lagi.

"Lelaki paling lucnut itu ya mantan suamimu. Udah ditemani kembali bangkit setelah sekarat, dibantu membangun karir, eh apa balasannya." Ika malah berapi-api hingga Ani menyuruhnya diam. Karena khawatir di dengar para karyawan yang sedang makan.

Siang itu kantin ramai seperti biasa. Suara gelas beradu, piring diletakkan, dan obrolan karyawan bercampur menjadi satu.

Aku pikir Mas Arham adalah lelaki yang berbeda. Aku pikir dia adalah rumah yang selama ini kucari. Kami bisa saling melengkapi dan menyembuhkan luka. Tapi ternyata dia sama saja.

Kami masih sering bertemu karena ada Rifky. Teringat sekali saat pertama kali aku memeluk Rifky. Tubuhnya kecil, tangisannya pelan, seakan tahu ibunya sedang kelelahan. Aku masih ingat bagaimana malam-malam panjang yang kulewati sendirian, menyusui dalam gelap, menahan nyeri di sekujur tubuh setelah melahirkan.

Hanya Mbak Asmi dan budhe yang menemaniku. Mas Arham baru datang setelah aku pulang dari rumah sakit. Memang sengaja dikabari setelah aku melahirkan.

Setiap kali menatap Rifky, ada kebahagiaan yang sulit dijelaskan. Tapi di saat yang sama, ada luka yang begitu dalam.

Dan sekarang, aku masih berdiri meski babak belur. Aku menghela napas panjang dan mencoba fokus pada makan siangku lagi.

***L***

From: Tristan

Subject: Rapat

Hilya, tolong ke ruang rapat sekarang. Kita bahas progres proyek kemarin.

Aku mengembuskan napas pelan. Baru saja duduk sudah dipanggil. Apa dia tidak khawatir timbul fitnah baru. Aku menutup email lalu bangkit. "Aku ke ruang rapat dulu, An," pamitku pada Ani.

"Hati-hati, Hil. Aku tahu kamu profesional. Tapi tidak dengan orang yang ingin membuatmu jatuh tersungkur." Sahabatku berkata lirih. Kujawab dengan anggukan kepala.

"Hil, ini belum berganti hari. Kamu harus hati-hati." Ika berbisik setelah menghampiriku.

Aku melangkah menuju ruang rapat dengan pikiran ke mana-mana. Bisa saja ini dimanfaatkan untuk menjatuhkanku oleh orang yang membenciku. Namun aku tidak peduli, aku sedang bekerja sekarang. Kubiarkan saja asistennya Aruna mencuri pandang padaku.

Di depan ruang rapat, aku mengetuk pintu sebelum masuk. Tristan sudah ada di sana, duduk di ujung meja panjang dengan beberapa berkas di hadapannya.

Kami tidak hanya berdua. Tapi di meja lain ada juga divisi perencanaan yang sedang meeting. Ruang rapat itu memang cukup besar.

"Duduklah," katanya tanpa mengangkat kepala.

Aku menarik kursi dan duduk, menyiapkan buku catatan dan tablet di tangan.

Beberapa detik berlalu dalam keheningan. Tristan belum mengatakan apa-apa. Aku meliriknya sekilas dan saat itulah kami berpandangan.

Tatapan yang membuatku tidak nyaman.

"Ada yang perlu kita bahas, Pak Tristan?" tanyaku sopan.

Dia serius memandangku. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya tiba-tiba.

"Apa setelah peristiwa pagi ini bisa dikatakan saya baik-baik saja, Pak?"

Hening.

"Pindahin saja saya ke divisi lain."

"Saya nggak sebodoh Arham. Demi beling dia melepaskan berlian sepertimu. Jadi saya nggak ingin kehilangan staf potensial seperti kamu. Tidak ada acara pindah ke divisi lain," ujarnya tenang. Seolah permasalahan pagi tadi tak bermakna apa-apa baginya. Tapi bisa menjadi bencana bagiku.

Lelaki itu sangat serius memandangku.

Next ....

Selamat membaca 🥰

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Titin Mukmin
Makin sukses mbak Lis, semangat terus y untuk karya2 selanjutnya ......
goodnovel comment avatar
Heni Hendrayani
mksh mba lis udah up lg cerita baru nya yg selalu seru dan bikin emosi jiwa terombang ambing
goodnovel comment avatar
ninik rahayu
Tristan ini bestie an dgn Daniel kok sefrekwensi ya jadi ingat Fariq yg dipaksa dan terpsksa berpisah tp disini Arham memaksa berpisah hasil akhir y menyesal to fihtibh Hilya sadar diri ,sadar posisi,sadar Harga diri
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Usai Keputusan Cerai    1. Usai

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Usai"Jauhi suamiku!" Seorang perempuan melempar asbak kayu tepat di hadapanku. Aku sempat terkejut, tapi sejenak kemudian aku memandangnya dengan tenang.Kulihat dua orang telah siap dengan kamera ponselnya untuk mengabadikan kejadian ini yang sebentar lagi bisa jadi akan viral. Tapi aku tidak peduli. Sepertinya hal ini sudah direncanakan. Dia hendak mempermalukanku."Jauhi bagaimana maksudnya?" tanyaku menentang sorot matanya. "Sedangkan saya tidak pernah dekat dengan suamimu selain urusan pekerjaan, Mbak. Jangan menuduh tanpa bukti, saya bisa melaporkan Anda kembali."Aruna terkejut. Mungkin dia tidak mengira aku seberani ini melawannya. Yang hanya seorang staf biasa di kantor suaminya."Sekalipun Anda menantu big bos saya, jangan Anda kira saya tidak berani. Mana buktinya kalau saya menggoda suami Anda?"Wanita itu mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya. Menunjukkan screenshot sebuah percakapan. Aku tersenyum samar. "Apa di sini saya membalas chat Pak Trista

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04
  • Usai Keputusan Cerai    2. Bimbang

    USAI KEPUTUSAN CERAI - Bimbang "Jangan lanjut perceraian ini kalau kamu hamil." Mama mertuaku bicara disaat usai kusalami. Wajahnya begitu memohon.Aku tersenyum getir seraya mengelus lengannya. Mataku sudah berkabut. Beliau adalah ibu mertua yang sangat baik menurutku. Wanita yang duduk di kursi roda itu mengusap air matanya. "Maafkan saya, Ma," ujarku lantas beranjak dan duduk di kursi yang disediakan untukku di depan majelis hakim.Seumur hidup, sekali saja aku duduk di sini."Kita bisa membatalkan pernikahan ini, Hilya." Mas Arham kembali menghampiriku. Aku tidak tahu arti dari sorot matanya. Penyesalan atau apa aku tidak bisa menebak.Aku takut salah. Sebab aku pernah membuat kesalahan besar dengan begitu percaya bahwa lelaki yang mengajakku menikah empat tahun yang lalu itu, kupikir sangat mencintaiku. Ternyata tidak. Dia hanya ingin mencari pelampiasan atas rasa kecewa ditinggal kekasihnya.Jika alasan menggagalkan perceraian ini karena aku sedang hamil, ah tidak. Aku bisa me

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04
  • Usai Keputusan Cerai    3. Luka 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Luka"Ada Arham di dalam, Hil," kata Mbak Asmi saat aku masuk ke tokonya. Dia sibuk mencatat belanjaan. "Mbak nyuruh Yazid nemani adiknya.""Ya," jawabku singkat. Kemudian langsung melangkah lewat pintu belakang toko yang tembus ke rumah."Unda." Rifky yang asyik bermain di ruang tamu langsung berdiri dan berlari menghampiri. Usianya dua tahun, tapi dia begitu lincah, tampan, dan menggemaskan. Aku memeluk seperti biasanya. Dia menunjukkan mainan yang baru dibelikan papanya. "Hmm, bagus," ujarku memuji.Aku memandang sejenak lelaki yang menatapku. Dia tersenyum. "Baru pulang?""Ya," Lantas kembali memandang jagoanku. "Bunda mandi dulu, ya,"Rifky mengangguk dan dia kembali ke pangkuan papanya. Mas Arham selalu datang di akhir pekan sepulang kerja. Tidak pernah mengajak istrinya. Kenapa? Aku tidak tahu dan tak pernah berniat menanyakannya.Sekilas di atas meja, kulihat ada snack untuk Rifky, buah-buahan, dan makanan yang selalu ia bawa tiap datang. Di dalam kama

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04
  • Usai Keputusan Cerai    4. Luka 2

    Semua chat-nya kubaca, dan aku tetap berharap kami bisa bertahan dalam pernikahan. Sesakit apapun hatiku. Hingga pada detik itu aku sadar, yang kulakukan sia-sia. Hanya menjatuhkan harga diriku saja. Baiklah, akhirnya aku setuju dengan keinginannya. Padahal saat itu aku sedang mengandung. Aku menarik nafas dalam-dalam untuk menghalau kenangan menyakitkan. Aku tidak ingin melanjutkan mengingat kenangan itu. Sebab setelah bercerai pun, hidupku terpuruk karena hamil tanpa didampingi suami. Suara sumbang terdengar di sekitar. Namun ada juga yang bersimpati.Ah ... Aku bangkit dan mengambil baju ganti lalu keluar untuk mandi.Di ruang depan, terdengar celoteh Rifky dengan tawa bahagianya. Anak itu tidak tahu apa-apa. Tidak tahu betapa hancur perasaan bundanya karena lelaki yang dipanggilnya papa.Selesai mandi aku langsung makan."Tante." Yazid menghampiriku."Ya.""Dipanggil sama Om. Om mau pamitan.""Bilang Tante sibuk, ya. Nanti kalau Om Arham sudah pulang, ajak adek ke sini," jawabku

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04
  • Usai Keputusan Cerai    5 Tutup Mulutmu 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Tutup Mulutmu "Beneran kamu yang sengaja menggoda Tristan?" Dengan tak sabar Pak Ardi menyerangku yang baru saja duduk. Aku sudah menduga, mereka memanggilku karena hal ini."Maaf, itu hanya salah paham, Pak," ujarku tenang meski gemetar dan amarah memenuhi dada. Aku benci dengan tuduhan itu. Untuk apa aku menggoda suami orang, sementara aku sudah muak dengan yang namanya lelaki."Kamu di sini hanya staf. Harusnya kamu tahu diri." Mata lelaki itu menyala-nyala penuh amarah. Wajahnya sangat sinis memandang pegawai rendahan sepertiku.Pak Fadlan berdehem. "Sabar, Pak Ardi. Kita bisa membicarakan hal ini baik-baik." Pria berkacamata itu memang bos yang sangat bijaksana.Lalu Pak Fadlan memandangku dengan suara tenang, beliau berkata, "Hilya, bisa kamu jelaskan tentang video itu. Aruna mengamuk pasti ada sebabnya.""Itu hanya salah paham, Pak. Pak Fadlan bisa bertanya langsung pada Pak Tristan. Kami tidak memiliki hubungan apapun selain sebagai bos dan karyawan," j

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04
  • Usai Keputusan Cerai    6. Tutup Mulutmu 2

    "Kalau sampai video itu viral, saya tidak akan bungkam, Pak Tristan. Saya bisa membuat video untuk klarifikasi dan mengatakan kalau Mbak Aruna hanya cemburu buta dan bertindak tak tahu etika. Saya bisa menuntut balik dengan dalih pencemaran nama baik. Pak Tristan, juga harus begitu. Membuat video klarifikasi kalau di antara kita tidak ada hubungan apapun. Istri Anda yang salah paham."Mereka terkejut. Terutama Pak Ardi yang melotot tajam padaku.Sungguh ini keberanian dari mana, spontan aku mengatakan hal itu. Tidak ada rasa takut dalam hati. Aku benar. Aku tidak sedang menggoda suami orang yang notabene bosku sendiri.Padahal aku hanya debu di hadapan mereka yang berkuasa. Aku punya apa coba? Dilibas sekali saja, aku hanya tinggal nama. Bahkan aku bisa kehilangan pekerjaan. Lalu bagaimana dengan anakku? Tapi kalau aku diam, siapa yang akan membelaku. Sejauh ini aku menjaga diri dengan sebaik-baiknya, agar status janda yang kusandang tetap terhormat dan tidak mendapatkan citra buruk

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04

Bab terbaru

  • Usai Keputusan Cerai    7. Hilya

    USAI KEPUTUSAN CERAI- HilyaLelaki berwibawa itu berdiri tepat di hadapanku. Kedua tangannya masuk ke dalam saku celana.Buru-buru aku bangkit dari duduk. "Ya, Pak," ucapku sopan. Dadaku bergemuruh, apa mungkin ini hari terakhir aku bekerja di sini?"Saya suka perempuan ber-value sepertimu. Kerja baik-baik, Hilya." Ucapan singkat Pak Fadlan membuatku terkejut. Tak mengira sama sekali kalau Big Bos akan berkata seperti itu. Beliau memang sangat bijaksana sebagai pimpinan. Tapi bukankah Aruna itu menantunya? Apa nanti tindakannya ini tidak menimbulkan masalah dengan keluarga besan. Walaupun begitu aku lega. Kupikir Pak Fadlan akan memecatku, rupanya tidak. Alhamdulillah, aku masih bekerja. Mencari pekerjaan sekarang tidak gampang. "Eh, i-iya, Pak," jawabku gugup. "Terima kasih banyak dan maafkan atas kelancangan saya tadi."Pak Fadlan hanya tersenyum lantas melangkah pergi. Longgar sekali rasa dalam dadaku. Meski aku tahu ini bukan akhir dari kemelut, tapi setidaknya aku masih bisa b

  • Usai Keputusan Cerai    6. Tutup Mulutmu 2

    "Kalau sampai video itu viral, saya tidak akan bungkam, Pak Tristan. Saya bisa membuat video untuk klarifikasi dan mengatakan kalau Mbak Aruna hanya cemburu buta dan bertindak tak tahu etika. Saya bisa menuntut balik dengan dalih pencemaran nama baik. Pak Tristan, juga harus begitu. Membuat video klarifikasi kalau di antara kita tidak ada hubungan apapun. Istri Anda yang salah paham."Mereka terkejut. Terutama Pak Ardi yang melotot tajam padaku.Sungguh ini keberanian dari mana, spontan aku mengatakan hal itu. Tidak ada rasa takut dalam hati. Aku benar. Aku tidak sedang menggoda suami orang yang notabene bosku sendiri.Padahal aku hanya debu di hadapan mereka yang berkuasa. Aku punya apa coba? Dilibas sekali saja, aku hanya tinggal nama. Bahkan aku bisa kehilangan pekerjaan. Lalu bagaimana dengan anakku? Tapi kalau aku diam, siapa yang akan membelaku. Sejauh ini aku menjaga diri dengan sebaik-baiknya, agar status janda yang kusandang tetap terhormat dan tidak mendapatkan citra buruk

  • Usai Keputusan Cerai    5 Tutup Mulutmu 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Tutup Mulutmu "Beneran kamu yang sengaja menggoda Tristan?" Dengan tak sabar Pak Ardi menyerangku yang baru saja duduk. Aku sudah menduga, mereka memanggilku karena hal ini."Maaf, itu hanya salah paham, Pak," ujarku tenang meski gemetar dan amarah memenuhi dada. Aku benci dengan tuduhan itu. Untuk apa aku menggoda suami orang, sementara aku sudah muak dengan yang namanya lelaki."Kamu di sini hanya staf. Harusnya kamu tahu diri." Mata lelaki itu menyala-nyala penuh amarah. Wajahnya sangat sinis memandang pegawai rendahan sepertiku.Pak Fadlan berdehem. "Sabar, Pak Ardi. Kita bisa membicarakan hal ini baik-baik." Pria berkacamata itu memang bos yang sangat bijaksana.Lalu Pak Fadlan memandangku dengan suara tenang, beliau berkata, "Hilya, bisa kamu jelaskan tentang video itu. Aruna mengamuk pasti ada sebabnya.""Itu hanya salah paham, Pak. Pak Fadlan bisa bertanya langsung pada Pak Tristan. Kami tidak memiliki hubungan apapun selain sebagai bos dan karyawan," j

  • Usai Keputusan Cerai    4. Luka 2

    Semua chat-nya kubaca, dan aku tetap berharap kami bisa bertahan dalam pernikahan. Sesakit apapun hatiku. Hingga pada detik itu aku sadar, yang kulakukan sia-sia. Hanya menjatuhkan harga diriku saja. Baiklah, akhirnya aku setuju dengan keinginannya. Padahal saat itu aku sedang mengandung. Aku menarik nafas dalam-dalam untuk menghalau kenangan menyakitkan. Aku tidak ingin melanjutkan mengingat kenangan itu. Sebab setelah bercerai pun, hidupku terpuruk karena hamil tanpa didampingi suami. Suara sumbang terdengar di sekitar. Namun ada juga yang bersimpati.Ah ... Aku bangkit dan mengambil baju ganti lalu keluar untuk mandi.Di ruang depan, terdengar celoteh Rifky dengan tawa bahagianya. Anak itu tidak tahu apa-apa. Tidak tahu betapa hancur perasaan bundanya karena lelaki yang dipanggilnya papa.Selesai mandi aku langsung makan."Tante." Yazid menghampiriku."Ya.""Dipanggil sama Om. Om mau pamitan.""Bilang Tante sibuk, ya. Nanti kalau Om Arham sudah pulang, ajak adek ke sini," jawabku

  • Usai Keputusan Cerai    3. Luka 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Luka"Ada Arham di dalam, Hil," kata Mbak Asmi saat aku masuk ke tokonya. Dia sibuk mencatat belanjaan. "Mbak nyuruh Yazid nemani adiknya.""Ya," jawabku singkat. Kemudian langsung melangkah lewat pintu belakang toko yang tembus ke rumah."Unda." Rifky yang asyik bermain di ruang tamu langsung berdiri dan berlari menghampiri. Usianya dua tahun, tapi dia begitu lincah, tampan, dan menggemaskan. Aku memeluk seperti biasanya. Dia menunjukkan mainan yang baru dibelikan papanya. "Hmm, bagus," ujarku memuji.Aku memandang sejenak lelaki yang menatapku. Dia tersenyum. "Baru pulang?""Ya," Lantas kembali memandang jagoanku. "Bunda mandi dulu, ya,"Rifky mengangguk dan dia kembali ke pangkuan papanya. Mas Arham selalu datang di akhir pekan sepulang kerja. Tidak pernah mengajak istrinya. Kenapa? Aku tidak tahu dan tak pernah berniat menanyakannya.Sekilas di atas meja, kulihat ada snack untuk Rifky, buah-buahan, dan makanan yang selalu ia bawa tiap datang. Di dalam kama

  • Usai Keputusan Cerai    2. Bimbang

    USAI KEPUTUSAN CERAI - Bimbang "Jangan lanjut perceraian ini kalau kamu hamil." Mama mertuaku bicara disaat usai kusalami. Wajahnya begitu memohon.Aku tersenyum getir seraya mengelus lengannya. Mataku sudah berkabut. Beliau adalah ibu mertua yang sangat baik menurutku. Wanita yang duduk di kursi roda itu mengusap air matanya. "Maafkan saya, Ma," ujarku lantas beranjak dan duduk di kursi yang disediakan untukku di depan majelis hakim.Seumur hidup, sekali saja aku duduk di sini."Kita bisa membatalkan pernikahan ini, Hilya." Mas Arham kembali menghampiriku. Aku tidak tahu arti dari sorot matanya. Penyesalan atau apa aku tidak bisa menebak.Aku takut salah. Sebab aku pernah membuat kesalahan besar dengan begitu percaya bahwa lelaki yang mengajakku menikah empat tahun yang lalu itu, kupikir sangat mencintaiku. Ternyata tidak. Dia hanya ingin mencari pelampiasan atas rasa kecewa ditinggal kekasihnya.Jika alasan menggagalkan perceraian ini karena aku sedang hamil, ah tidak. Aku bisa me

  • Usai Keputusan Cerai    1. Usai

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Usai"Jauhi suamiku!" Seorang perempuan melempar asbak kayu tepat di hadapanku. Aku sempat terkejut, tapi sejenak kemudian aku memandangnya dengan tenang.Kulihat dua orang telah siap dengan kamera ponselnya untuk mengabadikan kejadian ini yang sebentar lagi bisa jadi akan viral. Tapi aku tidak peduli. Sepertinya hal ini sudah direncanakan. Dia hendak mempermalukanku."Jauhi bagaimana maksudnya?" tanyaku menentang sorot matanya. "Sedangkan saya tidak pernah dekat dengan suamimu selain urusan pekerjaan, Mbak. Jangan menuduh tanpa bukti, saya bisa melaporkan Anda kembali."Aruna terkejut. Mungkin dia tidak mengira aku seberani ini melawannya. Yang hanya seorang staf biasa di kantor suaminya."Sekalipun Anda menantu big bos saya, jangan Anda kira saya tidak berani. Mana buktinya kalau saya menggoda suami Anda?"Wanita itu mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya. Menunjukkan screenshot sebuah percakapan. Aku tersenyum samar. "Apa di sini saya membalas chat Pak Trista

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status